Bab 107Sesampai di sekolah, ternyata Asri sudah datang. Perempuan anggun itu sangat cantik dengan mengenakan seragam guru."Pagi, Yana!" sapa Asri kepada Yana."Pagi, Mbak!" Yana menyalami Asri.Asri memperkenalkan Yana kepada para majelis guru dan meminta mereka untuk membimbing Yana dalam mengajar. "Untuk sementara, kamu hanya menjadi guru pendamping. Nanti, setelah kamu kuliah dan memasuki ajaran baru, Mbak baru meletakkan kamu di kelas sebagai guru Inti," papar Asri."Iya, Mbak. Nggak apa-apa!" jawab Yana.Asri memperkenalkan Yana kepada anak didik dan wali murid yang kebetulan masih berada di sekolah."Saya harap, ibu-ibu wali murid menghormati Bu Guru Yana seperti guru yang lainnya. Terkait isu tentang Bu Yana, tolong jangan dijadikan bahan gibahan di sekolah, pun luar sekolah. Saya berharap, ibu-ibu memiliki attitude yang baik. Sehingga dapat dicontoh oleh anak-anak kita!" Asri berbicara di hadapan para wali murid yang menunggu anaknya di saung sekolah.Para wali murid mengiy
Bab 108Menjalani status janda****Air mata Yana semakin deras mengalir. Tidak menyangka jika Arif telah menikah dan melupakan janjinya untuk kembali menjemput Yana."Mulailah hidup baru. Mengenang masa lalu itu boleh. Untuk dijadikan pelajaran hidup mendatang. Bukan untuk diratapi dan disesali!" Arka menatap Yana yang masih terisak."Abang do'akan, setelah ini kamu mampu bangkit dari keterpurukan. Ingat satu hal. Ada Dila yang butuh support kamu!" lanjut Arka lagi.Yana hanya mengangguk. Dan meresapi tiap perkataan yang di ucapkan oleh Arka.Yana menyerahkan kembali ponsel Arka dan memandangi surat cerai yang diterimanya.Setelah berbincang-bincang ringan, Arka dan Fikri segera pamit pulang ke kota Jambi."Kalau butuh sesuatu, kamu telpon aja Abang!" Fikri menatap Yana yang masih terlihat berduka."Makasih, Bang!" sahut Yana singkat.Sepeninggal Arka dan Fikri. Yana lebih banyak diam. Masih terbayang Poto pernikahan Arif dan Sinta yang dilihatnya di ponsel Arka."Secepat itu kamu me
Bab 109****Sudah hampir empat bulan usia pernikahan mereka. Namun, Arif tak kunjung bekerja. Hanya mengandalkan uang hasil panen sawah yang dikirimkan dari desa.Tabungan Sinta semakin menipis karena Bu Wongso, mertuanya selalu meminta ini dan itu. Jika tidak diberikan, Bu Wongso akan mengomel sepanjang hari. Membuat sakit telinga dan kepala Sinta. Kekesalan Sinta semakin memuncak. Karena Bu Wongso tidak mau masak dan selalu memesan Goo food. Yang pada akhirnya, Sinta yang harus membayar."Jadi mantu itu memang harus begitu. Berbakti pada mertua dan suami!" celoteh Bu Wongso setiap Sinta protes membayar pesanan Goo Food.Pernah, Sinta meminta uang pada kedua kakaknya. Yang terjadi, Seno dan Sakti akan menghajar Arif karena dianggap tidak bisa membahagiakan Sinta.Karena cinta yang begitu besar terhadap Arif, Sinta tidak lagi meminta uang kepada kedua saudaranya itu. Takut kalau Seno atau Sakti akan menghajar Arif.Sinta berjalan ke dapur dan membuka tudung saji. Kosong. Tidak ada a
Bab 110Membuka lembaran baru"Maaf Bu. Mulai hari ini, tidak ada drama menantu taat pada mertua. Kalau ibu mau makan enak. Ibu harus menyuruh Mas Arif bekerja!" Sinta melenggang meninggalkan Bu Wongso.Bu Wongso terkejut mendengar perkataan Sinta."Apa maksudmu?" Bu Wongso mencekal pergelangan tangan Sinta. Sama seperti yang dilakukan oleh Arif."Aku tidak ada uang lagi, Bu. Jadi, jika ibu mau makan enak. Maka beli sendiri!" Sinta melepas cengkraman tangan Bu Wongso dengan kasar.Bu Wongso terbelalak mendengar perkataan Sinta. Tidak menyangka kalau menantu yang sangat diinginkan nya begitu tega membentak dirinya."Nggak bisa gitu, dong. Kamu harus bayar karena Arif sendiri nggak bekerja!" pungkas Bu Wongso membuat Sinta tertawa sinis."Kalau tahu anak ibu nggak kerja, makanya jangan besar gaya, dong, Bu. Aku lagi hamil. Banyak kebutuhan yang harus disiapkan!" Sinta menatap tajam Bu Wongso."Keperluan bayi udah banyak. Nggak perlu dipikirkan!" ujar Bu Wongso menatap Sinta dengan tajam
Bab 111**** Yana menatap Asri dengan lekat.Bagaimana mungkin Asri memberikan pinjaman kepada Yana sedangkan Ia sendiri tak tau kapan akan mendapat insentif . "Tapi, kan, Yana gak tahu kapan bisa mendapatkan insentif Mbak!" pungkas Yana."Nggak apa-apa. Mbak ikhlas, kok. Yang penting Mbak nggak memberikan ini secara gratis. Karena sebelum kamu, guru-guru yang lain juga Mbak perlakukan seperti itu. Jadi kalau mbak gratiskan untuk kamu, khawatirnya, guru yang lain akan cemburu," jawab Asri tersenyum.Yana benar-benar semakin kagum pada ketulusan Asri dalam melindungi para guru dalam masalah pendidikan."Makasih ya Mbak maaf karena Yana merepotkan." ujar Yana tersipu malu"Enggak, kok. Sedikit pun kamu nggak ngerepotin Mbak. Ini sudah menjadi kewajiban Mbak sebagai kepala sekolah. Yang bertanggung jawab atas para pendidiknya!" sahut Asri.Yana merasa lega. Karena akhirnya Ia akan mendapatkan ilmu tentang cara dan trik mengajar, Melalui diklat tersebut. Yana berharap, dengan Diklat das
Bab 112Ancaman Arif******Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, akhirnya Arif sampai di tempat yang dimaksud. Arif merasa lega. Karena disana Arif melihat Dila sedang asyik bermain perosotan didampingi seorang perempuan mengenakan hijab lebar. "Dila ...!" seru Arif mengulurkan tangannya.Yana menoleh karena merasa mengenali suara tersebut. Dan sangat terkejut karena ternyata itu benar-benar Arif. Mantan suaminya."Mas Arif?" Yana terkejut karena Arif sudah berada di sana."Dila ... Apa kabar? Papa rindu!" Arif berusaha mendekati Dila. Namun, bocah itu bukannya mendekati Papanya, malah semakin mundur. Sembunyi di balik kerudung Yana."Mau ngapain mas ke sini?" Yana menatap Arif dengan tajam."Mas merindukanmu dan Dila!" sahut Arif melangkah maju mendekati Yana."Jangan maju, Mas. Aku tidak suka," ujar Yana seraya mundur beberapa langkah."Mas datang ke sini tidak untuk membuat kerusuhan. Mas hanya rindu pada Dila,' ujar Arif dengan wajah sendu."Mas masih ingat pada D
Bab 113*****"Arif menuntut hak asuh Dila?" Pak Bejo terbelalak. Begitupun dengan Intan."Kita harus bagaimana, Pak?" Intan menoleh kearah Pak Bejo yang terlihat menahan emosi."Tidak ada jalan lain. Secepatnya, kita harus menemui Arka. dan kembali minta bantuannya." ujar Pak Bejo menatap anak dan istrinya.Mereka pun sepakat untuk berangkat ke kota Jambi. Menemui Fikri dan Arka untuk meminta bantuan.******"Kamu tuh gimana, sih? masa nggak tahu Arif ke mana?" Bu Wongso mendelik ke arah Sinta yang terlihat gelisah. Karena sejak kemarin Arif tidak pulang ke rumah."Mana Sinta tahu Bu. Mas Arif bilang hanya pergi sebentar, tidak tahu setelah itu dia ke mana. Karena ponselnya tidak bisa dihubungi," ujar Sinta.Bu Wongso mengusap kasar wajahnya. Bu Wongso khawatir kalau Arif akan pergi dari rumah. Karena tidak tahan dengan tekanan demi tekanan dari Sinta.Bu Wongso paham betul karakter Arif. Anak semata wayangnya tersebut tidak suka diatur oleh siapapun. Sedangkan Sinta, selalu membatas
Bab 114Menerima Fikri*******Pagi-pagi sekali, Bu Bejo dan Intan sudah menyiapkan sarapan pagi. Sedangkan Yana disibukkan dengan Dila yang ngotot ingin berangkat ke sekolah. Yana sudah meminta izin kepada Asri kalau hari ini dan beberapa hari ke depan tidak bisa masuk di karenakan akan berangkat ke Kota Jambi untuk menemui Arka dan Fikri.Asri memberi izin dan memberi support pada Yana agar percaya pada keadilan."Percaya sama Mbak. Kamu akan memenangkan hak asuh Dila. Arif tidak akan mendapatkan Dila saat ini," ujar Asri mengusap bahu Yana ketika perempuan berstatus janda itu menangis di hadapan Asri."Yana takut, Mbak. Yana khawatir kalau setelah berusia 17 tahun, Dila akan tinggal bersama Mas Arif. Itu berarti, Yana berpisah dengan Dila," sahut Yana ditengah isak tangisnya."Yana, 15 tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Kamu dan Dila sudah saling mengisi. Diusia itu, Dila sudah besar, bahkan sudah matang. Dia pasti bisa mengambil sikap. Yang terpenting, saat ini, Dila bersama
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t