Brak!
“Roy... Diana..?! Ngapain kalian berdua-duaan di dalam kamar ini?”
Tatapan sang Nyonya rumah tampak menuduh keduanya, seolah mereka berbuat mesum.
Roy sontak melirik pembantu perempuan di sebelahnya yang menunduk.
“Maaf, Nyonya. Tadi kami tengah membersihkan kamar ini, lalu tiba-tiba Tuan Anton mengunci pintu kamar ini dari luar,” ucap pria itu membela diri.
Tiba-tiba saja, tawa sinis terdengar dari belakang sang Nyonya.
Tuan Anton yang dicurigai Roy dan Diana sebagai orang yang mengurung keduanya tiba-tiba muncul.
“Bohong! Aku mengunci kalian dari luar, karena saat aku tiba di rumah ini melihat kalian berdua berbuat mesum di dalam!” bentak suami sang Nyonya yang selama ini memang tampak membenci Roy entah karena apa, "kalian pikir aku tidak mendengar desahan kalian dari tadi?!"
“Apa yang dituduhkan Pak Anton, nggak benar. Kami memang lagi membersihkan kamar tamu ini, tapi kami nggak berbuat mesum.” Roy berusaha menyakinkan Nyonya Angel.
Setahunya, wanita berhati lembut itu bukan tipe yang akan menghakimi.
Akan tetapi, respon Nyonya rumah mewah itu di luar dugaan.
Dengan raut wajah kecewa, wanita itu justru berlalu dari depan kamar tamu itu bermaksud hendak ke kamarnya di lantai atas.
“Sekarang juga kalian berdua enyah dari rumah ini..! Aku nggak mau rumah ini kalian kotori dengan perbuatan bejad kalian!” hardik Anton yang merasa menang atas tak ada respon apa-apa dari Angel akan hal yang dijelaskan Roy tadi.
Mendengar hardikan itu, Roy pun menarik lengan Diana ke luar dari kamar tamu itu menghampiri Angel yang saat itu akan naik tangga menuju lantai atas.
“Nyonya..!” panggil Roy.
Tampak Angel menghentikan langkahnya. Namun, wanita muda itu sama sekali tak memalingkan wajahnya.
“Baiklah kalau emang Nyonya nggak percaya dengan yang aku sampaikan tadi, aku akan pergi dari rumah ini. Tapi jangan usir Diana, biarkan dia tetap bekerja di rumah ini karena dia nggak bersalah. Jika semua yang dituduhkan Pak Anton itu benar, maka akulah yang bersalah.”
Setelah berkata demikian, Roy langsung menuju kamar yang selama ini ia tempati di ruangan belakang.
Kemudian, dia bergegas pula ke luar dan pergi dari rumah mewah itu dengan menaiki sebuah angkot yang Roy sendiri tak perduli tujuannya ke arah mana.
Jujur, pemuda desa ini sendiri belum tahu akan ke mana.
Kembali ke kampung pun, dia tak nyaman.
Roy tidak mau melihat kedua orang tuanya sedih karena tahu pekerjaanya tidak semudah yang dibayangkan
Sayangnya, saat turun dari angkot, Roy syok kala merogoh saku celananya.
Dompet yang dikiranya berada di saku celana itu tidak ada, begitu pula handphone di dalam ransel yang ia bawa.
"Bang, mana 8000-nya?"
Kenek angkot tiba-tiba menagih.
Beruntung di saku baju Roy, ada terselip uang 30 ribuan. Segera, dia membayarnya.
Hanya saja, barulah pria itu menyadari bahwa tidak hanya dompetnya yang tertinggal!
Ponselnya juga!
Tapi, dia pun masih punya muka untuk tidak kembali setelah diusir begitu saja dari sana.
Jadi, setelah lebih 1 jam berjalan dan beberapa kali menyeberangi jalan raya, Roy menyadari dirinya memasuki salah satu kawasan kumuh di Ibu Kota.
Di bawah jembatan, terdapat jalan kecil dan di tengah-tengahnya sungai penuh sampah.
Namun, di dekat sana, terdapat beberapa hunian asal-asalan. Ada yang bersekat terpal, ada pula yang hanya bersekat karton saja.
Dengan hanya berbantal ransel dan beralas karton, Roy pun berjalan ke sana.
Merasa sudah cukup untuk dapat beristirahat malam ini meski dengan alas karton.
Roy seketika tersenyum miris. Niat hati ingin merubah nasib, dia justru menjadi gembel di kota metropolitan!
***
Tak terasa, dua malam dilewati Roy di daerah pemukiman kumuh itu.
Tak ingin menghabiskan waktu dengan bermenung, Roy pun bangkit lalu kembali mencari barang-barang bekas yang dapat ia jual dan dijadikan uang untuk penyambung hidupnya hari ini.
Namun, saat Roy berjalan bermaksud hendak mengitari deretan pertokoan, tiba-tiba kakinya menyandung sebuah dompet wanita yang terjatuh di trotoar jalan.
“Waduh...! Dompet siapa ini?!” batin Roy dalam hati sembari memunggut dompet itu.
Awalnya ia ragu untuk membuka dompet itu. Akan tetapi karena penasaran akan pemiliknya, Roy pun nekad membukanya.
Di dalam dompet itu, terdapat banyak lembar uang pecahan Rp. 100.000,- serta beberapa buah credit card.
Roy memilih untuk mengambil KTP yang diselipkan di antara credit card-credit card itu.
“Cindy Dealova?” Roy bergumam tanpa sadar saat membaca nama yang tertera di KTP itu.
Diperhatikannya alamat yang juga tertera di sana.
Dengan menggunakan jasa ojol, Roy menuju alamat pemilik dompet yang saat ini berada di dalam ranselnya.
Sekitar setengah jam di perjalanan ojol yang Roy naiki berhenti di depan pagar sebuah rumah, bangunan rumah itu sangat besar dan mewah.
Roy membayar ongkos ojol itu sebesar Rp. 20.000,- lalu ia menghampiri pos satpam di bagian ujung kanan pagar rumah mewah itu.
Keberadaan Roy yang mulai seperti gembel jelas membuat satpam yang bertugas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Mas?”
“Apa benar ini alamatnya Bu Cindy Dealova, Pak?” Roy balik bertanya sembari melihat KTP yang ia pegang.
“Benar Mas,” jawab Satpam itu, menyelidik, "Kenapa ya?"
“Apa Bu Cindy sekarang ada di rumah, Pak?” Roy bertanya kembali, "Bolehkah saya bertemu dengannya?”
Satpam itu tak langsung menjawab, ia mengamati Roy dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terbesit di hati Satpam itu kecurigaan.
Menyadari itu, Roy sontak berbicara, "Saya ingin mengembalikan dompet Bu Cindy!"
“Sebentar ya Mas, saya temui dan tanya Nyonya dulu di dalam!” pinta Satpam setelah ia berusaha menghilangkan prasangka negatifnya atas penampilan Roy saat itu.
Roy sendiri menanggapinya dengan menganggukan kepala diiringi senyum ramahnya.
Tak beberapa lama Satpam itu kembali menghampiri Roy yang masih berdiri menunggu di depan pagar, Satpam itu membuka pagar itu lebih lebar lagi.
“Mari, silahkan Mas!”
Seketika, Roy diantar Satpam hingga ruangan depan dan memang ruangan itu dikhususkan untuk menerima tamu.
Tak lama setelahnya, seorang wanita cantik datang ke ruangan itu.
Satpam itu pun mohon diri kembali ke pos jaganya.
“Maaf, tadi Pak Satpam bilang kalau Adik ini mau ketemu denganku untuk mengembalikan dompet?"
“Benar, Bu. Nama saya, Roy. Saya hanya ingin mengantar dompet Bu Cindy yang aku temukan terjatuh di depan toko barang-barang elektronik.” Roy lalu meraih ransel yang ia taruh di bawah bersebelahan dengan kursi tempat ia duduk.
“Ini dompetnya, silahkan Bu Cindy periksa mana tahu ada yang hilang,” sambung Roy sembari menyerahkan dompet yang baru saja ia ambil dari dalam ranselnya.
“Astaga..! Dompet ini memang punyaku, kok aku nggak nyadar kalau dompet ini sampai terjatuh? Tadinya aku pikir udah aku taruh di dalam laci mobil!” seru Nyonya rumah mewah yang bernama Cindy Dealova itu terkejut.
“Tapi maaf sebelumnya Bu, karena aku nggak punya uang maka uang yang ada di dalam dompet itu tadi aku pakai Rp. 20.000,- buat ongkos ojol ke sini,” jujur Roy.
“Oh, nggak apa-apa. Jangankan Rp. 20.000,- semua uang yang ada di dalam dompet ini juga nggak masalah. Buatku yang paling penting kredit-kredit card ini, kalau sampai hilang bakal repot untuk mengurusnya kembali.”
“Tunggu sebentar ya, Roy," sambung Cindy. Wanita itu lalu berdiri dari duduknya meninggalkan ruangan tamu itu.
Di sisi lain, Roy hanya mengangguk dan tetap duduk di kursi di ruangan tamu itu.
Namun, tak berselang lama Cindy pun kembali menemui Roy di ruangan tamu. Hanya saja, di tangan kanannya nampak menggengam sebuah amplop sementara di tangan kiri dompetnya yang tadi diserahkan Roy.
“Sebagai ucapan terima kasih karena kamu telah menemukan dan bersedia pula mengantar dompetku ke sini, terima ini!” ujar Cindy menyodorkan amplop di tangan kanannya itu pada Roy.
Tangan Roy sontak menolaknya. “Nggak Bu, terima kasih. Aku udah cukup lega dapat mengantar dompet yang aku temukan tadi pada pemiliknya, karena tadi aku sempat bingung harus ngapain.”
“Nggak apa-apa Roy, terimalah. Amplop ini isinya nggak seberapa bila dibandingkan dengan semua isi dompetku jika sampai hilang, aku juga nggak nyangka masih ada orang yang baik seperti kamu di kota ini.”
“Nggak usah Bu, kalaupun Bu Cindy ingin memberiku cukup Rp. 20.000,- aja buat ongkos ojol kembali ke tempat aku menemukan dompet Bu Cindy tadi,” ujar Roy, bersikeras.
Cindy sendiri dibuat tercengang mendengar yang dikatakan pria tampan yang duduk berhadap-hadapan dengannya itu.
Walaupun dia harus akui, penampilannya sedikit seperti ... gembel?
“Kamu tinggal di kawasan deretan pertokoan itu?” tanya Cindy, seketika penasaran.
“Ya Bu.”
“Di sebelah mananya dari toko barang-barang elektronik tempat aku belanja tadi?”
“Paling ujung, tepatnya di bawah jembatan.” Roy kembali jujur bicara apa adanya dan kali ini membuat Cindy terperanjat kaget.
“Apa, di bawah jembatan?!”
“Iya Bu, aku salah satunya dari para gembel di bawah jembatan itu,” jawab Roy santai meskipun hati kecilnya merasa tertekan.“Terus, kamu kerja apa buat makan sehari-hari?” tanya Cindy lagi.“Jadi pemulung Bu.”Cindy terkejut mendengarnya karena tak menyangka pria tampan di hadapannya itu seorang gembel dan pemulung. “Kamu pernah sekolah dan punya ijasah?”“Ya, aku tamatan SMA dan ijasahku ada di dalam ransel ini,” jawab Roy sembari menunjuk ranselnya.“Hemmm, karena kamu nolak amplopku tadi, mau nggak kalau kamu aku pekerjakan di kantor perusahaanku sebagai OB?” Wanita cantik itu tersenyum membuat Roy tercengang.“OB....?!” Roy mengulangi kata-kata Cindy.Beberapa saatnya Cindy tersenyum lalu menarik napasnya.Ia maklum jika Roy yang tidak mengerti tentang OB yang dikatakannya tadi karena memang pria muda tampan di depannya itu diketahuinya tinggal di kolong jembatan menjadi gembel.“OB itu kepanjangan dari Office Boy, artinya pembantu di kantor perusahaan. Tugasmu nantinya bermacam
“Iya Bu, saya tahu sekarang udah masuk waktu istirahat siang akan tetapi masih ada beberapa gelas yang musti saya bereskan di meja para karyawan,” ulas Roy berhenti sejenak dari maksudnya akan membawa gelas-gelas itu ke ruangan belakang yang biasa dipakai untuk mencuci piring dan gelas kotor.“Ya udah kamu antar dulu gelas-gelas itu ke belakang, setelah itu kembali ke sini!” ujar Cindy.“Baik Bu, tapi mungkin butuh waktu 10 menit paling lama baru saya bisa kembali ke sini karena musti mencuci gelas-gelas ini dulu.” “Nggak usah kamu cuci sekarang, nanti saja. Aku mau ngajak kamu makan siang di luar, buruan ya aku tunggu di sini!”“Baik Bu.”Dengan cepat, Roy menuju ruangan belakang karena tak ingin Cindy menunggunya cukup lama di sana.Ternyata, sebuah restoran mewah menjadi pilihan Cindy untuk makan siang bareng Roy di jam istirahat kantor itu!Roy sebenarnya merasa tidak enak sejak beberapa orang karyawan serta teman sesama OB melihatnya diajak Cindy ke mobil mewahnya di halaman kan
Hanya saja, Roy berusaha tenang. Dia tak ingin menambah permasalahan baru lagi jika hari pertama kerjanya itu dilalukannya dengan setengah hati akibat terlalu memikirkan pandangan negatif rekan sesama OB nya dan juga para karyawan di kantor perusahaan itu kepadanya. Sampai jam kerja usai, Roy tetap melakukan pekerjaannya sesuai yang diarahkan seniornya. Namun saat hampir seluruh OB meninggalkan ruangan itu, salah satu karyawan tiba-tiba memanggilnya, “Roy, sini sebentar!” Pemuda tampan itu pun bergegas menghampirinya. “Ada yang perlu saya bantu Pak?” “Nggak ada, aku hanya ingin ngobrol sama kamu aja. Boleh kan?” “Oh tentu saja Pak.” “Silahkan duduk!” Roy pun duduk di kursi di depan meja berhadap-hadapan dengan salah seorang karyawan itu. “Hari ini, hari pertama kamu kerja di sini sebagai OB kan?” “Benar Pak Yudi.” “Kalau boleh tahu, ada hubungan apa kamu dengan Bu Cindy?” Karyawan yang ternyata bernama Yudi itu bertanya kembali. Kali ini, Roy tak langsung menjawab p
“Sebenarnya, biasa aja, malahan lebih asyik makan di rumah makan sederhana seperti ini,” jawab Roy tak ada sedikitpun menunjukan rasa gembiranya akan ditraktir Cindy kemarin siang, justru batinnya merasa tak nyaman karenanya.Diko merasa heran akan sikap Roy yang sama sekali tak merasa surprise sedikitpun diajak oleh CEO perusahaan tempat mereka bekerja itu. “Masa sih? Bukannya Bu Cindy kalau makan siang selalu di restoran mewah?” “Emang Bu Cindy siang kemarin itu ngajakku ke restoran mewah, tapi jujur aja di samping kurang nyaman makan di sana aku juga merasa karenanya orang-orang di kantor mempermasalahkannya.” “Mempersalahkan gimana?” tanya Diko penasaran. Sepertinya, dia tak tahu atau memang tak mau tahu akan para rekan sesama OB mengunjingin Roy. “Ada yang bertanya ada hubungan apa antara aku dan Bu Cindy hingga aku sampai diajak makan siang di luar, padahal aku baru aja masuk kerja.” Roy menarik napasnya dalam-dalam mengingat kejadian kemarin. “Loh, emangnya kenapa ka
“Oke, ayo naik ke mobil nanti kita bicara di suatu tempat.” Tak butuh waktu lama, Roy pun naik mobil mewah milik Cindy.Keduanya lalu menuju salah satu cafe yang bukan hanya menyediakan berbagai macam minuman, tapi juga tersedia berbagai makanan.“Kamu mau pesan apa, Roy?” tanya Cindy saat mereka telah berada di dalam cafe itu.“Terserah Tante aja, tapi cukup minuman aja karena aku masih kenyang tadi siang makan bareng Diko.” “Oke.”Cindy lalu memanggil pelayan cafe itu untuk menyediakan dua jenis minuman segar.“Nah, kamu bisa ngomong di sini perihal sesuatu yang ingin kamu sampaikan tadi,” sambung Cindy ketika pelayan cafe telah berlalu dari meja mereka menyiapkan minuman yang mereka pesan.“Begini Tante, tapi sebelumnya aku harap Tante Cindy nggak marah,” pinta Roy yang tiba-tiba saja ia kembali merasa ragu dan kuatir akan hal yang hendak ia sampaikan pada Cindy.“Nggak, aku janji nggak akan marah. Ayo, bicaralah!”Roy menarik napasnya dalam-dalam sebelum berkata, “Begini Tante,
“Aku dengar baru hari pertama kamu kerja di sini udah diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar dan itu tentunya amat menyenangkan sekali. Selama ini kami yang udah kerja belasan tahun di sini belum pernah ada yang sampai diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar selain tamu dan rekan bisnisnya, kalau boleh tahu ada hubungan apa antara kamu dengan Bu Cindy sampai-sampai Bu Cindy di hari pertama kerjamu di sini udah diajak makan siang di luar?” Kembali Riki bertanya. Selain rasa penasaran Riki juga merasa tidak habis pikir akan Roy yang notabenenya hanya seorang OB baru di kantor itu diperlakukan spesial oleh atasannya. “Aku keponakannya Bu Cindy.” “Hah?! Masa sih?” Riki terkejut dan tak percaya, sementara Roy memastikan kembali jawabannya dengan menganggukan kepalanya sembari tersenyum ramah. “Oh, pantas aja kamu diperlakukan spesial secara kamu keponakan Bu Cindy,” sambung Riki, meskipun di hatinya masih tak percaya dan ragu akan jawaban yang diberikan Roy itu. “Ada yang per
“Kalau itu saya juga tidak tahu Bu, katanya salah seorang karyawan di dalam.” Satpam itu tampak tak enak juga. Terlebih kala menyadari, raut wajah Nyonya CEO itu tampak kesal.“Oh gitu, ya udah aku akan tunggu dia di dalam,” balas Cindy cepat. Di sisi lain, tak seorang karyawan di lantai dasar itu yang mengetahui jika Cindy berada di luar ruangan mereka.Wanita itu bahkan sekarang duduk di sebuah kursi tepat di depan ruangan yang dijadikan tempat tinggal Roy.Cindy bahkan tampak geram. “Kurang ajar! Siapa karyawan yang menyuruh Roy untuk membeli pena dan memfoto copy ke luar? Bukankah di kantor peratan tulis udah tersedia begitu juga buat memfoto copy berkas-berkas.” Untungnya, tak berselang lama, Roy pun datang dan bermaksud mengantarkan pena dan hasil foto copy berkas ke dalam ruangan di mana salah seorang karyawan menyuruhnya untuk membeli pena sekaligus memfoto copy beberapa lembar berkas kerjaannya itu.“Roy..!” panggil Cindy cepat.“Eh, Bu Cindy?” “Dari mana kamu?” tanya Ci
“Kamu udah makan siang?” tanya Cindy. “Belum Tante.” jawab Roy, kembali Cindy geleng-geleng kepala. “Ya udah, sekarang naik ke mobil kita makan siang di luar!” Ajak Cindy, Roy menganggukan kepalanya lalu naik ke mobil mewah milik CEO perusahaan itu. Seperti makan siang bareng beberapa hari yang lalu, Cindy kembali mengajak Roy ngobrol sembari menikmati menu yang dipesan. “Kamu tahu nggak jika Dion dan teman-temannya tadi telah memperlakukan kamu tak sepantasnya?” tanya Cindy, Roy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lain kali jangan pernah kamu ulangi lagi, sampai-sampai kamu mengabaikan jam istirahat dan makan siang. Tadi kamu dengarkan? Aku udah memperingatkan mereka untuk tidak mengulanginya lagi menyuruh kamu di luar ketentuan kerjamu sebagai OB di kantorku,” ujar Cindy. “Ya Tante, aku nggak akan bersedia lagi mereka suruh ke luar karena itu bukan tugas dan tanggung jawabku sebagai OB di kantor Tante.” ulas Roy. “Bagus, dengar ya Roy tugasmu sebagai OB di kantorku sesuai d
“Tidak ada salahnya kalau Bi Viola mau mencoba sembari meyakinkan Mas Roy dengan semua yang sedang Bu Viola alami saat ini, siapa tahu saja Mas Roy bisa ngerti dan mau melakukannya demi mencegah terjadinya perjodohan Ibu dengan putra sahabat Papa Bu Viola itu,” Puspa kembali memberi saran.“Aku akan pikirkan dulu karena aku merasa nggak mudah memberi tahu yang sedang aku hadapi ini pada Mas Roy, begitu pula untuk menyakinkannya agar dia mau berpura-pura menjadi pria lain.” Ulas Viola.“Ya Bu, itu semua demi kelanjutan hubungan kalian berdua.” Ujar Puspa, Viola mengangguk dan tersenyum.Acara makan siang bareng itu disudahi dengan ke luarnya mereka dari dalam restoran lalu Puspa kembali ke kantor sementara Viola pulang ke rumahnya karena memang hari ini dia tak masuk kerja, itu sengaja ia lakukan untuk menenangkan pikirannya atas permasalahan yang sedang ia hadapi.Malam itu cuaca mendung, meskipun hujan lebat tak turun namun gerimis yang turun cukup dapat membasahi tubuh jika tak mema
Puspa menghampiri Viola di salah satu meja di dalam ruangan restoran tempat mereka janji bertemu dan makan siang bareng itu, rupanya atasan Puspa di kantor itu sudah tiba di sana lebih dulu.“Bu Viola udah lama tiba dan menunggu di sini?” sapa Puspa setelah dipersilahkan atasannya itu untuk duduk.“Kurang lebih 10 menit yang lalu, nih aku udah pesan minuman. Oh ya, apa menu makan siang yang Bu Puspa inginkan? Silahkan Bu Puspa pesan!” ulas Viola.“Terserah Bu Viola aja, saya ikut aja dengan yang Bu Viola pesan.” Jawab Puspa diiringi senyum ramah dan hormatnya sebagai bawahan.Setelah memesan menu dan diantar oleh pelayan restoran ke meja itu, mereka pun segera menikmatinya diselingi obrolan.“Kira-kira ada hal penting apa yang ingin Bu Viola sampaikan, hingga siang ini Bu Viola ngajak ketemuan dan makan bareng?” tanya Puspa.“Hemmm, sebenarnya ini nggak ada kaitannya dengan urusan kantor melainkan masalah pribadi yang ingin aku curhatin sama Bu Puspa.” Jawab Viola diiringi senyumnya,
Setelah beberapa menit obrolan Roy dan Puspa diakhiri, Roy pun mencoba untuk menghubungi Viola. Panggilan pertama tidak diangkat oleh Viola, kemudian Roy kembali melakukan panggilan melalui ponselnya.“Hallo, Assalamu alaikum Mas.” Sapa Viola setelah mengangkat panggilan Roy.“Waalaikum salam.” Jawab Roy.“Apa kabar Mas? Maaf ya, aku belum sempat hubungi Mas Roy duluan karena tadi ada perlu.” Ulas Viola yang memang jika ingin ngobrol dengan Roy melalui ponsel, dia yang selalu duluan menghubungi.“Alhamdulilah baik, kamu sendiri gimana? Soalnya tadi aku dengar dari Bu Puspa, kamu pulang lebih awal dari kantor tadi siang. Kamu sakit ya?” jawab Roy sembari balik bertanya.“Iya Mas, tadi aku tiba-tiba aja kurang enak badan makanya aku pamit pulang duluan pada Puspa.”“Kamu udah periksa ke dokter?” tanya Roy lagi.“Udah, tapi lewat telpon aja dan barusan aku dari apotik nebus obatnya.” Jawab Viola yang sebenarnya dia sama sekali tidak sakit dan menelpon dokter serta ke apotik, jika tadi di
Panggilan melalui ponsel itupun langsung diputuskan oleh Pak Husein, Viola terdengar menarik napas yang begitu berat sembari pandangannya masih ia tujukan ke layar ponsel miliknya itu.“Sepertinya kali ini Papa sangat serius ingin menjodohkan aku dengan anak temannya itu. Oh Tuhan, apa yang mesti aku lakukan? Aku tentu aja nggak mau dijodohkan dengannya dan lebih memilih Mas Roy, tapi setelah aku berusaha meyakinkan Papa tentang Mas Roy tetap nggak berhasil. Huuuf...!” Viola berbicara sendiri di ruangan kerjanya itu.“Papa memberi waktu beberapa hari ke depan untuk mencari sosok pria calon suami yang tentu saja sesuai dengan keinginannya, kalau tidak berhasil aku pasti akan diminta Papa untuk terbang ke Qatar dan tentu saja akan dipertemukan dengan putra sahabatnya itu.” kali ini Viola hanya bergumam dalam hati, wajahnya terlihat murung dan pikirannya benar-benar kacau.Waktu jam istirahat siang tiba, biasanya Viola langsung ke luar ruangan dan pergi makan siang di salah satu restoran
Satu Tahun Kemudian......Di sebuah meja makan mewah di dalam rumah yang super mewah pula, terlihat sepasang suami istri tengah menikmati menu-menu makan malam mereka. Yang pria berparas tampan berwajah pria timur tengah, sementara wanita berwajah cantik seperti wanita asia pada umumnya.Mereka tidak lain adalah kedua orang Viola yang berada di Qatar, di sela-sela makan malam itu mereka selingi dengan obrolan.“Sampai saat ini kita belum juga mendapat kabar dari Viola tentang seorang pria yang akan ia jadikan pendamping hidup, padahal saat ini usianya sudah cukup untuk berumah tangga.” Papi Viola yang bernama Husein membuka obrolan.“Iya Pi, Mami juga sepemikiran dengan Papi. Setiap kali Mami tanya Viola selalu saja menjawab jika nanti ia telah menemukan seorang pria yang dia rasa sesuai dengannya, dia akan memberi tahu kita.” Mami Viola yang bernama Astrid menanggapi.“Tapi Mi, harus sampai kapan kita menunggu? Papi udah nggak sabar ingin memiliki cucu yang tentu saja nanti sebagai p
“Iya, setiap bulannya Mas memang musti memberi laporan tentang pekerjaan atau kegiatan Mas Roy di luar. Akan tetapi nggak ada salahnya jika bulan ini Mas Roy langsung memberi laporan pada beliau, sebentar aku akan memberi tahunya jika mulai bulan ini Mas Roy akan memberi laporan langsung kepadanya.” habis berkata, Puspa langsung meraih gagang telpon kantor yang ada di atas mejanya untuk menghubungi atasannya yang berada di ruangan sebelah.Selama Puspa menelpon Roy hanya duduk diam saja sembari mendengarkan percakapan mereka, Puspa yang masih ingin menyembunyikan identitas atasannya itu sengaja tak menyertai nama setelah memanggil Bu agar Roy tidak tahu jika Viola lah CEO perusahaan pariwisata itu. Selain itu tujuan Puspa ingin memberi kejutan pada Roy, meskipun ada dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu Roy akan merasa surprise atau sebaliknya merasa kecewa karena selama ini disangkanya Viola telah membohonginya tentang indentitas sebenarnya kekasihnya itu.“Oh ya udah kalau gitu a
Seiring berjalannya waktu Roy dan Viola pun menjalin hubungan spesialnya layaknya sepasang kekasih, hal itu terjalin secara alami karena semakin kerapnya mereka bertemu dan jalan bareng.Cukup lama juga Roy merasa risih dengan hubungan itu, secara sejak dulunya Roy memang tak pernah jatuh hati pada wanita selain menggauli mereka karena pengaruh hubungan terlarangnya dengan Angel pertama kali ia datang ke Kota Jakarta.Namun entah kenapa rasa risih dan canggung itu perlahan sirna dan Roy benar-benar merasakan ada getaran berbeda di relung hatinya yang terdalam, getaran itu sama sekali tak ada hasrat nakal yang sering muncul hingga memancingnya untuk melakukan hal yang sepatutnya dilakukan pasangan suami istri.Getaran itu melarikan rasa sayang yang tak pernah ia duga akan hadir di hatinya pada Viola, sementara Viola sendiri tentu saja semakin senang karena perasaan cintanya yang selama ini ia pendam pada Roy terwujud.Hari-hari Viola lalui dengan penuh keceriaan seperti halnya wanita m
Karena sering bertemu dan jalan bareng di luar, Roy pun merasa ada perbedaan sikap yang ditunjukan Viola padanya. Akan tetapi sejauh ini Roy tak berani menduga-duga apalagi yakin jika sikap Viola itu menunjukan jika CEO cantik pemilik perusahaan pariwisata itu suka padanya.Sejauh ini Roy juga belum mengetahui jika Viola sebenarnya adalah atasan sekaligus pemilik perusahaan pariwisata tempat ia bekerja itu, hingga akhirnya melalui Puspa sebagai kepala bagian personalia, Roy mendapat keterangan jika Viola suka padanya.“Jadi Bu Puspa memanggil ku ke sini hanya ingin menyampaikan hal itu?” tanya Roy ketika Puspa meminta menghadap ke ruangannya.“Hemmm, iya Mas Roy. Sahabatku itu curhat ke aku beberapa hari yang lalu ketika kami bertemu di salah satu cafe,” jawab Puspa mengarang cerita, padahal Viola curhat dengannya di ruangan CEO cantik itu saat Viola memanggilnya kemarin siang.Untuk beberapa saat Roy hanya nampak terdiam, sepertinya ia bingung harus berkata apalagi untuk menanggapi h
“Viola..!” panggil Roy, Viola yang baru ke luar dari salah satu ruangan dan akan berjalan menuju lift seketika hentikan langkah dan membalikan badannya.“Eh, Bang Roy.” Ulasnya sembari tersenyum.“Ngapain kamu ke sini Viola? Apa Oma dan Opa pengen nginap di salah satu hotel di pulau ini sembari liburan? Kalau emang benar biar aku aja yang mengantar mereka ke manapun mereka mau,” tanya dan tawar Roy.“Hemmm, nggak kok Bang. Aku ke sini ingin bertemu dengan temanku,” jawab Viola.“Siapa temannya? Dan apa kamu udah ketemu dengannya?” tanya Roy lagi.“Udah Bang, kata temanku Bang Roy selalu sibuk tugas di luar mengantar para turis yang baru datang ke pulau ini?” Viola balik bertanya.“Iya, sebentar lagi aku akan ke luar mengantar mereka. Tadi karena aku melihat kamu ke luar dari salah satu ruangan kantor ini, makanya aku menghampiri kamu.” Jawab Roy.“Oh ya, temanku juga bilang bahwa selama Bang Roy kerja di sini pendapatan perusahaan ini meningkat drastis karena ramainya para pengunjung