Bab 80Kebahagiaan keluarga Brian Pagi itu, Clara berdiri terpaku di depan rumah sakit, menyaksikan anak buah Brian bergerak dengan cepat. Mereka mulai membereskan segala sesuatu di sekitar tempat itu. Mobil-mobil mewah berbaris rapi di parkiran. Clara mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi? Kenapa semuanya bergegas seperti ini?" pikirnya, sambil memperhatikan pergerakan orang-orang.Di sisi lain, di kamar VIP, Brian sedang membantu Kinanti bersiap-siap pulang. Wajahnya tampak lega setelah beberapa hari melewati masa-masa yang mendebarkan, terlebih saat proses persalinan yang sempat membuatnya hampir kehilangan kendali. Kini, bayinya sehat, istrinya aman, dan kebahagiaan menyelimuti seluruh keluarganya. "Sayang, kita pulang hari ini," ujar Brian lembut, sambil membantu Kinanti berdiri dari tempat tidur. Senyumnya tidak pernah pudar.Kinanti, meski masih merasa lelah, tersenyum. "Aku sudah siap, Brian. Terima kasih untuk segalanya."Brian memeluknya sebentar, menatap dalam-dalam ke mata
Bab 81Menyusun RencanaDi tengah kemewahan dan kegembiraan di rumah Brian, Clara duduk di dalam mobilnya, menggenggam setir dengan erat. Wajahnya tegang, matanya menatap ke arah rumah besar itu dengan kebencian yang mendalam.“Kenapa semua ini begitu sulit?” Clara bergumam pelan. Ia sudah lama merencanakan pembalasan dendam ini, tetapi setiap kali mencoba, selalu ada halangan. Keamanan di sekitar rumah Brian begitu ketat, belum lagi para tamu yang selalu berkunjung membuat kesempatan untuk menyerang nyaris tidak ada."Apa yang harus aku lakukan? Aku harus menemukan cara, karena aku tidak bisa berdiam diri seperti ini terus-terusan. Tapi apa yang bisa aku lakukan?" bisiknya lagi. "Mereka tidak bisa terus bahagia sementara aku menderita. Aku benci kamu Kinanti, aku benci kamu! Kamu tidak pantas bahagia dan akulah yang seharusnya menjadi nyonya di tempat itu Kinanti. Bukan kamu!" Clara jadi emosi sendiri di dalam mobil, hatinya begitu sakit melihat Kinanti yang memiliki keluarga yang se
Bab 82Pertemuan Tak TerdugaDi ruang rawat inap rumah sakit, Sarah duduk di atas ranjang dengan wajah yang terlihat lebih segar. Ia sudah melewati masa-masa sulitnya, dan meskipun luka-luka batin yang dia alami masih terasa menyakitkan, fisiknya mulai pulih. Matanya menatap jendela yang memperlihatkan langit sore yang mendung. Di kepalanya, pertanyaan-pertanyaan terus berputar tentang siapa yang menyelamatkannya? Bagaimana dia bisa sampai di sini? Dengan sedikit ragu, Sarah menekan tombol panggil untuk memanggil perawat. Tak lama kemudian, seorang perawat masuk ke dalam ruangan.“Ada yang bisa saya bantu, Bu Sarah?” tanya perawat tersebut dengan senyuman ramah.Sarah menatap perawat itu dengan ekspresi bingung. “Bisa saya bicara dengan dokter yang merawat saya? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan,” jawabnya pelan.Perawat tersebut mengangguk. “Tentu, saya akan panggilkan Dokter Hendra. Tunggu sebentar ya, Bu.”Perawat itu keluar, meninggalkan Sarah dalam keheningan. Sarah mena
Bab 82 Clara dan Rencana PalsunyaClara mengamati wajahnya di cermin, tersenyum puas dengan hasil penampilannya. Ia hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Rambutnya yang biasanya lurus dan di-styling dengan sempurna kini terurai dalam dua kepang yang membuatnya terlihat polos dan sedikit canggung. Tompel palsu di pipi kirinya membuat penampilannya tampak lebih berbeda, dan kacamata tebal yang dikenakannya semakin menyempurnakan penyamarannya. Penampilannya sekarang jauh dari sosok Clara yang penuh ambisi dan percaya diri. Dia terlihat seperti seorang wanita sederhana yang mencari pekerjaan di rumah tangga orang kaya. “Tidak akan ada yang mengenali aku, ini sudah sangat perfect. Iya, Kinanti dan mereka semua tidak akan tahu kalau aku ini Clara. Hahahaha ... IM coming Kinanti," gumamnya sambil tersenyum sinis. “Bahkan Brian dan mamanya Brian, yang belum pernah bertemu denganku pasti tidak akan curiga.”Clara beranjak dari depan cermin, menarik nafas panjang, dan bersiap menuju
Bab 83Rahasia yang TersembunyiPagi itu, Kinanti tengah duduk di kursi meja rias, memandang Brian yang tampak sibuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja. Ia tahu, Brian sering kali ingin menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersamanya, apalagi sejak Kinanti melahirkan seorang putri cantik untuk Brian. Membuat Brian jadi malas untuk kerja. Namun, perusahaan tidak bisa menunggu, dan tanggung jawab Brian semakin menumpuk.“Aku akan segera pulang. Secepatnya. Kamu baik-baik saja kan, sayang?” Brian menatapnya dengan lembut, seakan meminta maaf karena harus meninggalkan Kinanti.Kinanti tersenyum menenangkan. “Aku baik-baik saja, Brian. Kamu tidak perlu khawatir. Lagi pula, ada banyak orang di sini yang akan menjagaku.”Brian tersenyum kecil, lalu memanggil beberapa pengawalnya yang setia. “Pastikan tidak ada satu pun yang keluar atau masuk tanpa seizinku, termasuk Kinanti. Aku tidak mau ada risiko apapun.”Kinanti tertawa kecil, “Brian, aku bukan tawanan. Aku bisa menjaga di
Bab 84 Bahaya yang Tersembunyi "Maaf Bu, makan siang untuk Ibu sudah selesai, Bu,' kata seorang pelayan yang menghampiri Kinanti. "*Terima kasih, nanti akan segera aku makan." Kinanti tidak langsung menuju ruang makan, sebab dia yang masih menunggu bayi mungilnya tertidur terlebih dahulu. Setelah bayi mungil itu tertidur, lantas Kinanti langsung berjalan menuju ruang makan. matanya menatap hidangan makan siang yang sudah disajikan oleh pelayan untuknya. "Silahkan Bu Kinanti.' Kinanti mengangguk lalu duduk, dan saat itu lah Clara melancarkan aksinya. Tanpa sepengetahuan Kinanti dan tanpa sepengetahuan siapapun. Makanan itu sudah ditaburi racun oleh Clara Clara memandang sepiring makanan yang hendak disajikan untuk Kinanti. Pikirannya dipenuhi kebencian yang terus membara. Dalam setiap gerakannya, ia menyimpan niat jahat. Hari itu, rencananya lebih nekat dari sebelumnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menaburkan racun yang telah ia persiapkan sejak pagi. “Ini
Bab 84 Bahaya yang TersembunyiMalam mulai merayap pelan, suasana di rumah Kinanti terasa sepi setelah seharian ia menghabiskan waktu bersama Martha dan bayinya. Kinanti duduk di ruang tamu sambil menyusui buah hatinya. Ia melirik jam dinding, sudah hampir jam delapan malam, namun Brian belum juga memberikan kabar. Perasaan cemas mulai muncul di hatinya, meski ia berusaha mengenyahkannya.Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Brian muncul di layar. Kinanti cepat-cepat menjawab, merasa lega akhirnya suaminya memberi kabar.“Halo, sayang,” ucap Kinanti lembut. Namun, suara Brian di seberang terdengar agak tegang.“Halo, Kinanti. Maaf ya, malam ini aku nggak bisa pulang,” kata Brian dengan nada datar.Kinanti terdiam sejenak. “Kok nggak bisa pulang? Ada apa, Brian?”“Ada urusan kantor yang mendadak. Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting. Kamu nggak perlu khawatir, aku baik-baik saja di sini.”Kinanti merasa ada sesuatu yang aneh dalam nada suara suaminya. Biasanya, Brian akan
Bab 85 Teror di Balik TopengDi luar rumah, beberapa bodyguard Brian sedang berkeliling dengan cepat. Mereka saling berkomunikasi melalui radio dan mencari tahu siapa yang ingin membunuh Kinanti, istri bos mereka. Alex salah satu bodyguard senior, memimpin pencarian tersebut."Tim A, laporkan! Sudahkah kalian memeriksa seluruh perimeter?" tanya Marco dengan suara tegas."Sudah, tidak ada yang mencurigakan di sekitar rumah, Pak Marco," jawab salah satu anggota tim."Tim B, bagaimana dengan area belakang?" tanya Marco lagi, semakin cemas."Semua aman di sini, Pak. Tapi kami mendengar teriakan dari dalam rumah beberapa saat lalu," lapor anggota tim B.Marco menggeram. "Cepat, kita harus mencari tahu apa yang terjadi di dalam!" Ia merasa marah dan khawatir. Seharusnya tidak ada yang bisa menembus pertahanan mereka.Sementara itu, di dalam rumah, Clara berusaha menyembunyikan kegembiraannya. Ia mendengar teriakan Kinanti dan suara gaduh yang terjadi setelahnya. Tanpa berlama-lama, ia ber