Bab 82 Clara dan Rencana PalsunyaClara mengamati wajahnya di cermin, tersenyum puas dengan hasil penampilannya. Ia hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri. Rambutnya yang biasanya lurus dan di-styling dengan sempurna kini terurai dalam dua kepang yang membuatnya terlihat polos dan sedikit canggung. Tompel palsu di pipi kirinya membuat penampilannya tampak lebih berbeda, dan kacamata tebal yang dikenakannya semakin menyempurnakan penyamarannya. Penampilannya sekarang jauh dari sosok Clara yang penuh ambisi dan percaya diri. Dia terlihat seperti seorang wanita sederhana yang mencari pekerjaan di rumah tangga orang kaya. “Tidak akan ada yang mengenali aku, ini sudah sangat perfect. Iya, Kinanti dan mereka semua tidak akan tahu kalau aku ini Clara. Hahahaha ... IM coming Kinanti," gumamnya sambil tersenyum sinis. “Bahkan Brian dan mamanya Brian, yang belum pernah bertemu denganku pasti tidak akan curiga.”Clara beranjak dari depan cermin, menarik nafas panjang, dan bersiap menuju
Bab 83Rahasia yang TersembunyiPagi itu, Kinanti tengah duduk di kursi meja rias, memandang Brian yang tampak sibuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat kerja. Ia tahu, Brian sering kali ingin menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersamanya, apalagi sejak Kinanti melahirkan seorang putri cantik untuk Brian. Membuat Brian jadi malas untuk kerja. Namun, perusahaan tidak bisa menunggu, dan tanggung jawab Brian semakin menumpuk.“Aku akan segera pulang. Secepatnya. Kamu baik-baik saja kan, sayang?” Brian menatapnya dengan lembut, seakan meminta maaf karena harus meninggalkan Kinanti.Kinanti tersenyum menenangkan. “Aku baik-baik saja, Brian. Kamu tidak perlu khawatir. Lagi pula, ada banyak orang di sini yang akan menjagaku.”Brian tersenyum kecil, lalu memanggil beberapa pengawalnya yang setia. “Pastikan tidak ada satu pun yang keluar atau masuk tanpa seizinku, termasuk Kinanti. Aku tidak mau ada risiko apapun.”Kinanti tertawa kecil, “Brian, aku bukan tawanan. Aku bisa menjaga di
Bab 84 Bahaya yang Tersembunyi "Maaf Bu, makan siang untuk Ibu sudah selesai, Bu,' kata seorang pelayan yang menghampiri Kinanti. "*Terima kasih, nanti akan segera aku makan." Kinanti tidak langsung menuju ruang makan, sebab dia yang masih menunggu bayi mungilnya tertidur terlebih dahulu. Setelah bayi mungil itu tertidur, lantas Kinanti langsung berjalan menuju ruang makan. matanya menatap hidangan makan siang yang sudah disajikan oleh pelayan untuknya. "Silahkan Bu Kinanti.' Kinanti mengangguk lalu duduk, dan saat itu lah Clara melancarkan aksinya. Tanpa sepengetahuan Kinanti dan tanpa sepengetahuan siapapun. Makanan itu sudah ditaburi racun oleh Clara Clara memandang sepiring makanan yang hendak disajikan untuk Kinanti. Pikirannya dipenuhi kebencian yang terus membara. Dalam setiap gerakannya, ia menyimpan niat jahat. Hari itu, rencananya lebih nekat dari sebelumnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menaburkan racun yang telah ia persiapkan sejak pagi. “Ini
Bab 84 Bahaya yang TersembunyiMalam mulai merayap pelan, suasana di rumah Kinanti terasa sepi setelah seharian ia menghabiskan waktu bersama Martha dan bayinya. Kinanti duduk di ruang tamu sambil menyusui buah hatinya. Ia melirik jam dinding, sudah hampir jam delapan malam, namun Brian belum juga memberikan kabar. Perasaan cemas mulai muncul di hatinya, meski ia berusaha mengenyahkannya.Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Brian muncul di layar. Kinanti cepat-cepat menjawab, merasa lega akhirnya suaminya memberi kabar.“Halo, sayang,” ucap Kinanti lembut. Namun, suara Brian di seberang terdengar agak tegang.“Halo, Kinanti. Maaf ya, malam ini aku nggak bisa pulang,” kata Brian dengan nada datar.Kinanti terdiam sejenak. “Kok nggak bisa pulang? Ada apa, Brian?”“Ada urusan kantor yang mendadak. Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting. Kamu nggak perlu khawatir, aku baik-baik saja di sini.”Kinanti merasa ada sesuatu yang aneh dalam nada suara suaminya. Biasanya, Brian akan
Bab 85 Teror di Balik TopengDi luar rumah, beberapa bodyguard Brian sedang berkeliling dengan cepat. Mereka saling berkomunikasi melalui radio dan mencari tahu siapa yang ingin membunuh Kinanti, istri bos mereka. Alex salah satu bodyguard senior, memimpin pencarian tersebut."Tim A, laporkan! Sudahkah kalian memeriksa seluruh perimeter?" tanya Marco dengan suara tegas."Sudah, tidak ada yang mencurigakan di sekitar rumah, Pak Marco," jawab salah satu anggota tim."Tim B, bagaimana dengan area belakang?" tanya Marco lagi, semakin cemas."Semua aman di sini, Pak. Tapi kami mendengar teriakan dari dalam rumah beberapa saat lalu," lapor anggota tim B.Marco menggeram. "Cepat, kita harus mencari tahu apa yang terjadi di dalam!" Ia merasa marah dan khawatir. Seharusnya tidak ada yang bisa menembus pertahanan mereka.Sementara itu, di dalam rumah, Clara berusaha menyembunyikan kegembiraannya. Ia mendengar teriakan Kinanti dan suara gaduh yang terjadi setelahnya. Tanpa berlama-lama, ia ber
Bab 88Brian duduk di sisi ranjang tempat Kinanti beristirahat. Cahaya lampu yang redup menerangi kamar, menampilkan sosok Kinanti yang terbaring dengan tenang. Ia telah diberikan obat penenang oleh dokter, membuatnya tertidur pulas setelah kejadian traumatis malam ini. Brian tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah istrinya yang kini terlihat begitu damai meski baru saja melalui sesuatu yang mengerikan.Brian merasa dadanya begitu sesak. Perlahan, ia mengulurkan tangannya, mengusap lembut kepala Kinanti yang tertutup selimut hingga sebatas leher. Tangan itu gemetar sedikit, mencerminkan perasaan bersalah yang kini memenuhi hatinya. “Maafkan aku, Kinanti,” bisik Brian lirih, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menunduk, mencium kening Kinanti dengan penuh kasih sayang. “Seharusnya tadi aku pulang untukmu. Jika aku pulang lebih awal, mungkin semua ini tidak akan terjadi.”Brian menarik napas panjang, perasaan bersalah menghantamnya begitu kuat. “Aku terlambat. Hanya sedikit terlambat
Bab 89Penyelidikan yang GagalBrian berdiri di ruang tamu yang terasa dingin, meskipun suhu sebenarnya tidak terlalu rendah. Amarah dan rasa kecewa yang mendidih di dalam dirinya jauh lebih dingin daripada suhu ruangan. Di depannya, para pria yang ditugaskan untuk menjaga rumahnya penjaga-penjaga yang ia percayai sepenuhnya, berdiri dengan kepala tertunduk, takut menatap matanya. Marco, tangan kanannya yang setia, berdiri di sampingnya, memandang mereka semua dengan sorot mata tajam."Ini mereka semua, Brian," ucap Marco dengan nada serius. "Ketika aku tanyakan soal kejadian tadi malam, katanya ada seorang pria bertopeng yang mematikan kontak listrik. Setelah itu, beberapa dari mereka langsung menghidupkan kembali kontaknya, tapi mereka tidak mendengar suara teriakan Bu Kinanti karena semuanya terjadi begitu cepat."Brian mengatupkan rahangnya, matanya tajam menatap para penjaga yang berdiri di hadapannya. Salah satu penjaga, yang tampaknya memiliki keberanian lebih daripada yang lai
Bab 90Ancaman dan KeberanianBrian duduk di meja kerjanya dengan wajah tegang, pikirannya berputar-putar memikirkan kejadian malam sebelumnya. Di dalam ruangannya yang megah, hanya ada Brian dan Marco, sahabat sekaligus rekan kerjanya. Suasana terasa sangat tegang, dengan Brian yang tampak benar-benar marah. Ia meremas-remas kertas di tangannya, sementara Marco berdiri di sudut ruangan, memantau situasi dengan cermat.“Marco, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini,” kata Brian, suaranya menegang. “Aku harus menemukan pelaku. Siapa pun yang melakukan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku sudah mempercayakan semuanya kepada mereka, penjaga, pelayan. Tapi lihat apa yang terjadi! Istriku hampir mati!”Marco mengangguk dengan serius. “Aku mengerti, Brian. Tapi kita harus hati-hati. Jangan sampai kita salah menuduh seseorang. Itu bisa berdampak buruk. Dan bagaimana kalau dia justru jadi kabur diam-diam, Brian."Brian berdiri dan berjalan ke arah Marco, ekspresinya semakin marah. “Hat