Tidak banyak yang dibicarakan Zack kepada Nayla, perjalanan mereka terasa sunyi karena pada dasarnya Zack adalah seorang yang pendiam. Sementara Nayla yang biasanya mencairkan suasana kini berubah murung. Gadis itu masih memikirkan banyak hal yaitu mengenai perkataan Arisa sebelumnya.
Apakah ia sudah yakin dengan keputusannya menikah dengan Victor? Apakah tidak ada sedikit pun rasa yang tersisa di hatinya untuk Zack?
Zack memperhatikan Nayla yang termenung sendiri. Seolah banyak beban yang ditanggungnya. Nayla hanya diam, menatap ke depan dengan pandangan kosong. Zack ingin mengalihkan perhatiannya ke depan yaitu untuk fokus ke jalanan, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Dari kaca spion tengah, Zack bisa melihat cahaya dari sebuah pantulan kaca atau benda bening sejenisnya berbentuk lingkaran yang berukuran kecil menerpa dahi Nayla.
Bola Mata Zack menajam, menyadari sesuatu hal yang aneh dan tak biasa.
"Merunduk!"Zack meraih kepala
"Kau membiarkannya menemui pecatan polisi itu?"Hendriq geram mendengar kabar bahwa Nayla kembali menemui Zack. Dirinya sudah memperingatkan Nayla agar menjauhi lelaki itu, lelaki yang reputasinya sudah ia hancurkan dan mungkin akan lebih buruk kehidupannya jika terus saja bersikeras berhubungan dengan Nayla.Arisa hanya menunduk. Bukan karena takut, melainkan kesal dengan pamannya itu yang selalu mengekang kehidupannya dan Nayla hingga mereka berdua tidak bisa menikmati masa mudanya.Bahkan untuk masalah jodoh, baik Nayla dan Arisa juga harus patuh terhadap pilihan pamannya.Bukankah itu sangat keterlaluan?Nayla mungkin bisa menerima semua itu dengan senang hati, tetapi berbeda dengan Arisa. Jiwa memberontaknya lebih besar daripada sekedar mematuhi setiap apa yang diperintahkan juga aturan yang telah ditetapkan oleh pamannya."Aku tahu, Nayla berani menemui lelaki itu karena dukunganmu. Apa kau ingin memberontak, Arisa!"Arisa
Nayla dengan peluh di leher dan pelipisnya karena uap panas dari api kompor terlihat lebih cantik dan seksi. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh banyak orang, bahwa kecantikan seorang wanita akan lebih terpancar ketika sedang berkutat di dapur, memasakkan orang-orang yang dicintainya. Pun demikian dengan Nayla, gadis itu terlihat cantik dan memesona saat ini.Sekali lagi Nayla mengusap keringat di lehernya menggunakan punggung tangannya. Tangannya masih berkutat dengan peralatan dapur.Zack melangkah ke depan mendekat ke arah Nayla. Perlahan ia meraih rambut Nayla yang sedikit menempel di leher gadis itu karena peluh yang membasahinya. Zack menyatukan rambut-rambut Nayla untuk kemudian ia ikat membentuk kuncir kuda.Nayla tertegun ketika merasakan tangan Zack merapikan anak-anak rambutnya, menyisir dengan sela-sela jarinya lalu mengikatnya sedikit serampangan."Aku hanya melihatmu tidak nyaman dengan rambutmu, jadi aku mengikatnya," ucap Zack kemudian s
Zack berbalik menghadap Nayla setelah mengakhiri percakapannya bersama Stevan di telepon. Gadis itu nampak menunduk dalam, dengan pikiran yang kacau.Zack menatap Nayla dengan pedih. Ia tahu bahwa Victor bukanlah laki-laki yang baik untuk Nayla. Victor sudah terlalu banyak mengkhianati gadis itu. Tetapi Nayla tidak menyadarinya. Bahkan lelaki itu telah berhasil menanamkan benihnya di rahim wanita lain, wanita yang hampir merenggut nyawa Nayla.Zack menggerakkan kakinya, melangkah mendekati Nayla. Ia terhenti ketika mata Nayla yang menunduk mengarah kepadanya. Zack dan Nayla saling memandang, beradu tatap dalam diam.Zack melihat mata Nayla sudah penuh dengan bulir bening yang akan bersiap untuk menerobos keluar dari kelopak matanya. Zack bisa merasakan Nayla dalam kondisi bimbang. Apakah Nayla mulai merasakan getaran cinta untuknya? Ataukan gadis itu hanya mengasihaninya saja?"Nay!"Zack berucap lirih, sedikit bergetar di bibirnya. Nama panggilan
Satu per satu, mereka semua mulai meninggalkan pemakaman, hanya tinggal seseorang yang masih duduk di sana. Menatap dengan pedih makam yang penuh dengan taburan kelopak bunga, berwarna-warni dengan semerbak bau yang merangsek indra pemciuman.Dia mengepalkan tangan, dipenuhi rasa bersalah di dalam hatinya. Merasa tidak pantas dengan memegang tanggung jawab sebanyak itu. Tetapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain melanjutkan semuanya. Melanjutkan apa yang sudah digariskan dan ditakdirkan untuknya.Pandangannya menerawang, mengingat satu per satu anggota keluarganya yang sedang dirundung duka itu. Apa tindakannya ini sudah benar? Meskipun ia tahu, semua orang menghormatinya bukan karena ingin hormat, melainkan hanya takut kepadanya.***"Nayla!"Gadis itu menoleh, ketika mendengar seseorang telah memanggilnya.Tampaklah Victor sedang memegang buket bunga lily putih di tangan kanannya, berjalan mendekat dengan menunjukkan senyumnya yang mena
"Arisa!"Stevan menghampiri Arisa, menyatakan bela sungkawanya atas kematian kakeknya. Ia menyalami bibi Sayaka yang memang sudah ia kenal sebelumnya."Apa kalian ingin pergi juga?""Tidak Bibi, aku akan pulang bersamamu."Arisa segera menjawab pertanyaan dari bibi Sayaka sebelum Stevan mendahuluinya. Arisa tahu bahwa Stevan sering mengambil kesempatan meskipun itu hanya ada sedikit. Lelaki itu tidak pernah menyia-nyiakan sekecil apapun kesempatan untuk berduaan dengan Arisa, sehingga membuat Arisa segera mengantisipasi segala kemungkinan, agar Stevan tidak berniat mengambil celah yang ada."Saya hanya ingin berbicara sebentar dengan Arisa. Apakah saya bisa meminjam Arisa sepuluh menit saja?" Stevan meminta izin terlebih dahulu kepada bibi Sayaka, berusaha sesopan mungkin demi mencuri hati wanita paruh baya itu.Melihat Zack yang tidak bisa akur dengan tuan Hendriq membuat Stevan berpikir untuk menjalin hubungan baik kepada semua orang
Nayla hanya bisa mengangguk, menyembunyikan tangisnya di dada lelaki itu. Bibirnya masih bergetar dengan tubuh yang gemetar.Nayla tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan buruk dari Victor. Lelaki itu sama sekali tidak berubah, sebanyak apapun Nayla memberikan kesempatan, pasti akan mengulangi kesalahan yang sama."Nayla!"Suara Victor terdengar menggelegar, penuh dengan teror di telinga Nayla. Nayla tersentak dengan kepala menengadah menoleh ke arah suara yang memanggil namanya dengan bentakan keras."Kau lari dariku, dan memilih pergi dengan laki-laki itu?" Victor berkata dengan geram. Wajah lelaki itu nampak berang dengan raut muka yang mengerikan."Ayo, jangan hiraukan dia!" Tangan kekar itu merengkuh bahu Nayla, menggiring Nayla untuk segera keluar dari rumah mewah itu, meninggalkan Victor yang masih marah kepadanya."Sekali kau berani melangkahkan kakimu keluar, aku akan memberitahukan paman Suichi bahwa kau mengkhianatiku dengan pr
Orang itu menggembuskan napas lega. Diintipnya keadaan di luar. Nampak sudah sepi dan aman, dengan hati-hati ia segera membuka pintu itu, menguncinya lagi dan segera keluar dari ruangan keramat yang penuh ketegangan itu.***"Untukmu."Zack menyodorkan sebuah kotak makanan yang berlogo salah satu rumah makan cepat saji kepada Nayla. Nayla melihat kotak makan itu dengan bingung. Secara bergantian, matanya memandang Zack dan juga kotak makanan itu."Kau belum makan apa-apa, 'kan? Bukan makanan istimewa, setidaknya perutmu terisi makanan. Bukan hanya angin."Nayla mengangguk, diambilnya kotak makanan dari tangan Zack dengan sedikit malu. Nayla memang sedang kelaparan, perutnya sedari tadi sudah meronta minta diisi, tetapi dia tidak membawa sepeser uang pun. Tas dan ponselnya tertinggal di kamar Victor, terjatuh ketika lelaki itu memaksakan kehendaknya. Sehingga Nayla hanya menahan diri dari rasa lapar yang sudah bergemuruh sejak tadi.Nayla tid
Suichi melebarkan matanya mendengar perkataan Sayaka.Keluarga besar Higashino memang sedang menginap di rumah utama. Bukan hanya anak-anaknya, suami dan istri dari anak mendiang Higashino juga turut menginap di rumah besar itu.Seharusnya momen kebersamaan yang jarang sekali terjadi ini bisa dimanfaatkan untuk saling mengakrabkan diri. Tetapi bukan keakraban yang mereka dapatkan, justru tragedi berdarah dan mematikan yang harus dilewati.Mengapa sampai ada korban pembunuhan di rumah yang sistem keamanannya sangat terjaga itu?Suichi dan Zack diikuti Sayaka di belakangnya segera berlari menuju ke lantai atas yaitu di mana kamar Akane berada. Suami Akane telah meninggal saat lelaki itu terbaring di tempat tidur dengan pisau yang menancap tepat di jantungnya."Hubungi polisi!" perintah Zack kepada Arisa yang saat ini menenangkan Akane, istri dari korban.Suichi hanya menatap tubuh adik iparnya itu tanpa ekspresi. Dalam dua hari ada dua nyawa y