Share

7

Author: Faisalicious
last update Last Updated: 2021-08-17 13:33:34

Dinda menghabiskan potongan roti terakhir yang digigitnya sejak tadi, lalu menghabiskan minuman yang dibelinya. Dia yang tidak ingin terlihat seperti wanita yang suka terlambat, bermaksud untuk tiba setidaknya lima belas menit lebih awal di restoran daging tumis tempat keduanya telah mengatur waktu untuk bertemu. Dinda terkesiap menyegat taksi yang lewat untuk ditunggangi sampai ke restoran daging tumis. Dalam balutan gaun selutut berwarna cokelat muda, Dinda duduk manis di meja paling ujung di sudut ruang restoran tersebut menunggu kedatangan Ricky.

“Sudah lebih dari setengah jam, mengapa dirinya belum tiba juga?” gumam Dinda melirik jam dinding seukuran roda yang terpajang memenuhi tembok sebelah kiri restoran. Ia menautkan bibirnya memasang paras cemberut, lantaran tidak mengira bahwa laki-laki  bertanggung jawab yg dikaguminya  bisa- bisanya datang terlambat disaat dirinya sanggup meluangkan waktu untuk tiba lebih awal.

Dinda tidak mengetahui bahwa Ricky memiliki pasien kritis di ruang Unit Gawat Darurat, yang datang setengah jam lalu saat jam makan siang. Pria paruh baya itu tak bisa lepas dari kondisi tersebut. Mau tidak mau, para pekerja kontruksi yang mengalami kecelakaan di tempat kejadian, harus segera ditangani olehnya yang merupakan ahli bedah toraks. Kejadian itu memaksanya menunda pertemuannya tanpa sempat memberi kabar. Meski dirinya tahu bahwa Dinda sedang menunggunya di tempat yang telah dijanjikan. Satu- satunya cara adalah, dengan segera menyelesaikan  pekerjaannya menangani sang pasien, sehingga dia bisa melihat Dinda sesegera mungkin. Dia juga tidak berniat membuatnya menunggu terlalu lama, apalagi melanggar janjinya untuk datang.

"Apakah pria ini hanya akan mempermainkanku? Bodohnya diriku mempercayainya kemarin! Bertanggung jawab katanya? Omong kosong! Dasar laki- laki berengsek!" Dinda terus menggerutu saat dirinya menghidupkan dan mematikan layar ponsel memeriksa pesan notifikasi yang masuk. Tapi nihil! Ricky sama sekali tak memberi kabar. Hampir dua jam Dinda menunggu, tetapi Ricky masih tidak menunjukkan tanda-tanda kedatangan.

“Hmmm, apa aku harus menghubunginya lebih dulu? Apa dia lupa? Ah jangan lah, masa aku duluan sih yang harus menghubunginya… Kan dia duluan yang mengajakku untuk bertemu, lagian dia juga seorang pria! Harusnya gentle lah… ” Meski rasa gengsi melarangnya untuk menghubungi Ricky lebih dulu. Pada akhirnya, hati Dinda yang belum menyadari rasa sukanya terhadap Ricky, menyerah juga. Ia mengangkat ponselnya mengetikkan sebuah pesan.

[Jadi ketemu nggak? Aku sudah tiba di sini hampir dua jam lalu, tapi dirimu belum juga muncul. Jika tak ingin bertemu, mengapa menghilang seperti ini?]

“Apa aku terlihat murahan ya? Ah biarlah, bodo amat sama kata orang. Toh, dia yang mengajakku bertemu duluan! Jika setengah jam lagi dia tak juga membalas pesanku atau menunjukkan batang hidungnya. Aku cabut saja dari sini. Wasting Time!” pikir Dinda membulatkan tekat. Biarlah nanti pria itu berpikiran apa saja tentang dirinya, yang jelas diriya sudah mau berkorban untuk menunggu pria tersebut lebih dari dua jam di restoran tersebut.

“Kirim!” ucap Dinda sambil melenguh, mendengus kesal menggelayutkan wajahnya ke meja restoran. Ia juga merasa tak enak dengan pemilik restoran dan para pegawainya karena sudah dua jam duduk di sana tetapi baru memesan segelas lemon tea saja. Mungkin mereka sudah kesal berat, melihat meja yang seharusnya ditempati pengunjung lain yang berniat datang makan di sana, karena kebetulan juga di sana sedang ramai saat Dinda menunggu Ricky.

“Mas? Saya mau bayar billnya, sebelumnya saya minta maaf karena tak memesan makanan sama sekali. Sepertinya orang yang saya tunggu sedang ada urusan sehingga tak dapat datang. Saya minta tolong jika ada seorang pria yang datang kemari dan mencari saya, Dinda. Saya minta tolong untuk memberikan kertas ini untuknya, terimakasih…” Dinda akhirnya menyerah juga.

“Oh tidak apa- apa kak, saya terima ya kertasnya…” balas pegawai rstoran tersebut melempar senyuman sembari menyodorkan nota bill minuman yang dibeli Dinda, dan telah dibayarnya.

Usai menyerahkan kertas yang entah apa isinya tersebut, Dinda melengang keluar meninggalkan restoran tersebut. Dari kejauhan terlihat bahwa Dinda mengusap air mata, sambil menunduk entah memikirkan apa. Mungkinkah harga dirinya terluka usai mengharapkan kedatangan pria yang jelas- jelas suami orang. Bahkan membayangkan bahwa pria tersebut tertarik kepadanya saja, sudah merupakan kesalahan dimata public. Jika keduanya saling mencintaipun, tidak ada satu orang di dunia ini yang membenarkan hubungan mereka bukan? Dengan alasan apapun itu.

*****

Dari tempat berbeda, Ricky kini sedang menuju ruang Unit Gawat Darurat untuk melakukan operasi seorang pasien yang perutnya tertusuk sebuah batang besi beton sepanjang satu meter melintang dari ulu hati sampai ke perut bagian bawah. Terlihat sangat mengerikan dan cukup beresiko. Tak terlihat ada pendarahan eksternal dari korban, namun tanda- tanda vitalnya terus menurun. Dari laporan yang disampaikan oleh dokter magang kepada Ricky mengenai kondisi pasien, beberapa pekerja di tempat pembangunan situs kontruksi tersebut itu luka- luka karena lantai Gedung yang ambrol. Ada seorang pasien yang tangannya patah tertimpa reruntuhan. Juga yang paling parah adalah seorang korban yang perutnya ditembus sebuah besi senjang satu meter di perutnya.

“Bagaimana ini dok? Tanda- tanda vital pasien terus menurun. Kemungkinan jika tidak segera dioperasi pasien ini tidak akan tertolong.” Dokter Sin yang melihat dokter Ricky datang segera melaporkan kondisi tersebut dengan tatapan wajah cemas. Rambutnya yang terurai di bagian poni terlihat cukup berantakan, akibat mengurus kekacauan yang terjadi di Unit Gawat Darurat tersebut. Dokter wanita itu sepertinya kewalahan memimpin tugas dan Langkah di departemen bedah umum sendirian di hari libur seperti ini. Untung saja dokter Ricky hari itu ada kontrol pasien sehingga bisa membantu, dan mengoperasi pasien tersebut dengan cepat.

“Sepertinya terjadi pendarahan internal di dalam perut pasien, cepat panggil ahli anestesi dan siapkan ruang operasi sekarang juga!" perintah dokter Ricky memimpin, mengambil alih komando dan arahan di sana. Ia terlihat sangat cekatan dan cerdas mengatasi kepanikan yang sedang menyerang di sana. Ia mengambil beberapa kasa menggulungkan ke bagian yang masih tertusuk besi baja sepanjang satu meter untuk sedikit menghambat pendarahan eksternal. Ia terus mengamati tanda-tanda vital pasien yang masih terus turun akibat pendarahan internal yang terjadi.

“Terus ajak bicara pasien agar tetap sadar, jika kesadarannya hilang presentase angka selamt pasien akan sangat kecil!”         

“Baik dok,” dokter Sin juga tak kalah cekatan dalam bergerak. Ia menyanggupi perintah dokter Ricky dan segera menjalankan tugas menyiapkan ruang operasi bersama dokter magang lainnya.

“Kita butuh sekitar dua belas kantong darah untuk di transfusikan terhadap pasien, untuk menjaga tanda- tanda vital pasien tetap stabil.”

“oke, segera saya siapkan dok!” kepala perawat Lusi yang sedari tadi disamping dokter Ricky segera mengambil bagian usai mendapatkan arahan tersebut.

Beberapa dokter magang berlarian membawa monitor dan beberapa alat medis lainnya untuk keperluan operasi. Meja operasi disiapkan, dengan dokter Ricky yang akan memimpin jalannya operasi pengangkatan besi yan menembus perut pasien tersebut ditemani dokter Sin sebagai asisten dalam operasi itu.

Infus dipasang, dan operasi bedah perut itu siap dilaksanakan.

“Berdoa selesai… Baiklah, kita mulai operasinya.” Ricky tenggelam dalam urusan pekerjaan yang tak dapat ditunda meninggalkan Dinda yang menunggu janjinya.

Bersambung…

Faisalicious

“Dengan keputusan sepihak, waktu berhenti begitu saja. Berhenti saat percayaku dikecewakan. Aku kecewa padamu Mas!” – Dinda.

| Like

Related chapters

  • Simpanan Dokter Konglomerat    8

    Krincing! Suara lonceng yang tergantung di pintu masuk sebuah restoran daging tumis terdengar kala pintu tersebut di tarik oleh seorang pria. Ia dengan terburu- buru memasuki restoran tersebut sambil mengenakan jaket yang hampir tak sempat ia pakai. “Apa wanita itu masih menungguku ya,” Ia bergumam pelan mencemaskan Dinda yang dibiarkannya menunggu tanpa kabar di restoran tersebut sendirian. Ricky mengusap pelan rambut poninya yang berantakan karena berlarian dari parkiran luar memasuki restoran. Kini dirinya sangat khawatir membuat wanita yang menunggunya sejak dua jam yang lalu itu kecewa karena ia tak menepati janjinya untuk datang menemui perempuan tersebut. Saat hendak memastikan keberadaan wanita yang hendak di temuinya, Ricky berhenti sejenak. Dirinya tampak gugup merogoh segala saku yang menempel di tubuhnya seolah sedang mencari sesuatu. Raut wajahnya sedikit panik, dan terheran- heran. “Kemana perginya ponselku! Sial sekali aku hari ini…” Karena terburu- buru takut tak bisa

    Last Updated : 2021-08-17
  • Simpanan Dokter Konglomerat    9

    “Dinda?” Ricky akhirnya memutuskan untuk memanggil wanita yang ada dihadapannya tersebut. Ia harus memperbaiki apa yang sudah diperbuatnya sekarang ini. Dirinya harus menebusnya! Semua kesalahan yang dilakukannya terhadap Dinda. Meski tak sepenuhnya adalah kesalahan, tapi yang dilakukan Ricky jahat! “Mas Ricky?” Dinda menoleh dan mendapati pria yang ditunggunya sejak siang tadi kini sudah berada di hadapannya. Ia hanya tak menyangka harus memperlihatkan sisi dirinya yang mudah menangis dan rapuh tersebut terhadap pria di depannya itu. Entah angin dari mana, Dinda mengambil langkah berani, berlari menghampiri Ricky dan langsung memeluknya. “Ki…” Ricky tak dapat menyelesaikan kata- katanya saat menatap Dinda tiba- tiba memeluknya sambil menangis tersedu-sedu. Sepertinya sebuah air panas baru saja menumpahi hatinya, membuatnya sangat sesak melihat wanita di hadapannya meneteskan air mata. Dinda sesenggukan menahan tangis di dada Ricky. Keduanya berpelukan layaknya pasangan yang sudah la

    Last Updated : 2021-08-20
  • Simpanan Dokter Konglomerat    10

    Lampu Pink Lotus seharga ratusan ribu dollar terpasang apik di langit- langit sebuah restoran gaya Amerika khusus orang- orang VIP sebagai pelanggan di sana. Lantainya tersusun dari batu marmer langka dengan kilap mencolok membuat Dinda berdecak kagum dalam hati jika ketika menginjakkan kakinya ke dalam restoran tersebut. Ricky tau bahwa sebenarnya makan di restoran mewah pun tak akan cukup untuk menghibur sakit hati Dinda karenanya. Tapi setidaknya pria itu berusaha sebaik mungkin untuk tak melarikan diri dan men-threat Dinda sebaik mungkin. “Ayo masuk,” Ricky mengulurkan tangan kanannya berniat menggandeng Dinda. Dirinya melemparkan senyuman kepada wanita yang baru saja turun dari mobilnya tersebut. “Tapi Mas?” Dinda memasang wajah bingung menatap sebuah gedung mewah yang berdiri megah di hadapannya tersebut. Wanita itu tampaknya ragu untuk menjejakkan kakinya lebih jauh karena minder. Ia bahkan tak pernah membayangkan seorang pria tampan mengajaknya makan ke sebuah restoran semewa

    Last Updated : 2021-08-21
  • Simpanan Dokter Konglomerat    11

    “Mas? Ayo kita pulang saja!” Dinda berseru dalam bisiknya tepat di kuping Ricky membuatnya memelotot kaget. Ricky terkejut karena Dinda yang tiba- tiba saja meminta pulang seolah sudah tak betah berada di tempat tersebut. Pria itu khawatir takut Dinda tak menyukai tempat tersebut, karena dirinya memang tak pandai dalam memilih tempat kencan. Ia benar- benar nol besar dalam pengalaman berkencan dengan seorang wanita. “Kenapa Dek? Kamu gasuka ya sama tempatnya? Atau Mas ada berbuat salah?” Ricky yang memelotot kaget dengan pernyataan Dinda segera menarik wajahnya dan menanyakan hal tersebut dengan nada sedikit lebih keras dari sekedar berbisik. Dinda yang takut pelayan pria yang ada di samping mejanya mendengar, segera menarik kerah kemeja Ricky sedikit kasar hendak membisikkan sesuatu. “Harganya mahal Mas!” Dinda mengatakannya dengan gamblang dalam bisiknya. Hal tersebut membuat Ricky sedikit lega sebab bukan karena tempatnyalah alasan Dinda mengajaknya pulang. Ternyata wanita itu men

    Last Updated : 2021-08-22
  • Simpanan Dokter Konglomerat    12

    “Jadi mengapa kamu memutuskan menjadi seorang Pekerja Seks Komersil (PSK) seperti ini?” Ricky memberanikan diri menanyakan sebuah hal yang sebenarnya tak boleh dipertanyakan, karena terlalu beresiko. Pertanyaan tersebut dimungkinkan menyinggung perasaan Dinda. Bahkan mungkin dirinya tak pernah membayangkan bahwa Ricky akan menanyakan hal tersebut di hari pertama pertemuan keduanya. “Hmmm, bagaimana ya menjawabnya…” Dinda memangku tangannya di dada seraya menggosok- gosok sedikit dagunya karena dirinya sendiri juga tak mengharapkan bahwa Ricky akan menanyakan hal tersebut. Mau tak mau dihari pertama pertemuannya dengan Ricky, dirinya harus menceritakan mengenai bagaimana dirinya sampai bisa menjalani kehidupan sebagai seorang pelacur sekarang ini. Dan menurut Dinda hal tersebut bukanlah merupakan aib atau keburukan yang harus disembunyikan. Toh dari pekerjaannya sebagai pelacur, Dinda bisa memenuhi kebutuhannya dan keluarga di kampung. “Kalau Dinda tak berkenan, Mas tak mau memaksa… N

    Last Updated : 2021-08-24
  • Simpanan Dokter Konglomerat    13

    “Kemari, biar Mas ajari cara menggunakannya…” Ricky bangkit dari kursinya mendekati Dinda berniat mengajari wanita lugu di hadapannya tersebut. Wajah Dinda mendadak memerah karena malu bahwa dirinya tak bisa mengenakan alat makan yang biasanya digunakan orang kaya tersebut. Lain halnya dengan pria di depannya yang tiba- tiba mendekat seolah memang menunjukkan rasa senang karena mendapat kesempatan untuk dekat- dekat dengan Dinda. Ricky berdiri di belakang Dinda, sambil mengulurkan kedua tangannya dari balik punggung Dinda. Tangannya sebelah kiri, dalam posisi merangkul menunjukkan kepada Dinda cara menggunakan pisau makan yang dikombinasikan dengan garpu tersebut. Dada Ricky terasa begitu dekat menempel dengan punggung Dinda, hingga wanita itu dapat merasakan tiap tarikan nafas yang dilakukan oleh Ricky. Jelas sekali bahwa Dinda dapat merasakan detak jantung Ricky yang bekerja terlalu keras. “Apakah seperti ini Mas?” Dinda menunjukkan apa yang dilihatnya saat Ricky mengajarinya. Mun

    Last Updated : 2021-08-24
  • Simpanan Dokter Konglomerat    14

    “Ayo naik Dek!” Ricky dengan mobilnya yang baru saja sampai di depan pintu keluar basement, segera menurunkan kaca mobil memanggil Dinda yang sedang melamun sendirian di sana. “Eh! Iya… Iya Mas,” Dinda yang tersadar dari lamunannya bergegas masuk ke dalam mobil yang dikemudikan Ricky tersebut. Ricky memasang wajah cerahnya dengan menggores senyuman. Suaranya parau, menghangatkan hati tiap wanita yang mendengarnya, termasuk Dinda. Dia lagi dan lagi terus menunjukkan perhatiannya. Secara tiba- tiba Ricky mendekatkan dirinya ke hadapan Dinda yang duduk di sampingnya. Wajahnya mendekat hingga nafas keduanya kembali bertemu untuk kesekian kalinya hari ini. Pada saat yang bersamaan, jantung Dinda tak bisa berdetak dengan tenang. Ia dapat merasakan tiap hembusan hangat nafas Ricky yang seolah- olah hendak menciumnya. Waktu seolah berhenti dalam beberapa detik, hanya untuk menikmati momen tersebut. Dinda yang gugup karena merasa akan dicium oleh Ricky mendadak memejamkan mata. Tetapi pada de

    Last Updated : 2021-08-24
  • Simpanan Dokter Konglomerat    15

    Ricky mengecek jam digital di layar radio touchscreen mobil mewah miliknya. Waktu ternyata sudah menunjukkan pukul 21.45, sudah sukup larut. Ia memutuskan untuk segera pulang ke rumah usai mengantarkan Dinda balik ke rumahnya. Tak tahu kenapa ada perasaan gusar saat dirinya sudah tak berada di dekat Dinda. Perasaan bersalah karena jalan dengan wanita lain tanpa sepengetahuan istrinya dan juga perasaan nyaman yang tampak bergejolak tiap kali dirinya memikirkan Dinda. “Assalamualaikum…” Ricky mengucapkan salam saat mengetuk pintu berharap istrinya belum tertidur. Sambil menunggu dengan tenang, dirinya yang menjinjing jas di lengannya menengok jendela kaca yang tertutup kelambu, memastikan lampu rumah menyala ada sudah dimatikan. “Masih nyala ternyata,” gumamnya pelan. “Wa’alaikum salam…” Sebuah suara nyaring menyahut setelah beberapa menit Ricky mengetuk pintu rumah. Ternyata istrinya belum tidur dan membukakan pintu untuknya. “Belum tidur Dek?” Ricky memulai menjejalkan pertanyaan s

    Last Updated : 2021-08-24

Latest chapter

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 43. Adu Jotos

    "Mending sekarang kakang berbuat sesuatu deh!" ucap Hendrik bangkit dari duduknya."Bocah bocah ini gabisa di toloransi lagi! Harus segera di basmi!""Tenang, kamu tenang aja. Pasti akang urus kok!""Dasar Gunawan sialan itu!" bentak Hendrik uring-uringan.Daweh hanya mampu menuruti apa yang adeknya inginkan untuk membalas dendam. Dendam yang sama, sejak sepuluh tahun lalu. Speeti sudah mendarah daging pada jiwa adiknya itu. Daweh sebenarnya sudah terlalu lelah untuk hidup bayang bayang dendam adiknya itu.Tapi Daweh tak bisa berbuat banyak. Ia tahu, bahwa Hendrik adalah adik satu satunya yang ia miliki. Daweh susah ingin berhenti menjadi dukun teluh sejak setahun lalu sebenarnya. Ia sudah lelah."Biar akang coba, menganggu mereka lagi!" ucapnya memandang adiknya datar."Terserah! Mau diganggu kek, mau dibunuh juga boleh!" bentaknya sudah dipenuhi emosi ka

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 42. Kuntilanak itu lagi

    Raizel dan yang lainnya menaiki sepeda siang itu, menuju rumah Saleh. Ia tahu satu satunya orang yang mungkin bisa ditanyai soal Ki Daweh adalah Reza. Putra satu satunya Joko yang masih hidup sampai sekarang. Raizel yang berusaha mengorek informasi, hanya diam diam menjalankan rencananya. Ia sengaja menghamipiri Winda dan Reza yang selalu bersama, untuk diajak makan keluar. Sekaligus diam diam memancing Reza untuk bercerita soal ayah dan kakaknya yang pasti ada hubungannya dengan Ki Daweh. "Disini tempatnya?" tanya Egy sembari melihat rumah makan tempat mereka berhenti. "Iya kak, tapi tempatnya kecil kaya gini, gimana? Atau mau nyari yang lain aja?" tawar Winda takut pilihannya tidak sesuai. "Jangan pindah! Di sini aja" sahut Cindy. "Ya udah kalo gitu, kita disini aja" ujar Egy setuju. "Iya, lagian tempatnya nyaman kok" imbuh Caca. "Ya udah, m

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 41. Diva sudah kembali

    Ajeng Sari tidak ada kabar sama sekali semenjak saat itu. Reza hidup sebatang kara dan dirawat oleh Saleh pamannya, saudara yang ia miliki satu satunya.Hampir sewindu Reza hidup dalam ketidaktahuan, kerinduan akan kasih sayang keluarganya. Ajeng Sari yang tak pernah kembali, ayahnya yang sudah gila dan tak bisa mengurusnya. Namun Reza masih hidup dengan baik karena kasih sayang dari Saleh pamannya dan juga istri dengan anak-anaknya. Sudah seperti anaknya sendiri, karena Saleh sendiri juga tak mempunyai anak laki laki.Reza tumbuh menjadi remaja yang baik hati, suka menolong dan berbakhti pada keluarga Saleh hingga sekarang.*****Semalam, usai kejadian melarikan diri yang dilakukan Raizel usai membebaskan Diva yang disekap Ki Daweh, tanpa sepengetahuan teman-temannya yang sudah terlelap tidur , mereka ketiduran di teras depan rumah.Diva terbangun dalam keadaan memangku kepala Raizel yang kelelahan usai menyelamatkannya semalam. Ia menatap bul

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 40. Joko Gila

    Makhluk suruhan Daweh lainnya kini bertindak keras. Wujudnya seperti ular, tetapi tubuhnya mirip manusia pada umumnya, mulai dari bagian perut hingga kepala. Bisa di sebut siluman ular jika dipikir-pikir.Makhluk itu meruncingkan taring dari kedua sudut bibirnya, lidahnya sesekali menggeliat menjulur keluar masuk, benar benar mirip gelagat ular. Ia meringis buas usai membuat Ajeng Sari tersungkur ke semak semak."Kau mau ke mana gadis manis?" kekehnya dengan puas menatap gadis muda itu gelimbungan."Makhluk sialan!" teriak Ajeng Sari tak terima.Pandangannya masih tak terlalu menggubris makhluk tersebut, dan lebih memilih bangkit untuk menengok ayahnya yang nggelundung ke bawah sebelumnya."Arghhh, ayah?" ucap Ajeng Sari sedikit mengusap sikutnya yang tergores beberapakali oleh ranting semak semak, dan menengok ke arah bawah."Ayah?"Ajeng Sari masih

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 39. Tuhanku lebih kejam dari Iblismu

    "Ayahh!!!" Ajeng Sari berteriak menatap ayahnya yang melayang terikat lidah Genderuwo itu.Wajahnya memerah, dengan isi kepala yang hampir meledak karena terus menghirup bau busuk dari lendir di lidah Ge IPnderuwo itu. Ia hanya mampu menoleh ke arah anak gadisnya, dan berteriak lirih."Ja-nggann..." ucapnya tak genap.Genderuwo yang awalnya hendak segera menyantap tubuh Joko, langsung menjatuhkan laki laki malang itu ke tanah lagi. Ia melihat mangsa lain yang lebih menggoda imannya. Ajeng Sari terhirup anyir amis, karena darah haid yang masih deras saat itu. Aromanya membuat jiwa buas makhluk itu berubah arah."Ayah!" ucapnya memeluk ayahnya yang hampir tak sadarkan diri terkapar di tanah."Sadar yah, ayah kenapa!" teriaknya lagi menepuk nepuk pelan wajah ayah tercintanya.Firasat Ajeng Sari tak salah, seperti dugaannya bahwa Daweh akan mencelakai ayahnya. Ajeng Sari tak menatap Genderuwo itu lebih bengis. Ia memang wanita, tapi ia tak perna

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 38. Kamu Harus Mati

    Pranggg...Sebuah gelas dijatuhkan begitu saja karena uap panas membuat tangan seorang gadis melepuh. Dia Ajeng sari, putri Joko. Gadis itu meniup ibu jarinya yang melepuh karena gelas teh yang terlalu panas oleh air mendidih."Sial!" umpatnya."Firasat buruk apa ini!" ucapnya merasakan sesak di dadanya karena tak enak hati.Ajeng Sari adalah kembang desa, wajahnya yang rupawan memikat pemuda seumurannya. Masih SMA, masih sangat muda. Dia adalah anak perempuan Joko yang sangat penurut dan baik hati. Ia juga sangat menyayangi ayahnya yang duda ditinggal mati, juga adeknya Reza yang belum lulus SD."Ayah?" pekiknya.Gadis itu menjinjing roknya yang berwarna abu abu karena hendak berangkat sekolah saat itu. Berlarilah dirinya menghampiri ayahnya. Ia ingat bahwa ayahnya sedang naik ke atas bukit. Ia juga tahu kalau Daweh bukan dukun baik baik. Hanya memastikan kalau kalau ada apa apa dengan ayah tercintanya.Sementara itu ayahnya masih be

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 37. Membunuh atau Membiarkanmu Bunuh diri!

    "Kakang dari mana sih!" teriak Hendrik membentak kakaknya dengan kasar.Kesabarannya sekarang sudah tak mampu dibendung lebih lama lagi. Terlebih ini sudah kesekian kalinya rencana Ki Daweh gagal untuk membantu menyatukan Fani dan Hendrik. Ia memeinta pertanggungjawaban dari kakaknya itu."Liat nih kang, Hendrik jadi gagal kan menikahi Fani!" keluhnya pada laki laki yang yang baru memasuki pintu rumah itu."Kenapa lagi dengan Fani?" tanya Daweh yang tak tau apa apa mengenai kejadian yang terjadi di rumahnya tadi."Ayahnya tadi kemari, marah-marah.""Dia membawa Fani kembali, sambil terus memakiku! Aku tidak terima jika aku dibeginikan kang!" teriak Hendrik menggebu-gebu karena sakit hati dengan omongan ayahnya Fani."Udah kamu tenang dulu!" Daweh berkata dengan tatapan tenang, sambil mendekat mengusap punggung Hendrik pelan."Gimana bisa tenang sih kang! Kalau aku gabisa dapetin Fani, maka tidak ada orang yang boleh memiliki Fani!" te

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 36. Menikah

    "Sembah hamba padamu gusti!" ucap Ki Daweh menyatukan kedua telapak tangannya ke atas sambil menunduk hormat pada suara tersebut.Hendrik hanya mengikuti apa yang sedang kakaknya itu lakukan. Walaupun bulu romanya sudah menegang sedari tadi, dia berusaha mengabaikan rasa takutnya. Semua ini demi cintanya pada kekasihnya Fani."Hamba kemari meminta bantuanmu gusti,""Bantuan apa yang kau butuhkan Daweh?" suara beratnya cukup membuat telinga Hendrik bergidik ngeri."Perempuan di depan hamba ini, adalah kekasih adek saya! Dia menginginkan gadis itu menjadi miliknya selamanya!" Daweh bercerita keinginannya membawa gadis itu ke sana."Huahhaaahahah...""Ini bukan masalah, apalagi untuk pengikut setiaku seeprtimu Daweh,""Huahhahahaha..." tawanya menggema pada langit langit gua itu.Raja iblis yang di sembah Daweh adalah penguasa alam bawah. Lebih hantu dari pada iblis manapun. Menurut mitologi tanah jawa namanya Bathara Kala,

  • Simpanan Dokter Konglomerat    Chapter 35. Pemujaan

    "Kau apakan kekasihku kang!" teriaknya.Hendrik sedikit terkejut sekaligus marah melihat kelakuan akangnya itu. Ia bangkit dari duduknya, seraya memprotes dukun teluh di depannya itu. Hendrik jelas tak terima meski itu akangnya sendiri. Ia tak rela kekasihnya itu disakiti oleh siapapun, termasuk kakak tercintanya."Tenang, aku hanya membuatnya diam!" ujar Ki Daweh mengelus pundak kiri Hendrik, yang tengah dalam kondisi marah."Kau tidak menyakitinya kan?" tanya Hendrik memastikan kembali apa yang dilakukan oleh kakaknya."Hmmm," Ki Daweh hanya mengangguk-angguk."Sekarang kau ingin aku melanjutkan hal ini tidak?" tanya Ki Daweh."Aku harus bagaimana!" Hendrik berbalik dan memasang wajah cemberutnya karena bingung."Kau ingin menikahinya kan?" dukun itu bertanya sembari berjalan ke tempat duduknya sebelumnya."Kan aku sudah bilang kang, aku ingin memiliki Fani seutuhnya!" jelas Hendrik sekali lagi untuk meyakinkan kakangny

DMCA.com Protection Status