Herni tertegun. Dengan sikap Rendi yang kian hari kian tak tersentuh. Semakin hari semakin jauh, meskipun Rendi masih ada di dekatnya. Tapi rasanya ia dan Rendi kini telah terhalang dinding yang begitu besar dan tinggi."Ingat? Bagian mana yang harus aku ingat, Mas?" tanya Herni dalam hati. Menatap fotonya bersama Rendi dan kedua anaknya. Sungguh begitu sempurna jika hanya dilihat, tanpa tahu bagaimana awal pernikahan itu terjadi. Tanpa tahu kalau Kendra dan Lily bukan anak kandung sang kepala keluarga.Dan ketika semua kenangan itu berputar di kepalanya, Herni baru ingat. Tepatnya sangat-sangat ingat ada banyak ajakan Rendi yang ia abaikan. Jangankan menerima ajakan Rendi, Herni tak pernah serius mendengar apa yang dikatakan padanya. Padahal semua ajakan itu, telah dirancang dengan sempurna sebuah kejutan yang diyakini Rendi bisa membuat Herni mengenang hingga akhir hayatnya."Awal kami menikah?" Herni terduduk di depan pintu. "Sebulan kami menikah?" Nanar sudah tatapan Herni menatap
Di malam pulangnya Naya dan Rendi."Mau apalagi? Mau bagaimana lagi?" Kendra bertanya kepada dirinya sendiri. Menatap cermin lemari yang ada di hadapannya.Ingin rasanya ia marah dan mencaci diri sendiri setelah melihat takdir seperti apa yang ia pilih. Takdir yang kini membuatnya hancur menjadi kepingan yang terkecil. Hilang, musnah, melebur menjadi debu yang terbang dibawa angin.Kendra menghela nafas panjang. Ingin ia melupakan dan berdamai dengan keadaan, tapi tak sanggup karena Naya masih berada di dekatnya."Bu, aku ingin bicara." Kendra langsung duduk di samping sang ibu, yang sedang duduk di ruang tamu. Menunggu kepulangan Rendi dan Naya, yang katanya akan pulang.Herni memutar bola matanya. "Apa? Kalau kamu mau membicarakan hal yang akan membuat ibu marah dan sejenisnya, lebih baik jangan! Mengerti?"Malas rasanya kini harus banyak bicara. Entah dengan Kendra ataupun siapa, karena Herni sibuk memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Lily sudah enggan balik dan Kendra sudah mem
"Kamu mau ikut aku ke toko, atau pulang, Nay?" Rendi langsung mengajukan pertanyaan begitu mereka berada di persimpangan antara jalan pulang dan menuju toko.Sebelum membawa Naya ke suatu tempat, Rendi harus memastikan terlebih dahulu kemana arah dan tujuan Naya.Naya menoleh. "Aku ikut ke toko saja, Mas. Buat hilangin suntuk." Menghela nafas panjang. "Tapi, nanti aku baliknya duluan. Mau masak sama mampir dulu di rumah ibu." Tuturnya."Baiklah. Tapi, kalau kamu terlalu lelah jangan paksakan, ya. Kamu cukup istirahat saja nanti di rumah. Pulang nanti aku juga yang akan mengantarkanmu."Naya yang ingin membantah ucapan Rendi, batal melakukannya karena Rendi telah membungkam mulutnya dengan jari telunjuknya."Demi kebaikanmu, maka aku tidak akan merasa repot sama sekali."Naya menarik kedua sudut bibirnya. "Kenapa kamu selalu saja bisa menebak apa yang ingin aku katakan, Mas?""Emm … jawabannya sangat mudah." Rendi menggenggam tangan Naya. "Kamu adalah istriku. Jadi semua yang ada padam
"Aku akan bantu Ibu untuk menyingkirkan Naya dari rumah tangga kalian. Tapi, setelah itu Ibu harus menyatukan kembali aku dan Kendra. Tidak tahu bagaimana caranya, yang penting aku ingin itu."Naya meremas kuat besi yang menjadi pagar pembatas balkon. Ketika kata-kata Aira yang tak sengaja ia dengar menggema. Melengking di indra pendengarannya, mengusik segala saraf yang ia miliki dan mensugesti dirinya agar lebih kuat untuk menjalani hidupnya yang baru."Hanya Aira?" Naya tersenyum tipis. Aira? Harusnya nama itu bukanlah masalah baginya karena sang ayah jauh … lebih kejam daripada Aira. Sang ayah lebih tak punya hati dan hidupnya sudah keras dan menderita sejak ia dilahirkan ke dunia. Jadi, Aira bukanlah masalah yang harus ditakuti apalagi di tangisi."Kita lihat, Ra, Her. Siapa yang akan hilang dari hidupnya mas Rendi." Gumamnya. Semakin erat mencengkram besi yang ada di tangannya."Apa yang kamu lihat? Sampai ini digenggam begitu kuat." Rendi memeluk Naya dari belakang dan menggeng
"Pria itu mengangguk. "Saya bisa dipecat kalau Ibu naik.""Saya akan bunuh kamu kalau berani melarang." Herni mengacungkan jari telunjuknya ke depan wajah karyawannya itu.Ancaman yang rasanya tak mungkin dilakukan Herni, tapi tetap saja pria itu membiarkan agar Herni melihat dan sakit hati. Karena itulah tujuannya, berlagak melarang padahal sebenarnya ia ingin Herni dan Rendi ribut."Syukur-syukur cerai," ledeknya dalam hati. Menuruni satu persatu anak tangga.***Di atas tangga sana Herni mengusap dadanya. Mencari kekuatan demi melihat apakah benar yang dikatakan Rendi padanya waktu itu merupakan sebuah kejujuran."Aku yakin tidak lebih dari lima menit. Aku yakin waktu itu hanya suara desahannya saja agar aku panas. Dasar laki-laki lemah!" umpatnya dalam hati. Berdiri di belakang pintu dan mengintip di celahnya. Memastikan apakah benar Rendi lebih dari lima menit seperti yang pria itu sombongkan.Sedikit menahan sakit dihatinya, Herni mulai menghitung. Berapa lama waktu yang dibutuh
"Kamu yakin mau di rumah sendirian?"Entah yang keberapa kalinya Rendi menanyakan hal tersebut kepada Naya, yang sudah rapi dengan dress selutut biru langit yang membungkus tubuh rampingnya. Rambutnya yang masih lembab dibiarkan terurai."Iya, aku mau masak. Mau beresin kamar ini juga. Lagian, aku nggak sendiri, Mas. Ada yang kerja juga kan?" Menyerahkan sehelai kemeja batik kepada Rendi."Justru itu aku ingin memastikan apakah kamu benar-benar ingin di rumah. Kalau tidak ada orang mungkin aku tidak perlu khawatir seperti ini."Naya mengulas senyum. Kini sadar kemana arah pembicaraannya dengan sang suami. Beberapa tukang masih mengerjakan kamar utama, tentu saja menghadirkan rasa khawatir yang cukup besar di hati Rendi. Sang istri ditinggalkan bersama beberapa orang pria tentu saja rasanya agak berat. Meskipun Rendi tahu baik Naya maupun para tukang tidak akan berbuat yang aneh-aneh."Kamu tidak perlu khawatir seperti itu. Percayalah, aku pasti akan baik-baik saja. Lagipula mereka jug
Meskipun memiliki status sebagai keluarga dekat Naya, tetap saja Rendi tidak ingin terlalu dekat dengan Ayana. Karena perasaan Naya lebih diutamakan saat ini."Aku mau bertemu dengan Naya. Bisakah kamu memintaku untuk bertemu dengannya?" Ayana menatap Rendi dengan tatapan penuh harap. Entah berharap bisa bertemu dengan keponakannya, atau bisa pergi bersama Rendi.Rendi mengangguk. "Tentu saja."Senyuman pun terukir di bibir Ayana. Senang Rendi mau mengantarkannya untuk bertemu dengan Naya."Tapi, sebelum kesana kita selesaikan ini semua. Kasihan mbak Adel terlalu lama menunggu." Menyerahkan nota pembelian kepada Ayana.Ayana merengut. Meraih nota dari Rendi dan membuka Mbanking. Ia segera mengirim uang sesuai dengan jumlah yang tertera di sana."Sama keluarga sendiri kamu masih saja takut, Mas." Ayana memperlihatkan bukti transfer kepada Rendi. "Nggak boleh gitu sebenarnya.""Boleh-boleh saja. Justru aku harus waspada melakukan transaksi dengan saudara sendiri. Karena belum lama ini a
Rasanya tidak ingin percaya dengan semua yang dikatakan Naya. Tapi, begitu adanya. Kakak yang selama ini dicari Ayana, telah terbaring berselimutkan tanah. Semua luka yang ia alami, sudah dibayar sang kakak dengan hidup menderita bersama Tio, pria yang selama ini ia anggap pria baik-baik dan pasti hidupnya lebih bahagia jika bersama Tio dibandingkan Herman."Disini, ibuku meregang nyawa." Naya menunjuk langit-langit kamar. Tempat terakhir kali ia menemukan sang ibu. "Dan rumah ini, saksi bisu bagaimana Tio memukul ibuku. Setiap saat, setiap waktu. Dan kamu tahu, bukan cuma raga ibuku yang disakiti, tapi hatinya juga. Tio, meminta uang padaku untuk membeli wanita."Ayana menatap nanar pada Naya. Dadanya bergemuruh, mendengar bagaimana hidup yang dialami sang kakak. Masih mending dirinya yang hanya tak diacuhkan dan dianggap Herman sebagai istri. Dan hanya menganggap sebagai mesin pembuat keturunan. Tapi, sayangnya kejadian nahas waktu itu membuat Ayana takkan mungkin bisa memiliki ketu
Kakeknya Ratna mengangkat satu tangannya, meminta Ratna dan Doni untuk diam. Menyerahkan semuanya kepada dirinya sebagai bentuk bukti bahwasanya dia mampu dan sanggup menerima Doni sebagai suaminya Ratna dan mengakhiri segala penderitaan yang selama ini telah dirasakannya."Kami memiliki rumah yang tak jauh dari sini. Jika berkenan silahkan mampir untuk bersilaturahmi. Dan asal kamu tahu, cucuku ini tinggal di sini bukan karena rumah ini merupakan tempat satu-satunya yang bisa mereka tinggali. Namun Ratna memilih angkat kaki dari rumah karena aku tidak merestui hubungannya dengan Doni yang lumpuh.Karena besarnya cinta yang dimiliki Ratna dia rela membuangku dan meninggalkan rumah mewahnya hanya membawa beberapa barang serta kendaraan saja untuk mengangkut seluruh keluarganya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena Ratna keras dengan keputusannya dan tidak bisa diganggu gugat sama sekali. Seharusnya sebagai orang yang memiliki tahta yang lebih tinggi daripada kalian akulah yang melaran
"Kesempatan kedua, apakah tadi kamu bertemu dengan kakek?" Doni menoleh ke arah Ratna yang kini duduk di sampingnya.Ratna menganggukan kepalanya. "Tepat di depan gang rumah kakek menghadang jalanku dan memohon agar memberitahu di mana kita tinggal. Aku rasa itu hanya bualan kakek semata, aku tidak yakin dia tidak mengetahui di mana kita. Jika kakek sudah sampai di sana itu artinya dia sudah mengetahui kalau di sinilah kita tinggal untuk sementara waktu.""Kenapa kamu tidak mau memberi kesempatan kepada kakek sedangkan dia melakukan ini semua demi kebaikan kamu? Wajar jika kakek ingin memberikan hal yang sempurna padamu dan memintaku menjauh semua semata-mata beliau lakukan pasti karena menyayangi kamu dan tidak ingin kamu susah di masa depan nanti.""Aku tahu itu tapi, rasanya aku belum bisa menerima hal tersebut karena aku tidak pernah menuntut kamu untuk menjaga laki-laki sempurna ketika mendampingiku. Kakek seharusnya mengetahui bahwasanya aku ini sangat mencintaimu jadi sangatlah
"Hai apa kabar saudara kembarku?" sapa Danis mendekati Doni. Dia tidak tahan tidak mencari tahu siapa sosok dua anak kecil yang kini berada di depan saudara kembarnya itu.Doni yang sedang sibuk memperhatikan kedua anaknya menoleh ke arah pintu masuk. bBetapa dia terkejut mendapati keberadaan Danis di sana. Dia tidak menemukan kata untuk membalas sapaan Danis karena benar-benar tidak menyangka Danis bisa menemukan keberadaannya hanya dalam kurun waktu satu malam saja.Danis semakin mendekat dan berkacak pinggang tepat di samping Doni."Aku tidak perlu bertanya siapa mereka karena dari wajah dan semua yang ada pada mereka sangatlah mirip dengan kita berdua. Aku curiga mereka merupakan anakku bukan anakmu karena …""Jangan coba-coba mengacaukan rumah tanggaku dan Ratna. Karena istriku berbeda dengan Ajeng. Dia tidak mudah melakukan hubungan dengan pria manapun, buktinya hingga detik ini, meskipun aku sudah lama menghilang dia masih sendiri . Mencari keberadaanku, tidak ada sedikitpun n
Ratna bersimpuh di hadapan Doni dan menatap kedua anaknya secara bergantian. "Terkadang bukan hanya kesempurnaan yang merupakan sebuah kebahagiaan melainkan kebersamaan. Apapun kekuranganmu asalkan kita selalu berkumpul bersama rasanya itu bukanlah sebuah masalah dan aku yakin keberadaan kami bisa mendorongmu untuk sembuh. Tidak ada penyakit di dunia ini yang tidak bisa disembuhkan aku yakin Tuhan bisa memberikan itu semua untukmu. Asalkan kita mau berusaha dan berdoa lebih kuat lagi," tuturnya menenangkan hati Doni yang sempat ingin mundur.Memiliki istri yang begitu cantik dan sempurna tentu saja menghadirkan rasa rendah diri di hati Doni, terlebih lagi kedua buah hatinya yang begitu cantik dan tampan, sangat menggemaskan.Doni hanya mengangguk pelan menerima semangat dari sang istri dia berharap Tuhan menjabah doa Ratna agar dia bisa bekerja seperti dulu menafkahi istri dan anak-anaknya."Kamu tahu Mas, diantara barang-barang ini masih ada barang-barangmu. Aku tidak pernah mengusik
Risa juga tidak mengenal siapa sosok Ajeng yang dipertanyakan Danis kepadanya. Sebagai orang yang belum pernah bertemu dengan Ajeng tentu saja Danis mempercayai segala perkataan Risa, dia juga tidak mungkin mengatakan bahwasanya Ajeng itu merupakan selingkuhan Yandi yang baru sehingga dia menyerah dan berhenti mencari keberadaan istri dari adiknya tersebut padahal dia sudah sangat merindukan sang buah hati.Meskipun kini Danis sudah menikah dengan asisten rumah tangganya sendiri dan sudah memiliki buah hati yang baru tetap saja dia masih membutuhkan Rafki. Dia masih merindukan sosok anak yang lebih dahulu dia miliki bersama Ajeng, meskipun Rafki terlahir karena hubungan di luar nikah tetap saja Rafki itu merupakan darah dagingnya sendiri."Jadi sekarang kamu ingin menuntut balasan atas semua yang Mama berikan kepadamu? Kamu menuntut kasih sayang begitu?" Ibunya Doni tertawa. "Kalau memang itu yang kamu inginkan tolong kembalikan segala fasilitas yang telah kamu nikmati selama ini, tol
"Kamu yakin dengan ini semua?" Doni menahan pergelangan tangan Ratna, mencegah istrinya itu untuk turun dari mobil. Meskipun Ratna sudah kokoh dengan pendiriannya, tapi tetap saja Doni merasa rendah diri. Takut sang kakek malah berpikir bahwasanya dia berusaha kembali mendekat dan meracuni pikiran Ratna agar bisa menampung hidupnya yang kini tak lagi sempurna.Ratna menarik kedua sudut bibirnya, menganggukan kepala. Hatinya telah mantap untuk melangkah, membawa Doni menuju masa depan yang lebih baik. Dia tidak peduli dengan siapapun nantinya. Entah itu sang kakek atau bahkan semua orang di dunia ini mencegah mereka untuk menjadi pasangan suami istri kembali..Ratna tidak peduli karena di matanya Doni merupakan satu-satunya tumpuan hidup untuk mendampinginya dalam membesarkan kedua buah hati mereka."Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan mereka semua. Sama seperti mereka yang tidak peduli dengan perasaan kita. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Mas. Semuanya akan baik-baik saja dan per
Egois. Begitulah penilaian Ratna terhadap keluarganya maupun keluarga Doni. Jadi untuk apa lagi mereka memiliki keluarga jika seperti itu kenyataannya. Sumpah demi apapun, Ratna tidak bisa memaafkan sang kakek..Ini kali kedua menorehkan luka di hatinya hanya karena Doni tidak bisa berjalan. Sang kakek mengatakan bahwasanya sampai detik ini belum memiliki informasi apapun tentang keberadaan Doni. Nyatanya sang kakek sudah meminta Doni untuk menjauhinya dan tidak mencoba untuk mencari keberadaannya lagi. Seperti inikah cara manusia berpikir? Sang kakek meminta Doni menjauh karena dia sudah lumpuh. Kedua orang tua Doni memintanya menjauh karena merasa dia hanyalah seorang gadis desa yang tidak memiliki apa-apa, sungguh kenyataan yang begitu miris tapi, begitulah adanya."Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, Mas. Apa yang akan kamu lakukan dan apa yang harus aku lakukan untuk rumah tangga kita? Jika meminta berpisah maaf aku tidak bisa," tutur Ratna pada Doni yang tengah memeluk Alya. G
"Tidak, ini tadi Mami kelilipan nyamuk makanya seperti ini.""Ooo." bibir mungil Alya membulat sempurna, dia juga menganggukan kepalanya hingga rambutnya yang sedang berdiri, di kepang dua ikut bergerak.Ratna mengusap pipi Alya. "Kamu benar-benar anak yang manis dan perhatian," ucapnya memaksakan senyuman agar Alya tak khawatir padanya. "Kamu persis seperti ayahmu. Pria yang begitu baik dan lembut. Tuhan bolehkah aku menuntutMu sekarang, mempertemukan kami dengannya?" sambung Ratna dalam hati.Tujuan mereka datang ke lapangan bola tersebut untuk melihat wahana permainan tapi, nyatanya malah membuat kedua buah hatinya merasa iri melihat anak-anak yang lain didampingi kedua orang tuanya. Ingin rasanya Ratna berteriak menuntut keadilan untuk dirinya dan kedua buah hatinya agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna."Mami mau itu!" seru Bima tanpa menunggu Ratna terlebih dahulu, dia langsung berlari menuju ke arah penjual mainan. Bocah laki-laki tersebut sangat tert
“Itu tuduhan!” Bantah Yandi, meskipun benar apa yang istrinya itu katakan tapi, dia tidak ingin mengakui secara jujur bahwasanya tuduhan yang diajukan Risa merupakan sebuah kenyataan.“Percuma kamu mengatakan patahan seperti itu tapi, di mataku kamu itu sudah menghianati pernikahan kita. Sakit, namun karena aku dulu juga menyakiti hati Ratna jadi aku anggap ini semua sebagai karma atas perbuatanku di masa lalu.”Risa melanjutkan langkahnya menuju kamar, jika perdebatan dengan Yandi diteruskan yang ada dia akan bersedih lagi gara-gara merasa bersalah kembali atas dosa yang dia lakukan di masa lalu.Jujur saja saat ini dia menyesal merebut Yandi dari Ratna. Andai saja hari itu dia mendengarkan hati kecilnya untuk berhenti dan tidak melanjutkan hubungan dengan suami orang, Risa yakin ini tidak akan pernha terjadi padanya.Dulu Risa tidak takut hal ini terjadi ,tapi sekarang dia sangat ingin memutar waktu dan tidak mau memulai hubungan apapun dengan Yandi.***Yandi hanya bisa menembus ke