Tanpa pikir panjang, Arumi pun bergegas keluar dari rumah tersebut, meninggalkan Kenan yang hanya menatapnya dengan tatapan tanda tanya. Bocah itu, sebenarnya ingin berteriak, memanggil Arumi. Namun, tenaganya belum sepenuhnya pulih. "Bi, apa Mama mau pergi lagi?" tanya Kenan pada Bi Asih, sembari menatap sendu pada sosok Arumi yang baru saja keluar dari rumah tersebut. "Mamanya Tuan Kenan ada urusan sebentar, nanti juga pulang." Bi Asih sebenarnya merasa sedih melihat anak laki-laki itu, yang kerap kali kurang mendapat kasih sayang, terutama dari Arumi. Namun, dia tak bisa banyak berkata. Kehidupan orang kaya, memang tak sesederhana kaum menengah ke bawah seperti dirinya. "Bi, boleh minta tolong teleponin Kak Naya sama Papa nggak? Hari ini, Kenan belum ketemu sama Kak Naya.""Boleh tapi Tuan Kenan minum obat dulu ya!"Bocah itu pun mengangguk patuh, lalu meminum obat yang diberikan oleh Bi Asih."Sekarang, Bi Asih telepon Kak Naya ya!" pinta Kenan, sembari menatap Bi Asih penuh p
"Kanaya ...?" Amarah Arumi yang begitu membara, seketika sirna melihat Kanaya yang berdiri di depannya. "Mama, ada apa, Ma?" Kanaya sebenarnya cukup gugup dengan kedatangan Arumi. Namun, sebisa mungkin dia bersikap tenang, agar Arumi tak curiga."Kanaya, ka-kamu?" Bergegas Arumi mengambil ponselnya, lalu mencocokkan pakaian foto wanita yang dikirimkan oleh nomer tak dikenal yang menghubunginya, dan pakaian pada foto tersebut, sama dengan yang digunakan oleh Kanaya.Melihat tingkah aneh Arumi, sebenarnya Kanaya begitu takut, dan cemas. Namun, sebisa mungkin dia terus mengendalikan dirinya. "Ada apa, Arumi? Kenapa kamu di sini?" Suara bariton Alan terdengar, di antara keheningan antara Arumi, dan Kanaya. Laki-laki itu, memang sengaja keluar dari apartemen, saat sayup-sayup mendengar suara Arumi, yang sangat dia kenali. "Mas, Kanaya, kalian?" Arumi mengernyitkan kening, sembari menunjuk suami, dan anak angkatnya."Tadi aku jemput Kanaya pas lagi main sama temen-temennya. Terus di j
"Jadi seperti ini rasanya berada di dalam kamarmu, Sayang?" ucap seorang pria yang sedang bergumul di bawah selimut dengan seorang wanita. Beberapa kali, jarinya aktif menjelajahi tubuh wanita yang sudah tidak berbusana itu."Kalau begini, aku tidak keberatan kalau suami, dan anak perempuanmu tinggal di apartemen setiap hari karena aku jadi bisa bersamamu seperti ini.""Kamu jangan gila, Rain! Udah untung satpam di depan nggak curiga, waktu kamu di dalem mobilku!" Arumi menyahut kesal, setelah mendengar perkataan Rain.Ketika Arumi pulang dari apartemen Alan, tiba-tiba Rain menelponnya, dan menanyakan keberadaan Arumi. Awalnya Arumi berbohong, dan menjawab sedang berada di rumah. Namun, saat sayup-sayup dia mendengar suara klakson mobil yang saling bersahutan, Rain tahu jika Arumi sudah berbohong badannya.Rain pun terus merajuk, agar mereka bertemu. Namun, Arumi yang mempertimbangkan keadaan Kenan kemudian memilih untuk menjemput Rain ke apartemennya, dan membawa laki-laki itu ke dal
Keesokan Harinya .... "Papa, Kak Kanaya!" Saat Alan, dan Kanaya baru saja masuk ke dalam rumah, setelah semalaman mereka menginap di apartemen, tiba-tiba Kenan menghambur memeluk keduanya erat. "Kak Kanaya, Papa, Kenan kangen. Kenapa kalian pergi-pergi terus ninggalin Kenan sih!" gerutu bocah itu, disertai raut wajah kecut. Alan, dan Kanaya pun saling berpandangan canggung. Sama canggungnya, seperti saat kemarin Arumi meninggalkan keduanya di apartemen. Setelah Arumi pergi, Kanaya buru-buru menyelesaikan makan siangnya. Lalu, masuk ke dalam kamar, dan hanya keluar saat Alan memintanya untuk makan malam. Saat makan malam pun Kanaya tak banyak bicara, hanya menjawab seperlunya pertanyaan Alan, kemudian buru-buru menyelesaikan makan malam itu, dan masuk ke dalam kamar sampai pagi. Keesokan paginya, tak lama setelah bangun, Kanaya mengajak Alan pulang, dan menolak ajakan Alan untuk sarapan terlebih dulu. Gadis itu, memang sangat kentara sedang menjaga jarak dengan Alan. Bahka
"Bu Arumi, kenapa Anda malah menampar saya ....?" tanya Chyntia, sembari memegang pipi kanannya yang baru saja ditampar keras oleh Arumi. Beberapa pengunjung cafe pun kini tampak memerhatikan keduanya."Apa? Kamu mau ngomong apa, hah? Kamu nggak trima sama tamparanku? Atau tamparan itu kurang?"Di saat itulah, seorang laki-laki mendekat pada Arumi. "Nyonya, sebaiknya kalau Anda mau bertengkar, jangan di sini. Saya tidak mau, pengunjung di cafe ini terganggu," ujar seorang pria yang kemungkinan adalah seorang manager cafe tersebut."Maaf, saya akan bicara di luar." Arumi menjawab, sembari mencengkram tangan Chyntia, kemudian menarik tangan wanita itu keluar dari cafe. Lalu, menyuruh masuk ke dalam mobilnya."Bu Arumi, kenapa Anda malah menampar saya? Bukankah seharusnya Anda berterima kasih pada saya karena sudah memberi tahu tentang perselingkuhan Pak Alan?" tanya Chyntia kembali, dengan sorot mata penuh tanda tanya, ketika keduanya sudah masuk ke dalam mobil Arumi. Chyntia memang mas
Kanaya berdiri di balkon kamar, menatap beberapa ranting pohon, dan dedaunan yang jatuh karena hujan kemarin.Tukang kebun di rumah tersebut, memang sedang sakit. Jadi, banyak ranting, dan daun berguguran, yang belum dibersihkan. Hari ini, sebenarnya cukup cerah, tidak seperti hari kemarin. Namun, cuaca hari ini sangat kontras dengan apa yang dirasakan oleh Kanaya."Hujan selalu menjadi saksi semua kisah cinta yang kualami, sejak memulai kisah ini, dan sampai hari kemarin saat semuanya ingin kuakhiri. Aku tidak akan memaksakan keadaan untuk tetap memiliki, karena kadang kita pun harus tahu kapan waktunya untuk berhenti. Aku mundur karena aku sadar, terus maju pun percuma."Kalimat sendu itu terucap dari bibir Kanaya. Jujur saja, dadanya terasa sesak. Siang ini, dia sudah mengambil keputusan tentang hubungannya dengan Alan, dan Kanaya harap, Alan mau menepati janjinya untuk menghormati keputusan Kanaya, asalkan gadis itu mau pulang ke rumah.Kanaya pun sadar. Setelah apa yang terjadi a
"Kenan ngomong apa sih? Kenan nggak boleh ngomong gitu loh sama Mama.""Emang Mama jahat kok, Kak. Kak Kanaya nggak tahu aja kalo ...."Kenan menghentikan perkataannya, membuat kening Kanaya mengernyit. Hari ini, tingkah Kenan benar-benar terlihat aneh. Apalagi, anak itu kini tampak menundukkan kepala, disertai raut sendu di wajah.Kenan menatap ponselnya sejenak. Ada keinginan untuk memberi tahu tentang apa yang dilakukan Arumi, yang dia dokumentasikan di ponselnya. Namun, Kenan takut, sekaligus ragu. Kenan belum memiliki keberanian untuk melakukan itu."Kenan, kamu sebenarnya kenapa sih?" tanya Kanaya cemas dengan perubahan sikap adiknya yang begitu drastis itu."Kak Naya, Kenan nggak mau ngomongin Mama lagi. Kenan nggak suka sama Mama. Soalnya Mama jahat!"Kenan berkata dengan lirih, sembari menundukkan kepala. Namun, entah mengapa, raut wajah polos Kenan, membuatnya Kanaya kali ini bukannya marah, tapi justru iba.Dalam ucapan, ataupun sorot mata anak itu, Kenan terlihat jujur men
"Siapa yang ngomong kaya gitu?" tanya Alan, ketika sedang membantu Kenan untuk mandi."Temen Mama pokoknya deh. Kenan juga nggak tau siapa. Baru pernah liat orang itu.""Paling temen Mama lagi becanda. Kenan itu anak Papa. Papa yang temenin Kenan di perut Mama, Papa yang temenin Mama waktu ngelahirin Kenan, Papa juga yang bantuin Mama jagain Kenan dari Kenan bayi sampe sekarang."Kenan pun memeluk Alan begitu erat. Tanpa Alan tahu, raut wajah anak itu kini terlihat begitu sendu. "Kenan sayang sama Papa. Jangan pernah tinggalin Kenan ya, Pa.""Kamu ngomong apa sih? Papa nggak mungkin tinggalin Kenan," sahut Alan sembari mengelus kepala Kenan."Sekarang mandi dulu ya. Abis mandi, kita makan malem. Kak Kanaya lagi masak di bawah."Kenan pun mengangguk, lalu melepaskan pelukannya dari tubuh Alan. Setelah itu, dia mulai menyikat gigi."Papa mandiin aja ya, kamu baru sakit. Nggak boleh mandi lama-lama."Alan pun mengambil waslap lalu mencucinya dengan sabun, dan mulai menyeka tubuh Kenan.
Di sisi lain ....Chyntia tampak mondar-mandir di depan meja kerjanya. Dia terlihat begitu resah. Usahanya untuk memata-matai Arumi belakangan ini, memang berhasil, dan sekarang dia sudah mendapat banyak bukti-bukti tentang kedekatan Arumi dengan Leo. Sebenarnya Chyntia berniat untuk memeras Arumi terlebih dulu. Namun, Arumi justru mengabaikannya. Bahkan mengancam melaporkan pencemaran nama baik.Saat ini, Arumi benar-benar merasa jumawa karena mendapat perlindungan dari Leo. Akhirnya Chyntia pun mengubah rencananya, dan berniat memberi tahu Alan tentang kebusukan istrinya.Akan tetapi, akhir-akhir ini, Alan sangat jarang masuk ke kantor. Kalaupun dia datang, hanya jika ada meeting atau pertemuan penting. Sedangkan, untuk laporan, atau hal lainnya dia biasanya meminta anak buahnya untuk mengirim via email.Email Alan yang digunakan pun bersifat publik. Sedangkan email pribadi Alan, Chyntia tak mengetahuinya. Yang membuat Chyntia geram adalah, Alan tak mau diganggu urusan pekerjaan,
Beberapa Hari Kemudian ....Alan menatap nanar pada ruang operasi yang ada di depan matanya. Sudah hampir 8 jam Kanaya menjalani operasi transplantasi hati. Namun belum ada tanda-tanda operasi tersebut akan berakhir.Setelah menjalani pemeriksaan, ternyata hati Kanaya cocok. Hal tersebut, tentunya membuat Oma Dahlia, merasa lega, tapi tidak dengan Alan.Sebelum operasi itu dilakukan, dia bahkan sudah mencarikan pembantu pribadi untuk Kanaya. Awalnya, Kanaya menolak, karena hal tersebut terlihat berlebihan. Namun, karena Alan terus memaksa, akhirnya Kanaya pun mengikuti perkataan Ayah angkat itu. Saat ini, pembantu pribadi Kanaya sedang Alan perintahkan untuk menjaga Kenan. Setelah Kanaya sadar, baru Alan memintanya untuk menemani Kanaya di rumah sakit. "Sabar Alan, yang tenang. Mama yakin, kalau Kanaya pasti akan baik-baik saja."Oma Dahlia yang awalnya sedang duduk di dekat ruang operasi, kini beranjak dari tempat duduknya. Lalu mendekat pada Alan, dan menepuk bahu laki-laki itu de
Senyum penuh kemenangan terukir di bibir Chyntia tatkala melihat beberapa foto yang dikirim salah seorang temannya ke ponsel yang saat ini dia genggam. Pagi ini, ketika baru saja bagun, Chyntia i bergegas mengecek ponselnya. Dia ingin mengetahui apakah ada perkembangan yang dilaporkan temannya, dan benar saja, saat dia membuka pesan yang masuk, temannya sudah mengirimkan beberapa foto, dan video.Pada salah satu foto tersebut, tampak Arumi yang saat itu terlihat terpukul, ketika sedang bermasalah dengan Rain. Sedangkan, salah satu lagi berupa video, tatkala Arumi baru saja keluar dari kamar Leo.Weekend pagi ini, Chyntia masih merebahkan tubuh malas-malasan di atas ranjang, dan berita indah ini sungguh membuat awal harinya terasa begitu menyenangkan. Meskipun, saat weekend, terasa ada yang kurang, yaitu dia tak bisa bertemu dengan Alan."Ternyata, kamu itu munafik, Arumi. Aku sudah menduga wanita sepertimu pasti hanya memanfaatkan semua laki-laki untuk kenyamananmu semata!"Chyntia t
"Beri jarak, jangan terlalu dekat. Di sini, banyak kru dan karyawan. Aku nggak mau mereka curiga. Kamu masuk dulu, biar aku mengalihkan perhatian mereka saat kamu masuk ke kamarku!" terang Leo, sebelum mereka turun dari mobil.Sebagai seorang laki-laki dewasa, tentunya dia mengerti apa maksud Arumi. Leo yang biasanya setia, kini akhirnya terpikat pada Arumi, yang sejak kemarin terus menggodanya.Arumi pun menganggukkan kepala. Setelah turun dari mobil, Arumi berjalan dengan begitu tergesa-gesa, menuju ke kamar Leo. Sedangkan Boby yang sudah tahu apa yang akan dilakukan Arumi, tampak berjalan dengan tenang menuju ke kamar Arumi, sembari mengalihkan atensi yang lain agar tidak melihat Arumi ketika masuk ke dalam kamar Leo.Entah mengapa, malam ini, Leo terlihat begitu menarik bagi Arumi. Laki-laki dengan postur tubuh tinggi disertai otot-otot kekarnya yang baru dia ketahui saat tadi siang masuk ke kamar lelaki itu, tampak sangat menarik perhatian Arumi.Sebenarnya suaminya jauh lebih ta
Alan begitu terkejut mendengar pertanyaan Oma Dahlia kali ini. Sungguh pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wanita itu, seakan menghujam jantungnya. Alan pun tak tahu, apa yang mendasari mertuanya, sampai menanyakan hal tersebut padanya. Apakah dia takut jika Alan akan meninggalkan Arumi? Atau, dia sudah memiliki firasat buruk jika dia memiliki wanita simpanan yang merupakan anak angkatnya sendiri.Alan menghela napas kaaar. Rasanya, sungguh ingin pergi menjauh, menghindar dari pertanyaan tersebut. Namun, tak mungkin. "Alan, jujur saja. Kamu tidak perlu ragu, Nak."Ketika Alan hendak membuka suaranya, tiba-tiba suara Kanaya pun terdengar."Oma, Papa. Opa sudah bisa dibawa ke ruang perawatan."Alan, dan Oma Dahlia pun tersentak, lalu menoleh pada gadis itu yang kini sudah berdiri tak jauh dari mereka."Oh sudah siap ya ruang perawatannya?" sahut Oma Dahlia canggung, tentunya dia tak ingin Kanaya mendengar percakapannya dengan Alan."Sudah Oma, ayo kita ke sana.""Tunggu Kanaya." Al
Alan pun reflek mendekat pada Kanaya. "Kanaya, jangan main-main kamu!""Siapa yang lagi main-main sih, Pa? Papa pikir, nyawa Opa itu permainan?"Kanaya kembali menoleh pada dokter yang berdiri di sampingnya. "Dokter, bisa nggak kita lakukan pemeriksaan sekarang?""Mari ikut saya!"Kanaya pun mengikuti dokter tersebut. Sedangkan Alan, dan Oma Dahlia, hanya bisa menatap pasrah gadis itu. Mencegah juga rasanya percuma, Kanaya pasti akan bersikeras melakukan semua itu.Alan pun mengusap wajahnya dengan kasar, lalu duduk di depan ruang emergency tersebut di samping Oma Dahlia. Ada kecemasan yang begitu mendalam yang dirasakan Alan. Kanaya masih muda, dan Alan tak ingin sesuatu terjadi pada gadis yang dia cintai itu."Kalaupun dia sampai livernya cocok, Mama yakin, dia pasti akan baik-baik saja. Kita akan merawat Kanaya sebaik mungkin.""Aku tahu, Ma. Resikonya memang tak seperti donor organ yang lain. Namun, tetap saja, aku merasa cemas.""Mama bisa ngerti gimana perasaan kamu sebagai oran
"Papa apa-apaan sih, kok malah ikutan ke kamar mandi!" protes Kanaya, sembari mengerucutkan bibir, tatkala Alan justru berjalan di belakangnya."Ya udah kalo gitu kita mandi bareng!""Apa?" sahut Kanaya, disertai mata yang membelalak lebar."Iya mandi bareng, Sayang. Kaya waktu di hotel, kamu mau 'kan?"Mau tak mau, Kanaya menyetujui permintaan Alan. Jika dia menolak pun Kanaya yakin Alan akan memaksa. Kanaya kemudian menganggukkan kepalan, disertai rona wajah yang memerah. Mereka baru saja menyelesaikan sesi bercintanya beberapa menit yang lalu, dan Alan meminta hal itu kembali.Tanpa aba-aba, Alan mengangkat tubuh Kanaya, lalu mereka masuk ke dalam kamar mandi. Dia kemudian menyalakan shower agar sensasinya terasa lebih nikmat.Kini, desahan dan erangan itu kembali terdengar secara bersamaan, seolah saling berlomba dengan suara gemercik air shower kamar mandi yang mendominasi ruangan berdinding marmer itu.Hentakan demi hentakan dari Alan, membuat Kanaya berulang kali berteriak. Era
"Kanaya, tolong katakan pada Oma. Apa yang sebenarnya terjadi?" cecar Oma Dahlia, disertai wajah yang memerah.Jujur saja, dia takut. Jika Kenan membenci Arumi, seperti yang sudah lama dia khawatirkan."Oma nggak ada apa-apa, Kenan cuma lagi kesel, Mama sering ninggalin dia. Oma percaya ya, sama Kanaya."Kenan hendak protes mendengar penjelasan Kanaya pada Oma Dahlia. Namun, saat Kenan hendak membuka suaranya, tiba-tiba ponsel Oma Dahlia berbunyi.Wanita paruh baya itu pun berjalan menjauh dari kedua cucunya, untuk mengangkat panggilan itu terlebih dulu.Sedangkan Kanaya, tampak menoleh pada Kenan sembari menatap mata bocah kecil itu lekat."Kenan, tolong jangan bilang kayak gitu dulu sama Oma. Kamu tahu 'kan, Opa lagi sakit. Apa Kenan mau kondisi Opa memburuk kalau sampai tahu hal ini?"Kenan menggelengkan kepalanya, lalu Kanaya mengusap rambut bagian atasnya."Nah itu namanya anak pintar. Kalau begitu, kita harus jaga rahasia ini dulu ya. Kita tunggu waktu yang tepat buat kasih tahu
"Tante Chyntia kenapa ketawa-ketawa sendiri gitu?" tanya Kanaya ketika baru keluar dari ruang kerja Alan.Mendengar suara Kanaya, Chyntia pun mengangkat wajah. Lalu, tersenyum dan pura-pura bersikap ramah pada Kanaya."Ini, habis liat film lucu."Bibir Kanaya pun membulat. "Oh, ya udah mulai kerja lagi ya, waktu istirahat udah abis, 'kan? Jangan ketawa-ketawa mulu, ntar jadi kuntilanak loh.""Iya Non Kanaya," jawab Chyntia, sembari tersenyum, dan menatap Kanaya yang berlalu dari hadapannya. Setelah Kanaya berjalan cukup jauh, Chyntia mengumpat kesal padanya."Sok bossy banget sih!"Kanaya sedikit melirik, dan melihat Chyntia bibirnya tampak sedang komat-kamit. Kanaya tahu, Chyntia pasti kesal padanya."Ck, dasar wanita gatel!" gumam Kanaya, sembari terus berjalan, menuju ke basement parkir.Setengah jam kemudian, Kanaya pun sudah sampai di rumah, dan mendapati Oma Dahlia saat ini tengah bermain bersama Kenan di ruang tengah."Kak Naya habis dari mana?" pekik Kenan, sembari berlari, d