Rupanya ia kepo, dengan kedekatan aku dan juga Mas Rendi. Karena selama ini aku tidak pernah membahas apa-apa, tentang semua ini. Bukan niat aku mau menyembunyikan semuanya, tetapi karena dulu Mas Rendi tidak ada kabar beritanya. Jadi pikirku, aku tidak perlu memberitahu Mas Romi, tentang hal tersebut. Karena aku tidak mau dianggap mengaku-ngaku, mengenali seorang anak dari pengusaha ternama tersebut.[Buat apa? Memangnya apa untungnya, jika aku memberitahu kamu tentang Mas Rendi? Sudahlah nggak usah chat aku, kalau Mas berani ngomong langsung saja sama orangnya,] pungkasku.[Ih kamu ini,] balas Mas Romi, yang tidak aku balas lagi.Malas sekali rasanya, jika harus membalas pesan Mas Romi tersebut. Aku pun memasukan handphoneku ke dalam tas, sebab aku tidak lagi membalas chat dari Mas Romi.Setelah itu, aku kembali mengobrol dengan semua keluargaku, termasuk Bu Rahma. Adik-adik Mas Romi pun mendadak sopan kepadaku. Mungkin karena aku datang bersama dengan putra pemilik perusahaan te
Bu Rahma panjang lebar menuturkan rasa kecewanya, terhadap ketiga anaknya tersebut. Sedangkan Mas Romi, Rita dan juga Risma, yang mendengar penuturan Ibunya tersebut hanya tertunduk tanpa berbicara sepatah kata pun. Mungkin mereka semua malu, sebab mereka sedang dikuliti boroknya oleh Ibu kandungnya sendiri dihadapan kami. Apalagi saat ini ada Mas Rendi, yang merupakan orang luar. Mas Rendi juga orang yang berpengaruh, terhadap bisnis yang sedang mereka geluti. Menurut pemikiranku, ketiga orang ini memang begitu keterlaluan, bisa berbuat seperti itu terhadap Ibunya sendiri.Karena tidak ada satu orang pun dari mereka semua, yang mau merawat Ibunya sendiri. Mereka tidak sadar, jika mereka bisa tumbuh besar dan menjadi seperti sekarang itu bukan karena tumbuh sendiri. Tetapi karena mereka dirawat dan dibesarkan oleh seorang Ibu, dengan penuh kasih dan sayang. "Bu, sudahlah, Ibu jangan bersedih lagi. Biar pun Amira bukan anak kandung Ibu, tetapi Amira sudah menganggap Ibu itu adalah or
"Iya, Mas," kataku.Setelah memberikan Natan kepadaku, Mas Raka pun segera menghampiri Mbak Iren, yang sedang berada dipelukan pria lain. "Oh, jadi toiletnya ada di sini, ya Iren. Toiletnya bagus banget ya, pantas kamu betah. Soalnya, toiletnya bisa sambil makan kue balok, sambil dipelukin orang," sungut Mas Raka, dengan sorot mata yang penuh amarah."M-Mas Raka, kok kamu tau aku ada disini?" tanya Mbak Iren gugup."Kenapa, Iren, kamu kaget ya?" tanya balik Mas Raka.Mas Raka bertanya, dengan sorot mata yang sangat tajam, hingga dapat menembus jantung Mbak Iren. Mbak Iren yang tadinya sedang berada di pelukan pria lain, saat ini tengah berdiri dan menghampiri suaminya. Aku yakin dia akan merayu suaminya."Mas, aku harap kamu tidak berpikiran jelek tentang aku ya. Karena semua ini tidak seperti yang Mas pikirkan. Aku hanya sedang menemui teman semasa sekolahku dulu," ujarnya."Kamu bilang mau menemui teman, tapi kok pamitnya mau ke toilet? Sekarang setelah bertemu teman, kok kalian b
Ia menatapku penuh tanda tanya, serta menginginkan kejujuran dariku."Iya, Mas, aku telah mengetahuinya. Bahkan aku sudah banyak bukti, tentang perbuatan Mbak Iren. Hanya saja aku selalu tidak memiliki waktu untuk memberitahumu, Mas. Apalagi Mbak Iren juga selalu mengancam, akan melukai Ibu dan Bapak, serta anak-anak, jika aku sampai memberitahumu tentang semua perbuatannya ini." Aku berterus terang mengatakan semuanya kepada Kakakku."Amira, kamu sudah berani ya membongkar semuanya? Awas kamu, kamu akan merasakan akibat dari kelancangan kamu ini," ancam Mbak Iren."Berani kamu menyakiti keluargaku, kamu berhadapan langsung dengan aku. Apalagi kamu mengatakan semua ini di tempat umum, jadi jika ada sesuatu terhadap keluargaku, polisi tidak akan susah mencari pelakunya. Mereka akan menganggap kamu pelakunya, walaupun kamu sana sekali tidak melakukannya. Makanya berhati-hatilah dengan ucapanmu, Iren," pesan Mas Raka.Mas Raka pun mengancam balik istrinya, hingga membuat Mbak Iren, yang
*POV Iren"Amira, ngapain kamu datang ke sini sambil membawa koper?" tanyaku kepada adik iparku Amira."Memangnya kenapa, Mbak, kalau aku datang ke sini? Ini kan masih rumah Ibu dan Bapak, mereka itu orang tua kandungku," jawabnya.Kesal sekali hati ini, saat mendengar jawaban Amira. Ia begitu berani mengatakan itu semua kepadaku, walaupun perkataannya memang benar, kalau rumah ini milik orang tuanya. Tetapi kini menjadi wilayah kekuasaanku, sehingga Amira pun harus tunduk kepadaku.Aku sengaja membuat orang tuanya takut, dengan mengancamnya dan menyebarkan gosip, kalau keluargaku adalah seorang psikopat. Aku sengaja melakukannya, supaya mereka semua tertekan dan menuruti semua keinginanku.Tetapi jika sedang ada mas Raka, aku berubah menjadi menantu yang seharusnya, yaitu baik, sopan serta pengertian kepada kedua orang tua suamiku tersebut. Tetapi aku merasa risih, dengan adanya Amira di rumah ini. Karena dia bisa saja menjadi duri dalam kehidupan rumah tanggaku, serta mungkin saja
"Iya, Romi, kamu tunggu saja dulu," pesanku."Iya, Mbak," sahut Romi. Tidak berapa lama, Amira dan juga kedua mertuaku datang menemui kami. Kemudian aku pergi dari sana, sebab mereka sepertinya akan berbicara serius. Aku segera menuju ruang keluarga untuk melanjutkan menonton sinetron, yang sempat aku tinggalkan karena mengurusi Romi dab Amira.Secara tidak sengaja, aku pun mendengar apa yang mereka bicarakan. Karena ruang tamu dan ruang keluarga tidak terlalu jauh, sehingga aku juga dapat mendengarnya. Aku yang tadinya mau menonton sinetron pun tidak fokus, sebab mendengar pertengkaran antara Romi dan juga Amira. Secara diam-diam aku pun menguping di sebelah dinding yang menuju ruang tamu."Tapi maaf, Mas. Aku tidak mau kembali pulang ke rumah kamu, lebih baik kita bertemu saja di pengadilan," tolakku Amira"Dek, kamu jangan bilang seperti itu dong! Kamu harus ingat anak kita Azka. Dia itu masih membutuhkan kasih sayang dari, Mas. Kalau kita berpisah, otomatis kasih sayang yang terc
Mereka selalu nurut saat aku minta ini dan itu. Mereka seperti itu, sebab ada tetanggaku yang aku suruh, supaya ia memberitahu orang tua suamiku. Aku memintanya, supaya mereka jangan pernah berani memerintahkan apa pun kepadaku. Aku juga menyuruhnya, kalau keluargaku psikopat dan itu turun temurun.Maka dari situ mereka tidak pernah sekalipun memerintahkan aku atau bagaimana, tetapi mereka sendiri yang selalu meladeni aku. Semua yang aku mau mereka selalu melaksanakannya."Amira, apa yang akan kalian laporkan kepada Mas Raka tentangku? Silakan saja kalian lapor, jika Mas Raka akan mempercayai kalian. Tetapi aku yakin, kalau kalian berdua malah akan dibenci olehnya. Karena Mas Raka itu lebih percaya aku, ketimbang kalian," terangku."Awas saja, kalau kalian mencoba bermain-main denganku. Aku akan membuat kalian semua menyesal, sebab aku tidak akan tinggal diam. Kalian tidak tau, siapa aku yang sebenarnya," ancamku kemudian.Kesal sekali aku tuh, saat mendengar perkataan Amira tadi, yan
Setelah Ibu mertuaku membela anaknya, aku pun menjawab dengan bijak, kalau aku tidak tersinggung kepada Amira. Padahal hatiku dongkol setengah mati.Mereka semua pun menanggapi perkataanku dengan mengucap syukur dan juga berterima kasih. Karena aku mau legowo menerima kesalahan Amira. Aku menanggapinya sambil tersenyum, tetapi senyumku tidak ikhlas sama sekali. Setelah Mas Raka mendengar penuturan, tentang rumah tangga Amira.Mas Raka pun menanggapinya, sambil manggut-manggut. Jujur aku itu malas sekali mendengarkan ocehannya, kalau bukan karena ada suamiku. Aku harus tetap terlihat baik dan peduli terhadap keluarganya, walaupun hatiku semerawut.Setelah Amira mengungkapkan semuanya, akhirnya kami pun membicarakan hal yang lain. Saat ini kebersamaan benar-benar tercipta, seolah tidak ada masalah. Padahal dijatuhi amarah benar-benar memuncak.Aku merasa heran, saat pagi-pagi Amira sudah terlihat rapi. Sepertinya ia mau pergi, entah mau kelayapan kemana dia sepagi ini. Mungkin juga