Kanaya yang baru saja keluar dari kamar mandi begitu terkejut melihat Alan yang saat ini sudah ada di dalam kamarnya. Laki-laki itu, duduk di atas ranjang, disertai raut wajah yang terlihat sendu. Penampilannya juga cukup berantakan. Padahal, beberapa saat yang lalu, Alan masih terlihat sangat ceria.Tanpa penjelasan dari Alan, Kanaya paham, sesuatu pasti telah terjadi di antara Alan, dan Arumi. Perlahan, Kanaya pun berjalan mendekat."Jangan usir Papa, ya. Ijinin Papa di sini."Kanaya yang saat itu masih menggunakan bathrobe, menggelengkan kepala, kemudian duduk di atas tempat tidurnya. Dia tahu, saat ini pasti Arumi sudah pergi hingga Alan berani masuk ke dalam kamarnya.Setelah Kanaya duduk, Alan justru merebahkan tubuh, di atas tempat tidur, kemudian meletakkan kepalanya di atas paha Kanaya. Hal yang sudah sering kali Alan lakukan.Seperti biasanya, dia kemudian menyembunyikan wajahnya di perut Kanaya, dan lagi-lagi menghirup dalam aroma tubuh Kanaya yang baru saja selesai mandi.
Kelap-kelip remang lampu disco diiringi house music, tak membuat seorang wanita bergeming. Dia tetap duduk sembari menikmati minuman beralkohol yang ada di tangannya.Beberapa orang laki-laki hidung belang yang mendekat, diusir olehnya, yang terlihat cukup galak saat menghadapi mereka. Hingga tiba-tiba, seorang pemuda, duduk di sampingnya dengan tenang."Mba Arumi, kamu masih sama kaya dulu. Nggak berubah, kalo ada masalah, pasti larinya ke alkohol."Laki-laki itu mengambil gelas yang ada di tangan Arumi, lalu menaruhnya di atas meja. "Kamu lagi! Kenapa kamu seneng banget sih ikut campur masalahku. Kamu itu nambahin beban hidupku tau nggak!" bentak Arumi, dengan kilatan amarah pada sorot matanya. Meskipun saat ini Arumi dalam keadaan mabuk, dia cukup mengenali siapa laki-laki yang sedang duduk di sampingnya."Apa kamu kaya gini gara-gara aku?"Arumi pun mengangguk cepat. "Ya, kamu udah bikin hidupku kacau! Kamu udah bikin hidupku berantakan, dan juga dipenuhi ketakutan!""Kalau gitu,
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi Alan belum juga bisa tidur. Kini, dia dan Kanaya berada di dalam kamar Kenan. Mereka tak tega meninggalkan Kenan sendiri di kamar tersebut.Alan yang awalnya sedang mengutak-atik laptop, kini mengangkat kepala. Lalu menatap Kenan yang sudah terlelap di samping Kanaya. Bocah itu, kini terlihat tidur dengan tenang. Suhu tubuh Kenan sudah menurun, tak setinggi beberapa saat yang lalu. Alan kemudian bangkit dari sofa di kamar tersebut, lalu mendekat, dan duduk di sisi tempat tidur Kenan.Melihat wajah polos Kenan. Perasaan Alan begitu campur aduk. Pernikahannya dengan Arumi begitu rumit, dan sialnya kini dia justru main hati dengan seorang gadis yang merupakan anak angkatnya sendiri.Tangan Alan kemudian mengusap wajah cantik Kanaya dengan lembut. Kini, pikiran Alan, bahkan sudah melayang jauh, tentang hubungannya dengan Kanaya.Alan menyadari jika dia salah, telah menyakiti dua orang wanita terdekatnya. Namun, entah mengapa dia sama seka
"A-apa? Kenan sakit?"Alan tak menjawab, hanya mengembuskan napas berat. Sorot matanya masih menatap Arumi dengan tatapan tidak bersahabat. Namun, Arumi tak peduli dengan kemarahan Alan. "Sekarang di mana, Kenan?" sahut Arumi kembali, dengan enteng, seolah tak merasa bersalah, dan meminta maaf terlebih dulu, setelah apa yang dia lakukan tadi malam. Alan yang masih kesal, masih belum membuka suara, hanya menunjuk ke arah kamar Kenan. Lalu, Arumi bergegas menuju ke kamar putranya. Tanpa menghiraukan bagaimana perasaan Alan, yang masih kesal padanya.Alan yang melihat tingkah Arumi hanya menatap nyalang pada wanita itu. Entah mengapa, hati Alan kian jengah melihat tingkah Arumi. Bahkan, ketika Arumi memanggil namanya, Alan berpura-pura menulikan telinga, dan memilih pergi dari rumah tersebut untuk mencari Kanaya. Meskipun sebenarnya dia juga ingin melihat keadaan Kenan.Akan tetapi, Alan sedang tidak ingin berdekatan dengan Arumi. Melihat wanita itu, membuat mood Alan memburuk, setelah
Kanaya mengangkat wajah, dan melihat seorang pemuda yang kira-kira berusia 20 tahunan berdiri di depannya. Namun, belum sempat Kanaya memperbolehkan duduk, laki-laki itu sudah terlebih dulu duduk di depannya.Melihat sikap lancang lelaki itu, Kanaya menatapnya dengan tatapan tidak suka, dan dia justru tersenyum, seolah tak peduli dengan sorot mata tak bersahabat Kanaya. Bahkan, kini dia mengulurkan tangannya pada Kanaya."Kenalkan, namaku Gara. Nama kamu siapa?" Kanaya tak membalas uluran tangan itu, hanya menatapnya sembari tersenyum kecut. Namun, setelah detik demi detik berlalu, lelaki itu masih mengulurkan tangan.Kanaya yang merasa kasihan, akhirnya membalas uluran tangan itu. Meskipun terlihat malas."Kanaya.""Nama yang cantik, seperti orangnya.""Makasih," jawab Kanaya singkat, lalu mengutak-atik ponselnya kembali, masih mencari kost, atau kontrakan yang cocok. Apalagi, hari sudah beranjak siang. Kanaya tak ingin banyak membuang waktu. Kanaya tak peduli sosok yang saat ini d
Kanaya berusaha melepaskan ciuman itu, sembari mendorong dada Alan. "Udah cukup, Pa. Aku nggak mau lanjutin hubungan ini lagi!""Kalau gitu aku juga mau ikut ke manapun kamu pergi!"Kanaya menghela napas panjang, melihat tingkah Alan yang saat ini terlihat kekanak-kanakan sekali. Kanaya kesal, tapi entah kenapa dia justru kian merasa gemas dengan tingkah Alan."Pa, jangan kekanak-kanakan gitu deh! Papa harus mikirin gimana perasaan Mama sama Kenan. Aku nggak mau Kenan juga jadi korban."Alan kemudian menggenggam jemari Kanaya. "Kanaya, tolong beri Papa waktu buat menyelesaikan semuanya. Kamu mau 'kan nunggu Papa?""Nggak ada yang harus diselesaikan, Pa. Papa harus mempertahankan hubungan Papa sama Mama, dan akhiri hubungan ini!""Sekarang, Papa tanya sama kamu. Bagaimana sebenarnya perasaan kamu sama Papa?"Kanaya pun terdiam, hanya menundukkan wajah, diiringi tetes demi tetes butiran bening yang keluar dari sudut matanya. Sejujurnya, dia tak tahu harus menjawab apa. Bohong jika dia t
"Oh baiklah kalau begitu saya pamit dulu, Bi."Pembantu rumah tangga itu pun mengangguk. Lalu menutup pintu rumah, saat Chyntia berjalan keluar dari rumah tersebut."Kenapa Pak Alan berbohong? Apa yang sebenarnya terjadi?"Chyntia yang saat ini sudah masuk ke dalam mobilnya tampak termenung sejenak. Rasanya dia enggan pergi ke kantor, dan justru kian tertarik dengan kehidupan Alan.Satu minggu yang lalu, saat mereka ke Bandung, Alan justru datang bersama Kanaya, bukan Arumi, istrinya. Lalu sekarang, dia mendapati jika Alan berbohong padanya. Bahkan, kenyataan yang Chyntia lihat, sangat berbanding terbalik dengan apa yang diceritakan oleh Alan."Ada apa sebenarnya ini? Apa ini artinya, kalau hubungan Pak Alan, dan Bu Arumi tidak baik-baik saja? Ah, aku harus cari tahu, aku nggak mau buang-buang kesempatan di saat seperti ini."Chyntia pun tampak memutar otaknya, berusaha mencari alasan agar dia mengetahui keberadaan Alan."Sepertinya, aku punya ide bagus."Chyntia kemudian mengutak-ati
Kening Alan mengernyit, sebenarnya keberatan mendengar permintaan Chyntia. Namun, melihat keadaan Chyntia yang sedikit basah, dan terlihat cukup kedinginan, Alan merasa iba. Setelah terdiam sejenak, Alan pun menganggukkan kepala, menyetujui permintaan Chyntia. "Silahkan masuk, tapi maaf saya tidak bisa menerima tamu terlalu lama, karena saya mau istirahat.""Baik, Pak. Terima kasih banyak."Chyntia pun masuk ke dalam unit apartemen tersebut, dengan perasaan bahagia. Meskipun gelagat Alan menunjukkan jika dia tidak terlalu merespon baik, tapi Chyntia tak peduli. Dia hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin."Silahkan duduk, saya buatkan minuman hangat dulu.""Terima kasih, Pak Alan. Maaf sudah merepotkan."Alan tak menjawab ungkapan basa-basi dari Chyntia. Sebenarnya, dia pun enggan bersikap manis. Namun, Alan tak mau dianggap sebagai atasan yang berperasaan. Padahal Chyntia sudah berbaik hati mengantarkan proposal tersebut sampai ke apartemennya di saat cuaca seperti in
Di sisi lain ....Chyntia tampak mondar-mandir di depan meja kerjanya. Dia terlihat begitu resah. Usahanya untuk memata-matai Arumi belakangan ini, memang berhasil, dan sekarang dia sudah mendapat banyak bukti-bukti tentang kedekatan Arumi dengan Leo. Sebenarnya Chyntia berniat untuk memeras Arumi terlebih dulu. Namun, Arumi justru mengabaikannya. Bahkan mengancam melaporkan pencemaran nama baik.Saat ini, Arumi benar-benar merasa jumawa karena mendapat perlindungan dari Leo. Akhirnya Chyntia pun mengubah rencananya, dan berniat memberi tahu Alan tentang kebusukan istrinya.Akan tetapi, akhir-akhir ini, Alan sangat jarang masuk ke kantor. Kalaupun dia datang, hanya jika ada meeting atau pertemuan penting. Sedangkan, untuk laporan, atau hal lainnya dia biasanya meminta anak buahnya untuk mengirim via email.Email Alan yang digunakan pun bersifat publik. Sedangkan email pribadi Alan, Chyntia tak mengetahuinya. Yang membuat Chyntia geram adalah, Alan tak mau diganggu urusan pekerjaan,
Beberapa Hari Kemudian ....Alan menatap nanar pada ruang operasi yang ada di depan matanya. Sudah hampir 8 jam Kanaya menjalani operasi transplantasi hati. Namun belum ada tanda-tanda operasi tersebut akan berakhir.Setelah menjalani pemeriksaan, ternyata hati Kanaya cocok. Hal tersebut, tentunya membuat Oma Dahlia, merasa lega, tapi tidak dengan Alan.Sebelum operasi itu dilakukan, dia bahkan sudah mencarikan pembantu pribadi untuk Kanaya. Awalnya, Kanaya menolak, karena hal tersebut terlihat berlebihan. Namun, karena Alan terus memaksa, akhirnya Kanaya pun mengikuti perkataan Ayah angkat itu. Saat ini, pembantu pribadi Kanaya sedang Alan perintahkan untuk menjaga Kenan. Setelah Kanaya sadar, baru Alan memintanya untuk menemani Kanaya di rumah sakit. "Sabar Alan, yang tenang. Mama yakin, kalau Kanaya pasti akan baik-baik saja."Oma Dahlia yang awalnya sedang duduk di dekat ruang operasi, kini beranjak dari tempat duduknya. Lalu mendekat pada Alan, dan menepuk bahu laki-laki itu de
Senyum penuh kemenangan terukir di bibir Chyntia tatkala melihat beberapa foto yang dikirim salah seorang temannya ke ponsel yang saat ini dia genggam. Pagi ini, ketika baru saja bagun, Chyntia i bergegas mengecek ponselnya. Dia ingin mengetahui apakah ada perkembangan yang dilaporkan temannya, dan benar saja, saat dia membuka pesan yang masuk, temannya sudah mengirimkan beberapa foto, dan video.Pada salah satu foto tersebut, tampak Arumi yang saat itu terlihat terpukul, ketika sedang bermasalah dengan Rain. Sedangkan, salah satu lagi berupa video, tatkala Arumi baru saja keluar dari kamar Leo.Weekend pagi ini, Chyntia masih merebahkan tubuh malas-malasan di atas ranjang, dan berita indah ini sungguh membuat awal harinya terasa begitu menyenangkan. Meskipun, saat weekend, terasa ada yang kurang, yaitu dia tak bisa bertemu dengan Alan."Ternyata, kamu itu munafik, Arumi. Aku sudah menduga wanita sepertimu pasti hanya memanfaatkan semua laki-laki untuk kenyamananmu semata!"Chyntia t
"Beri jarak, jangan terlalu dekat. Di sini, banyak kru dan karyawan. Aku nggak mau mereka curiga. Kamu masuk dulu, biar aku mengalihkan perhatian mereka saat kamu masuk ke kamarku!" terang Leo, sebelum mereka turun dari mobil.Sebagai seorang laki-laki dewasa, tentunya dia mengerti apa maksud Arumi. Leo yang biasanya setia, kini akhirnya terpikat pada Arumi, yang sejak kemarin terus menggodanya.Arumi pun menganggukkan kepala. Setelah turun dari mobil, Arumi berjalan dengan begitu tergesa-gesa, menuju ke kamar Leo. Sedangkan Boby yang sudah tahu apa yang akan dilakukan Arumi, tampak berjalan dengan tenang menuju ke kamar Arumi, sembari mengalihkan atensi yang lain agar tidak melihat Arumi ketika masuk ke dalam kamar Leo.Entah mengapa, malam ini, Leo terlihat begitu menarik bagi Arumi. Laki-laki dengan postur tubuh tinggi disertai otot-otot kekarnya yang baru dia ketahui saat tadi siang masuk ke kamar lelaki itu, tampak sangat menarik perhatian Arumi.Sebenarnya suaminya jauh lebih ta
Alan begitu terkejut mendengar pertanyaan Oma Dahlia kali ini. Sungguh pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan wanita itu, seakan menghujam jantungnya. Alan pun tak tahu, apa yang mendasari mertuanya, sampai menanyakan hal tersebut padanya. Apakah dia takut jika Alan akan meninggalkan Arumi? Atau, dia sudah memiliki firasat buruk jika dia memiliki wanita simpanan yang merupakan anak angkatnya sendiri.Alan menghela napas kaaar. Rasanya, sungguh ingin pergi menjauh, menghindar dari pertanyaan tersebut. Namun, tak mungkin. "Alan, jujur saja. Kamu tidak perlu ragu, Nak."Ketika Alan hendak membuka suaranya, tiba-tiba suara Kanaya pun terdengar."Oma, Papa. Opa sudah bisa dibawa ke ruang perawatan."Alan, dan Oma Dahlia pun tersentak, lalu menoleh pada gadis itu yang kini sudah berdiri tak jauh dari mereka."Oh sudah siap ya ruang perawatannya?" sahut Oma Dahlia canggung, tentunya dia tak ingin Kanaya mendengar percakapannya dengan Alan."Sudah Oma, ayo kita ke sana.""Tunggu Kanaya." Al
Alan pun reflek mendekat pada Kanaya. "Kanaya, jangan main-main kamu!""Siapa yang lagi main-main sih, Pa? Papa pikir, nyawa Opa itu permainan?"Kanaya kembali menoleh pada dokter yang berdiri di sampingnya. "Dokter, bisa nggak kita lakukan pemeriksaan sekarang?""Mari ikut saya!"Kanaya pun mengikuti dokter tersebut. Sedangkan Alan, dan Oma Dahlia, hanya bisa menatap pasrah gadis itu. Mencegah juga rasanya percuma, Kanaya pasti akan bersikeras melakukan semua itu.Alan pun mengusap wajahnya dengan kasar, lalu duduk di depan ruang emergency tersebut di samping Oma Dahlia. Ada kecemasan yang begitu mendalam yang dirasakan Alan. Kanaya masih muda, dan Alan tak ingin sesuatu terjadi pada gadis yang dia cintai itu."Kalaupun dia sampai livernya cocok, Mama yakin, dia pasti akan baik-baik saja. Kita akan merawat Kanaya sebaik mungkin.""Aku tahu, Ma. Resikonya memang tak seperti donor organ yang lain. Namun, tetap saja, aku merasa cemas.""Mama bisa ngerti gimana perasaan kamu sebagai oran
"Papa apa-apaan sih, kok malah ikutan ke kamar mandi!" protes Kanaya, sembari mengerucutkan bibir, tatkala Alan justru berjalan di belakangnya."Ya udah kalo gitu kita mandi bareng!""Apa?" sahut Kanaya, disertai mata yang membelalak lebar."Iya mandi bareng, Sayang. Kaya waktu di hotel, kamu mau 'kan?"Mau tak mau, Kanaya menyetujui permintaan Alan. Jika dia menolak pun Kanaya yakin Alan akan memaksa. Kanaya kemudian menganggukkan kepalan, disertai rona wajah yang memerah. Mereka baru saja menyelesaikan sesi bercintanya beberapa menit yang lalu, dan Alan meminta hal itu kembali.Tanpa aba-aba, Alan mengangkat tubuh Kanaya, lalu mereka masuk ke dalam kamar mandi. Dia kemudian menyalakan shower agar sensasinya terasa lebih nikmat.Kini, desahan dan erangan itu kembali terdengar secara bersamaan, seolah saling berlomba dengan suara gemercik air shower kamar mandi yang mendominasi ruangan berdinding marmer itu.Hentakan demi hentakan dari Alan, membuat Kanaya berulang kali berteriak. Era
"Kanaya, tolong katakan pada Oma. Apa yang sebenarnya terjadi?" cecar Oma Dahlia, disertai wajah yang memerah.Jujur saja, dia takut. Jika Kenan membenci Arumi, seperti yang sudah lama dia khawatirkan."Oma nggak ada apa-apa, Kenan cuma lagi kesel, Mama sering ninggalin dia. Oma percaya ya, sama Kanaya."Kenan hendak protes mendengar penjelasan Kanaya pada Oma Dahlia. Namun, saat Kenan hendak membuka suaranya, tiba-tiba ponsel Oma Dahlia berbunyi.Wanita paruh baya itu pun berjalan menjauh dari kedua cucunya, untuk mengangkat panggilan itu terlebih dulu.Sedangkan Kanaya, tampak menoleh pada Kenan sembari menatap mata bocah kecil itu lekat."Kenan, tolong jangan bilang kayak gitu dulu sama Oma. Kamu tahu 'kan, Opa lagi sakit. Apa Kenan mau kondisi Opa memburuk kalau sampai tahu hal ini?"Kenan menggelengkan kepalanya, lalu Kanaya mengusap rambut bagian atasnya."Nah itu namanya anak pintar. Kalau begitu, kita harus jaga rahasia ini dulu ya. Kita tunggu waktu yang tepat buat kasih tahu
"Tante Chyntia kenapa ketawa-ketawa sendiri gitu?" tanya Kanaya ketika baru keluar dari ruang kerja Alan.Mendengar suara Kanaya, Chyntia pun mengangkat wajah. Lalu, tersenyum dan pura-pura bersikap ramah pada Kanaya."Ini, habis liat film lucu."Bibir Kanaya pun membulat. "Oh, ya udah mulai kerja lagi ya, waktu istirahat udah abis, 'kan? Jangan ketawa-ketawa mulu, ntar jadi kuntilanak loh.""Iya Non Kanaya," jawab Chyntia, sembari tersenyum, dan menatap Kanaya yang berlalu dari hadapannya. Setelah Kanaya berjalan cukup jauh, Chyntia mengumpat kesal padanya."Sok bossy banget sih!"Kanaya sedikit melirik, dan melihat Chyntia bibirnya tampak sedang komat-kamit. Kanaya tahu, Chyntia pasti kesal padanya."Ck, dasar wanita gatel!" gumam Kanaya, sembari terus berjalan, menuju ke basement parkir.Setengah jam kemudian, Kanaya pun sudah sampai di rumah, dan mendapati Oma Dahlia saat ini tengah bermain bersama Kenan di ruang tengah."Kak Naya habis dari mana?" pekik Kenan, sembari berlari, d