Bab 75 Pencarian Sarah Malam mulai larut ketika Brian duduk di ruang kerjanya, merenungkan langkah berikutnya. Pikirannya penuh dengan kecemasan setelah mendengar kabar dari Marco mengenai nasib Sarah yang lebih buruk dari yang bisa ia bayangkan. Dia masih terngiang akan pesan terakhir dari Marco, tentang kebenaran mengerikan yang baru saja mereka temukan."Apa yang akan aku katakan pada Kinanti?"Telepon Berdering, membuyarkan pikiran Brian. "Marco," kata Brian dengan gerakan tangan nya yang segera meraih ponsel yang ada di atas meja. "Apa dia sudah dapat kabar keberadaan, Sarah?" Karena tidak ingin penasaran membuat Brian segera mungkin menjawab panggilan masuk itu. "Iya halo, Marco." Brian memulai pembicaraan. “Brian, kita punya masalah besar,” suara Marco terdengar tegang di seberang.“Apa yang terjadi? Kau sudah menemukan Sarah, kan?” tanya Brian, suaranya serak menahan ketegangan.Marco menghela napas berat, seperti mencoba menahan amarah yang semakin mendidih. “Ya, aku me
Bab 76Kabar Baik, Kabar BurukSudah tiga bulan berlalu sejak Sarah menghilang dari kehidupan Kinanti, dan setiap hari terasa semakin berat bagi Kinanti. Di satu sisi, dia terus menunggu kabar dari Brian tentang sahabatnya, tapi Brian tak pernah membawa Sarah ke hadapannya. Awalnya, Kinanti merasakan kemarahan yang mendalam dan mengira bahwa Brian mungkin menyembunyikan sesuatu darinya, tapi seiring waktu, rasa kecewa itu mulai menghilang. Kini, dia lebih banyak berpasrah, berusaha menerima apa pun yang terjadi. "Apa Kinanti baik-baik saja?" Brian bertanya di dalam hati, sembari tatapan matanya memperhatikan Kinanti yang tidak begitu semangat, seperti sikapnya tengah menyembunyikan sesuatu. "Apa dia teringat pada Sarah lagi? Astaga Kinanti, seberapa berharganya sih wanita itu di matamu Kinanti. Sampai kamu sebegitunya memikirkannya, Kinanti," sambung Brian yang sedikit kesal. Brian memiliki alasan sendiri, kenapa dia tidak memberi kabar tentang Sarah ke Kinanti, padahal Brian tahu
Bab 77Ketakutan Brian Malam itu, suasana di rumah Brian dan Kinanti terasa tenang. Setelah obrolan panjang tentang Clara dan Sarah, Kinanti akhirnya tertidur di pangkuan Brian. Namun, di balik ketenangan itu, Brian merasa gelisah. Pikirannya masih berkecamuk memikirkan ancaman dari Clara dan ibunya. Tapi saat ia melihat wajah Kinanti yang lelah, ia berusaha menenangkan dirinya.Cup"Aku akan selalu menjagamu dan calon anak kita Kinanti, aku janji." sedetik kemudian setelah ucapan itu terlontar dari mulut Brian, tiba-tiba Brian menangkap Kinanti yang mengerang pelan, membuat Brian tersentak. Ia menunduk, memperhatikan wajah istrinya yang kini tampak kesakitan."Argh ah, kenapa ini tiba-tiba sakit." dengan mata terpejam Kinanti bersuara, sampai Brian memegang pipi Kinanti. "Ada apa, Kinanti?Apa kamu baik-baik saja, Kinanti?" "Brian... perutku..." Kinanti dengan suara lemah, matanya perlahan terbuka.Brian langsung memegang tangan Kinanti. "Apa yang terjadi? Kamu sakit di mana, Kinan
Bab 78Bahagia dalam TangisanBrian tidak bisa berhenti menatap bayi mungil yang berada dalam gendongannya. Dengan hati-hati, ia mendekatkan wajahnya ke pipi bayi itu dan mencium lembut keningnya. "Putriku...," bisiknya, suaranya serak oleh emosi yang tak tertahankan. Matanya berkaca-kaca, dan kali ini air mata yang mengalir bukan karena ketakutan, melainkan kebahagiaan yang begitu dalam.Kinanti, yang masih terbaring lemah di ranjang, menatap Brian dan bayinya dengan senyum lembut. Meski tubuhnya terasa begitu lelah, hatinya dipenuhi rasa bahagia yang tak terhingga. "Dia cantik sekali, Brian...," ucapnya pelan. Brian menunduk, memandang Kinanti dengan penuh kasih. "Iya, dia secantik kamu, Kinanti. Aku nggak pernah merasa sebahagia ini. Terima kasih... terima kasih sudah berjuang untuk kita semua."Kinanti tersenyum tipis. "Aku... aku sempat takut. Tapi melihatnya sekarang... semua rasa sakit itu langsung hilang."Brian duduk di samping tempat tidur Kinanti, masih menggendong bayi me
Bab 79Bayang-Bayang di Tengah Kebahagiaan"Aku datang Kinanti, aku datang." Clara berdiri di luar rumah sakit, menatap tajam ke arah gedung tempat Kinanti dirawat. Hatinya bergejolak. Tangannya yang memegang telepon genggam bergetar, bukan karena takut, tapi karena amarah yang mendidih. "Kinanti...," gumamnya, dengan nada yang penuh kebencian. "Kamu pikir kamu bisa hidup bahagia selamanya setelah apa yang suamimu lakukan pada keluargaku?"Ia menghela napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi begitu matanya kembali menatap ke jendela lantai atas, di mana Kinanti dan bayinya berada, kemarahan itu kembali membakar dirinya. Ia ingin bertindak segera, tapi di mana-mana ada anak buah Brian, berjaga dengan ketat."Anak buahnya... mereka seperti anjing penjaga setia yang tidak akan membiarkan siapa pun mendekati Kinanti, tapi kamu jangan takut Kinanti. karena aku bakal mencari cara untuk menghancurkan kebahagiaan mu itu," Clara bergumam dalam hati. "Sialan, Brian. Kenapa kamu harus begi
Bab 80Kebahagiaan keluarga Brian Pagi itu, Clara berdiri terpaku di depan rumah sakit, menyaksikan anak buah Brian bergerak dengan cepat. Mereka mulai membereskan segala sesuatu di sekitar tempat itu. Mobil-mobil mewah berbaris rapi di parkiran. Clara mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi? Kenapa semuanya bergegas seperti ini?" pikirnya, sambil memperhatikan pergerakan orang-orang.Di sisi lain, di kamar VIP, Brian sedang membantu Kinanti bersiap-siap pulang. Wajahnya tampak lega setelah beberapa hari melewati masa-masa yang mendebarkan, terlebih saat proses persalinan yang sempat membuatnya hampir kehilangan kendali. Kini, bayinya sehat, istrinya aman, dan kebahagiaan menyelimuti seluruh keluarganya. "Sayang, kita pulang hari ini," ujar Brian lembut, sambil membantu Kinanti berdiri dari tempat tidur. Senyumnya tidak pernah pudar.Kinanti, meski masih merasa lelah, tersenyum. "Aku sudah siap, Brian. Terima kasih untuk segalanya."Brian memeluknya sebentar, menatap dalam-dalam ke mata
Bab 81Menyusun RencanaDi tengah kemewahan dan kegembiraan di rumah Brian, Clara duduk di dalam mobilnya, menggenggam setir dengan erat. Wajahnya tegang, matanya menatap ke arah rumah besar itu dengan kebencian yang mendalam.“Kenapa semua ini begitu sulit?” Clara bergumam pelan. Ia sudah lama merencanakan pembalasan dendam ini, tetapi setiap kali mencoba, selalu ada halangan. Keamanan di sekitar rumah Brian begitu ketat, belum lagi para tamu yang selalu berkunjung membuat kesempatan untuk menyerang nyaris tidak ada."Apa yang harus aku lakukan? Aku harus menemukan cara, karena aku tidak bisa berdiam diri seperti ini terus-terusan. Tapi apa yang bisa aku lakukan?" bisiknya lagi. "Mereka tidak bisa terus bahagia sementara aku menderita. Aku benci kamu Kinanti, aku benci kamu! Kamu tidak pantas bahagia dan akulah yang seharusnya menjadi nyonya di tempat itu Kinanti. Bukan kamu!" Clara jadi emosi sendiri di dalam mobil, hatinya begitu sakit melihat Kinanti yang memiliki keluarga yang se
Bab 82Pertemuan Tak TerdugaDi ruang rawat inap rumah sakit, Sarah duduk di atas ranjang dengan wajah yang terlihat lebih segar. Ia sudah melewati masa-masa sulitnya, dan meskipun luka-luka batin yang dia alami masih terasa menyakitkan, fisiknya mulai pulih. Matanya menatap jendela yang memperlihatkan langit sore yang mendung. Di kepalanya, pertanyaan-pertanyaan terus berputar tentang siapa yang menyelamatkannya? Bagaimana dia bisa sampai di sini? Dengan sedikit ragu, Sarah menekan tombol panggil untuk memanggil perawat. Tak lama kemudian, seorang perawat masuk ke dalam ruangan.“Ada yang bisa saya bantu, Bu Sarah?” tanya perawat tersebut dengan senyuman ramah.Sarah menatap perawat itu dengan ekspresi bingung. “Bisa saya bicara dengan dokter yang merawat saya? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan,” jawabnya pelan.Perawat tersebut mengangguk. “Tentu, saya akan panggilkan Dokter Hendra. Tunggu sebentar ya, Bu.”Perawat itu keluar, meninggalkan Sarah dalam keheningan. Sarah mena