“Sebenarnya, biasa aja, malahan lebih asyik makan di rumah makan sederhana seperti ini,” jawab Roy tak ada sedikitpun menunjukan rasa gembiranya akan ditraktir Cindy kemarin siang, justru batinnya merasa tak nyaman karenanya.
Diko merasa heran akan sikap Roy yang sama sekali tak merasa surprise sedikitpun diajak oleh CEO perusahaan tempat mereka bekerja itu. “Masa sih? Bukannya Bu Cindy kalau makan siang selalu di restoran mewah?”
“Emang Bu Cindy siang kemarin itu ngajakku ke restoran mewah, tapi jujur aja di samping kurang nyaman makan di sana aku juga merasa karenanya orang-orang di kantor mempermasalahkannya.”
“Mempersalahkan gimana?” tanya Diko penasaran.
Sepertinya, dia tak tahu atau memang tak mau tahu akan para rekan sesama OB mengunjingin Roy.
“Ada yang bertanya ada hubungan apa antara aku dan Bu Cindy hingga aku sampai diajak makan siang di luar, padahal aku baru aja masuk kerja.”
Roy menarik napasnya dalam-dalam mengingat kejadian kemarin.
“Loh, emangnya kenapa kalau Bu Cindy ngajak kamu makan siang bareng di luar? Kalau aku sih nggak jadi masalah. Siapa sih yang bertanya dan mempermasalahkan itu, Roy?” Kembali Diko bertanya.
“Pertama Dion, dia menghampiriku di ruangan belakang saat bersih-bersih. Kemudian Pak Yudi sore kemarin, sewaktu jam kerja kantor usai.”
"Aneh, apa yang membuat mereka mempermasalahkan itu!” ujar Diko sembari geleng-gelengkan kepalanya.
“Entahlah, mungkin karena aku karyawan baru lalu dianggap diperlakukan spesial oleh Bu Cindy. Padahal aku sama sekali nggak ingin begitu, jika aku tolak ajakan Bu Cindy kemarin tentu juga nggak baik.”
“Ah, nggak usah dihiraukan mereka Roy. Barang kali mereka itu hanya sirik aja, karena emang selama ini Bu Cindy nggak pernah ngajak karyawannya makan siang di luar.”
Diko tampak sekali tak respek akan sikap para karyawan yang mempermasalahkan hal itu.
“Ya, tapi aku ngerasa nggak enak aja. Menurutmu apa yang musti aku lakuin?”
“Maksudnya?” Diko balik bertanya.
“Apa perlu aku beri tahu hal ini pada Bu Cindy, agar nanti hal yang kemarin itu nggak dipermasalahkan lagi? Soalnya kebanyakan dari para karyawan di kantor kita merasa kurang senang dan selalu bertanya.” Roy meminta pendapat Diko.
“Aku rasa nggak ada salahnya kamu beri tahu itu sama Bu Cindy, biar semua permasalahan itu clear.”
“Tapi aku kuatir nanti Bu Cindy memarahi mereka, Diko. Jika aku diam aja, bukan nggak mungkin masalah ini akan berlarut-larut,” ulas Roy merasa bimbang.
“Kalau menurutiku sih, ada baiknya kamu beri tahu Bu Cindy. Tentang mereka yang akan dimarahi Bu Cindy nantinya itu bukan masalahmu lagi, dari pada kamu dibuat pusing akan sikap mereka. Sebenarnya aku nggak mau ikut-ikutan bertanya, tapi kalau boleh tahu antara kamu dan Bu Cindy ada hubungan saudara ya?”
“Ya, boleh dikatakan begitulah,” jawab Roy sekenanya saja, karena memang dia tak tahu harus menjawab apa.
“Nah, mending juga kamu jawab jika kamu dan Bu Cindy ada hubungan saudara kalau nanti ada yang bertanya lagi sama kamu.”
Mendengar saran Diko, Roy hanya menanggapi dengan menganggukan kepala.
Hanya saja, percakapannya dengan Diko membuatnya lebih tenang.
Sore itu Roy lebih sigap dalam melakukan pekerjaannya.
Begitu waktu jam kerja usai, Roy bergegas ke luar menuju tempat parkiran di mana di sana mobil Cindy terparkir.
“Eh, Roy. Ngapain kamu di sini?” sapa Cindy merasa heran saat ia tiba di dekat mobilnya dan melihat Roy berdiri di sana.
“Aku sengaja nunggu Tante di sini, ada yang ingin aku bicarakan.”
“Oh, ya udah ngomong aja ada apa?” tanya Cindy, tampak bingung.
“Kalau boleh jangan di sini Tante, nanti ada yang dengar.”
Mendengar permintaan Roy, Cindy nampak kerutkan kening.
Wanita itu sangat penasaran akan hal yang akan disampaikan Roy bersifat rahasia itu!
“Oke, ayo naik ke mobil nanti kita bicara di suatu tempat.” Tak butuh waktu lama, Roy pun naik mobil mewah milik Cindy.Keduanya lalu menuju salah satu cafe yang bukan hanya menyediakan berbagai macam minuman, tapi juga tersedia berbagai makanan.“Kamu mau pesan apa, Roy?” tanya Cindy saat mereka telah berada di dalam cafe itu.“Terserah Tante aja, tapi cukup minuman aja karena aku masih kenyang tadi siang makan bareng Diko.” “Oke.”Cindy lalu memanggil pelayan cafe itu untuk menyediakan dua jenis minuman segar.“Nah, kamu bisa ngomong di sini perihal sesuatu yang ingin kamu sampaikan tadi,” sambung Cindy ketika pelayan cafe telah berlalu dari meja mereka menyiapkan minuman yang mereka pesan.“Begini Tante, tapi sebelumnya aku harap Tante Cindy nggak marah,” pinta Roy yang tiba-tiba saja ia kembali merasa ragu dan kuatir akan hal yang hendak ia sampaikan pada Cindy.“Nggak, aku janji nggak akan marah. Ayo, bicaralah!”Roy menarik napasnya dalam-dalam sebelum berkata, “Begini Tante,
“Aku dengar baru hari pertama kamu kerja di sini udah diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar dan itu tentunya amat menyenangkan sekali. Selama ini kami yang udah kerja belasan tahun di sini belum pernah ada yang sampai diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar selain tamu dan rekan bisnisnya, kalau boleh tahu ada hubungan apa antara kamu dengan Bu Cindy sampai-sampai Bu Cindy di hari pertama kerjamu di sini udah diajak makan siang di luar?” Kembali Riki bertanya. Selain rasa penasaran Riki juga merasa tidak habis pikir akan Roy yang notabenenya hanya seorang OB baru di kantor itu diperlakukan spesial oleh atasannya. “Aku keponakannya Bu Cindy.” “Hah?! Masa sih?” Riki terkejut dan tak percaya, sementara Roy memastikan kembali jawabannya dengan menganggukan kepalanya sembari tersenyum ramah. “Oh, pantas aja kamu diperlakukan spesial secara kamu keponakan Bu Cindy,” sambung Riki, meskipun di hatinya masih tak percaya dan ragu akan jawaban yang diberikan Roy itu. “Ada yang per
“Kalau itu saya juga tidak tahu Bu, katanya salah seorang karyawan di dalam.” Satpam itu tampak tak enak juga. Terlebih kala menyadari, raut wajah Nyonya CEO itu tampak kesal.“Oh gitu, ya udah aku akan tunggu dia di dalam,” balas Cindy cepat. Di sisi lain, tak seorang karyawan di lantai dasar itu yang mengetahui jika Cindy berada di luar ruangan mereka.Wanita itu bahkan sekarang duduk di sebuah kursi tepat di depan ruangan yang dijadikan tempat tinggal Roy.Cindy bahkan tampak geram. “Kurang ajar! Siapa karyawan yang menyuruh Roy untuk membeli pena dan memfoto copy ke luar? Bukankah di kantor peratan tulis udah tersedia begitu juga buat memfoto copy berkas-berkas.” Untungnya, tak berselang lama, Roy pun datang dan bermaksud mengantarkan pena dan hasil foto copy berkas ke dalam ruangan di mana salah seorang karyawan menyuruhnya untuk membeli pena sekaligus memfoto copy beberapa lembar berkas kerjaannya itu.“Roy..!” panggil Cindy cepat.“Eh, Bu Cindy?” “Dari mana kamu?” tanya Ci
“Kamu udah makan siang?” tanya Cindy. “Belum Tante.” jawab Roy, kembali Cindy geleng-geleng kepala. “Ya udah, sekarang naik ke mobil kita makan siang di luar!” Ajak Cindy, Roy menganggukan kepalanya lalu naik ke mobil mewah milik CEO perusahaan itu. Seperti makan siang bareng beberapa hari yang lalu, Cindy kembali mengajak Roy ngobrol sembari menikmati menu yang dipesan. “Kamu tahu nggak jika Dion dan teman-temannya tadi telah memperlakukan kamu tak sepantasnya?” tanya Cindy, Roy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lain kali jangan pernah kamu ulangi lagi, sampai-sampai kamu mengabaikan jam istirahat dan makan siang. Tadi kamu dengarkan? Aku udah memperingatkan mereka untuk tidak mengulanginya lagi menyuruh kamu di luar ketentuan kerjamu sebagai OB di kantorku,” ujar Cindy. “Ya Tante, aku nggak akan bersedia lagi mereka suruh ke luar karena itu bukan tugas dan tanggung jawabku sebagai OB di kantor Tante.” ulas Roy. “Bagus, dengar ya Roy tugasmu sebagai OB di kantorku sesuai d
“Lantas bagaimana solusi yang tepat menurut Bu Cindy untuk Roy?” tanya Tari. “Aku mau menguliahkan dia agar nanti bisa aku tempati di posisi yang strategis di kantor ini, untuk sementara waktu dia aku jadikan pembantu pribadiku aja di sini. Jika dia tetap aku pekerjakan sebagai OB, bukan tidak mungkin tanpa sepengetauanku dia akan diperlakukan seenaknya lagi oleh para karyawan,” tutur Cindy. Tari terlihat mengangguk-anggukan kepalanya “Iya Bu, saya rasa itu solusi yang terbaik.” “Aku juga akan mencari kos-kosan buat dia yang lokasinya dekat dari kantor ini,” tambah Cindy. “Benar Bu, tinggal di kos-kosan atau rumah kontrakan akan lebih nyaman dibandingkan tinggal di salah satu ruangan kantor perusahaan ini yang tentunya terlalu tertutup dan bisa jadi sewaktu-waktu dia akan merasa pengap karena bersekat dengan dinding ruangan lainnya,” ujar Tari selaku sekretaris merangkap kepala personalia perusahaan Cindy. Jam istirahat siang kantor masih akan tiba 15 menit lagi, akan tetapi Cind
“Ada apa Tante? Kok Tante Cindy senyum-senyum sendiri?” tanya Roy membuat Cindy yang baru saja membantin jadi tersentak. “Nggak ada apa-apa Roy, barusan Pak Dimo bilang kalau kos-kosan kamu udah dapat dan letaknya nggak jauh dari kantor,” jawab Cindy. “Oh, aku kira ada apa? Ngapain sih Tante pakai repot-repot segala mencari kos-kosan, di salah satu ruangan yang aku tempati itu aku rasa udah cukup dan aku senang kok tinggal di sana,” ujar Roy. “Nggak, menurutku alangkah lebih baiknya kamu tinggal di luar. Seperti yang tadi aku katakan, kamu akan lebih merasa nyaman tinggal di kos-kosan karena jika di dalam ruangan kantor ruang gerakmu terbatas. Seperti orang tawanan aja, terlebih ketika malam datang kamu nggak akan bisa ke luar karena pagar gedung kantor di kunci oleh satpam penjaga di luar,” jelas Cindy. “Bisa kok Tante, buktinya aku bisa minta izin ke luar buat beli nasi bungkus dan rokok,” ujar Roy. “Iya, tapi kamu kan nggak bisa ke luar lama-lama karena pastinya satpam di sana
“Kamu harus tetap fokus dan rajin bekerja sesuai dengan pekerjaan yang aku percayakan padamu sekarang,” ulas Cindy.“Tentu Tante, aku janji akan bekerja sebaik mungkin dan berusaha untuk tidak mengecewakan Tante nantinya,” janji Roy.“Oh ya Roy, besok aku akan beliin kamu HP agar sewaktu-waktu dapat aku hubungi baik saat aku berada di luar kantor maupun saat kamu berada di kos-kosan ini,” ujar Cindy.“Nggak usah Tante, aku punya HP kok. Hanya saja HP ku itu ketinggalan di rumah majikanku sebelum aku jadi gembel di bawah jembatan, besok sepulang dari kantor aku jemput,” tutur Roy, Cindy terlihat kerutkan keningnya.“Majikan? Jadi sebelum kamu jadi gembel di bawah jembatan itu, kamu bekerja dengan seseorang?” tanya Cindy, Roy menganggukan kepalanya.Cindy sebenarnya ingin bertanya lebih jauh lagi mengenai Roy yang sebelumnya memiliki majikan, akan tetapi karena ia musti pulang ke rumah maka ia urungkan.“Ya udah kalau begitu aku pamit pulang dulu, Roy. Soal kamu yang akan menjemput HP d
“Iya Bi, namanya Supri. Katanya dia ke sini ingin meminta barang-barang Mas Roy berupa dompet dan Hp nya yang ketinggalan, benarkah dompet dan HP Mas Roy ketinggalan Bi?” tanya Pak Rudi.“Iya benar, Pak Rudi. Dompet dan HP Mas Roy yang ketinggalan di kamarnya itu sekarang ada di kamar kami, sebentar aku akan ambilkan lalu kita bareng-bareng temui teman Mas Roy itu.” ujar Bi Surti, Pak Rudi menanggapinya dengan menganggukan kepala.Seperti yang tadi dikatakan Bi Surti begitu ia telah mengambil dompet dan HP milik Roy di kamar, mereka pun sama-sama menemui Supri yang masih berdiri di depan pos satpam.Rupanya Roy sengaja minta tolong pada supir taksi yang bernama Supri itu untuk meminta HP dan dompetnya pada penghuni rumah mewah itu, sementara dia menunggu di dalam mobil taksi itu.“Benar Mas temannya Mas Roy?” sapa dan tanya Bi Surti pada Supri saat pembantu mantan majikan Roy bernama Angel itu tiba di depan pos satpam.“Benar Bi, aku memang temannya Bang Roy. Oh ya, dompet dan HP Bang
Hari ke empat sejak Roy meninggalkan Pulau Bali dan kembali ke Jakarta, Viola baru mau mengaktifkan ponselnya yang sejak bertemu terakhir dengan Roy di cafe ponsel itu sengaja ia matikan dan taruh di dalam lemari.Selama empat hari itu pula Viola tidak masuk ke kantor, kesehariannya hanya ia habiskan waktu di rumah terlebih di dalam kamarnya. Begitu terpukulnya dia setelah Roy mengungkapkan semua tentang masa lalu kekasihnya itu, hingga akibat kesal dan juga amarah membuat CEO cantik perusahaan pariwisata itu bersikap seperti itu.Ponsel yang baru ia aktifkan itu ternyata terdapat beberapa kali panggilan tak terjawab dan 1 pesan WA dari Roy, karena penasaran pesan WA itu pun ia buka.“Aku tahu kamu nggak bisa menerima akan semua yang aku ceritakan perihal masa laluku itu, aku pun menerima jika memang kamu marah bahkan juga benci padaku. Aku sadar dan mengakui jika aku telah berbuat suatu kesalahan besar, harusnya sejak awal aku ceritakan tentang masa laluku itu padamu. Untuk itu aku m
Pagi itu Angel sarapan tak lagi sendiri melainkan ditemani oleh Roy yang juga telah mengenakan pakaian rapi, sementara ketiga pembantu rumah itu sarapan di meja makan di ruangan belakang.“Benar nih kamu nggak ingin istirahat dulu soalnya baru kemarin kamu tiba di sini dari Bali?” tanya Angel membuka obrolan mereka di meja makan.“Nggak Tante, aku merasa cukup fit kok pagi ini.” jawab Roy diiringi senyumnya.“Oh syukurlah kalau begitu, berarti nggak ada salahnya kan kalau pagi ini aku ajak kamu ke kantor?” ucap Angel.“Tentu nggak Tante, kira-kira apa tujuan Tante mengajakku ke kantor soalnya tadi malam Tante nggak bilang alasannya?” tanya Roy.“Kamu kan belum pernah aku ajak melihat kantor perusahaanku dan memang selama kamu dulu kerja di rumah ini, kamu nggak sekalipun aku minta datang ke sana. Di samping itu di sana nanti kita bahas tentang rencana membuka perusahaan pariwisata yang tempo hari aku bilang sama kamu saat kita bertemu di Bali,” tutur Angel.“Oh begitu, Tante yakin aka
Sekitar jam 5 sore Angel yang telah pulang dari kantor perusahaannya tiba di rumah, setelah memarkirkan mobilnya di halaman ia pun seperti biasanya masuk ke dalam rumah lalu menuju kamarnya di lantai atas untuk mandi dan berganti pakaian.Dengan santai dan tak memiliki firasat apa-apa ia ke luar dari kamarnya turun ke lantai bawah dan duduk di ruang tengah, tak beberapa lama terdengar ia memanggil salah seorang pembantunya.“Bi Surti..!”“Iya Nyonya,” sahut sosok yang dipanggil dari ruangan belakang, dan tak lama ia pun tiba di ruangan di mana Angel duduk.“Nyonya mau dibuatkan teh hangat?” tanya Bi Surti yang memang hampir setiap majikannya itu pulang dari kantor lalu duduk santai di ruangan tengah itu minta dibuatkan teh hangat.“Nggak Bi, karena cuacanya sejak dari kantor tadi dan setelah mandi aku masih merasa gerah. Aku mau Bi Surti buatkan jus alpukat aja, alpukatnya masih ada di kulkas kan Bi?” jawab Angel sembari balik bertanya.“Ada Nyonya, sebentar saya buatkan,” ulas Bi Sur
Pagi itu gerimis turun mengembuni Pulau Bali, Roy yang telah bersiap berangkat ke bandara nampak ke luar dari kamar yang disediakan pihak hotel. Setiba di lobi Roy pun terkejut, ternyata di sana Ardi telah menunggunya berikut mobilnya yang telah ia parkir di depan.“Berangkat sekarang Roy?” sapa Ardi sembari bertanya.“Iya Bang,” jawab Roy yang masih terkejut karena tak menyangka Ardi menunggunya di sana.“Ya udah kalau begitu yuk kita berangkat sekarang,” ajak Ardi.“Loh, kenapa Bang Ardi pakai repot-repot ngantarku ke bandara segala. Aku kan bisa ke sana dengan taksi,” ujar Roy merasa sungkan.“Sejak tahu kamu akan kembali ke Jakarta kemarin, aku emang udah berniat mengantarmu ke bandara.” Ulas Ardi diiringi senyum ramahnya.“Wah, jadi nggak enak udah disediakan kamar dan nggak boleh disewa Bang Ardi juga akan mengantarku segala ke bandara.” ujar Roy makin sungkan.“Hemmm, aku bukan hanya menganggapmu sahabat tapi udah seperti saudara sendiri. Ayo kita berangkat sekarang nanti ketin
Ardi terkejut setelah mengetahui sosok yang mengetuk pintu ruangannya dan dipersilahkan masuk itu adalah Roy, secara spontan ia berdiri dari duduknya lalu menyongsong Roy kemudian mengajaknya duduk di kursi tamu dalam ruangan manajer hotel itu.“Aku kira tadi siapa, ternyata kamu Roy. Ada yang perlu aku bantu sampai kamu datang menemuiku di sini?” Ardi mengawali obrolan mereka di ruangan itu dengan bertanya.“Maaf Bang kalau aku ke sini nggak kasih kabar dulu, nggak ada sih aku hanya ingin menginap di hotel ini untuk malam ini sebelum besok pagi aku berangkat ke Jakarta.” Jawab Roy diiringi senyum ramahnya.“Loh, tumben kamu mau menginap di sini segala? Bukankah kamu disediakan tempat tinggal oleh kantor tempat kamu bekerja itu?” Ardi heran.“Aku udah resign dari perusahaan itu dan besok pagi aku akan ke Jakarta..”“Apa?! Kamu resign?!” potong Ardi terkejut.“Iya Bang, makanya aku akan menginap di sini dulu untuk malam ini.” jawab Roy.“Loh, apa yang terjadi sampai kamu resign dari pe
Seperti biasa pagi hari Roy yang telah mandi dan rapi bersiap pergi ke kantor, akan tetapi ada yang berbeda dari penampilannya kali ini, biasanya mengenakan pakaian kerja berupa seragam tertera logo dan nama perusahaan pariwisata milik Viola itu namun pakaian yang ia pakai sekarang pakaian biasa mengenakan baju kemeja dan celana jeans.Bukan hanya itu saja kejanggalannya, biasanya ia pergi ke kantor ke luar dari tempat kediaman tanpa membawa apa-apa selain kunci kontak mobil operasional yang ia gunakan untuk mengantar jemput para turis, saat ini terlihat ia ke luar dari tempat kediamannya menggandeng koper scooter.Koper scooter itu ternyata hanya ia keluarkan dari dalam rumah dan menaruhnya di teras, lalu ia tinggalkan menuju kantor perusahaan tempat ia bekerja dengan hanya berjalan kaki karena memang dari tempat kediamannya itu jarak kantor hanya 200 meter saja.Mulai dari satpam hingga para karyawan kantor yang berada di ruangan terkejut melihat penampilan Roy yang tak seperti bias
Selepas menampar pipi Roy cukup keras, Viola kemudian meninggalkan meja di mana di sana Roy masih duduk dan tak terlihat mengusap pipinya padahal tamparan itu membuat pipi kirinya memerah.Roy kemudian ikut berdiri dan berusaha memanggil Viola beberapa kali agar berhenti, namun kekasihnya itu seakan tak mendengar dan terus berlalu meninggalkan ruangan cafe itu menuju mobilnya.Roy tak memaksa dirinya untuk terus mengejar, setelah berdiri mematung sejenak menatap kepergian Viola ia pun kembali ke meja tempat dia dan kekasihnya tadi duduk. Maksud hati melanjutkan makannya namun karena tiba-tiba selera makannya sama sekali hilang, Roy pun memutuskan untuk menyudahinya dengan hanya meneguk air putih di gelas yang ia pegang.Setelah membayar makanan dan minuman yang ia dan Viola pesan tadi di kasir, Roy pun kembali ke kediamannya dengan taksi.“Udah aku duga kamu nggak akan bisa terima dan pasti marah setelah aku ceritakan semuanya, tapi aku nggak bisa pula menunda lagi apalagi tetap merah
Setelah makan siang dan beristirahat sejenak di restoran itu, Roy pun kembali ke lapangan melanjutkan pekerjaannya sebagai petugas kantor yang melayani antar jemput para turis di pulau itu.Siang itu cuaca di Pulau Bali agak mendung, meskipun begitu belum ada turun gerimis apalagi hujan. Mungkin dikarenakan angin yang bertiup secara kontinu membuat hujan tertunda, hal itu justru membuat hawa di dalam ruangan yang tak ber AC terasa panas.Seperti halnya yang dirasakan Roy saat ia berada di dalam ruangan tempat kediamannya, karena hawa makin terasa panas dan dapat menimbulkan keringat Roy memutuskan untuk ke luar dan duduk di teras.Sesuai dengan niatnya kemarin siang bahwa siang ini dia akan mengajak Viola bertemu sembari makan siang, begitu pula tadi pagi dia telah meminta izin pada Puspa untuk tidak masuk kerja.“Hallo Mas,” sapa Viola ketika Roy melakukan panggilan di ponselnya.“Hallo juga Viola, kamu masuk kantor hari ini?” tanya Roy.“Iya, emang kenapa Mas?” Viola balik bertanya.
“Benarkah tadi siang kamu diminta bertemu oleh cewek bule?” sambung Viola dan hal itu membuat Roy terkejut.“Tahu dari mana kamu? Apa Bu Puspa yang memberi tahu?” Roy balik bertanya.“Iya, tadi siang saat dia mengantar beberapa bekas ke ruanganku Puspa cerita soal itu. Emang ada urusan apa hingga bule itu minta bertemu dengan Mas?” jawab Viola kemudian bertanya kembali dengan berusaha menahan rasa kecurigaan yang sejak tadi siang mengganggu pikirannya.“Namanya Alice, dia salah seorang dari para turis yang memakai jasa perusahaan. Beberapa hari yang lalu dia minta pada Bang Ardi agar aku bersedia mengantar sekaligus menunjukan tempat-tempat wisata di pulau di luar jam kerja, karena aku segan sama Bang Ardi akupun menyetujuinya,” tutur Roy.“Bang Ardi manajer hotel itu? Lalu kenapa bule itu datang ke kantor dan minta ketemuan dengan Mas?” Viola bertanya kembali.“Iya, dia datang ke kantor bertemu dengan Bu Puspa dan meminta bertemu denganku karena aku nggak mau menerimanya untuk kembal