“Iya Bu, aku salah satunya dari para gembel di bawah jembatan itu,” jawab Roy santai meskipun hati kecilnya merasa tertekan.
“Terus, kamu kerja apa buat makan sehari-hari?” tanya Cindy lagi.
“Jadi pemulung Bu.”
Cindy terkejut mendengarnya karena tak menyangka pria tampan di hadapannya itu seorang gembel dan pemulung. “Kamu pernah sekolah dan punya ijasah?”
“Ya, aku tamatan SMA dan ijasahku ada di dalam ransel ini,” jawab Roy sembari menunjuk ranselnya.
“Hemmm, karena kamu nolak amplopku tadi, mau nggak kalau kamu aku pekerjakan di kantor perusahaanku sebagai OB?”
Wanita cantik itu tersenyum membuat Roy tercengang.“OB....?!” Roy mengulangi kata-kata Cindy.
Beberapa saatnya Cindy tersenyum lalu menarik napasnya.
Ia maklum jika Roy yang tidak mengerti tentang OB yang dikatakannya tadi karena memang pria muda tampan di depannya itu diketahuinya tinggal di kolong jembatan menjadi gembel.
“OB itu kepanjangan dari Office Boy, artinya pembantu di kantor perusahaan. Tugasmu nantinya bermacam-macam, mulai dari menyiapkan minum para karyawan hingga kebersihan ruangan-ruangan kantor. Gimana, kamu bersedia dan sanggup melakukan pekerjaan yang aku tawarkan itu?” jelas Cindy sembari bertanya.
“Ya, aku bersedia dan sanggup Bu. Jam berapa aku harus tiba di kantor perusahaan Bu Cindy itu, agar aku bisa bangun lebih awal dan berangkat dari tempat tinggalku di bawah jembatan sana itu?” Roy begitu gembira dan bersemangat.
“Hemmm, kalau kamu bersedia menjadi OB di kantorku kamu tentu nggak akan tinggal di bawah jembatan itu lagi melainkan akan disediakan tempat tinggal di salah satu ruangan di kantor perusahaanku itu. Nah, kebetulan sekarang hari libur mari ikut aku ke kantor! Nanti aku akan meminta beberapa orang satpam yang sedang bertugas di sana untuk menyiapkan ruangan tempat tinggalmu itu, sekalian juga nanti segala perlengkapannya di ruangan itu.”
Setelah penjelasan panjang lebar itu, Cindy lalu mengajak Roy ke kantor perusahaannya.
Pemuda tampan dari desa itu tak tahu harus berkata apalagi saat ini hatinya begitu gembira bercampur haru.
Dengan mengunakan mobil mewah jenis Alphard, Cindy mengajak Roy ke kantor perusahaannya.
Wanita itu juga tak mempermasalahkan penampilannya yang kotor.
****
“Nah, inilah kantor perusahaanku Roy!” ujar Cindy saat tiba di depan gedung kantor perusahaannya.
“Wah..! Besar sekali Bu, bertingkat lagi.” Roy terkejut dan terkesima melihat megah bangunan di depannya itu.
Cindy sendiri hanya tersenyum sembari geleng-gelengkan kepala melihat sikap Roy yang tak ubahnya seorang pemuda yang udik namun Cindy menilai sikap Roy merupakan sebuah kepolosan.
“Besar dan bertingkat begini apa aku akan sanggup membersihkannya setiap hari ya, Bu?” sambung Roy merasa ragu dapat mengerjakan pekerjaannya sebagai OB di kantor itu.
“Hemmm, kalau dikerjakan sendiri tentu aja nggak bakalan sanggup. Tapi kamu nggak sendiri Roy, ada beberapa orang OB yang juga aku pekerjakan di sini tapi hanya kamu yang aku sediakan tempat tinggal di kantor ini.”
Cindy pun berjalan menuju pintu masuk bangunan kantor itu.
Dua orang satpam yang berjaga di depan bangunan kantor itu nampak setengah berlari menghampiri mereka.
Melihat hal itu, secara reflek Cindy hentikan langkahnya.
“Selamat pagi, Bu!” ucap mereka berbarengan.
“Selamat pagi!” balas Cindy.
“Maaf, tumben Bu Cindy datang ke kantor di hari libur ini?” tanya salah seorang dari mereka.
“Oh ya, perkenalkan ini Roy. Dia akan aku pekerjakan sebagai salah seorang OB di kantor ini, berkaitan dengan itu aku minta bantuan kalian berdua untuk menyediakan sebuah ruangan untuk tempat tinggalnya.”
“Baik Bu.” Kedua satpam itu pun bersalaman dengan Roy.
“Oh ya, mengenai segala perlengkapan ruangan itu nantinya biar aku aja yang memesannya dan besok aku minta Bu Audi untuk membayarnya!” ujar Cindy.
Dari penjelasan wanita itu, Roy pun mengetahui bahwa Bu Audi adalah kepala bagian keuangan kantor perusahaan itu.
“Baik Bu.”
Kedua satpam itu, lalu dengan segera melaksanakan perintah dari Cindy untuk menyiapkan ruangan tempat tinggal Roy di lantai dasar bangunan kantor perusahaan itu.
Kurang lebih satu jam sebuah ruangan yang dijadikan tempat tinggal Roy pun telah siap.
Tadinya Cindy melarang Roy untuk ikut membantu karena dia telah memberi tugas itu pada dua orang satpamnya akan tetapi Roy tetap bersikukuh dan Cindy pun tak dapat mencegahnya lagi.
Dari situ Cindy makin yakin jika Roy memang sosok yang benar-benar dapat diandalkan meskipun hanya bekerja sebagai OB, Roy dan kedua satpam segera menemui Cindy yang saat itu duduk menunggu di sebuah ruangan bagian paling depan gedung perkantoran itu.
“Maaf Bu, kami ingin memberi tahu jika ruangan yang akan dijadikan tempat tinggal Mas Roy telah selesai kami kerjakan.” Salah seorang dari satpam memberi laporan, Roy menganggukan kepalanya memastikan yang dilaporkan satpam itu.
“Terima kasih, oh ya Roy mulai hari ini kamu udah resmi menjadi karyawan di kantor ini. Meskipun begitu kamu nggak perlu melakukan aktifitas apa-apa, karena memang hari ini hari libur dan kegiatan kantor dimulai kembali besok pagi. Kamu bisa istirahat di ruangan yang telah disediakan itu, jika ada perlu apa-apa telpon aku."
"Sekarang aku pamit pulang, besok pagi kamu akan aku pertemukan dengan para OB lainnya untuk mengetahui tugas-tugas apa saja yang musti kamu kerjakan.”
“Baik Bu.”
Tenyata Roy tidak lupa dengan yang disampaikan Cindy saat mereka di dalam mobil sebelum tiba di kantor itu, bahwasanya jika di kantor dia harus memanggilnya Bu Cindy bukan Tante.
****
Pagi itu kota Jakarta cukup cerah, di jalan raya sudah ramai kendaraan baik itu roda dua maupun roda empat berlalu lalang. Umumnya mereka menuju tempat beraktifitas seperti kantor maupun tempat usaha, begitu pula dengan Cindy sebagai CEO sebuah perusahaan.
Setibanya di kantor, Cindy langsung memanggil Roy menuju sebuah ruangan dan tak lama tiba pula beberapa orang berseragam sama dengan Roy sebagai OB di kantor perusahaan itu.
“Kalian aku panggil ke sini karena aku ingin memberi tahu sekaligus memperkenalkan kalian dengan OB baru di kantor ini, silahkan Roy!” ujar Cindy, Roy kemudian memperkenalkan dirinya sembari berjabat tangan dengan para OB lainnya.
“Karena dia baru masuk hari ini, aku harap kalian bersedia memberi tahu tugas-tugas apa saja yang musti ia kerjakan. Aku menempatkan Roy sebagai OB di lantai bawah ini, sementara kalian tetap di lantai masing-masing sesuai dengan pembagian tempat yang telah dibagi.”
“Baik Bu!” ucap mereka berbarengan.
Cindy pun kemudian pamit menuju ruangannya di lantai paling atas sementara Roy masih berada di ruangan itu bersama para OB lainnya guna mendengarkan arahan dari OB yang paling senior.
Hari pertama Roy bekerja sebagai OB di perusahaan milik Cindy tentu saja masih kaku, tak jarang ia bertanya dan diarahkan para seniornya tentang pekerjaan yang musti ia lakukan.
Siang itu tepat jam istirahat akivitas kantor, Cindy secara mengejutkan menemui Roy di lantai dasar yang rupanya masih melakukan pekerjaan membereskan gelas-gelas minuman yang berada di meja para karyawan.
“Loh, kamu kok masih kerja Roy? Sekarang udah waktunya istirahat.”
Roy yang tak menyadari kehadiran Cindy, sontak terkejut. "Bu Cindy?"
“Iya Bu, saya tahu sekarang udah masuk waktu istirahat siang akan tetapi masih ada beberapa gelas yang musti saya bereskan di meja para karyawan,” ulas Roy berhenti sejenak dari maksudnya akan membawa gelas-gelas itu ke ruangan belakang yang biasa dipakai untuk mencuci piring dan gelas kotor.“Ya udah kamu antar dulu gelas-gelas itu ke belakang, setelah itu kembali ke sini!” ujar Cindy.“Baik Bu, tapi mungkin butuh waktu 10 menit paling lama baru saya bisa kembali ke sini karena musti mencuci gelas-gelas ini dulu.” “Nggak usah kamu cuci sekarang, nanti saja. Aku mau ngajak kamu makan siang di luar, buruan ya aku tunggu di sini!”“Baik Bu.”Dengan cepat, Roy menuju ruangan belakang karena tak ingin Cindy menunggunya cukup lama di sana.Ternyata, sebuah restoran mewah menjadi pilihan Cindy untuk makan siang bareng Roy di jam istirahat kantor itu!Roy sebenarnya merasa tidak enak sejak beberapa orang karyawan serta teman sesama OB melihatnya diajak Cindy ke mobil mewahnya di halaman kan
Hanya saja, Roy berusaha tenang. Dia tak ingin menambah permasalahan baru lagi jika hari pertama kerjanya itu dilalukannya dengan setengah hati akibat terlalu memikirkan pandangan negatif rekan sesama OB nya dan juga para karyawan di kantor perusahaan itu kepadanya. Sampai jam kerja usai, Roy tetap melakukan pekerjaannya sesuai yang diarahkan seniornya. Namun saat hampir seluruh OB meninggalkan ruangan itu, salah satu karyawan tiba-tiba memanggilnya, “Roy, sini sebentar!” Pemuda tampan itu pun bergegas menghampirinya. “Ada yang perlu saya bantu Pak?” “Nggak ada, aku hanya ingin ngobrol sama kamu aja. Boleh kan?” “Oh tentu saja Pak.” “Silahkan duduk!” Roy pun duduk di kursi di depan meja berhadap-hadapan dengan salah seorang karyawan itu. “Hari ini, hari pertama kamu kerja di sini sebagai OB kan?” “Benar Pak Yudi.” “Kalau boleh tahu, ada hubungan apa kamu dengan Bu Cindy?” Karyawan yang ternyata bernama Yudi itu bertanya kembali. Kali ini, Roy tak langsung menjawab p
“Sebenarnya, biasa aja, malahan lebih asyik makan di rumah makan sederhana seperti ini,” jawab Roy tak ada sedikitpun menunjukan rasa gembiranya akan ditraktir Cindy kemarin siang, justru batinnya merasa tak nyaman karenanya.Diko merasa heran akan sikap Roy yang sama sekali tak merasa surprise sedikitpun diajak oleh CEO perusahaan tempat mereka bekerja itu. “Masa sih? Bukannya Bu Cindy kalau makan siang selalu di restoran mewah?” “Emang Bu Cindy siang kemarin itu ngajakku ke restoran mewah, tapi jujur aja di samping kurang nyaman makan di sana aku juga merasa karenanya orang-orang di kantor mempermasalahkannya.” “Mempersalahkan gimana?” tanya Diko penasaran. Sepertinya, dia tak tahu atau memang tak mau tahu akan para rekan sesama OB mengunjingin Roy. “Ada yang bertanya ada hubungan apa antara aku dan Bu Cindy hingga aku sampai diajak makan siang di luar, padahal aku baru aja masuk kerja.” Roy menarik napasnya dalam-dalam mengingat kejadian kemarin. “Loh, emangnya kenapa ka
“Oke, ayo naik ke mobil nanti kita bicara di suatu tempat.” Tak butuh waktu lama, Roy pun naik mobil mewah milik Cindy.Keduanya lalu menuju salah satu cafe yang bukan hanya menyediakan berbagai macam minuman, tapi juga tersedia berbagai makanan.“Kamu mau pesan apa, Roy?” tanya Cindy saat mereka telah berada di dalam cafe itu.“Terserah Tante aja, tapi cukup minuman aja karena aku masih kenyang tadi siang makan bareng Diko.” “Oke.”Cindy lalu memanggil pelayan cafe itu untuk menyediakan dua jenis minuman segar.“Nah, kamu bisa ngomong di sini perihal sesuatu yang ingin kamu sampaikan tadi,” sambung Cindy ketika pelayan cafe telah berlalu dari meja mereka menyiapkan minuman yang mereka pesan.“Begini Tante, tapi sebelumnya aku harap Tante Cindy nggak marah,” pinta Roy yang tiba-tiba saja ia kembali merasa ragu dan kuatir akan hal yang hendak ia sampaikan pada Cindy.“Nggak, aku janji nggak akan marah. Ayo, bicaralah!”Roy menarik napasnya dalam-dalam sebelum berkata, “Begini Tante,
“Aku dengar baru hari pertama kamu kerja di sini udah diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar dan itu tentunya amat menyenangkan sekali. Selama ini kami yang udah kerja belasan tahun di sini belum pernah ada yang sampai diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar selain tamu dan rekan bisnisnya, kalau boleh tahu ada hubungan apa antara kamu dengan Bu Cindy sampai-sampai Bu Cindy di hari pertama kerjamu di sini udah diajak makan siang di luar?” Kembali Riki bertanya. Selain rasa penasaran Riki juga merasa tidak habis pikir akan Roy yang notabenenya hanya seorang OB baru di kantor itu diperlakukan spesial oleh atasannya. “Aku keponakannya Bu Cindy.” “Hah?! Masa sih?” Riki terkejut dan tak percaya, sementara Roy memastikan kembali jawabannya dengan menganggukan kepalanya sembari tersenyum ramah. “Oh, pantas aja kamu diperlakukan spesial secara kamu keponakan Bu Cindy,” sambung Riki, meskipun di hatinya masih tak percaya dan ragu akan jawaban yang diberikan Roy itu. “Ada yang per
“Kalau itu saya juga tidak tahu Bu, katanya salah seorang karyawan di dalam.” Satpam itu tampak tak enak juga. Terlebih kala menyadari, raut wajah Nyonya CEO itu tampak kesal.“Oh gitu, ya udah aku akan tunggu dia di dalam,” balas Cindy cepat. Di sisi lain, tak seorang karyawan di lantai dasar itu yang mengetahui jika Cindy berada di luar ruangan mereka.Wanita itu bahkan sekarang duduk di sebuah kursi tepat di depan ruangan yang dijadikan tempat tinggal Roy.Cindy bahkan tampak geram. “Kurang ajar! Siapa karyawan yang menyuruh Roy untuk membeli pena dan memfoto copy ke luar? Bukankah di kantor peratan tulis udah tersedia begitu juga buat memfoto copy berkas-berkas.” Untungnya, tak berselang lama, Roy pun datang dan bermaksud mengantarkan pena dan hasil foto copy berkas ke dalam ruangan di mana salah seorang karyawan menyuruhnya untuk membeli pena sekaligus memfoto copy beberapa lembar berkas kerjaannya itu.“Roy..!” panggil Cindy cepat.“Eh, Bu Cindy?” “Dari mana kamu?” tanya Ci
“Kamu udah makan siang?” tanya Cindy. “Belum Tante.” jawab Roy, kembali Cindy geleng-geleng kepala. “Ya udah, sekarang naik ke mobil kita makan siang di luar!” Ajak Cindy, Roy menganggukan kepalanya lalu naik ke mobil mewah milik CEO perusahaan itu. Seperti makan siang bareng beberapa hari yang lalu, Cindy kembali mengajak Roy ngobrol sembari menikmati menu yang dipesan. “Kamu tahu nggak jika Dion dan teman-temannya tadi telah memperlakukan kamu tak sepantasnya?” tanya Cindy, Roy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lain kali jangan pernah kamu ulangi lagi, sampai-sampai kamu mengabaikan jam istirahat dan makan siang. Tadi kamu dengarkan? Aku udah memperingatkan mereka untuk tidak mengulanginya lagi menyuruh kamu di luar ketentuan kerjamu sebagai OB di kantorku,” ujar Cindy. “Ya Tante, aku nggak akan bersedia lagi mereka suruh ke luar karena itu bukan tugas dan tanggung jawabku sebagai OB di kantor Tante.” ulas Roy. “Bagus, dengar ya Roy tugasmu sebagai OB di kantorku sesuai d
“Lantas bagaimana solusi yang tepat menurut Bu Cindy untuk Roy?” tanya Tari. “Aku mau menguliahkan dia agar nanti bisa aku tempati di posisi yang strategis di kantor ini, untuk sementara waktu dia aku jadikan pembantu pribadiku aja di sini. Jika dia tetap aku pekerjakan sebagai OB, bukan tidak mungkin tanpa sepengetauanku dia akan diperlakukan seenaknya lagi oleh para karyawan,” tutur Cindy. Tari terlihat mengangguk-anggukan kepalanya “Iya Bu, saya rasa itu solusi yang terbaik.” “Aku juga akan mencari kos-kosan buat dia yang lokasinya dekat dari kantor ini,” tambah Cindy. “Benar Bu, tinggal di kos-kosan atau rumah kontrakan akan lebih nyaman dibandingkan tinggal di salah satu ruangan kantor perusahaan ini yang tentunya terlalu tertutup dan bisa jadi sewaktu-waktu dia akan merasa pengap karena bersekat dengan dinding ruangan lainnya,” ujar Tari selaku sekretaris merangkap kepala personalia perusahaan Cindy. Jam istirahat siang kantor masih akan tiba 15 menit lagi, akan tetapi Cind
“Ya, aku juga nggak nyangka kalau Papi akan mendesakku untuk berumah tangga dengan segera. Aku bingung dan nggak tahu harus bagaimana untuk mencari solusinya, saat ini hanya cara itulah yang aku temukan agar Papi nggak ngotot menjodohkan aku dengan putra sahabatnya itu.” tutur Viola yang juga berbicara dengan tarikan napas berat.“Aku belum bisa memberi keputusannya sekarang, Viola. Beri aku waktu untuk berfikir, siapa tahu saja nanti aku temui jalan ke luarnya tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain,” ujar Roy.“Iya Mas, aku ngerti. Aku akan beri waktu pada Mas Roy, moga aja nanti dapat solusi yang lebih baik.” Ulas Viola.Setelah makan malam bareng itu selesai, Viola mengantar Roy ke kediamannya lalu setelah itu kembali ke rumahnya. Meskipun malam itu Viola tak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya berkaitan dengan usulan Puspa agar Roy mau berpura-pura menjadi pria lain yang berprofesi sebagai CEO sebuah perusahaan atau juga pengusaha kaya raya, namun Viola cukup merasa lega k
“Tidak ada salahnya kalau Bi Viola mau mencoba sembari meyakinkan Mas Roy dengan semua yang sedang Bu Viola alami saat ini, siapa tahu saja Mas Roy bisa ngerti dan mau melakukannya demi mencegah terjadinya perjodohan Ibu dengan putra sahabat Papa Bu Viola itu,” Puspa kembali memberi saran.“Aku akan pikirkan dulu karena aku merasa nggak mudah memberi tahu yang sedang aku hadapi ini pada Mas Roy, begitu pula untuk menyakinkannya agar dia mau berpura-pura menjadi pria lain.” Ulas Viola.“Ya Bu, itu semua demi kelanjutan hubungan kalian berdua.” Ujar Puspa, Viola mengangguk dan tersenyum.Acara makan siang bareng itu disudahi dengan ke luarnya mereka dari dalam restoran lalu Puspa kembali ke kantor sementara Viola pulang ke rumahnya karena memang hari ini dia tak masuk kerja, itu sengaja ia lakukan untuk menenangkan pikirannya atas permasalahan yang sedang ia hadapi.Malam itu cuaca mendung, meskipun hujan lebat tak turun namun gerimis yang turun cukup dapat membasahi tubuh jika tak mema
Puspa menghampiri Viola di salah satu meja di dalam ruangan restoran tempat mereka janji bertemu dan makan siang bareng itu, rupanya atasan Puspa di kantor itu sudah tiba di sana lebih dulu.“Bu Viola udah lama tiba dan menunggu di sini?” sapa Puspa setelah dipersilahkan atasannya itu untuk duduk.“Kurang lebih 10 menit yang lalu, nih aku udah pesan minuman. Oh ya, apa menu makan siang yang Bu Puspa inginkan? Silahkan Bu Puspa pesan!” ulas Viola.“Terserah Bu Viola aja, saya ikut aja dengan yang Bu Viola pesan.” Jawab Puspa diiringi senyum ramah dan hormatnya sebagai bawahan.Setelah memesan menu dan diantar oleh pelayan restoran ke meja itu, mereka pun segera menikmatinya diselingi obrolan.“Kira-kira ada hal penting apa yang ingin Bu Viola sampaikan, hingga siang ini Bu Viola ngajak ketemuan dan makan bareng?” tanya Puspa.“Hemmm, sebenarnya ini nggak ada kaitannya dengan urusan kantor melainkan masalah pribadi yang ingin aku curhatin sama Bu Puspa.” Jawab Viola diiringi senyumnya,
Setelah beberapa menit obrolan Roy dan Puspa diakhiri, Roy pun mencoba untuk menghubungi Viola. Panggilan pertama tidak diangkat oleh Viola, kemudian Roy kembali melakukan panggilan melalui ponselnya.“Hallo, Assalamu alaikum Mas.” Sapa Viola setelah mengangkat panggilan Roy.“Waalaikum salam.” Jawab Roy.“Apa kabar Mas? Maaf ya, aku belum sempat hubungi Mas Roy duluan karena tadi ada perlu.” Ulas Viola yang memang jika ingin ngobrol dengan Roy melalui ponsel, dia yang selalu duluan menghubungi.“Alhamdulilah baik, kamu sendiri gimana? Soalnya tadi aku dengar dari Bu Puspa, kamu pulang lebih awal dari kantor tadi siang. Kamu sakit ya?” jawab Roy sembari balik bertanya.“Iya Mas, tadi aku tiba-tiba aja kurang enak badan makanya aku pamit pulang duluan pada Puspa.”“Kamu udah periksa ke dokter?” tanya Roy lagi.“Udah, tapi lewat telpon aja dan barusan aku dari apotik nebus obatnya.” Jawab Viola yang sebenarnya dia sama sekali tidak sakit dan menelpon dokter serta ke apotik, jika tadi di
Panggilan melalui ponsel itupun langsung diputuskan oleh Pak Husein, Viola terdengar menarik napas yang begitu berat sembari pandangannya masih ia tujukan ke layar ponsel miliknya itu.“Sepertinya kali ini Papa sangat serius ingin menjodohkan aku dengan anak temannya itu. Oh Tuhan, apa yang mesti aku lakukan? Aku tentu aja nggak mau dijodohkan dengannya dan lebih memilih Mas Roy, tapi setelah aku berusaha meyakinkan Papa tentang Mas Roy tetap nggak berhasil. Huuuf...!” Viola berbicara sendiri di ruangan kerjanya itu.“Papa memberi waktu beberapa hari ke depan untuk mencari sosok pria calon suami yang tentu saja sesuai dengan keinginannya, kalau tidak berhasil aku pasti akan diminta Papa untuk terbang ke Qatar dan tentu saja akan dipertemukan dengan putra sahabatnya itu.” kali ini Viola hanya bergumam dalam hati, wajahnya terlihat murung dan pikirannya benar-benar kacau.Waktu jam istirahat siang tiba, biasanya Viola langsung ke luar ruangan dan pergi makan siang di salah satu restoran
Satu Tahun Kemudian......Di sebuah meja makan mewah di dalam rumah yang super mewah pula, terlihat sepasang suami istri tengah menikmati menu-menu makan malam mereka. Yang pria berparas tampan berwajah pria timur tengah, sementara wanita berwajah cantik seperti wanita asia pada umumnya.Mereka tidak lain adalah kedua orang Viola yang berada di Qatar, di sela-sela makan malam itu mereka selingi dengan obrolan.“Sampai saat ini kita belum juga mendapat kabar dari Viola tentang seorang pria yang akan ia jadikan pendamping hidup, padahal saat ini usianya sudah cukup untuk berumah tangga.” Papi Viola yang bernama Husein membuka obrolan.“Iya Pi, Mami juga sepemikiran dengan Papi. Setiap kali Mami tanya Viola selalu saja menjawab jika nanti ia telah menemukan seorang pria yang dia rasa sesuai dengannya, dia akan memberi tahu kita.” Mami Viola yang bernama Astrid menanggapi.“Tapi Mi, harus sampai kapan kita menunggu? Papi udah nggak sabar ingin memiliki cucu yang tentu saja nanti sebagai p
“Iya, setiap bulannya Mas memang musti memberi laporan tentang pekerjaan atau kegiatan Mas Roy di luar. Akan tetapi nggak ada salahnya jika bulan ini Mas Roy langsung memberi laporan pada beliau, sebentar aku akan memberi tahunya jika mulai bulan ini Mas Roy akan memberi laporan langsung kepadanya.” habis berkata, Puspa langsung meraih gagang telpon kantor yang ada di atas mejanya untuk menghubungi atasannya yang berada di ruangan sebelah.Selama Puspa menelpon Roy hanya duduk diam saja sembari mendengarkan percakapan mereka, Puspa yang masih ingin menyembunyikan identitas atasannya itu sengaja tak menyertai nama setelah memanggil Bu agar Roy tidak tahu jika Viola lah CEO perusahaan pariwisata itu. Selain itu tujuan Puspa ingin memberi kejutan pada Roy, meskipun ada dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu Roy akan merasa surprise atau sebaliknya merasa kecewa karena selama ini disangkanya Viola telah membohonginya tentang indentitas sebenarnya kekasihnya itu.“Oh ya udah kalau gitu a
Seiring berjalannya waktu Roy dan Viola pun menjalin hubungan spesialnya layaknya sepasang kekasih, hal itu terjalin secara alami karena semakin kerapnya mereka bertemu dan jalan bareng.Cukup lama juga Roy merasa risih dengan hubungan itu, secara sejak dulunya Roy memang tak pernah jatuh hati pada wanita selain menggauli mereka karena pengaruh hubungan terlarangnya dengan Angel pertama kali ia datang ke Kota Jakarta.Namun entah kenapa rasa risih dan canggung itu perlahan sirna dan Roy benar-benar merasakan ada getaran berbeda di relung hatinya yang terdalam, getaran itu sama sekali tak ada hasrat nakal yang sering muncul hingga memancingnya untuk melakukan hal yang sepatutnya dilakukan pasangan suami istri.Getaran itu melarikan rasa sayang yang tak pernah ia duga akan hadir di hatinya pada Viola, sementara Viola sendiri tentu saja semakin senang karena perasaan cintanya yang selama ini ia pendam pada Roy terwujud.Hari-hari Viola lalui dengan penuh keceriaan seperti halnya wanita m
Karena sering bertemu dan jalan bareng di luar, Roy pun merasa ada perbedaan sikap yang ditunjukan Viola padanya. Akan tetapi sejauh ini Roy tak berani menduga-duga apalagi yakin jika sikap Viola itu menunjukan jika CEO cantik pemilik perusahaan pariwisata itu suka padanya.Sejauh ini Roy juga belum mengetahui jika Viola sebenarnya adalah atasan sekaligus pemilik perusahaan pariwisata tempat ia bekerja itu, hingga akhirnya melalui Puspa sebagai kepala bagian personalia, Roy mendapat keterangan jika Viola suka padanya.“Jadi Bu Puspa memanggil ku ke sini hanya ingin menyampaikan hal itu?” tanya Roy ketika Puspa meminta menghadap ke ruangannya.“Hemmm, iya Mas Roy. Sahabatku itu curhat ke aku beberapa hari yang lalu ketika kami bertemu di salah satu cafe,” jawab Puspa mengarang cerita, padahal Viola curhat dengannya di ruangan CEO cantik itu saat Viola memanggilnya kemarin siang.Untuk beberapa saat Roy hanya nampak terdiam, sepertinya ia bingung harus berkata apalagi untuk menanggapi h