"Jadi seperti ini rasanya berada di dalam kamarmu, Sayang?" ucap seorang pria yang sedang bergumul di bawah selimut dengan seorang wanita. Beberapa kali, jarinya aktif menjelajahi tubuh wanita yang sudah tidak berbusana itu."Kalau begini, aku tidak keberatan kalau suami, dan anak perempuanmu tinggal di apartemen setiap hari karena aku jadi bisa bersamamu seperti ini.""Kamu jangan gila, Rain! Udah untung satpam di depan nggak curiga, waktu kamu di dalem mobilku!" Arumi menyahut kesal, setelah mendengar perkataan Rain.Ketika Arumi pulang dari apartemen Alan, tiba-tiba Rain menelponnya, dan menanyakan keberadaan Arumi. Awalnya Arumi berbohong, dan menjawab sedang berada di rumah. Namun, saat sayup-sayup dia mendengar suara klakson mobil yang saling bersahutan, Rain tahu jika Arumi sudah berbohong badannya.Rain pun terus merajuk, agar mereka bertemu. Namun, Arumi yang mempertimbangkan keadaan Kenan kemudian memilih untuk menjemput Rain ke apartemennya, dan membawa laki-laki itu ke dal
Keesokan Harinya .... "Papa, Kak Kanaya!" Saat Alan, dan Kanaya baru saja masuk ke dalam rumah, setelah semalaman mereka menginap di apartemen, tiba-tiba Kenan menghambur memeluk keduanya erat. "Kak Kanaya, Papa, Kenan kangen. Kenapa kalian pergi-pergi terus ninggalin Kenan sih!" gerutu bocah itu, disertai raut wajah kecut. Alan, dan Kanaya pun saling berpandangan canggung. Sama canggungnya, seperti saat kemarin Arumi meninggalkan keduanya di apartemen. Setelah Arumi pergi, Kanaya buru-buru menyelesaikan makan siangnya. Lalu, masuk ke dalam kamar, dan hanya keluar saat Alan memintanya untuk makan malam. Saat makan malam pun Kanaya tak banyak bicara, hanya menjawab seperlunya pertanyaan Alan, kemudian buru-buru menyelesaikan makan malam itu, dan masuk ke dalam kamar sampai pagi. Keesokan paginya, tak lama setelah bangun, Kanaya mengajak Alan pulang, dan menolak ajakan Alan untuk sarapan terlebih dulu. Gadis itu, memang sangat kentara sedang menjaga jarak dengan Alan. Bahka
"Bu Arumi, kenapa Anda malah menampar saya ....?" tanya Chyntia, sembari memegang pipi kanannya yang baru saja ditampar keras oleh Arumi. Beberapa pengunjung cafe pun kini tampak memerhatikan keduanya."Apa? Kamu mau ngomong apa, hah? Kamu nggak trima sama tamparanku? Atau tamparan itu kurang?"Di saat itulah, seorang laki-laki mendekat pada Arumi. "Nyonya, sebaiknya kalau Anda mau bertengkar, jangan di sini. Saya tidak mau, pengunjung di cafe ini terganggu," ujar seorang pria yang kemungkinan adalah seorang manager cafe tersebut."Maaf, saya akan bicara di luar." Arumi menjawab, sembari mencengkram tangan Chyntia, kemudian menarik tangan wanita itu keluar dari cafe. Lalu, menyuruh masuk ke dalam mobilnya."Bu Arumi, kenapa Anda malah menampar saya? Bukankah seharusnya Anda berterima kasih pada saya karena sudah memberi tahu tentang perselingkuhan Pak Alan?" tanya Chyntia kembali, dengan sorot mata penuh tanda tanya, ketika keduanya sudah masuk ke dalam mobil Arumi. Chyntia memang mas
Kanaya berdiri di balkon kamar, menatap beberapa ranting pohon, dan dedaunan yang jatuh karena hujan kemarin.Tukang kebun di rumah tersebut, memang sedang sakit. Jadi, banyak ranting, dan daun berguguran, yang belum dibersihkan. Hari ini, sebenarnya cukup cerah, tidak seperti hari kemarin. Namun, cuaca hari ini sangat kontras dengan apa yang dirasakan oleh Kanaya."Hujan selalu menjadi saksi semua kisah cinta yang kualami, sejak memulai kisah ini, dan sampai hari kemarin saat semuanya ingin kuakhiri. Aku tidak akan memaksakan keadaan untuk tetap memiliki, karena kadang kita pun harus tahu kapan waktunya untuk berhenti. Aku mundur karena aku sadar, terus maju pun percuma."Kalimat sendu itu terucap dari bibir Kanaya. Jujur saja, dadanya terasa sesak. Siang ini, dia sudah mengambil keputusan tentang hubungannya dengan Alan, dan Kanaya harap, Alan mau menepati janjinya untuk menghormati keputusan Kanaya, asalkan gadis itu mau pulang ke rumah.Kanaya pun sadar. Setelah apa yang terjadi a
"Kenan ngomong apa sih? Kenan nggak boleh ngomong gitu loh sama Mama.""Emang Mama jahat kok, Kak. Kak Kanaya nggak tahu aja kalo ...."Kenan menghentikan perkataannya, membuat kening Kanaya mengernyit. Hari ini, tingkah Kenan benar-benar terlihat aneh. Apalagi, anak itu kini tampak menundukkan kepala, disertai raut sendu di wajah.Kenan menatap ponselnya sejenak. Ada keinginan untuk memberi tahu tentang apa yang dilakukan Arumi, yang dia dokumentasikan di ponselnya. Namun, Kenan takut, sekaligus ragu. Kenan belum memiliki keberanian untuk melakukan itu."Kenan, kamu sebenarnya kenapa sih?" tanya Kanaya cemas dengan perubahan sikap adiknya yang begitu drastis itu."Kak Naya, Kenan nggak mau ngomongin Mama lagi. Kenan nggak suka sama Mama. Soalnya Mama jahat!"Kenan berkata dengan lirih, sembari menundukkan kepala. Namun, entah mengapa, raut wajah polos Kenan, membuatnya Kanaya kali ini bukannya marah, tapi justru iba.Dalam ucapan, ataupun sorot mata anak itu, Kenan terlihat jujur men
"Siapa yang ngomong kaya gitu?" tanya Alan, ketika sedang membantu Kenan untuk mandi."Temen Mama pokoknya deh. Kenan juga nggak tau siapa. Baru pernah liat orang itu.""Paling temen Mama lagi becanda. Kenan itu anak Papa. Papa yang temenin Kenan di perut Mama, Papa yang temenin Mama waktu ngelahirin Kenan, Papa juga yang bantuin Mama jagain Kenan dari Kenan bayi sampe sekarang."Kenan pun memeluk Alan begitu erat. Tanpa Alan tahu, raut wajah anak itu kini terlihat begitu sendu. "Kenan sayang sama Papa. Jangan pernah tinggalin Kenan ya, Pa.""Kamu ngomong apa sih? Papa nggak mungkin tinggalin Kenan," sahut Alan sembari mengelus kepala Kenan."Sekarang mandi dulu ya. Abis mandi, kita makan malem. Kak Kanaya lagi masak di bawah."Kenan pun mengangguk, lalu melepaskan pelukannya dari tubuh Alan. Setelah itu, dia mulai menyikat gigi."Papa mandiin aja ya, kamu baru sakit. Nggak boleh mandi lama-lama."Alan pun mengambil waslap lalu mencucinya dengan sabun, dan mulai menyeka tubuh Kenan.
Alan bergegas keluar dari kamarnya, menuju ke kamar Kenan. Namun, ketika Alan membuka pintu kamar tersebut, tampak Kenan audah terkantuk-kantuk. Sedangkan Kanaya, masih membacakan buku cerita.Beberapa saat lalu, setelah selesai makan malam, Kenan memang sudah meminum obat. Mungkin, efek dari obat tersebut mulai bekerja, hingga membuat Kenan sudah mulai didera rasa kantuk.Saat melihat sosok Alan yang masuk, seketika Kanaya pun merasa gugup. Dia cemas jika Alan kembali mengungkit hubungan mereka. Kanaya bingung harus berbuat apa. Apalagi, di rumah tersebut tak ada Arumi. Kanaya yakin, sikap Alan pasti kian tak terkontrol. "Kenan udah tidur ya?" tanya Alan, saat sudah berdiri di dekat tempat tidur Kenan, dan melihat kelopak mata anak itu sudah tertutup. Kanaya pun mengangguk. "Udah, Pa." "Ya udah Papa keluar dulu."Alan pun membalikkan tubuh, lalu keluar dari kamar tersebut. Meskipun sebenarnya Alan kecewa, terpaksa malam ini dia harus mengurungkan niatnya untuk berbicara dengan Ken
Pak Leo pun mengangkat wajah. Lelaki itu, tampak mengernyitkan kening sembari menatap Arumi lekat."Nanti, kita bicara saat sudah sampai saja."Pak Leo pun mengangguk, disertai raut wajah datar. Lalu, Arumi kembali ke tempat duduknya, meninggalkan Pak Leo yang masih menatapnya penuh tanda tanya.Sebagai seorang lelaki dewasa, dia sebenarnya cukup paham dengan apa yang dikatakan oleh Arumi. Namun, dia tak menyangka jika Arumi akan bersikap seperti itu. Karena selama ini, yang terjalin antara dirinya, dan Arumi, benar-benar hubungan bisnis semata, tidak lebih.Akan tetapi, Pak Leo belum mau mengambil kesimpulan lebih lanjut. Dia pun kembali larut dalam pekerjaannya. Lelaki itu memang dikenal sebagai seorang pekerja keras. Dia tak mau membuang waktu, meskipun saat ini sedang dalam perjalanan di pesawat.Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih enam setengah jam, akhirnya rombongan mereka pun tiba di Shanghai, salah satu kota yang menjadi destinasi wisata di Cina.Shanghai, juga ko
Chyntia saat ini duduk di dalam ruang kerja Alan. Wanita itu tampak sudah tak sabar menunggu kedatangan bosnya. Di saat itulah tiba-tiba ponselnya berbunyi.'Ibu Arumi?' batin Chyntia saat melihat nama Arumi di layar ponselnya. Dia kemudian mengangkat panggilan telepon tersebut.[Halo Chyntia, apa kau sudah mengundurkan diri?][Tentu saja belum, Bu Arumi. Suami Anda saja sedang belum datang ke kantor] jawab Chyntia, sembari memainkan rambutnya. Chyntia memang menyetujui permintaan Arumi, untuk keluar dari perusahaan milik suaminya, setelah mereka selesai bertransaksi.[Tidak ada di kantor? Pasti dia sedang bersama wanita simpanannya itu!]Arumi menggerutu kesal, di ujung sambungan telepon.[Kalau masalah itu, bukan urusan saya, Ibu Arumi. Karena tugas saya hanya menutup mulut tentang hubungan Anda dengan Tuan Leo. Iya kan?][Diam! Jangan keras-keras! Kalau begitu kau tunggu saja sampai suamiku datang. Lalu cepat pergi secepatnya! Pergilah keluar kota sejauh mungkin.][Iya, baik Ibu A
Senja mulai merayap di langit ketika Kanaya melangkah keluar dari gedung kampusnya. Rambut panjangnya yang terurai, sedikit berantakan setelah seharian berkutat kegiatan ospek yang melelahkan."Kanaya ...!" Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang memanggilnya.Kanaya, dan beberapa orang temannya pun menghentikan langkah."Naya, kami pulang dulu ya," pamit teman-teman Kanaya, saat seorang kakak angkatan sudah berdiri di depan mereka."Jangan, temani aku dulu!" pinta Kanaya, tapi mereka tampak terkekeh sembari melambaikan tangan, seolah sedang meledek dan tak bergeming dengan permintaan Kanaya."Naya, pulangnya aku antar ya.""Nggak usah aku udah dijemput Papa di depan. Aku pulang dulu ya, Kak Arga."Kanaya buru-buru berpamitan, tak peduli dengan Arga yang hendak mencegahnya. Namun, Kanaya sudah berlari ke arah sebuah mobil yang terparkir di depan gerbang kampus.Mobil mewah berwarna hitam mengkilap itu tampak sudah menunggu, sejak beberapa saat lalu. Kanaya menatap mobil itu s
"Jadi, Papa mikir kalo Kenan itu ...?"Belum sempat Kanaya menyelesaikan perkataannya, Alan sudah mengangguk."Pa, Papa nggak boleh ambil kesimpulan secepat itu. Mungkin saja, laki-laki itu berharap agar Papa, dan Mama berpisah. Jadi, dia sudah mempengaruhi Kenan, dengan mengatakan jika Kenan itu putranya."Alan terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Kanaya dengan akal sehatnya, dan memang benar. Apa yang dikatakan oleh Kanaya itu, memang cukup masuk akal."Kamu bener, Naya. Mungkin dia berkata seperti itu, untuk mendekati, sekaligus juga mempengaruhi Kenan."Kanaya pun mengangguk, meskipun di dalam hatinya kini mulai dipenuhi tanda tanya tentang jati diri Kenan. Namun, Kanaya tahu, Alan sangat menyayangi Kenan. Dia tak mau membuat hal tersebut mengganggu pikiran Alan. Apalagi, raut wajah sendu yang beberapa saat lalu tergambar di wajah Alan, kini perlahan mulai memudar. Berganti binar ceria di wajah."Pa, udah malem jangan terlalu banyak berpikir sesuatu hal yang nggak penting"
"Kenapa kamu diem, Mas? Ini bener kamu, 'kan?"Meskipun diselimuti kepanikan, takut jika Arumi tahu yang menjadi simpanannya adalah Kanaya. Namun, Alan tetap mendekat pada Arumi. "Ya, itu memang aku. Kau keberatan?""Aku istri kamu, Mas. Dan kamu berselingkuh di belakangku. Sekarang katakan siapa wanita itu? Siapa yang menjadi selingkuhanmu?"Mendengar perkataan Arumi, Alan pun cukup merasa lega. Itu artinya, dia tak tahu siapa wanita yang sedang berciuman dengannya."Kau pikir, aku bodoh, Arumi? Kau juga melakukan hal yang sama di belakangku, bukan? Kau sengaja mematikan CCTV di rumah ini, ketika aku sedang tidak berada di rumah untuk memasukkan laki-laki lain, 'kan?"Arumi seketika tergagap, dan hal tersebut tertangkap jelas oleh netra Alan, dan membuat laki-laki itu terkekeh."Ck, lihat dirimu sendiri? Kau yang sebenarnya memulai terlebih dulu, 'kan? Jadi, nggak usah berlagak sebagai korban, Arumi!""Jangan menuduhku sembarangan, Mas. Coba perlihatkan bukti kalau aku berselingkuh?"
[Ibu Arumi, kalau kau ingin tahu lebih jelasnya, siapa yang saat ini menjadi simpanan Pak Alan. Lebih baik, Anda secepatnya menyediakan uang 10 miliar seperti yang saya minta.]Sebuah chat dari Chyntia yang masuk ke ponsel Arumi pun seketika membuatnya kian memanas berselimut amarah."Dasar brengs*k! Chyntia memang kurang ajar! Di saat kaya gini dia malah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Awas kau Chyntia. Suatu saat nanti, aku pasti akan membalasmu!"Boby menggelengkan kepala sembari berdecak kesal. "Daripada kerjaan lo kesel mulu sama Chyntia. Lebih baik persiapin diri lo buat pergi ke Puncak."Arumi hanya menghembuskan napas panjang. "Aku mau pulang ke rumah sekarang," sahut Arumi, sembari bangkit dari atas sofa. Lalu, keluar dari unit apartemen Boby."Dasar wanita seribu masalah. Doa lu ke orang tua kayaknya banyak deh, sampe hidup lo ribet mulu!" gerutu Boby.****Beberapa saat kemudian, Arumi sudah sampai di rumah, dan mendapati Alan belum pulang ke rumah tersebut, dan Ar
Chyntia tersenyum penuh kemenangan melihat video mesra Alan, dan Kanaya. Sebenarnya bukan untuk pertama kali mereka melakukan itu di ruang kerja Alan.Akan tetapi, saat pertama mereka melakukan hal tersebut di atas sofa, posisi kamara perekam itu tertutup sandaran tangan pada sofa sehingga tak terlihat dengan jelas."Mampus kau, Arumi. Kau tak hanya kehilangan suami. Tapi juga akan kehilangan banyak uang."Chyntia pun terkekeh. Lalu kembali fokus dengan pekerjaannya, seolah tak tahu apa yang terjadi antara Kanaya dengan Alan.****Sementara itu di dalam private room, Alan yang membopong tubuh Kanaya, kemudian merebahkan tubuh itu ke atas ranjang.Setelah itu, Alan memeluk dan meremas kuat payudara Kanaya yang membuat gadis itu tersentak, dan tubuhnya melengkung menerima serangan tiba-tiba dari Alan.Alan kemudian membalikkan tubuh Kanaya, lalu melumat bibir mungil yang seakan menjadi candu baginya. Tangan Alan tak tinggal diam, tangan itu kini bergerak lincah masuk ke bawah pakaian Ka
"Ada apa, Arumi?" pekik Boby ketika Arumi masuk ke dalam unit apartemennya dengan begitu tergesa-gesa, disertai gurat panik di wajah.Akan tetapi, Arumi tak lekas menjawab. Wanita itu tampak mendudukan tubuh di sofa, sembari mengelus perutnya yang masih rata, dan mulai terasa tidak nyaman. Mungkin, Arumi terlalu banyak berpikir, hingga akhirnya sedikit berdampak pada kehamilannya."Kenapa? Perut lo sakit?" tanya Boby panik melihat gelagat Arumi."Nggak, cuma nggak enak aja.""Lo lagi hamil, lebih baik jaga kesehatan kandungan lo deh. Nggak usah kebanyakan mikir yang berat-berat. Sini gue pijitin kaki lo."Boby mengangkat kaki Arumi ke atas sofa. Lalu memijit kaki Arumi. Sikap Boby tersebut, sebenarnya sudah biasa Boby lakukan jika Arumi mengeluh kelelahan, dan belum sempat pergi ke spa. "Hidup lo dibikin rileks aja kenapa sih, Arumi? Sekali-kali lo diem, hidup nyaman di rumah. Emang lo mau bayi lo kenapa-kenapa kalo terus-terusan gini?"Arumi menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, Bob
Arumi memelototkan mata pada Chyntia, yang saat ini tersenyum kecut padanya. Seolah mengisyaratkan jika dia bisa membalas balik apa yang dilakukan oleh Arumi."Kenapa Bu Arumi melihat saya seperti itu?"Arumi mengamati sekeliling, lalu menarik tangan Chyntia, menuju ke area tangga darurat yang sepi."Apa-apaan sih? Lepas!" protes Chyntia, sembari menghempaskan genggaman tangan Arumi di lengannya."Pelankan suaramu, Chyntia! Apa kau mau reputasi suamiku hancur akibat fitnah darimu itu? Asal kamu tahu, Mas Alan sangat setia padaku.Chyntia pun terkekeh. "Memang itu kenyataannya. Pak Alan, punya wanita simpanan di luar sana. Anda pikir saya tidak tahu jika rumah tangga Bu Arumi, dan Pak Alan saat ini juga sedang tidak baik-baik saja?""Bohong! Kamu jangan memfitnah, dan mengada-ada. Suamiku nggak punya simpanan, dan rumah tangga kami dalam keadaan baik-baik saja!" bentak Arumi balik, disertai tatapan yang kian tajam. Arumi memang sangat yakin jika Alan tak memiliki hubungan dengan wanit
Kanaya mencoba memejamkan mata. Namun, mata itu sepertinya enggan untuk mengatup rapat.Rasanya memang sangat sulit terlelap saat kepingan hatinya sedang berserakan. Sekuat apapun Kanaya berusaha terlelap, reaksi tubuhnya seakan menolak. Seluruh panca indranya pun terasa begitu peka.Ingatannya tak bisa lepas dari percakapannya dengan Arumi beberapa saat lalu. Dengan gamblang, Arumi mengatakan jika anak yang ada di dalam kandungannya, memang bukan anak dari Alan. Namun, anak dari lelaki yang Kanaya lihat di ponsel Kenan.Jujur saja, Kanaya lega, sekaligus menghargai kejujuran Arumi. Namun, di sisi lain, Kanaya juga cemas jika Arumi tahu hubungan yang sebenarnya antara dia, dan Alan, pasti Kanaya akan menjadi sosok yang paling dibenci oleh Arumi. Padahal, dalam lubuk hati terdalamnya, Kanaya juga sangat menyayangi Arumi.Kanaya juga merutuki dirinya sendiri yang tadi cukup terbawa suasana, dengan begitu lancang menanyakan ayah kandung dari bayi yang dikandung oleh Arumi, dan di luar du