Bab 78Bahagia dalam TangisanBrian tidak bisa berhenti menatap bayi mungil yang berada dalam gendongannya. Dengan hati-hati, ia mendekatkan wajahnya ke pipi bayi itu dan mencium lembut keningnya. "Putriku...," bisiknya, suaranya serak oleh emosi yang tak tertahankan. Matanya berkaca-kaca, dan kali ini air mata yang mengalir bukan karena ketakutan, melainkan kebahagiaan yang begitu dalam.Kinanti, yang masih terbaring lemah di ranjang, menatap Brian dan bayinya dengan senyum lembut. Meski tubuhnya terasa begitu lelah, hatinya dipenuhi rasa bahagia yang tak terhingga. "Dia cantik sekali, Brian...," ucapnya pelan. Brian menunduk, memandang Kinanti dengan penuh kasih. "Iya, dia secantik kamu, Kinanti. Aku nggak pernah merasa sebahagia ini. Terima kasih... terima kasih sudah berjuang untuk kita semua."Kinanti tersenyum tipis. "Aku... aku sempat takut. Tapi melihatnya sekarang... semua rasa sakit itu langsung hilang."Brian duduk di samping tempat tidur Kinanti, masih menggendong bayi me
Bab 79Bayang-Bayang di Tengah Kebahagiaan"Aku datang Kinanti, aku datang." Clara berdiri di luar rumah sakit, menatap tajam ke arah gedung tempat Kinanti dirawat. Hatinya bergejolak. Tangannya yang memegang telepon genggam bergetar, bukan karena takut, tapi karena amarah yang mendidih. "Kinanti...," gumamnya, dengan nada yang penuh kebencian. "Kamu pikir kamu bisa hidup bahagia selamanya setelah apa yang suamimu lakukan pada keluargaku?"Ia menghela napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi begitu matanya kembali menatap ke jendela lantai atas, di mana Kinanti dan bayinya berada, kemarahan itu kembali membakar dirinya. Ia ingin bertindak segera, tapi di mana-mana ada anak buah Brian, berjaga dengan ketat."Anak buahnya... mereka seperti anjing penjaga setia yang tidak akan membiarkan siapa pun mendekati Kinanti, tapi kamu jangan takut Kinanti. karena aku bakal mencari cara untuk menghancurkan kebahagiaan mu itu," Clara bergumam dalam hati. "Sialan, Brian. Kenapa kamu harus begi
Bab 80Kebahagiaan keluarga Brian Pagi itu, Clara berdiri terpaku di depan rumah sakit, menyaksikan anak buah Brian bergerak dengan cepat. Mereka mulai membereskan segala sesuatu di sekitar tempat itu. Mobil-mobil mewah berbaris rapi di parkiran. Clara mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi? Kenapa semuanya bergegas seperti ini?" pikirnya, sambil memperhatikan pergerakan orang-orang.Di sisi lain, di kamar VIP, Brian sedang membantu Kinanti bersiap-siap pulang. Wajahnya tampak lega setelah beberapa hari melewati masa-masa yang mendebarkan, terlebih saat proses persalinan yang sempat membuatnya hampir kehilangan kendali. Kini, bayinya sehat, istrinya aman, dan kebahagiaan menyelimuti seluruh keluarganya. "Sayang, kita pulang hari ini," ujar Brian lembut, sambil membantu Kinanti berdiri dari tempat tidur. Senyumnya tidak pernah pudar.Kinanti, meski masih merasa lelah, tersenyum. "Aku sudah siap, Brian. Terima kasih untuk segalanya."Brian memeluknya sebentar, menatap dalam-dalam ke mata
Bab 81Menyusun RencanaDi tengah kemewahan dan kegembiraan di rumah Brian, Clara duduk di dalam mobilnya, menggenggam setir dengan erat. Wajahnya tegang, matanya menatap ke arah rumah besar itu dengan kebencian yang mendalam.“Kenapa semua ini begitu sulit?” Clara bergumam pelan. Ia sudah lama merencanakan pembalasan dendam ini, tetapi setiap kali mencoba, selalu ada halangan. Keamanan di sekitar rumah Brian begitu ketat, belum lagi para tamu yang selalu berkunjung membuat kesempatan untuk menyerang nyaris tidak ada."Apa yang harus aku lakukan? Aku harus menemukan cara, karena aku tidak bisa berdiam diri seperti ini terus-terusan. Tapi apa yang bisa aku lakukan?" bisiknya lagi. "Mereka tidak bisa terus bahagia sementara aku menderita. Aku benci kamu Kinanti, aku benci kamu! Kamu tidak pantas bahagia dan akulah yang seharusnya menjadi nyonya di tempat itu Kinanti. Bukan kamu!" Clara jadi emosi sendiri di dalam mobil, hatinya begitu sakit melihat Kinanti yang memiliki keluarga yang se
Bab 82Pertemuan Tak TerdugaDi ruang rawat inap rumah sakit, Sarah duduk di atas ranjang dengan wajah yang terlihat lebih segar. Ia sudah melewati masa-masa sulitnya, dan meskipun luka-luka batin yang dia alami masih terasa menyakitkan, fisiknya mulai pulih. Matanya menatap jendela yang memperlihatkan langit sore yang mendung. Di kepalanya, pertanyaan-pertanyaan terus berputar tentang siapa yang menyelamatkannya? Bagaimana dia bisa sampai di sini? Dengan sedikit ragu, Sarah menekan tombol panggil untuk memanggil perawat. Tak lama kemudian, seorang perawat masuk ke dalam ruangan.“Ada yang bisa saya bantu, Bu Sarah?” tanya perawat tersebut dengan senyuman ramah.Sarah menatap perawat itu dengan ekspresi bingung. “Bisa saya bicara dengan dokter yang merawat saya? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan,” jawabnya pelan.Perawat tersebut mengangguk. “Tentu, saya akan panggilkan Dokter Hendra. Tunggu sebentar ya, Bu.”Perawat itu keluar, meninggalkan Sarah dalam keheningan. Sarah mena
Bab 82 Clara dan Rencana PalsunyaClara mengamati wajahnya di cermin, tersenyum puas dengan hasil penampilannya. Ia hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Rambutnya yang biasanya lurus dan di-styling dengan sempurna kini terurai dalam dua kepang yang membuatnya terlihat polos dan sedikit canggung. Tompel palsu di pipi kirinya membuat penampilannya tampak lebih berbeda, dan kacamata tebal yang dikenakannya semakin menyempurnakan penyamarannya. Penampilannya sekarang jauh dari sosok Clara yang penuh ambisi dan percaya diri. Dia terlihat seperti seorang wanita sederhana yang mencari pekerjaan di rumah tangga orang kaya. “Tidak akan ada yang mengenali aku, ini sudah sangat perfect. Iya, Kinanti dan mereka semua tidak akan tahu kalau aku ini Clara. Hahahaha ... IM coming Kinanti," gumamnya sambil tersenyum sinis. “Bahkan Brian dan mamanya Brian, yang belum pernah bertemu denganku pasti tidak akan curiga.”Clara beranjak dari depan cermin, menarik nafas panjang, dan bersiap menuju
Bab 83Rahasia yang TersembunyiPagi itu, Kinanti tengah duduk di kursi meja rias, memandang Brian yang tampak sibuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja. Ia tahu, Brian sering kali ingin menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersamanya, apalagi sejak Kinanti melahirkan seorang putri cantik untuk Brian. Membuat Brian jadi malas untuk kerja. Namun, perusahaan tidak bisa menunggu, dan tanggung jawab Brian semakin menumpuk.“Aku akan segera pulang. Secepatnya. Kamu baik-baik saja kan, sayang?” Brian menatapnya dengan lembut, seakan meminta maaf karena harus meninggalkan Kinanti.Kinanti tersenyum menenangkan. “Aku baik-baik saja, Brian. Kamu tidak perlu khawatir. Lagi pula, ada banyak orang di sini yang akan menjagaku.”Brian tersenyum kecil, lalu memanggil beberapa pengawalnya yang setia. “Pastikan tidak ada satu pun yang keluar atau masuk tanpa seizinku, termasuk Kinanti. Aku tidak mau ada risiko apapun.”Kinanti tertawa kecil, “Brian, aku bukan tawanan. Aku bisa menjaga di
Bab 84 Bahaya yang Tersembunyi "Maaf Bu, makan siang untuk Ibu sudah selesai, Bu,' kata seorang pelayan yang menghampiri Kinanti. "*Terima kasih, nanti akan segera aku makan." Kinanti tidak langsung menuju ruang makan, sebab dia yang masih menunggu bayi mungilnya tertidur terlebih dahulu. Setelah bayi mungil itu tertidur, lantas Kinanti langsung berjalan menuju ruang makan. matanya menatap hidangan makan siang yang sudah disajikan oleh pelayan untuknya. "Silahkan Bu Kinanti.' Kinanti mengangguk lalu duduk, dan saat itu lah Clara melancarkan aksinya. Tanpa sepengetahuan Kinanti dan tanpa sepengetahuan siapapun. Makanan itu sudah ditaburi racun oleh Clara Clara memandang sepiring makanan yang hendak disajikan untuk Kinanti. Pikirannya dipenuhi kebencian yang terus membara. Dalam setiap gerakannya, ia menyimpan niat jahat. Hari itu, rencananya lebih nekat dari sebelumnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menaburkan racun yang telah ia persiapkan sejak pagi. “Ini