“Eh, tumben mampir? Biasanya ngejek …” sindir seorang wanita begitu Kendra menginjakkan kakinya di sebuah warung. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung banyak orang. Tidak terlalu ke sudut desa, tapi tak terlihat jika tak masuk ke jalan setapak yang terhubung dengan ladang karet.Disitulah tempat selama ini Kardi menjalankan bisnis haramnya. Dan disini pula Kendra datang dan duduk untuk menghilangkan rasa sakit dan suntuk yang kini menyelimuti hatinya pasca menemukan sprei di kamar mandi.“Bukan urusanmu dan tolong menyingkir!” bentak Kendra, mendorong lengan wanita berpakaian minim tersebut agar menyingkir dari hadapannya.Wanita itu mencebik. Mendengus, kesal dengan Kendra yang bersikap sok jijik melihatnya.“Jangan begitu. Sikapmu sangat angkuh, seakan kau adalah laki-laki yang suci. Tapi, kau sama saja berengseknya dengan yang lain.” Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada begitu Kendra menoleh. “Oops, salah. Bukan berengsek saja. Tapi bodoh karena membuang sebu
Rendi memaksakan diri untuk membuka mata agar Naya tak terusik dengan suara ponsel yang sedari tadi berdering di nakas. Berat rasanya membuka mata, maka lebih berat melepaskan Naya dari pelukannya. Tidak lama, hanya beberapa detik untuk mengambil ponsel di nakas dan kembali memeluk begitu sudah berada di tangannya."Herni," gumam Rendi. Menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Sebelum berucap, "ada apa? Tidakkah tahu ini tengah malam? Ini waktunya untuk istirahat bukan untuk mengganggu istirahat orang lain. Tidakkah …""Mas, aku sangat merindukanmu," potong Herni dengan suara yang berat dan lirih. "Aku tidak sanggup tanpamu, Mas. Baru satu hari jauh darimu aku sudah seperti orang gila seperti ini. Aku rindu, Mas. Sepi, nggak ada kamu disini. Aku tidur sendiri dan rasanya tidak enak sama sekali. Bisakah kamu pulang, Mas?" Sedikit menangis agar pintu hati Rendi terketuk dan merasa iba padanya."Nanti kita bicarakan ini. Dan tadi aku sudah katakan padamu, untuk dua ha
"Mas," sapa Naya, begitu ia sudah rapi. Siap turun ke bawah untuk menikmati sarapan bersama Rendi. Tapi, Rendi malah berdiri di balkon dengan menatap taman kota yang ada di hadapannya.Naya melihat tatapan Rendi kosong. Seakan tak ada apapun disana. Seakan hanya raga Rendi yang kini ada di dekatnya, tapi tidak dengan pikirannya."Apa yang sedang kamu pikirkan? Sampai-sampai tidak mendengar aku menyerukan namamu. Apakah ada yang salah dariku?" tutur Naya pelan, tanpa berani menyentuh Rendi.Padahal selama mereka sudah utuh menjadi pasangan suami istri, Naya takkan mampu menolak pesona lengan Rendi yang keras itu. Pastilah ia akan memeluk dan bersandar disana.Namun, pagi ini justru berbeda. Ia tak tertarik sama sekali, terlebih lagisetelah mendengar Rendi berbicara panjang lebar dengan Herni. Dan memang ketika panggilan berakhir Rendi menutupnya dengan paksa tanpa menunggu Herni berbicara lagi. Tapi, ketegasan yang dilakukan Rendi membuat Naya berpikir kalau sang suami menyesal melaku
"Ken, aku ….""Cukup!! Jangan lagi membuat masalah, Ra! Kenakan pakaianmu dengan baik dan berkemas lah. Aku akan membawamu pulang!" Ayahnya Aira memotong. Tidak lagi menerima segala alasan yang keluar dari mulut Aira.Laki-laki itu malu dengan kelakuan Aira yang tidak bisa menjaga harga dirinya meskipun sudah menikah. Padahal ia berharap dugaannya selama ini salah. Pun benar, ia benar-benar berharap pernikahan Aira dengan Kendra bisa membawa perubahan. Tapi, nyatanya pernikahan Aira justru mengungkap segala kelakuannya."Ta-tapi, Ayah!""Tidak ada tapi-tapian. Anak kurang ajar sepertimu tidak layak untuk dibela sama sekali. Cepat berkemas atau kau pun tidak diterima di rumahku!!" ancamnya. Menatap tajam kepada Aira, yang tergugu atas ucapannya. Tapi, ia tak peduli sama sekali."Oh, ya, Lisa mana. Kami datang kesini untuk menjemput Lisa," susul ibunya Aira. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari keberadaan Lisa.Mendengar pertanyaan wanita paruh baya tersebut, Kendra dan Lisa
Naya mengulas senyum. Berusaha berjalan dengan baik karena ini baru pertama kali baginya mengenakan heels lima sentimeter. Tak nyaman sebenarnya, tapi ia juga tidak ingin membuat Rendi kecewa sehingga tetap berusaha menjaga keseimbangan agar tak terjatuh..Namun, itu semua tak lama karena Rendi sudah menggandeng tangannya. Menuntun berjalan keluar dari salon, sehingga mereka menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berpapasan dengan mereka.“Mas, kita mau kemana?” tanya Naya, tak sanggup lagi menahan rasa penasarannya karena malam ini ia dibuat tampil sempurna bak seorang ratu dari negeri dongeng. Begitupun dengan Rendi, Naya tak mampu berkedip melihat ketampanan yang suaminya miliki karena Rendi menghilangkan rambut halus yang menghiasi wajahnya.“Kita jalan sekarang agar kamu bisa melihat kemana kita akan pergi.” Rendi meraih tangan Naya dan menggenggamnya. Mencium punggung tangan Naya yang kini terasa dingin. Meskipun sudah menjalani beberapa malam bersama Rendi, tetap saja ia g
Dan sesuai dengan rencana yang telah tersusun, setelah makan siang Rendi memutuskan untuk berbaring sejenak. Melepas penat setelah menyelesaikan banyak kejutan untuk Naya. Kini rasanya ia ingin tidur hingga esok hari, tapi sayangnya jadwal ke kantor polisi pukul delapan pagi. Sekitar pukul sebelas siang ada beberapa barang yang akan masuk ke tokonya.“Kasus itu,” gumam Rendi. Membuka kembali matanya, menatap Naya yang baru saja datang dari parkiran. Mengantarkan beberapa barang yang tak lagi diperlukan.“Mas, nggak jadi tidur?” Naya mendekat dan duduk di tepi ranjang. “Harus tidur pakai …..”“Tidak, Sayang.” Rendi meneguk ludahnya. Mendorong bongkahan pahit yang kini mengganjal di tenggorokannya. “Aku ….”“Ada apa, Mas? Apakah ada hal buruk yang terjadi?” Naya mengejar. Ia cukup ketakutan saat ini karena melihat air wajah Rendi yang tegang. Sangat jelas ada hal buruk yang ingin dikatakan, tapi rasanya tak bisa.Bimbang antara mengatakan atau tidak. Tapi, tidak ada pilihan lain selain
Herni tertegun. Dengan sikap Rendi yang kian hari kian tak tersentuh. Semakin hari semakin jauh, meskipun Rendi masih ada di dekatnya. Tapi rasanya ia dan Rendi kini telah terhalang dinding yang begitu besar dan tinggi."Ingat? Bagian mana yang harus aku ingat, Mas?" tanya Herni dalam hati. Menatap fotonya bersama Rendi dan kedua anaknya. Sungguh begitu sempurna jika hanya dilihat, tanpa tahu bagaimana awal pernikahan itu terjadi. Tanpa tahu kalau Kendra dan Lily bukan anak kandung sang kepala keluarga.Dan ketika semua kenangan itu berputar di kepalanya, Herni baru ingat. Tepatnya sangat-sangat ingat ada banyak ajakan Rendi yang ia abaikan. Jangankan menerima ajakan Rendi, Herni tak pernah serius mendengar apa yang dikatakan padanya. Padahal semua ajakan itu, telah dirancang dengan sempurna sebuah kejutan yang diyakini Rendi bisa membuat Herni mengenang hingga akhir hayatnya."Awal kami menikah?" Herni terduduk di depan pintu. "Sebulan kami menikah?" Nanar sudah tatapan Herni menatap
Di malam pulangnya Naya dan Rendi."Mau apalagi? Mau bagaimana lagi?" Kendra bertanya kepada dirinya sendiri. Menatap cermin lemari yang ada di hadapannya.Ingin rasanya ia marah dan mencaci diri sendiri setelah melihat takdir seperti apa yang ia pilih. Takdir yang kini membuatnya hancur menjadi kepingan yang terkecil. Hilang, musnah, melebur menjadi debu yang terbang dibawa angin.Kendra menghela nafas panjang. Ingin ia melupakan dan berdamai dengan keadaan, tapi tak sanggup karena Naya masih berada di dekatnya."Bu, aku ingin bicara." Kendra langsung duduk di samping sang ibu, yang sedang duduk di ruang tamu. Menunggu kepulangan Rendi dan Naya, yang katanya akan pulang.Herni memutar bola matanya. "Apa? Kalau kamu mau membicarakan hal yang akan membuat ibu marah dan sejenisnya, lebih baik jangan! Mengerti?"Malas rasanya kini harus banyak bicara. Entah dengan Kendra ataupun siapa, karena Herni sibuk memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Lily sudah enggan balik dan Kendra sudah mem
Kakeknya Ratna mengangkat satu tangannya, meminta Ratna dan Doni untuk diam. Menyerahkan semuanya kepada dirinya sebagai bentuk bukti bahwasanya dia mampu dan sanggup menerima Doni sebagai suaminya Ratna dan mengakhiri segala penderitaan yang selama ini telah dirasakannya."Kami memiliki rumah yang tak jauh dari sini. Jika berkenan silahkan mampir untuk bersilaturahmi. Dan asal kamu tahu, cucuku ini tinggal di sini bukan karena rumah ini merupakan tempat satu-satunya yang bisa mereka tinggali. Namun Ratna memilih angkat kaki dari rumah karena aku tidak merestui hubungannya dengan Doni yang lumpuh.Karena besarnya cinta yang dimiliki Ratna dia rela membuangku dan meninggalkan rumah mewahnya hanya membawa beberapa barang serta kendaraan saja untuk mengangkut seluruh keluarganya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena Ratna keras dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat sama sekali. Seharusnya sebagai orang yang memiliki tahta yang lebih tinggi daripada kalian akulah yang melaran
"Kesempatan kedua, apakah tadi kamu bertemu dengan kakek?" Doni menoleh ke arah Ratna yang kini duduk di sampingnya.Ratna menganggukan kepalanya. "Tepat di depan gang rumah kakek menghadang jalanku dan memohon agar memberitahu di mana kita tinggal. Aku rasa itu hanya bualan kakek semata, aku tidak yakin dia tidak mengetahui di mana kita. Jika kakek sudah sampai di sana itu artinya dia sudah mengetahui kalau di sinilah kita tinggal untuk sementara waktu.""Kenapa kamu tidak mau memberi kesempatan kepada kakek sedangkan dia melakukan ini semua demi kebaikan kamu? Wajar jika kakek ingin memberikan hal yang sempurna padamu dan memintaku menjauh semua semata-mata beliau lakukan pasti karena menyayangi kamu dan tidak ingin kamu susah di masa depan nanti.""Aku tahu itu tapi, rasanya aku belum bisa menerima hal tersebut karena aku tidak pernah menuntut kamu untuk menjaga laki-laki sempurna ketika mendampingiku. Kakek seharusnya mengetahui bahwasanya aku ini sangat mencintaimu jadi sangatlah
"Hai apa kabar saudara kembarku?" sapa Danis mendekati Doni. Dia tidak tahan tidak mencari tahu siapa sosok dua anak kecil yang kini berada di depan saudara kembarnya itu.Doni yang sedang sibuk memperhatikan kedua anaknya menoleh ke arah pintu masuk. bBetapa dia terkejut mendapati keberadaan Danis di sana. Dia tidak menemukan kata untuk membalas sapaan Danis karena benar-benar tidak menyangka Danis bisa menemukan keberadaannya hanya dalam kurun waktu satu malam saja.Danis semakin mendekat dan berkacak pinggang tepat di samping Doni."Aku tidak perlu bertanya siapa mereka karena dari wajah dan semua yang ada pada mereka sangatlah mirip dengan kita berdua. Aku curiga mereka merupakan anakku bukan anakmu karena …""Jangan coba-coba mengacaukan rumah tanggaku dan Ratna. Karena istriku berbeda dengan Ajeng. Dia tidak mudah melakukan hubungan dengan pria manapun, buktinya hingga detik ini, meskipun aku sudah lama menghilang dia masih sendiri . Mencari keberadaanku, tidak ada sedikitpun n
Ratna bersimpuh di hadapan Doni dan menatap kedua anaknya secara bergantian. "Terkadang bukan hanya kesempurnaan yang merupakan sebuah kebahagiaan melainkan kebersamaan. Apapun kekuranganmu asalkan kita selalu berkumpul bersama rasanya itu bukanlah sebuah masalah dan aku yakin keberadaan kami bisa mendorongmu untuk sembuh. Tidak ada penyakit di dunia ini yang tidak bisa disembuhkan aku yakin Tuhan bisa memberikan itu semua untukmu. Asalkan kita mau berusaha dan berdoa lebih kuat lagi," tuturnya menenangkan hati Doni yang sempat ingin mundur.Memiliki istri yang begitu cantik dan sempurna tentu saja menghadirkan rasa rendah diri di hati Doni, terlebih lagi kedua buah hatinya yang begitu cantik dan tampan, sangat menggemaskan.Doni hanya mengangguk pelan menerima semangat dari sang istri dia berharap Tuhan menjabah doa Ratna agar dia bisa bekerja seperti dulu menafkahi istri dan anak-anaknya."Kamu tahu Mas, diantara barang-barang ini masih ada barang-barangmu. Aku tidak pernah mengusik
Risa juga tidak mengenal siapa sosok Ajeng yang dipertanyakan Danis kepadanya. Sebagai orang yang belum pernah bertemu dengan Ajeng tentu saja Danis mempercayai segala perkataan Risa, dia juga tidak mungkin mengatakan bahwasanya Ajeng itu merupakan selingkuhan Yandi yang baru sehingga dia menyerah dan berhenti mencari keberadaan istri dari adiknya tersebut padahal dia sudah sangat merindukan sang buah hati.Meskipun kini Danis sudah menikah dengan asisten rumah tangganya sendiri dan sudah memiliki buah hati yang baru tetap saja dia masih membutuhkan Rafki. Dia masih merindukan sosok anak yang lebih dahulu dia miliki bersama Ajeng, meskipun Rafki terlahir karena hubungan di luar nikah tetap saja Rafki itu merupakan darah dagingnya sendiri."Jadi sekarang kamu ingin menuntut balasan atas semua yang Mama berikan kepadamu? Kamu menuntut kasih sayang begitu?" Ibunya Doni tertawa. "Kalau memang itu yang kamu inginkan tolong kembalikan segala fasilitas yang telah kamu nikmati selama ini, tol
"Kamu yakin dengan ini semua?" Doni menahan pergelangan tangan Ratna, mencegah istrinya itu untuk turun dari mobil. Meskipun Ratna sudah kokoh dengan pendiriannya, tapi tetap saja Doni merasa rendah diri. Takut sang kakek malah berpikir bahwasanya dia berusaha kembali mendekat dan meracuni pikiran Ratna agar bisa menampung hidupnya yang kini tak lagi sempurna.Ratna menarik kedua sudut bibirnya, menganggukan kepala. Hatinya telah mantap untuk melangkah, membawa Doni menuju masa depan yang lebih baik. Dia tidak peduli dengan siapapun nantinya. Entah itu sang kakek atau bahkan semua orang di dunia ini mencegah mereka untuk menjadi pasangan suami istri kembali..Ratna tidak peduli karena di matanya Doni merupakan satu-satunya tumpuan hidup untuk mendampinginya dalam membesarkan kedua buah hati mereka."Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan mereka semua. Sama seperti mereka yang tidak peduli dengan perasaan kita. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas. Semuanya akan baik-baik saja dan per
Egois. Begitulah penilaian Ratna terhadap keluarganya maupun keluarga Doni. Jadi untuk apa lagi mereka memiliki keluarga jika seperti itu kenyataannya. Sumpah demi apapun, Ratna tidak bisa memaafkan sang kakek..Ini kali kedua menorehkan luka di hatinya hanya karena Doni tidak bisa berjalan. Sang kakek mengatakan bahwasanya sampai detik ini belum memiliki informasi apapun tentang keberadaan Doni. Nyatanya sang kakek sudah meminta Doni untuk menjauhinya dan tidak mencoba untuk mencari keberadaannya lagi. Seperti inikah cara manusia berpikir? Sang kakek meminta Doni menjauh karena dia sudah lumpuh. Kedua orang tua Doni memintanya menjauh karena merasa dia hanyalah seorang gadis desa yang tidak memiliki apa-apa, sungguh kenyataan yang begitu miris tapi, begitulah adanya."Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Mas. Apa yang akan kamu lakukan dan apa yang harus aku lakukan untuk rumah tangga kita? Jika meminta berpisah maaf aku tidak bisa," tutur Ratna pada Doni yang tengah memeluk Alya. G
"Tidak, ini tadi Mami kelilipan nyamuk makanya seperti ini.""Ooo." bibir mungil Alya membulat sempurna, dia juga menganggukan kepalanya hingga rambutnya yang sedang berdiri, di kepang dua ikut bergerak.Ratna mengusap pipi Alya. "Kamu benar-benar anak yang manis dan perhatian," ucapnya memaksakan senyuman agar Alya tak khawatir padanya. "Kamu persis seperti ayahmu. Pria yang begitu baik dan lembut. Tuhan bolehkah aku menuntutMu sekarang, mempertemukan kami dengannya?" sambung Ratna dalam hati.Tujuan mereka datang ke lapangan bola tersebut untuk melihat wahana permainan tapi, nyatanya malah membuat kedua buah hatinya merasa iri melihat anak-anak yang lain didampingi kedua orang tuanya. Ingin rasanya Ratna berteriak menuntut keadilan untuk dirinya dan kedua buah hatinya agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna."Mami mau itu!" seru Bima tanpa menunggu Ratna terlebih dahulu, dia langsung berlari menuju ke arah penjual mainan. Bocah laki-laki tersebut sangat tert
“Itu tuduhan!” Bantah Yandi, meskipun benar apa yang istrinya itu katakan tapi, dia tidak ingin mengakui secara jujur bahwasanya tuduhan yang diajukan Risa merupakan sebuah kenyataan.“Percuma kamu mengatakan patahan seperti itu tapi, di mataku kamu itu sudah menghianati pernikahan kita. Sakit, namun karena aku dulu juga menyakiti hati Ratna jadi aku anggap ini semua sebagai karma atas perbuatanku di masa lalu.”Risa melanjutkan langkahnya menuju kamar, jika perdebatan dengan Yandi diteruskan yang ada dia akan bersedih lagi gara-gara merasa bersalah kembali atas dosa yang dia lakukan di masa lalu.Jujur saja saat ini dia menyesal merebut Yandi dari Ratna. Andai saja hari itu dia mendengarkan hati kecilnya untuk berhenti dan tidak melanjutkan hubungan dengan suami orang, Risa yakin ini tidak akan pernha terjadi padanya.Dulu Risa tidak takut hal ini terjadi ,tapi sekarang dia sangat ingin memutar waktu dan tidak mau memulai hubungan apapun dengan Yandi.***Yandi hanya bisa menembus ke