Rasanya penasaran dan menyesal. Sudah bergabung menjadi satu dan mendesak Yandi untuk datang memastikan apakah Ratna dan Danis sudah menikah atau belum. Sebagai suami yang belum pernah mencicipi Ratna, tentunya Yandi tak enak hati saat ini. Dia sempat melihat kemolekan dan kekencangan tubuh Ratna. Dulunya dia tolak sekarang? Jangankan menikmati, menyentuh saja rasanya tidak mungkin karena harus berlawanan dengan Danis terlebih dahulu, itu menurut Yandi.Untuk memenuhi segala rasa ingin tau itu, Yandi yang berpamitan kepada Risa ingin mengantarkan barang ke Sumatera, justru memarkirkan truknya di persimpangan jalan menuju rumah Ratna. Dia ingin bertanya banyak hal kepada mantan istri, yang kini malah dambakan.Yandi duduk di teras. Kenangan saat Ratna mencoba menggoda dan membujuk untuk melakukan hubungan suami istri terngiang di pikirannya. Tidak lupa semua bayangan yang indah itu juga menari di pelupuk matanya. Yandi meneguk ludah. Dulu dia tak acuh dan biasa saja. Kini, membayangkan
"Nggak bakalan masuk ingin karena aku hangat." Meraih tangan Ratna, sehingga gadis itu terduduk di pangkuan Doni. Sigap pria itu ingin memagut kedua belah bibir Ratna, tapi dia malah mengindar."Kenapa!" tanya Doni. Dia tak menyangka Ratna malah menolaknya ketika mereka berdua sudah menikah."A-aku … belum mandi. Bau, Mas. Aku nggak …"Ratna tak berdaya melanjutkan kata-katanya, apalagi menghindari lumatan Doni. Dia tidak menyangka pria itu malah menenggelamkannya dalam lumatan serta kuluman yang amat menggebu.Rasanya aneh. Ada sensasi asing yang menggelitik Ratna di perut bawahnya. Ketika Doni menurun, menyapu lehernya. Dengan tangan yang bekerja melepaskan gaun tidur yang dia kenakan. Mengeluarkan dua bulatkan yang tak lagi memiliki penutup karena semalam Doni sengaja mengganti pakaian Ratna tanpa memakaikan dalamnya agar tak kesulitan seperti sekarang.Ratna menengadahkan kepalanya. Ketika mulut basah nan hangat Doni sudah menyapa ujung bulatan yang merekah, meraupnya dengan rakus
"Aku tidak bisa memasak apapun karena aku selama ini hanya membeli makanan cepat saji. Semua kebutuhanku selama ini dipenuhi Mas Doni jadi tidak pernah sekalipun aku diminta memasak apalagi memiliki stok bahan makanan.""Dasar wanita yang tidak bisa diharapkan. Itu pula kamu mengharap ingin menjadi istriku?" Danis kembali beranjak dari ranjang, dia melewati Ajeng. Tidak lupa sedikit menyenggol lengan wanita itu, membuat hati Ajeng merasa sakit diberlakukan demikian.Rasanya belakangan ini Danis berubah dari yang biasanya, dan terkesan memperlakukannya dengan tak baik.Danis selama ini memang tak sebaik Doni, tapi tidak buruk seperti sekarang. Ajeng terduduk di tepi ranjang, dia kembali menangis meratapi nasibnya. Dulu dia menyerahkan diri begitu saja kepada Danis, membuka kedua pahanya karena bujuk rayu dari pria itu. Sekaligus sebagai bukti bahwasanya dia memang mencintai Danis.Dengan mudahnya Ajeng menyerahkan semuanya. Danis hanya memberikan kata cinta dan janji semata. Seharusnya
"Kamu kemana saja aku hubungi tidak bisa? Sekalinya bisa dihubungi kamu malah bersama wanita lain, sampai-sampai aku juga mendengar kamu membahas tentang dalaman. Coba sekarang jujur padaku wanita seperti apa yang sedang bersamamu itu?!" Cecar Ajeng, ketika dia melihat siapa pria yang kini berdiri di hadapannya."Kamu mau marah-marah dulu atau mempersilakan suamimu untuk masuk?""Bagaimana aku bisa mempersilakan laki-laki yang baru saja berkencan dengan seorang wanita masuk ke rumah ini?" tantang Ajeng, dengan dagu terangkat."Jadi kamu benar-benar tidak mengizinkanku untuk masuk?" Kedua alis Doni terangkat, mengintimidasi Ajeng yang berkacak pinggang di ambang pintu rumah."Aku akan mempersilahkan kamu masuk jika kamu jujur kemana selama ini menghilang tanpa kabar. Bahkan aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Tidak biasanya kamu seperti ini, Mas. Biasanya kemanapun kamu pergi selalu jujur dan memberi kabar kepadaku, bahkan orang-orang di kantormu mengatakan kamu sudah pulang seki
"Tidak, Mbak. Saat ini aku cuma sibuk makan. Mbak Ratna sudah makan? Sekalian saja kita makan bareng kalau belum.""Tidak Mas. Aku sudah makan. Aku datang kesini ingin meminta bantuan sama Mas Doni untuk membetulkan keran air di rumah sepertinya tersumbat makanya mati. Karena tadi aku cek di keran belakang air menyala. Daripada capek mengangkat menggunakan ember, lebih baik diperbaiki, bukan?""Memang sih Mbak, tapi aku kurang paham tentang air keran seperti itu.""Tidak apa-apa. Aku ada alat-alatnya. Memang air di kontrakanku sering macet seperti itu. Sebenarnya aku bisa memperbaiki sendiri, tapi tenaga aku tidak cukup untuk membuka baut yang ada. Nanti aku akan mengarahkan bagian mana saja yang harus mesti dibersihkan, sisanya biar aku yang akan memberitahu atau mengerjakannya.""Ya sudah, nanti aku akan ke kontrakan Mbak begitu selesai makan." Doni mengangkat mangkuk mie instannya yang sisa setengah bagian.Ratna menganggukkan kepalanya. "Ajeng tidak masalah kan, aku pinjam suaminy
Ajeng membulatkan matanya ketika dia membuka pintu rumah dan mendapati dua orang wanita di depan pintu.Tentu saja wanita itu mengenal dengan baik siapa kedua wanita berbeda generasi tersebut, sehingga dia shock seperti sekarang. Terlebih lagi mereka datang jauh-jauh datang dari kota sana, menempuh perjalanan yang tidak dekat. Salah satu dari mereka juga sempat menghubungi Ajeng semalam, mempertanyakan di mana keberadaan Danis."Selamat pagi, Ma, Ana," ucapnya, seraya membuka daun pintu lebar-lebar mempersilahkan wanita yang tidak lain adalah istri dari Danis dan wanita paruh baya yang tidak lain tidak bukan merupakan ibu dari Doni dan Danis."Semalam Ibu menghubungimu dan kamu mengatakan tidak mengetahui di mana keberadaan Danis. Sekarang coba kamu panggil Doni." Wanita paruh baya itu pun duduk, seraya mengajak Ayuna untuk turut serta."Aku memang tidak mengetahui di mana Mas Danis, Ma. Kenapa setiap dia menghilang harus mempertanyakan itu kepadaku padahal aku tidak tahu apa-apa dan
"Ratna Mas Doni-nya suruh pergi bekerja lewat belakang saja. Atau seandainya dia bisa libur bisa ajukan izin terlebih dahulu. Nanti kalau sudah jam kantor balik barulah dia bisa menemui ibunya di depan. Mbak jangan lupa sampaikan ini kepada mas Doni karena aku tidak ingin masalah semakin runyam." Tidak lagi menjelaskan apapun, Ajeng bergegas pergi dan memanjat kembali tembok pembatas rumah mereka.Dia juga mengusap kasar wajahnya menutupi betapa dia hancur melihat Ratna yang hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya saja. Di dekat cerug leher wanita itu Ajeng juga melihat ada noda merah keunguan. Dia sangat tahu Doni paling suka meninggalkan jejak ketika sedang bercinta, pria itu sering mengatakan dengan meninggalkan jejak tersebut semua orang bisa mengetahui bahwasanya wanita yang dia tiduri merupakan miliknya.Ajeng benar-benar merasa sesak di dadanya ketika mengingat sang suami kini sudah meninggalkan cap kepemilikan di tubuh Ratna, itu artinya Doni sudah mengakui bahwasanya
Ajeng tidak menjawab sama sekali. Dia hanya fokus memberikan ASI kepada Rafki, dia juga tidak ingin menatap Danis yang belakangan ini membuatnya kesal dan sakit hati. Bakan pria itu telah menyerahkannya kepada Yandi jadi tidak ada lagi nilai lebih Danis di mata Ajeng." Oh ya, Ajeng. Mumpung ada Mama dan Ayuna teman bicaramu di sini, aku ingin menyelesaikan bisnis dengan Ratna. Apakah dia sudah pulang?*"Sepertinya sudah Mas," sahut Ajeng tanpa menatap ke arah sang kekasih, dia benar-benar muak saat ini karena setiap datang Danis hanya mempertanyakan tentang Ratna. Entah apa tujuan pria itu.Namun, satu hal yang Ajeng ketahui dan yakini. Dia mulai curiga dengan Danis mungkin saja pria itu kini menaruh hati kepada Ratna."Ma, aku pamit ke sebelah dulu ada bisnis besar dengan wanita yang tinggal di sana.""Bisnis apa?""Mama tidak suka ya kamu dekat-dekat dengan wanita kampung dan kumuh seperti Ratna.""Apa Mama bilang? Ratna wanita kumuh?""Benar, tadi Mama sudah berkenalan dengannya d