"Mbak Naya, benar," sahut Safira Indah. "Keras lo, Pak tadi bu Herni narik Naya.. Sampai jatuh gitu. Nanti kalau Naya encok, batal deh, malam pengantin kalian.""Aku juga lihat, Pak!" Mbak Ica menambahkan.Semakin memanaskan suasana di pelaminan."Kalian!!" bentak Herni dengan mata yang membesar. Rahangnya mengeras karena ucapan beberapa tamu yang malah membela Naya. Padahal ia belum sempat meraih Naya, tapi gadis itu sendiri yang menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai.Rendi menghela nafas panjang. "Sudah! Jangan mengelak lagi kamu, Her. Lebih baik kamu bawa Lily turun dari sini dan katakan semuanya agar dia tahu diri dan bisa menghargai Naya. Istriku!" tegasnya."Ayah jahat!" pekik Lily. Pergi begitu saja karena kecewa atas kelakuan Rendi yang malah marah kepada sang ibu. Padahal sudah jelas Naya yang menantangnya dan berdrama seakan disakiti. Dan ini kali pertama bagi Lily dimarahi sekeras ini.Hatinya benar-benar sakit dan kecewa. Ia pergi tanpa bicara. Tanpa mendengar Herni yang k
"Sakit, Pak," Isak Naya. Tidak sanggup bernafas ketika Rendi mulai menekan. Membuka paksa jalan yang belum tersentuh sama sekali.Rendi berhenti. Tidak sanggup melihat Naya menangis kesakitan seperti sekarang."Ta-tapi … nggak apa-apa." Naya menelan ludah. Menahan tangis karena rasa sakit dibagian bawah."Kamu yakin?" Rendi memastikan. Kepala atas bawahnya sudah tak karuan karena beberapa kali gagal menusuk. Dan ketika kepalanya sudah masuk, Rendi merasakan ada yang robek. Langsung membuat Naya menangis kesakitan. Sehingga ia terpaksa berhenti, meski hanya seperempat bagian.Rendi merasakan kenikmatan yang tak sanggup terucap. Tapi air mata Naya telah menahannya agar tak menekan lebih dalam lagi.Naya mengangguk. Meski tak yakin, ia harus sanggup. Demi menyempurnakan dirinya sebagai seorang istri."Pak!!" pekik Naya. Langsung dibungkam Rendi dengan sebuah pagutan yang lembut, ketika dorongan terakhir ia berikan. Menembus Naya secara utuh dan menghabiskan segala penghalang yang ada.Li
“Saya ingin tidur. Tapi, dia tidak."Kembali, Rendi mengecup leher Naya. Tapi, kali ini dengan sedikit menggebu.Hingga Naya terpaksa menarik napas dalam-dalam."Maafkan saya yang telah mengusik dan mengganggu."Rendi menggeram. Ada desakan tak tertahankan yang menyerbu pertahanannya. Dan sekarang Rendi berada di tepi jurang kewarasannya. Lupa Naya belum tentu saja sanggup menerimanya kembali.“Bapak seharusnya membangunkanku.”Mata Rendi mengerjap. Sedikit menarik diri, ia menciptakan sedikit jarak yang iabutuhkan demi bisa menatap Naya. Satu senyuman muncul di wajahnya.“Itu yang sedang saya lakukan,” lirih Rendi dengan suara berat. “Membangunkanmu.”Tangan Rendi bergerak. Memberikan sentuhan sekilas di sepanjang tangan Naya sebelum mendarat di salah satu bola kenyal wanita itu.“Dan sekarang ...”Rendi memberikan satu remasan disana. Sungguh perlakuan yang membuatNaya menggigit bibir bawahnya.Membiarkan Rendi menindih tubuhnya. Ia menahan Naya. Tak membiarkan Naya untuk bergerak
"Setengah empat," gumam Rendi dengan mata yang menyipit. Menatap jam yang ada di ponselnya. Masih sangat dini untuk bangun dari tidur, tapi ia tak mungkin bisa berlama-lama di ranjang. Mendekap dan memeluk Naya yang masih terbenam di dalam pelukannya.Bukan tanpa alasan, Rendi harus segera bangkit dan membersihkan diri. Belum lagi seprei yang masih berada di kamar mandi. Tidak ingin dikira mengumbar malam pertama, tentu saja Rendi terpaksa bangun untuk membersihkannya. Melepaskan pelukannya dari Naya. Dengan sangat perlahan Naya terlepas dan kembali ia selimuti.Rendi tersenyum. Melihat beberapa tanda merah keunguan di sekitar dada dan ceruk leher Naya. Ia tidak tahu darimana datangnya keinginan untuk menyesap hingga berbekas seperti itu. Semuanya mengalir begitu saja tanpa ada aba-aba sama sekali.Dan hingga detik ini Rendi juga tidak mengerti bisa bertahan nyaris tiga puluh menit. Sampai-sampai lututnya kebas, menahan bobot tubuhnya. Jangan lupakan pinggang yang menegang ketika ia b
Remuk redam rasanya. Setelah menghadapi pertarungan sengit dengan Rendi di kamar mandi, Naya kini tidur. Bergelung dibawah selimut setelah selesai mandi dan sarapan. Dan sepertinya untuk pergi ke kantor polisi hanya Rendi saja. Karena Naya tak sanggup bergerak apalagi berjalan. Pangkal pahanya benar-benar kebas, dibumbui rasa sakit ketika dibawa berjalan."Pas balik nanti kamu mau dibawain apa?" tanya Rendi, seraya merapikan kemeja hitam yang ia kenakan. Ia juga duduk di tepi ranjang dan mengusap pipi Naya.Naya sedikit menggeliat. Memaksakan diri untuk membuka matanya. "Terserah saja, Pak. Aku pemakan segalanya.""Baiklah. Sekarang kamu istirahat." Rendi mengecup sekilas bibir Naya. "Kamu pegang ini. Kalau ada apa-apa cepat hubungi aku." Menyerahkan sebuah ponsel kepada Naya."Apa ini, Pak?"Naya mengerjap. Tidak percaya dengan benda pipih yang diserahkan Rendi kepadanya."Ponsel. Untuk sementara waktu pakai itu dulu, ya. Nanti sepulang dari kantor polisi aku akan mampir dan belikan
Selama perjalanan tidak ada seorangpun yang membuka suara. Sampai Lily, Randi dan istrinya tiba di alamat yang mereka tuju. Sebuah rumah yang cukup mewah yang ada di tengah-tengah desa. Berjarak sekitar sepuluh menit jika berkendara.Setelah berpamitan Rendi dan Naya meneruskan perjalanan mereka. Mencari makan siang seperti yang mereka rencanakan di rumah tadi. Dan karena Naya tidak percaya diri dengan penampilannya, terpaksa makan siang dipesan dan mereka berdua makan di mobil.Maunya sebelum memesan soto daging Rendi ingin mengajak Naya ke toko pakaian yang ada di depan pasar. Tapi, Naya sudah mengeluh lapar dan ingin belanjanya nanti saja. Padahal ia ingin mencari alasan agar Rendi tidak membuang uang untuknya.Alhasil, setelah soto mereka habis dan Rendi sudah mengembalikan mangkok sang pedagang, Naya mengatakan ingin pulang untuk istirahat. Tapi, ketika Rendi melihat dua mobil mewah melewati mobilnya, ada satu pikiran yang terlintas."Kota," gumam Rendi dalam hati. Ketika mobil y
"Sayang, ini sangat menggoda,” ucap Rendi. Matanya melirik sekilas. Melihat Naya yang merebahkan kepalanya di kasur. “Tetap begitu. Aku ingin mencicipinya."Entah darimana datangnya kata-kata dan keinginan itu, tiba-tiba saja Rendi ingin menyapa Naya di bawah sana. Sehingga kini rok panjang yang dikenakan Naya telah terangkat, berkumpul di perutnya yang rata.Rendi beringsut, turun, melepaskan benda berbentuk segitiga yang masih menjadi penghalang bagi Rendi untuk berkenalan langsung dengan Naya di bawah sana.Naya yang tidak pernah menyangka Rendi kini berada diantara kedua pahanya, tentu saja langsung menutup. Matanya membesar, tidak percaya dengan apa yang ia lihat.Rendi menahan. Agar Naya tak menutup. Agar ia bisa melihat Naya yang telah basah, sama-sama mendamba seperti dirinya.Masih menyangga kedua lutut Naya Rendi mendekat. Menenggelamkan wajahnya di sana, mencicipi benda yang telah memanjakan jagoannya.Membuat Naya merinding. Ingin rasanya ia lari sejauh mungkin agar bisa m
Naya mengerjap. Berusaha kuat agar matanya terbuka. Agar rasa kantuk yang masih menguasai hilang, karena ia ingin melihat dengan jelas apa yang kini suaminya lakukan.“Mas,” lirih Naya, suaranya begitu serak dan berat. Diterpa rasa nikmat yang tak mampu tergambar. Karena Rendi kini tengah menjadi bayi besar, yang menyesap ujung dadanya dan meremas sisanya.Membuat Naya panas dingin, meminta lebih dari apa yang Rendi lakukan sekarang.Rendi yang sedang menikmati mainan barunya melirik Naya. Melepaskan sejenak agar bisa berucap, “Maaf, Dek. Mas nggak bisa tidur. Jadinya mencoba ini. Siapa tahu bisa mengantuk,” terangya jujur. Sesuai dengan yang ia rasakan saat ini.Usai permainan pertama mereka tadi Naya langsung tertidur. Berbeda dengan Rendi yang masih terjaga. Ingin rasanya ia menyusul, tapi matanya tidak bisa diajak kompromi. Bukannya tidur ia malah tergoda untuk menyesap bulatan padat Naya yang terbuka. Tapi sayangnya ketika ia mulai mengantuk, Naya justru terbangun dari tidurnya.
Kakeknya Ratna mengangkat satu tangannya, meminta Ratna dan Doni untuk diam. Menyerahkan semuanya kepada dirinya sebagai bentuk bukti bahwasanya dia mampu dan sanggup menerima Doni sebagai suaminya Ratna dan mengakhiri segala penderitaan yang selama ini telah dirasakannya."Kami memiliki rumah yang tak jauh dari sini. Jika berkenan silahkan mampir untuk bersilaturahmi. Dan asal kamu tahu, cucuku ini tinggal di sini bukan karena rumah ini merupakan tempat satu-satunya yang bisa mereka tinggali. Namun Ratna memilih angkat kaki dari rumah karena aku tidak merestui hubungannya dengan Doni yang lumpuh.Karena besarnya cinta yang dimiliki Ratna dia rela membuangku dan meninggalkan rumah mewahnya hanya membawa beberapa barang serta kendaraan saja untuk mengangkut seluruh keluarganya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena Ratna keras dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat sama sekali. Seharusnya sebagai orang yang memiliki tahta yang lebih tinggi daripada kalian akulah yang melaran
"Kesempatan kedua, apakah tadi kamu bertemu dengan kakek?" Doni menoleh ke arah Ratna yang kini duduk di sampingnya.Ratna menganggukan kepalanya. "Tepat di depan gang rumah kakek menghadang jalanku dan memohon agar memberitahu di mana kita tinggal. Aku rasa itu hanya bualan kakek semata, aku tidak yakin dia tidak mengetahui di mana kita. Jika kakek sudah sampai di sana itu artinya dia sudah mengetahui kalau di sinilah kita tinggal untuk sementara waktu.""Kenapa kamu tidak mau memberi kesempatan kepada kakek sedangkan dia melakukan ini semua demi kebaikan kamu? Wajar jika kakek ingin memberikan hal yang sempurna padamu dan memintaku menjauh semua semata-mata beliau lakukan pasti karena menyayangi kamu dan tidak ingin kamu susah di masa depan nanti.""Aku tahu itu tapi, rasanya aku belum bisa menerima hal tersebut karena aku tidak pernah menuntut kamu untuk menjaga laki-laki sempurna ketika mendampingiku. Kakek seharusnya mengetahui bahwasanya aku ini sangat mencintaimu jadi sangatlah
"Hai apa kabar saudara kembarku?" sapa Danis mendekati Doni. Dia tidak tahan tidak mencari tahu siapa sosok dua anak kecil yang kini berada di depan saudara kembarnya itu.Doni yang sedang sibuk memperhatikan kedua anaknya menoleh ke arah pintu masuk. bBetapa dia terkejut mendapati keberadaan Danis di sana. Dia tidak menemukan kata untuk membalas sapaan Danis karena benar-benar tidak menyangka Danis bisa menemukan keberadaannya hanya dalam kurun waktu satu malam saja.Danis semakin mendekat dan berkacak pinggang tepat di samping Doni."Aku tidak perlu bertanya siapa mereka karena dari wajah dan semua yang ada pada mereka sangatlah mirip dengan kita berdua. Aku curiga mereka merupakan anakku bukan anakmu karena …""Jangan coba-coba mengacaukan rumah tanggaku dan Ratna. Karena istriku berbeda dengan Ajeng. Dia tidak mudah melakukan hubungan dengan pria manapun, buktinya hingga detik ini, meskipun aku sudah lama menghilang dia masih sendiri . Mencari keberadaanku, tidak ada sedikitpun n
Ratna bersimpuh di hadapan Doni dan menatap kedua anaknya secara bergantian. "Terkadang bukan hanya kesempurnaan yang merupakan sebuah kebahagiaan melainkan kebersamaan. Apapun kekuranganmu asalkan kita selalu berkumpul bersama rasanya itu bukanlah sebuah masalah dan aku yakin keberadaan kami bisa mendorongmu untuk sembuh. Tidak ada penyakit di dunia ini yang tidak bisa disembuhkan aku yakin Tuhan bisa memberikan itu semua untukmu. Asalkan kita mau berusaha dan berdoa lebih kuat lagi," tuturnya menenangkan hati Doni yang sempat ingin mundur.Memiliki istri yang begitu cantik dan sempurna tentu saja menghadirkan rasa rendah diri di hati Doni, terlebih lagi kedua buah hatinya yang begitu cantik dan tampan, sangat menggemaskan.Doni hanya mengangguk pelan menerima semangat dari sang istri dia berharap Tuhan menjabah doa Ratna agar dia bisa bekerja seperti dulu menafkahi istri dan anak-anaknya."Kamu tahu Mas, diantara barang-barang ini masih ada barang-barangmu. Aku tidak pernah mengusik
Risa juga tidak mengenal siapa sosok Ajeng yang dipertanyakan Danis kepadanya. Sebagai orang yang belum pernah bertemu dengan Ajeng tentu saja Danis mempercayai segala perkataan Risa, dia juga tidak mungkin mengatakan bahwasanya Ajeng itu merupakan selingkuhan Yandi yang baru sehingga dia menyerah dan berhenti mencari keberadaan istri dari adiknya tersebut padahal dia sudah sangat merindukan sang buah hati.Meskipun kini Danis sudah menikah dengan asisten rumah tangganya sendiri dan sudah memiliki buah hati yang baru tetap saja dia masih membutuhkan Rafki. Dia masih merindukan sosok anak yang lebih dahulu dia miliki bersama Ajeng, meskipun Rafki terlahir karena hubungan di luar nikah tetap saja Rafki itu merupakan darah dagingnya sendiri."Jadi sekarang kamu ingin menuntut balasan atas semua yang Mama berikan kepadamu? Kamu menuntut kasih sayang begitu?" Ibunya Doni tertawa. "Kalau memang itu yang kamu inginkan tolong kembalikan segala fasilitas yang telah kamu nikmati selama ini, tol
"Kamu yakin dengan ini semua?" Doni menahan pergelangan tangan Ratna, mencegah istrinya itu untuk turun dari mobil. Meskipun Ratna sudah kokoh dengan pendiriannya, tapi tetap saja Doni merasa rendah diri. Takut sang kakek malah berpikir bahwasanya dia berusaha kembali mendekat dan meracuni pikiran Ratna agar bisa menampung hidupnya yang kini tak lagi sempurna.Ratna menarik kedua sudut bibirnya, menganggukan kepala. Hatinya telah mantap untuk melangkah, membawa Doni menuju masa depan yang lebih baik. Dia tidak peduli dengan siapapun nantinya. Entah itu sang kakek atau bahkan semua orang di dunia ini mencegah mereka untuk menjadi pasangan suami istri kembali..Ratna tidak peduli karena di matanya Doni merupakan satu-satunya tumpuan hidup untuk mendampinginya dalam membesarkan kedua buah hati mereka."Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan mereka semua. Sama seperti mereka yang tidak peduli dengan perasaan kita. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas. Semuanya akan baik-baik saja dan per
Egois. Begitulah penilaian Ratna terhadap keluarganya maupun keluarga Doni. Jadi untuk apa lagi mereka memiliki keluarga jika seperti itu kenyataannya. Sumpah demi apapun, Ratna tidak bisa memaafkan sang kakek..Ini kali kedua menorehkan luka di hatinya hanya karena Doni tidak bisa berjalan. Sang kakek mengatakan bahwasanya sampai detik ini belum memiliki informasi apapun tentang keberadaan Doni. Nyatanya sang kakek sudah meminta Doni untuk menjauhinya dan tidak mencoba untuk mencari keberadaannya lagi. Seperti inikah cara manusia berpikir? Sang kakek meminta Doni menjauh karena dia sudah lumpuh. Kedua orang tua Doni memintanya menjauh karena merasa dia hanyalah seorang gadis desa yang tidak memiliki apa-apa, sungguh kenyataan yang begitu miris tapi, begitulah adanya."Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Mas. Apa yang akan kamu lakukan dan apa yang harus aku lakukan untuk rumah tangga kita? Jika meminta berpisah maaf aku tidak bisa," tutur Ratna pada Doni yang tengah memeluk Alya. G
"Tidak, ini tadi Mami kelilipan nyamuk makanya seperti ini.""Ooo." bibir mungil Alya membulat sempurna, dia juga menganggukan kepalanya hingga rambutnya yang sedang berdiri, di kepang dua ikut bergerak.Ratna mengusap pipi Alya. "Kamu benar-benar anak yang manis dan perhatian," ucapnya memaksakan senyuman agar Alya tak khawatir padanya. "Kamu persis seperti ayahmu. Pria yang begitu baik dan lembut. Tuhan bolehkah aku menuntutMu sekarang, mempertemukan kami dengannya?" sambung Ratna dalam hati.Tujuan mereka datang ke lapangan bola tersebut untuk melihat wahana permainan tapi, nyatanya malah membuat kedua buah hatinya merasa iri melihat anak-anak yang lain didampingi kedua orang tuanya. Ingin rasanya Ratna berteriak menuntut keadilan untuk dirinya dan kedua buah hatinya agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna."Mami mau itu!" seru Bima tanpa menunggu Ratna terlebih dahulu, dia langsung berlari menuju ke arah penjual mainan. Bocah laki-laki tersebut sangat tert
“Itu tuduhan!” Bantah Yandi, meskipun benar apa yang istrinya itu katakan tapi, dia tidak ingin mengakui secara jujur bahwasanya tuduhan yang diajukan Risa merupakan sebuah kenyataan.“Percuma kamu mengatakan patahan seperti itu tapi, di mataku kamu itu sudah menghianati pernikahan kita. Sakit, namun karena aku dulu juga menyakiti hati Ratna jadi aku anggap ini semua sebagai karma atas perbuatanku di masa lalu.”Risa melanjutkan langkahnya menuju kamar, jika perdebatan dengan Yandi diteruskan yang ada dia akan bersedih lagi gara-gara merasa bersalah kembali atas dosa yang dia lakukan di masa lalu.Jujur saja saat ini dia menyesal merebut Yandi dari Ratna. Andai saja hari itu dia mendengarkan hati kecilnya untuk berhenti dan tidak melanjutkan hubungan dengan suami orang, Risa yakin ini tidak akan pernha terjadi padanya.Dulu Risa tidak takut hal ini terjadi ,tapi sekarang dia sangat ingin memutar waktu dan tidak mau memulai hubungan apapun dengan Yandi.***Yandi hanya bisa menembus ke