“Baiklah, baiklah!” Tengku Mangkus mendesah panjang.Bagaimanapun, membiarkan kedua gadis itu berhadapan dengan ratusan perompak sepertinya ini adalah sebuah gagasan buruk. Tapi semua sudah terlanjur, pikirnya. Lagi pula, dia sangat berharap bahwa kemampuan dua gadis itu melebihi apa yang dia duga.“Tapi berjanjilah padaku,” lanjutnya. “Jika keadaan tidak memungkinkan, tolong kembalilah. Jangan memaksakan diri kalian!”Puti Bungo Satangkai tersenyum dan mengangguk.“Ayo, Bungo!” Sondang Tiur mendahului si gadis bisu untuk menuju ke sampan yang tersembunyi di sisi kanan. “Kita habisi jahanam-jahanam itu!”Sementara Bungo dan Sondang Tiur perlahan-lahan menuju ke tengah laut dalam kegelapan, Tengku Mangkus berpindah dari balik batu karang besar itu ke satu dahan pohon yang cukup besar dan tinggi.Dari pijakannya sekarang ini, pria paruh baya dapat melihat sedikit lebih baik ke tengah-tengah laut.“Oh, Simpai Gilo … Kuharap aku tidak mencelakakan muridmu,” gumamnya pada dirinya sendiri.
Jeritan kesakitan dan kematian bercampur baur dengan teriakan-teriakan dari Bahritunggang yang terus memaksa anak buahnya untuk membawa kapal-kapal mereka ke Pulau Telaga Tujuh, terdengar sahut menyahut di tengah-tengah laut.Dengan pedang besarnya, Bahritunggang memerhatikan aksi Sondang Tiur yang bergerak dengan sangat cepat sehingga terlihat seperti kepulan asap putih, juga pada Puti Bungo Satangkai yang berada di dalam laut dengan kemampuan yang bisa mendatangkan pilar-pilar air.“Jadi, kalian dua gadis yang bukan sembarangan, hah?” gumamnya lalu menyeringai tipis seraya satu tangan mengusap selangkangannya. “Menarik. Kalian berdua sangat menarik!”Tengku Mangkas di ujung sana, cukup terkesima dengan kesaktian dua gadis tersebut. Keduanya seolah saling melengkapi satu sama lain dalam pertarungan itu.Si gadis Batak bertugas menjatuhkan para perompak di atas kapal-kapal mereka, dan si gadis Minanga pula bertugas menerjang dan menghancurkan kapal-kapal yang ada.‘Dan mereka bilang m
Dash!Whuuung!Bahritunggang menggeram marah sebab seseorang berhasil menahan ayunan pedangnya, bahkan hanya dengan tangan kosong saja.Sedangkan Puti Bungo Satangkai yang kemudian langsung merapal Menjejak Langit Menggenggam Awan berhasil menarik Sondang Tiur dari jarak jauh, lalu mereka jatuh bergulingan di geladak kapal.Keduanya bangkit dengan cepat, dan sama-sama menyadari kemunculan seorang pria yang memiliki tinggi tubuh yang hampir sama dengan Bahritunggang sendiri, besar, dan berotot pula.Bungo membelalak. ‘Antaguna! Antaguna!’ tapi lagi-lagi yang keluar dari mulutnya hanyalah suara ha-hu ha-hu saja.Sondang Tiur mengernyit. “Kau mengenal pria besar yang satu lagi itu?”Pria besar yang menahan pedang lebar Bahritunggang dengan menjepit bilah pedang di antara dua telapak tangannya itu bukan lain adalah Antaguna. Dia juga yang tadi muncul dan menyapa Tengku Mangkus.Saat dia mendengar suara si gadis bisu, Antaguna hanya tersenyum saja tanpa berani memandang balik padanya.“Kep
Angin tebasan pedang besar kembali menderu. Kali ini bahkan terlihat lebih menakutkan. Dan Antaguna dapat menghindari itu dengan melontarkan tubuhnya melewati laju angin tebasan, berputar-putar seperti kitiran sebelum menjejakkan kakinya kembali ke atap kabin.Tring! Tring!Pedang besar beradu dengan pedang kecil. Masing-masing saling menekan dan mencari celah untuk menghabisi nyawa yang satu terhadap lainnya.Pada satu kesempatan, Antaguna menjatuhkan tubuhnya dengan menyamping. Satu kakinya berhasil menyapu kaki Bahritunggang hingga pria besar itu menjadi limbung dan jatuh.Duakh!Dengan kaki lainnya, Antaguna berhasil menendang perut Bahritunggang dengan sangat keras sehingga membuat pria tersebut terpental jauh, lalu menubruk sisa tiang layar yang telah buntung, dan terhempas ke lantai.Tapi si pemimpin perompak sama sekali tidak terluka, dia bangkit dengan tawa halus yang menyebalkan.Antaguna mengernyit. “Apakah dia punya semacam ilmu kebal?” gumamnya.Lalu tatapannya tertuju pa
“Kau meremehkanku, bajingan!” Bahritunggang menggeram kencang.Swiing!Pedang lebar ia tebaskan secara datar, angin tajam menderu ganas pada Antaguna.Terlepas dari jurus si pemimpin perompak yang hampir sama dengan Memapas Gunung Membelah Bukit miliknya, Antaguna tidak ingin setengah-setengah. Dia mengerahkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuh.Tenaga dalam dan kesaktian yang belum lama dia dapatkan dari Puti Champo, Ajian Tangan Malaikat. Dan seketika itu juga kedua tangan Antaguna seolah mengeluarkan cahaya, berpendar redup, putih kekuningan.Meski tanpa pedang besarnya sekalipun yang telah hancur di tangan Datuak Sani di Maninjau sebelumnya, Antaguna justru menggunakan kedua tangannya layaknya sepasang pedang.Crasssh!Dia menyilangkan tangannya di depan wajah, menahan ketajaman angin sabetan dari pedang lawan.Antaguna mengernyit, lalu menghentakkan kedua tangannya ke samping kiri dan kanan disertai teriakan lantang.Slassh!Dhumm! Dhumm!Angin tajam yang dilepas oleh Bahritunggang
Ayunan demi ayunan pedang besar di tangan Bahritunggang semakin lama hanya mengakibatkan kapalnya semakin hancur tak keruan.“Oh, aku akan mencincangmu dan memberikan dagingmu pada anjing jalanan, keparat!Wuush!Si pemimpin perompak melompat tinggi menyusul gerakan menghindar Antaguna dari tebasan angin tajam.Antaguna juga tak ingin selamanya menghindar. Lagi pula, geladak kapal besar itu sudah tidak punya satu apa pun untuk bisa ia jadikan penghalang. Bahkan dua tiang layar yang tersisa sebelumnya juga akhirnya tumbang tertebas serangan Bahritunggang.Jadi, begitu kakinya menjejak lantai kapal, Antaguna memutar tubuhnya dengan setengah merunduk, sekaligus dia menebaskan tangan kirinya secara mendatar, layaknya sedang menggunakan pedang.Wuush!Tidak hanya dengan tangan kiri, tangan kanannya juga ikut bergerak seolah melakukan gerakan menebas dari bawah ke atas dan menekuk ke belakang.Wuush!Swiing!Sondang Tiur yang memerhatikan pertarungan Antaguna dengan Bahritunggang mengernyit
Desgh! Desgh!Dua tinju saling beradu, mementalkan Antaguna ke belakang sembari berjumpalitan, menjejak lantai kapal, dan kembali melontarkan tubuhnya ke depan.Begitu juga yang terjadi kepada Bahritunggang, dia kembali melontarkan tubuhnya ke depan untuk menyongsong serangan Antaguna.Antaguna melesatkan tendangan kaki kanan, mengincar kepala Bahritunggang. Namun si pemimpin perompak dapat menghidari tendangan tersebut dengan memiringkan badannya ke kanan.Satu tendangan lainnya melesak seiring Antaguna memutar badannya.Teph!Bahritunggang justru sengaja memasang badan hingga tendangan kaki kiri lawannya mengenai perutnya, lalu dengan cepat dia menangkap kaki tersebut dengan dua tangan.Antaguna mengernyit sebab lawannya seperti tidak merasakan apa pun dengan tendangan yang dia lesatkan.Sementara Bahritunggang menyeringai. Dengan satu teriakan, dia memutar cengkeramannya di kaki Antaguna sedemikian rupa, dan itu memaksa Antaguna berputar.Duakh!Antaguna melenguh pendek ketika Bahr
Dua pria yang sama tinggi dan berbadan besar berotot kembali saling jual-beli serangan. Jika yang satu dengan cahaya putih kekuningannya yang lembut, maka yang seorang lainnya dengan cahaya merah membara yang sangat ganas.Lesatan-lesatan tenaga dalam atau dentuman-dentuman yang terjadi di sana-sini semakin memperparah keadaan kapal itu sendiri.“Bagaimana dengan pria yang satu lagi itu?” Sondang Tiur melirik si gadis bisu.Puti Bungo Satangkai menggeleng dengan menggerak-gerakkan tangannya. ‘Aku tidak pernah melihat ataupun mendengar jurus dan kesaktian yang dia punya.’“Yaah, aku juga sama …”Si gadis Batak mendesah pajang dengan pandangan kembali pada perkelahian antara Antaguna dan Bahritunggang.Mungkin Tengku Mangkus benar, pikirnya kemudian. Si kepala perompak itu mungkin tidak berasal dari Andalas ini. Tapi, siapa yang bisa tahu pasti dengan hal ini kecuali dia sendiri?Antaguna menghentakkan kakinya ke lantai kapal lalu menghantamkan dua tinjunya sekaligus. Begitu juga halnya