Bab 84 Bahaya yang TersembunyiMalam mulai merayap pelan, suasana di rumah Kinanti terasa sepi setelah seharian ia menghabiskan waktu bersama Martha dan bayinya. Kinanti duduk di ruang tamu sambil menyusui buah hatinya. Ia melirik jam dinding, sudah hampir jam delapan malam, namun Brian belum juga memberikan kabar. Perasaan cemas mulai muncul di hatinya, meski ia berusaha mengenyahkannya.Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Brian muncul di layar. Kinanti cepat-cepat menjawab, merasa lega akhirnya suaminya memberi kabar.“Halo, sayang,” ucap Kinanti lembut. Namun, suara Brian di seberang terdengar agak tegang.“Halo, Kinanti. Maaf ya, malam ini aku nggak bisa pulang,” kata Brian dengan nada datar.Kinanti terdiam sejenak. “Kok nggak bisa pulang? Ada apa, Brian?”“Ada urusan kantor yang mendadak. Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting. Kamu nggak perlu khawatir, aku baik-baik saja di sini.”Kinanti merasa ada sesuatu yang aneh dalam nada suara suaminya. Biasanya, Brian akan
Bab 85 Teror di Balik TopengDi luar rumah, beberapa bodyguard Brian sedang berkeliling dengan cepat. Mereka saling berkomunikasi melalui radio dan mencari tahu siapa yang ingin membunuh Kinanti, istri bos mereka. Alex salah satu bodyguard senior, memimpin pencarian tersebut."Tim A, laporkan! Sudahkah kalian memeriksa seluruh perimeter?" tanya Marco dengan suara tegas."Sudah, tidak ada yang mencurigakan di sekitar rumah, Pak Marco," jawab salah satu anggota tim."Tim B, bagaimana dengan area belakang?" tanya Marco lagi, semakin cemas."Semua aman di sini, Pak. Tapi kami mendengar teriakan dari dalam rumah beberapa saat lalu," lapor anggota tim B.Marco menggeram. "Cepat, kita harus mencari tahu apa yang terjadi di dalam!" Ia merasa marah dan khawatir. Seharusnya tidak ada yang bisa menembus pertahanan mereka.Sementara itu, di dalam rumah, Clara berusaha menyembunyikan kegembiraannya. Ia mendengar teriakan Kinanti dan suara gaduh yang terjadi setelahnya. Tanpa berlama-lama, ia ber
Bab 88Brian duduk di sisi ranjang tempat Kinanti beristirahat. Cahaya lampu yang redup menerangi kamar, menampilkan sosok Kinanti yang terbaring dengan tenang. Ia telah diberikan obat penenang oleh dokter, membuatnya tertidur pulas setelah kejadian traumatis malam ini. Brian tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah istrinya yang kini terlihat begitu damai meski baru saja melalui sesuatu yang mengerikan.Brian merasa dadanya begitu sesak. Perlahan, ia mengulurkan tangannya, mengusap lembut kepala Kinanti yang tertutup selimut hingga sebatas leher. Tangan itu gemetar sedikit, mencerminkan perasaan bersalah yang kini memenuhi hatinya. “Maafkan aku, Kinanti,” bisik Brian lirih, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menunduk, mencium kening Kinanti dengan penuh kasih sayang. “Seharusnya tadi aku pulang untukmu. Jika aku pulang lebih awal, mungkin semua ini tidak akan terjadi.”Brian menarik napas panjang, perasaan bersalah menghantamnya begitu kuat. “Aku terlambat. Hanya sedikit terlambat
Bab 89Penyelidikan yang GagalBrian berdiri di ruang tamu yang terasa dingin, meskipun suhu sebenarnya tidak terlalu rendah. Amarah dan rasa kecewa yang mendidih di dalam dirinya jauh lebih dingin daripada suhu ruangan. Di depannya, para pria yang ditugaskan untuk menjaga rumahnya penjaga-penjaga yang ia percayai sepenuhnya, berdiri dengan kepala tertunduk, takut menatap matanya. Marco, tangan kanannya yang setia, berdiri di sampingnya, memandang mereka semua dengan sorot mata tajam."Ini mereka semua, Brian," ucap Marco dengan nada serius. "Ketika aku tanyakan soal kejadian tadi malam, katanya ada seorang pria bertopeng yang mematikan kontak listrik. Setelah itu, beberapa dari mereka langsung menghidupkan kembali kontaknya, tapi mereka tidak mendengar suara teriakan Bu Kinanti karena semuanya terjadi begitu cepat."Brian mengatupkan rahangnya, matanya tajam menatap para penjaga yang berdiri di hadapannya. Salah satu penjaga, yang tampaknya memiliki keberanian lebih daripada yang lai
Bab 90Ancaman dan KeberanianBrian duduk di meja kerjanya dengan wajah tegang, pikirannya berputar-putar memikirkan kejadian malam sebelumnya. Di dalam ruangannya yang megah, hanya ada Brian dan Marco, sahabat sekaligus rekan kerjanya. Suasana terasa sangat tegang, dengan Brian yang tampak benar-benar marah. Ia meremas-remas kertas di tangannya, sementara Marco berdiri di sudut ruangan, memantau situasi dengan cermat.“Marco, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini,” kata Brian, suaranya menegang. “Aku harus menemukan pelaku. Siapa pun yang melakukan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku sudah mempercayakan semuanya kepada mereka, penjaga, pelayan. Tapi lihat apa yang terjadi! Istriku hampir mati!”Marco mengangguk dengan serius. “Aku mengerti, Brian. Tapi kita harus hati-hati. Jangan sampai kita salah menuduh seseorang. Itu bisa berdampak buruk. Dan bagaimana kalau dia justru jadi kabur diam-diam, Brian."Brian berdiri dan berjalan ke arah Marco, ekspresinya semakin marah. “Hat
Bab 91Penyamaran TerbongkarPagi itu, suasana di rumah Brian masih terasa tegang. Semua orang masih terjaga dari rasa was-was pasca kejadian ancaman terhadap Kinanti. Namun, ada satu orang yang merasa lebih gelisah daripada yang lain, yaitu Bu Yanti, kepala pelayan wanita. Dia tak bisa menghilangkan rasa curiganya terhadap Clara. Sejak Clara diterima bekerja di rumah ini, banyak keanehan mulai terjadi. Kecurigaan itu semakin kuat setelah kejadian semalam, di mana Clara menolak kamarannya diperiksa.Bu Yanti berjalan mondar-mandir di dapur, berpikir keras. Di luar dapur, Clara sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga Brian. Sesekali, Bu Yanti mengintip, memperhatikan Clara dengan seksama. Clara tampak biasa-biasa saja, tapi ada sesuatu yang tidak beres."Kamu kenapa dari tadi mondar-mandir saja, Bu Yanti?" tanya kepala keamanan pria, Pak Joko, yang berdiri di dekat pintu dapur."Saya merasa ada yang aneh dengan Clara. Sejak dia bekerja di sini, banyak hal-hal janggal yang terjad
Bab 92Bab 92Konfrontasi dengan SepupuBrian menatap Clara dengan sorot mata dingin, emosi tak terkontrol tampak di wajahnya. Sementara itu, Clara, yang kini terungkap sebagai sepupu Kinanti, tampak gemetar. Marco berdiri di sampingnya, tidak sabar menunggu jawaban dari Clara.Marco memecah keheningan, menatap Brian. "Ini Clara, Brian. Sepupunya Kinanti. Aku mengenalnya karena pernah melihatnya beberapa kali."Brian menoleh ke arah Marco dengan ekspresi kaget. "Sepupu Kinanti? Kamu serius?"Marco mengangguk tegas. "Ya, aku pernah melihatnya di beberapa acara keluarga besar. Tapi kupikir dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Ternyata dia menyusup ke sini, mungkin dengan niat yang tidak baik."Brian mengepalkan tangannya, menahan amarah. "Bagaimana bisa dia masuk ke rumahku tanpa ada yang tahu?"Merasa situasi semakin memanas, Brian memerintahkan anak buahnya. "Bawa Kinanti ke sini, sekarang. Aku ingin tahu apakah dia mengenali Clara."Tak butuh waktu lama, seorang pelayan meng
Bab 93Kebenaran yang TerungkapSetelah Kinanti pergi dari ruang kerja Brian, suasana di dalam ruangan terasa semakin mencekam. Lima bodyguard tetap berjaga di sana, mengamati Clara yang duduk dengan wajah penuh ketakutan. Marco melirik Brian yang masih berdiri tegap, wajahnya penuh ketegangan. "Brian, kita harus segera menyelesaikan ini. Tidak ada waktu lagi untuk bermain-main," kata Marco sambil mendekat. "Clara tidak akan mengaku kecuali kita menekannya lebih keras."Brian mengangguk pelan, lalu menatap Clara dengan mata tajam. "Kau dengar itu, Clara? Aku sudah sangat bersabar. Jangan pikir karena Kinanti membelamu, kau bisa lolos. Ini kesempatan terakhirmu untuk jujur."Clara menggeleng, air matanya masih mengalir. "Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan! Aku tidak melakukan apa-apa. Kinanti adalah sepupuku, aku tidak akan pernah melukainya."Brian menyipitkan matanya, jelas tidak mempercayai kata-kata Clara. Dia memberi isyarat kepada Marco. "Marco, buat dia bicara."Marco maj