"Kau yakin pulang memakai pakaian itu?"
Zack memperhatikan penampilan Nayla yang mengenakan dress selutut, berlengan panjang dengan motif bunga kecil-kecil berwarna dominan putih.
"Apa ada yang salah?"
"Tunggu sebentar." Zack berjalan cepat menaiki tangga untuk kemudian pergi menuju kamarnya. Hanya dalam kurang dari lima menit, Zack sudah kembali dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Gunakan ini!"
Zack mengangsurkan sebuah syal kepada Nayla, tetapi tak kunjung disambut oleh gadis itu sehingga membuat Zack kesal saja.
Kakinya lebih mendekat ke arah gadis itu. Tanpa menunggu persetujuan Nayla, Zack mengalungkan syal itu ke leher Nayla. Menyibakkan rambut Nayla yang tertutup untuk dikeluarkan dari lilitan syal itu dan merapikannya.
Nayla hanya tertegun, tidak melawan dengan sikap yang dilakukan Zack kepadanya. Wajah Zack yang terlalu jelas dipandangnya dari jarak sedekat itu membuat Nayla merasakan sesuatu yang tak biasa.
"Kau tid
Tuan Hendriq menatap tangan Zack dengan geram. Lelaki yang dibencinya, yang sudah menjebloskan adik kandungnya ke penjara dengan hukuman lima belas tahun penjara dan itu sama saja dengan merenggut masa muda adik kandungnya secara paksa.Lalu saat ini, lelaki itu dengan tenangnya malah menggandeng tangan keponakannya di hadapannya tanpa ada rasa takut sedikit pun. Mungkin hukuman yang dirinya berikan untuk lelaki itu kurang berat.Reputasi Zack sebagai seorang polisi dengan pangkat tinggi sudah berhasil ia hancurkan. Bukannya bersedih atau membenci Nayla, lelaki itu justru maju dan berusaha mendekati keponakannya lagi."Nayla, masuk!"Nayla tersentak ketika suara Hendriq menggelegar di telinganya. Entah hukuman apa yang akan ia terima nantinya. Memang dia bersalah karena tidak pulang malam tadi, tetapi dirinya bukan lagi anak kecil atau remaja yang tidak bisa menjaga diri. Dia sudah dewasa dan berhak mengatur kehidupannya sendiri. Namun, Nayla lupa bahwa s
"Ayolah Zack. Aku sudah banyak membantumu. Setidaknya untuk saat ini, kau bisa membalas semua kebaikanku kepadamu."Zack hanya melirik sekilas, enggan menjawab permintaan Stevan yang ia anggap sangat konyol itu. Bagaimana Stevan meminta dirinya untuk menemani kencan dadakan antara Stevan dan Arisa.Meskipun Zack mengenal Arisa dengan baik, tetap saja Zack merasa tidak suka menjadi orang ketiga yang akan menjadi satpam penjaga sepasang kekasih yang sedang berpacaran."Arisa lebih percaya kepadamu daripada aku. Dia mau kuajak berkencan jika kau juga ikut. Ayolah Zack, ini demi masa depanku." Stevan merengek seperti anak kecil yang meminta dibelikan mainan kesukaan, berusaha membujuk Zack untuk menerima tawarannya.Rencananya kali ini harus berhasil. Stevan sengaja tidak memberi tahu Zack bahwa Nayla akan menikah dua minggu lagi. Stevan tidak ingin jika nanti Zack justru menjadi patah semangat seperti sebelumnya."Menyebalkan. Aku harus apa di sana?"
"Nayla, apa kau yakin dengan pernikahanmu bersama Victor?"Nayla hanya menunduk, tidak menggeleng atau mengangguk. Dulu ia sangat menantikan pernikahan itu. Namun, saat ini ketika pernikahannya hampir tiba rasa ragu bergelayut di pikiran serta hatinya.Apakah ini adalah ujian setiap orang yang akan menikah? Ataukah Tuhan memberikan kesempatan kepadanya untuk memikirkan ulang tentang masa depannya?"Apakah sedikit pun tidak ada perasaan untuk Zack di hatimu?"Nayla menoleh ke samping, mendengar pertanyaan Arisa yang tiba-tiba itu. Tatapannya tertuju kepada Arisa yang mana sedang menunggu jawaban darinya."Mengapa kakak begitu ingin aku bersama Zack? Apakah kakak tidak menyukai Victor?"Arisa menengadah, menatap langit-langit kamar Nayla dengan kedua tangan ia letakkan ke belakang, menumpu tubuhnya yang condong ke arah yang sama."Nayla, jika kau mencari laki-laki yang benar-benar mencintaimu. Jangan bertanya kepada pikiranmu, atau kepa
Tidak banyak yang dibicarakan Zack kepada Nayla, perjalanan mereka terasa sunyi karena pada dasarnya Zack adalah seorang yang pendiam. Sementara Nayla yang biasanya mencairkan suasana kini berubah murung. Gadis itu masih memikirkan banyak hal yaitu mengenai perkataan Arisa sebelumnya.Apakah ia sudah yakin dengan keputusannya menikah dengan Victor? Apakah tidak ada sedikit pun rasa yang tersisa di hatinya untuk Zack?Zack memperhatikan Nayla yang termenung sendiri. Seolah banyak beban yang ditanggungnya. Nayla hanya diam, menatap ke depan dengan pandangan kosong. Zack ingin mengalihkan perhatiannya ke depan yaitu untuk fokus ke jalanan, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya.Dari kaca spion tengah, Zack bisa melihat cahaya dari sebuah pantulan kaca atau benda bening sejenisnya berbentuk lingkaran yang berukuran kecil menerpa dahi Nayla.Bola Mata Zack menajam, menyadari sesuatu hal yang aneh dan tak biasa."Merunduk!"Zack meraih kepala
"Kau membiarkannya menemui pecatan polisi itu?"Hendriq geram mendengar kabar bahwa Nayla kembali menemui Zack. Dirinya sudah memperingatkan Nayla agar menjauhi lelaki itu, lelaki yang reputasinya sudah ia hancurkan dan mungkin akan lebih buruk kehidupannya jika terus saja bersikeras berhubungan dengan Nayla.Arisa hanya menunduk. Bukan karena takut, melainkan kesal dengan pamannya itu yang selalu mengekang kehidupannya dan Nayla hingga mereka berdua tidak bisa menikmati masa mudanya.Bahkan untuk masalah jodoh, baik Nayla dan Arisa juga harus patuh terhadap pilihan pamannya.Bukankah itu sangat keterlaluan?Nayla mungkin bisa menerima semua itu dengan senang hati, tetapi berbeda dengan Arisa. Jiwa memberontaknya lebih besar daripada sekedar mematuhi setiap apa yang diperintahkan juga aturan yang telah ditetapkan oleh pamannya."Aku tahu, Nayla berani menemui lelaki itu karena dukunganmu. Apa kau ingin memberontak, Arisa!"Arisa
Nayla dengan peluh di leher dan pelipisnya karena uap panas dari api kompor terlihat lebih cantik dan seksi. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh banyak orang, bahwa kecantikan seorang wanita akan lebih terpancar ketika sedang berkutat di dapur, memasakkan orang-orang yang dicintainya. Pun demikian dengan Nayla, gadis itu terlihat cantik dan memesona saat ini.Sekali lagi Nayla mengusap keringat di lehernya menggunakan punggung tangannya. Tangannya masih berkutat dengan peralatan dapur.Zack melangkah ke depan mendekat ke arah Nayla. Perlahan ia meraih rambut Nayla yang sedikit menempel di leher gadis itu karena peluh yang membasahinya. Zack menyatukan rambut-rambut Nayla untuk kemudian ia ikat membentuk kuncir kuda.Nayla tertegun ketika merasakan tangan Zack merapikan anak-anak rambutnya, menyisir dengan sela-sela jarinya lalu mengikatnya sedikit serampangan."Aku hanya melihatmu tidak nyaman dengan rambutmu, jadi aku mengikatnya," ucap Zack kemudian s
Zack berbalik menghadap Nayla setelah mengakhiri percakapannya bersama Stevan di telepon. Gadis itu nampak menunduk dalam, dengan pikiran yang kacau.Zack menatap Nayla dengan pedih. Ia tahu bahwa Victor bukanlah laki-laki yang baik untuk Nayla. Victor sudah terlalu banyak mengkhianati gadis itu. Tetapi Nayla tidak menyadarinya. Bahkan lelaki itu telah berhasil menanamkan benihnya di rahim wanita lain, wanita yang hampir merenggut nyawa Nayla.Zack menggerakkan kakinya, melangkah mendekati Nayla. Ia terhenti ketika mata Nayla yang menunduk mengarah kepadanya. Zack dan Nayla saling memandang, beradu tatap dalam diam.Zack melihat mata Nayla sudah penuh dengan bulir bening yang akan bersiap untuk menerobos keluar dari kelopak matanya. Zack bisa merasakan Nayla dalam kondisi bimbang. Apakah Nayla mulai merasakan getaran cinta untuknya? Ataukan gadis itu hanya mengasihaninya saja?"Nay!"Zack berucap lirih, sedikit bergetar di bibirnya. Nama panggilan
Satu per satu, mereka semua mulai meninggalkan pemakaman, hanya tinggal seseorang yang masih duduk di sana. Menatap dengan pedih makam yang penuh dengan taburan kelopak bunga, berwarna-warni dengan semerbak bau yang merangsek indra pemciuman.Dia mengepalkan tangan, dipenuhi rasa bersalah di dalam hatinya. Merasa tidak pantas dengan memegang tanggung jawab sebanyak itu. Tetapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain melanjutkan semuanya. Melanjutkan apa yang sudah digariskan dan ditakdirkan untuknya.Pandangannya menerawang, mengingat satu per satu anggota keluarganya yang sedang dirundung duka itu. Apa tindakannya ini sudah benar? Meskipun ia tahu, semua orang menghormatinya bukan karena ingin hormat, melainkan hanya takut kepadanya.***"Nayla!"Gadis itu menoleh, ketika mendengar seseorang telah memanggilnya.Tampaklah Victor sedang memegang buket bunga lily putih di tangan kanannya, berjalan mendekat dengan menunjukkan senyumnya yang mena