Mata Arumi perlahan terbuka, dan mendapati sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Arumi menghembuskan napas panjang, seolah ingin melepaskan kekesalan di dada.Entah bagaimana kehidupan yang akan dia jalani kedepan, Arumi tak dapat menerka, yang jelas, tak akan seindah, dan sebebas dulu. Hidupnya kini benar-benar terkekang, dan dia benci itu.Akan tetapi, Arumi tak punya pilihan. Lebih tepatnya, dia tak bisa memilih, dan hanya mengikuti keinginan laki-laki yang saat ini sedang tertidur, dalam keadaan telanjang di sampingnya. Ya, Arumi mau tak mau harus menuruti permintaan Rain, jika ingin aman.Arumi menoleh, dan melihat Rain saat ini masih terlelap. Mungkin, dia kelelahan karena permainan mereka hari ini. Entah berapa kali, Arumi pun tak tahu. Rasanya dia juga enggan untuk mengingat semua itu.'Menyebalkan sekali, sampai kapan aku harus berpura-pura baik di depannya seperti ini,' batin Arumi sembari menatap kesal pada Rain. Bercinta dengan Alan saja, terkadang Arumi enggan melakuk
"Maaf Nyonya, maksud saya begini, Tuan memang suruh saya pulang, untuk mengantar Chyntia, sekretaris Tuan yang sakit."Raut cemas di wajah Arumi akibat tekanan dari Bu Dahlia, pun seketika memudar."Oh ya udah kalo gitu, sekarang Mang Udin istirahat aja.""Baik, Nyonya. Saya permisi dulu." Mang Udin pun meninggalkan ibu dan anak itu. Kini giliran Arumi menoleh pada Bu Dahlia."Tuh, 'kan, Mama aja yang overthinking. Mas Alan sampe nyuruh sekretarisnya pulang. Itu tandanya dia emang ga ada niatan macem-macem sama cewek lain, termasuk sekretaris itu.""Arumi, Mama nggak overthinking, tapi cuma peringatin biar lebih berhati-hati jaga suami kamu. Mama pengen kamu sadar sebelum semuanya terlambat. Apa kamu nggak bisa ambil pelajaran dari kejadian yang menimpa Mama?""Itu mah udah jadi sifat dasarnya Papa aja yang nggak setia, Ma. Papa aja yang keganjenan liat cewek cakep. Padahal, kurang apa Mama coba?"Bu Dahlia menghembuskan napas panjang. "Mama memang salah, Arumi. Saat itu, Mama lebih s
BEBERAPA HARI KEMUDIAN ....Selama berada di Bandung, Alan dan Kanaya begitu menikmati kebersamaan mereka. Hubungan keduanya, kian dekat. Semua tampak normal di depan orang-orang yang mengenal keduanya, tanpa ada yang curiga sama sekali, Alan dan Kanaya memiliki hubungan lebih.Setiap hari, selama di Bandung, Kanaya melayani dan mempersiapkan segala kebutuhan Alan. Bahkan, dia juga ikut membantu pekerjaan Alan, yang seharusnya dikerjakan oleh Chyntia. Semuanya terasa begitu indah. Keduanya menikmati momen ini, layaknya sepasang suami istri.Kanaya tentunya merasa begitu bahagia. Mimpi yang selama ini dia pikir sebatas angan-angan semata. Kini benar-benar menjadi nyata. Sepertinya halnya Kanaya, hal yang sama pun juga dirasakan oleh Alan.Alan juga merasa begitu bahagia. Sesuatu hal yang tidak pernah dia dapatkan dari Arumi sebagai seorang suami, bisa dia dapatkan dari Kanaya. Gadis muda itu benar-benar telah melayaninya dengan begitu baik. Selain itu, Kanaya juga mau mendengarkan, dan
"Dua hari lagi, aku harus berangkat ke Shanghai, Mas. Aku memang diminta ikut datang, karena aku brand ambassadornya, dan juga sekaligus untuk pemotretan di sana.""Oh jadi kamu mau ke Shanghai? Bagus, aku ikut. Kita bisa bulan madu di sana, sekaligus kasih adik buat Kenan." Alan memang sengaja menantang Arumi."Mas ...!" pekik Arumi, sontak membuat kening Alan berkerut."Ada apa? Kenapa malah teriak gitu?""Mas harusnya kamu ngerti dong, ini masalah kerjaan. Kamu nggak bisa ikut gitu aja. Di sana aku sibuk. Bisa-bisa nanti aku dicap nggak profesional pake bawa-bawa suami.""Berapa nilai kontrak kamu?" sahut Alan datar."Mas ngomong apa sih?""Berapa nilai kontrak kamu? Aku bisa bayar nilai kontrak kamu, dan batalkan kontraknya. Setelah itu, kembalilah jadi ibu, dan istri yang seutuhnya.""Mas, kamu nglantur ya! Nggak usah ngaco deh!" Nada bicara Arumi yang lembut, kini berubah. Alan sebenarnya kecewa dengan jawaban Arumi. Tantangan seriusnya terlihat hanya sebatas gurauan di mata ist
Kanaya yang baru saja keluar dari kamar mandi begitu terkejut melihat Alan yang saat ini sudah ada di dalam kamarnya. Laki-laki itu, duduk di atas ranjang, disertai raut wajah yang terlihat sendu. Penampilannya juga cukup berantakan. Padahal, beberapa saat yang lalu, Alan masih terlihat sangat ceria.Tanpa penjelasan dari Alan, Kanaya paham, sesuatu pasti telah terjadi di antara Alan, dan Arumi. Perlahan, Kanaya pun berjalan mendekat."Jangan usir Papa, ya. Ijinin Papa di sini."Kanaya yang saat itu masih menggunakan bathrobe, menggelengkan kepala, kemudian duduk di atas tempat tidurnya. Dia tahu, saat ini pasti Arumi sudah pergi hingga Alan berani masuk ke dalam kamarnya.Setelah Kanaya duduk, Alan justru merebahkan tubuh, di atas tempat tidur, kemudian meletakkan kepalanya di atas paha Kanaya. Hal yang sudah sering kali Alan lakukan.Seperti biasanya, dia kemudian menyembunyikan wajahnya di perut Kanaya, dan lagi-lagi menghirup dalam aroma tubuh Kanaya yang baru saja selesai mandi.
Kelap-kelip remang lampu disco diiringi house music, tak membuat seorang wanita bergeming. Dia tetap duduk sembari menikmati minuman beralkohol yang ada di tangannya.Beberapa orang laki-laki hidung belang yang mendekat, diusir olehnya, yang terlihat cukup galak saat menghadapi mereka. Hingga tiba-tiba, seorang pemuda, duduk di sampingnya dengan tenang."Mba Arumi, kamu masih sama kaya dulu. Nggak berubah, kalo ada masalah, pasti larinya ke alkohol."Laki-laki itu mengambil gelas yang ada di tangan Arumi, lalu menaruhnya di atas meja. "Kamu lagi! Kenapa kamu seneng banget sih ikut campur masalahku. Kamu itu nambahin beban hidupku tau nggak!" bentak Arumi, dengan kilatan amarah pada sorot matanya. Meskipun saat ini Arumi dalam keadaan mabuk, dia cukup mengenali siapa laki-laki yang sedang duduk di sampingnya."Apa kamu kaya gini gara-gara aku?"Arumi pun mengangguk cepat. "Ya, kamu udah bikin hidupku kacau! Kamu udah bikin hidupku berantakan, dan juga dipenuhi ketakutan!""Kalau gitu,
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi Alan belum juga bisa tidur. Kini, dia dan Kanaya berada di dalam kamar Kenan. Mereka tak tega meninggalkan Kenan sendiri di kamar tersebut.Alan yang awalnya sedang mengutak-atik laptop, kini mengangkat kepala. Lalu menatap Kenan yang sudah terlelap di samping Kanaya. Bocah itu, kini terlihat tidur dengan tenang. Suhu tubuh Kenan sudah menurun, tak setinggi beberapa saat yang lalu. Alan kemudian bangkit dari sofa di kamar tersebut, lalu mendekat, dan duduk di sisi tempat tidur Kenan.Melihat wajah polos Kenan. Perasaan Alan begitu campur aduk. Pernikahannya dengan Arumi begitu rumit, dan sialnya kini dia justru main hati dengan seorang gadis yang merupakan anak angkatnya sendiri.Tangan Alan kemudian mengusap wajah cantik Kanaya dengan lembut. Kini, pikiran Alan, bahkan sudah melayang jauh, tentang hubungannya dengan Kanaya.Alan menyadari jika dia salah, telah menyakiti dua orang wanita terdekatnya. Namun, entah mengapa dia sama seka
"A-apa? Kenan sakit?"Alan tak menjawab, hanya mengembuskan napas berat. Sorot matanya masih menatap Arumi dengan tatapan tidak bersahabat. Namun, Arumi tak peduli dengan kemarahan Alan. "Sekarang di mana, Kenan?" sahut Arumi kembali, dengan enteng, seolah tak merasa bersalah, dan meminta maaf terlebih dulu, setelah apa yang dia lakukan tadi malam. Alan yang masih kesal, masih belum membuka suara, hanya menunjuk ke arah kamar Kenan. Lalu, Arumi bergegas menuju ke kamar putranya. Tanpa menghiraukan bagaimana perasaan Alan, yang masih kesal padanya.Alan yang melihat tingkah Arumi hanya menatap nyalang pada wanita itu. Entah mengapa, hati Alan kian jengah melihat tingkah Arumi. Bahkan, ketika Arumi memanggil namanya, Alan berpura-pura menulikan telinga, dan memilih pergi dari rumah tersebut untuk mencari Kanaya. Meskipun sebenarnya dia juga ingin melihat keadaan Kenan.Akan tetapi, Alan sedang tidak ingin berdekatan dengan Arumi. Melihat wanita itu, membuat mood Alan memburuk, setelah
Chyntia saat ini duduk di dalam ruang kerja Alan. Wanita itu tampak sudah tak sabar menunggu kedatangan bosnya. Di saat itulah tiba-tiba ponselnya berbunyi.'Ibu Arumi?' batin Chyntia saat melihat nama Arumi di layar ponselnya. Dia kemudian mengangkat panggilan telepon tersebut.[Halo Chyntia, apa kau sudah mengundurkan diri?][Tentu saja belum, Bu Arumi. Suami Anda saja sedang belum datang ke kantor] jawab Chyntia, sembari memainkan rambutnya. Chyntia memang menyetujui permintaan Arumi, untuk keluar dari perusahaan milik suaminya, setelah mereka selesai bertransaksi.[Tidak ada di kantor? Pasti dia sedang bersama wanita simpanannya itu!]Arumi menggerutu kesal, di ujung sambungan telepon.[Kalau masalah itu, bukan urusan saya, Ibu Arumi. Karena tugas saya hanya menutup mulut tentang hubungan Anda dengan Tuan Leo. Iya kan?][Diam! Jangan keras-keras! Kalau begitu kau tunggu saja sampai suamiku datang. Lalu cepat pergi secepatnya! Pergilah keluar kota sejauh mungkin.][Iya, baik Ibu A
Senja mulai merayap di langit ketika Kanaya melangkah keluar dari gedung kampusnya. Rambut panjangnya yang terurai, sedikit berantakan setelah seharian berkutat kegiatan ospek yang melelahkan."Kanaya ...!" Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang memanggilnya.Kanaya, dan beberapa orang temannya pun menghentikan langkah."Naya, kami pulang dulu ya," pamit teman-teman Kanaya, saat seorang kakak angkatan sudah berdiri di depan mereka."Jangan, temani aku dulu!" pinta Kanaya, tapi mereka tampak terkekeh sembari melambaikan tangan, seolah sedang meledek dan tak bergeming dengan permintaan Kanaya."Naya, pulangnya aku antar ya.""Nggak usah aku udah dijemput Papa di depan. Aku pulang dulu ya, Kak Arga."Kanaya buru-buru berpamitan, tak peduli dengan Arga yang hendak mencegahnya. Namun, Kanaya sudah berlari ke arah sebuah mobil yang terparkir di depan gerbang kampus.Mobil mewah berwarna hitam mengkilap itu tampak sudah menunggu, sejak beberapa saat lalu. Kanaya menatap mobil itu s
"Jadi, Papa mikir kalo Kenan itu ...?"Belum sempat Kanaya menyelesaikan perkataannya, Alan sudah mengangguk."Pa, Papa nggak boleh ambil kesimpulan secepat itu. Mungkin saja, laki-laki itu berharap agar Papa, dan Mama berpisah. Jadi, dia sudah mempengaruhi Kenan, dengan mengatakan jika Kenan itu putranya."Alan terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Kanaya dengan akal sehatnya, dan memang benar. Apa yang dikatakan oleh Kanaya itu, memang cukup masuk akal."Kamu bener, Naya. Mungkin dia berkata seperti itu, untuk mendekati, sekaligus juga mempengaruhi Kenan."Kanaya pun mengangguk, meskipun di dalam hatinya kini mulai dipenuhi tanda tanya tentang jati diri Kenan. Namun, Kanaya tahu, Alan sangat menyayangi Kenan. Dia tak mau membuat hal tersebut mengganggu pikiran Alan. Apalagi, raut wajah sendu yang beberapa saat lalu tergambar di wajah Alan, kini perlahan mulai memudar. Berganti binar ceria di wajah."Pa, udah malem jangan terlalu banyak berpikir sesuatu hal yang nggak penting"
"Kenapa kamu diem, Mas? Ini bener kamu, 'kan?"Meskipun diselimuti kepanikan, takut jika Arumi tahu yang menjadi simpanannya adalah Kanaya. Namun, Alan tetap mendekat pada Arumi. "Ya, itu memang aku. Kau keberatan?""Aku istri kamu, Mas. Dan kamu berselingkuh di belakangku. Sekarang katakan siapa wanita itu? Siapa yang menjadi selingkuhanmu?"Mendengar perkataan Arumi, Alan pun cukup merasa lega. Itu artinya, dia tak tahu siapa wanita yang sedang berciuman dengannya."Kau pikir, aku bodoh, Arumi? Kau juga melakukan hal yang sama di belakangku, bukan? Kau sengaja mematikan CCTV di rumah ini, ketika aku sedang tidak berada di rumah untuk memasukkan laki-laki lain, 'kan?"Arumi seketika tergagap, dan hal tersebut tertangkap jelas oleh netra Alan, dan membuat laki-laki itu terkekeh."Ck, lihat dirimu sendiri? Kau yang sebenarnya memulai terlebih dulu, 'kan? Jadi, nggak usah berlagak sebagai korban, Arumi!""Jangan menuduhku sembarangan, Mas. Coba perlihatkan bukti kalau aku berselingkuh?"
[Ibu Arumi, kalau kau ingin tahu lebih jelasnya, siapa yang saat ini menjadi simpanan Pak Alan. Lebih baik, Anda secepatnya menyediakan uang 10 miliar seperti yang saya minta.]Sebuah chat dari Chyntia yang masuk ke ponsel Arumi pun seketika membuatnya kian memanas berselimut amarah."Dasar brengs*k! Chyntia memang kurang ajar! Di saat kaya gini dia malah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Awas kau Chyntia. Suatu saat nanti, aku pasti akan membalasmu!"Boby menggelengkan kepala sembari berdecak kesal. "Daripada kerjaan lo kesel mulu sama Chyntia. Lebih baik persiapin diri lo buat pergi ke Puncak."Arumi hanya menghembuskan napas panjang. "Aku mau pulang ke rumah sekarang," sahut Arumi, sembari bangkit dari atas sofa. Lalu, keluar dari unit apartemen Boby."Dasar wanita seribu masalah. Doa lu ke orang tua kayaknya banyak deh, sampe hidup lo ribet mulu!" gerutu Boby.****Beberapa saat kemudian, Arumi sudah sampai di rumah, dan mendapati Alan belum pulang ke rumah tersebut, dan Ar
Chyntia tersenyum penuh kemenangan melihat video mesra Alan, dan Kanaya. Sebenarnya bukan untuk pertama kali mereka melakukan itu di ruang kerja Alan.Akan tetapi, saat pertama mereka melakukan hal tersebut di atas sofa, posisi kamara perekam itu tertutup sandaran tangan pada sofa sehingga tak terlihat dengan jelas."Mampus kau, Arumi. Kau tak hanya kehilangan suami. Tapi juga akan kehilangan banyak uang."Chyntia pun terkekeh. Lalu kembali fokus dengan pekerjaannya, seolah tak tahu apa yang terjadi antara Kanaya dengan Alan.****Sementara itu di dalam private room, Alan yang membopong tubuh Kanaya, kemudian merebahkan tubuh itu ke atas ranjang.Setelah itu, Alan memeluk dan meremas kuat payudara Kanaya yang membuat gadis itu tersentak, dan tubuhnya melengkung menerima serangan tiba-tiba dari Alan.Alan kemudian membalikkan tubuh Kanaya, lalu melumat bibir mungil yang seakan menjadi candu baginya. Tangan Alan tak tinggal diam, tangan itu kini bergerak lincah masuk ke bawah pakaian Ka
"Ada apa, Arumi?" pekik Boby ketika Arumi masuk ke dalam unit apartemennya dengan begitu tergesa-gesa, disertai gurat panik di wajah.Akan tetapi, Arumi tak lekas menjawab. Wanita itu tampak mendudukan tubuh di sofa, sembari mengelus perutnya yang masih rata, dan mulai terasa tidak nyaman. Mungkin, Arumi terlalu banyak berpikir, hingga akhirnya sedikit berdampak pada kehamilannya."Kenapa? Perut lo sakit?" tanya Boby panik melihat gelagat Arumi."Nggak, cuma nggak enak aja.""Lo lagi hamil, lebih baik jaga kesehatan kandungan lo deh. Nggak usah kebanyakan mikir yang berat-berat. Sini gue pijitin kaki lo."Boby mengangkat kaki Arumi ke atas sofa. Lalu memijit kaki Arumi. Sikap Boby tersebut, sebenarnya sudah biasa Boby lakukan jika Arumi mengeluh kelelahan, dan belum sempat pergi ke spa. "Hidup lo dibikin rileks aja kenapa sih, Arumi? Sekali-kali lo diem, hidup nyaman di rumah. Emang lo mau bayi lo kenapa-kenapa kalo terus-terusan gini?"Arumi menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, Bob
Arumi memelototkan mata pada Chyntia, yang saat ini tersenyum kecut padanya. Seolah mengisyaratkan jika dia bisa membalas balik apa yang dilakukan oleh Arumi."Kenapa Bu Arumi melihat saya seperti itu?"Arumi mengamati sekeliling, lalu menarik tangan Chyntia, menuju ke area tangga darurat yang sepi."Apa-apaan sih? Lepas!" protes Chyntia, sembari menghempaskan genggaman tangan Arumi di lengannya."Pelankan suaramu, Chyntia! Apa kau mau reputasi suamiku hancur akibat fitnah darimu itu? Asal kamu tahu, Mas Alan sangat setia padaku.Chyntia pun terkekeh. "Memang itu kenyataannya. Pak Alan, punya wanita simpanan di luar sana. Anda pikir saya tidak tahu jika rumah tangga Bu Arumi, dan Pak Alan saat ini juga sedang tidak baik-baik saja?""Bohong! Kamu jangan memfitnah, dan mengada-ada. Suamiku nggak punya simpanan, dan rumah tangga kami dalam keadaan baik-baik saja!" bentak Arumi balik, disertai tatapan yang kian tajam. Arumi memang sangat yakin jika Alan tak memiliki hubungan dengan wanit
Kanaya mencoba memejamkan mata. Namun, mata itu sepertinya enggan untuk mengatup rapat.Rasanya memang sangat sulit terlelap saat kepingan hatinya sedang berserakan. Sekuat apapun Kanaya berusaha terlelap, reaksi tubuhnya seakan menolak. Seluruh panca indranya pun terasa begitu peka.Ingatannya tak bisa lepas dari percakapannya dengan Arumi beberapa saat lalu. Dengan gamblang, Arumi mengatakan jika anak yang ada di dalam kandungannya, memang bukan anak dari Alan. Namun, anak dari lelaki yang Kanaya lihat di ponsel Kenan.Jujur saja, Kanaya lega, sekaligus menghargai kejujuran Arumi. Namun, di sisi lain, Kanaya juga cemas jika Arumi tahu hubungan yang sebenarnya antara dia, dan Alan, pasti Kanaya akan menjadi sosok yang paling dibenci oleh Arumi. Padahal, dalam lubuk hati terdalamnya, Kanaya juga sangat menyayangi Arumi.Kanaya juga merutuki dirinya sendiri yang tadi cukup terbawa suasana, dengan begitu lancang menanyakan ayah kandung dari bayi yang dikandung oleh Arumi, dan di luar du