Ayunan demi ayunan pedang besar di tangan Bahritunggang semakin lama hanya mengakibatkan kapalnya semakin hancur tak keruan.“Oh, aku akan mencincangmu dan memberikan dagingmu pada anjing jalanan, keparat!Wuush!Si pemimpin perompak melompat tinggi menyusul gerakan menghindar Antaguna dari tebasan angin tajam.Antaguna juga tak ingin selamanya menghindar. Lagi pula, geladak kapal besar itu sudah tidak punya satu apa pun untuk bisa ia jadikan penghalang. Bahkan dua tiang layar yang tersisa sebelumnya juga akhirnya tumbang tertebas serangan Bahritunggang.Jadi, begitu kakinya menjejak lantai kapal, Antaguna memutar tubuhnya dengan setengah merunduk, sekaligus dia menebaskan tangan kirinya secara mendatar, layaknya sedang menggunakan pedang.Wuush!Tidak hanya dengan tangan kiri, tangan kanannya juga ikut bergerak seolah melakukan gerakan menebas dari bawah ke atas dan menekuk ke belakang.Wuush!Swiing!Sondang Tiur yang memerhatikan pertarungan Antaguna dengan Bahritunggang mengernyit
Desgh! Desgh!Dua tinju saling beradu, mementalkan Antaguna ke belakang sembari berjumpalitan, menjejak lantai kapal, dan kembali melontarkan tubuhnya ke depan.Begitu juga yang terjadi kepada Bahritunggang, dia kembali melontarkan tubuhnya ke depan untuk menyongsong serangan Antaguna.Antaguna melesatkan tendangan kaki kanan, mengincar kepala Bahritunggang. Namun si pemimpin perompak dapat menghidari tendangan tersebut dengan memiringkan badannya ke kanan.Satu tendangan lainnya melesak seiring Antaguna memutar badannya.Teph!Bahritunggang justru sengaja memasang badan hingga tendangan kaki kiri lawannya mengenai perutnya, lalu dengan cepat dia menangkap kaki tersebut dengan dua tangan.Antaguna mengernyit sebab lawannya seperti tidak merasakan apa pun dengan tendangan yang dia lesatkan.Sementara Bahritunggang menyeringai. Dengan satu teriakan, dia memutar cengkeramannya di kaki Antaguna sedemikian rupa, dan itu memaksa Antaguna berputar.Duakh!Antaguna melenguh pendek ketika Bahr
Dua pria yang sama tinggi dan berbadan besar berotot kembali saling jual-beli serangan. Jika yang satu dengan cahaya putih kekuningannya yang lembut, maka yang seorang lainnya dengan cahaya merah membara yang sangat ganas.Lesatan-lesatan tenaga dalam atau dentuman-dentuman yang terjadi di sana-sini semakin memperparah keadaan kapal itu sendiri.“Bagaimana dengan pria yang satu lagi itu?” Sondang Tiur melirik si gadis bisu.Puti Bungo Satangkai menggeleng dengan menggerak-gerakkan tangannya. ‘Aku tidak pernah melihat ataupun mendengar jurus dan kesaktian yang dia punya.’“Yaah, aku juga sama …”Si gadis Batak mendesah pajang dengan pandangan kembali pada perkelahian antara Antaguna dan Bahritunggang.Mungkin Tengku Mangkus benar, pikirnya kemudian. Si kepala perompak itu mungkin tidak berasal dari Andalas ini. Tapi, siapa yang bisa tahu pasti dengan hal ini kecuali dia sendiri?Antaguna menghentakkan kakinya ke lantai kapal lalu menghantamkan dua tinjunya sekaligus. Begitu juga halnya
Di dalam kungkungan asap putih tebal, Bahritunggang menggembos lebih kuat lagi tenaga dalamnya hingga kobaran api semakin membesar menyelimuti tubuhnya, lalu membias dengan cepat ke segala arah.Dari tempatnya berdiri, Puti Bungo Satangkai melihat pedang-pedang cahaya yang sejatinya adalah lidah-lidah api dari tubuh si kepala perompak menembus ketebalan asap putih yang mengurungnya.Slash! Slash!Sondang Tiur bergerak ke sana kemari, meliuk-liuk indah laksana gerakan seekor ular demi menghindari pedang-pedang cahaya yang menembus asap putihnya.Bungo menyeringai tipis. Sekali dia bergerak, tubuhnya langsung menghilang dan diikuti oleh Karih Narako yang berdesing ke arah si kepala perompak.“Perempuan keparat!” Bahritunggang menghentakkan dua tangannya tinggi-tinggi.Swoosh!Kobaran api membesar seketika, lalu membias ke segala arah.Sayangnya, upaya si pemimpin perompak tidak membuat Sondang Tiur terluka sama sekali.Kungkungan asap putih tebal memang mampu dia sirnakan. Bahkan, denga
‘Apakah kau pernah mencoba memahami bagaimana perasaan orang tak berdosa yang kau bunuh dengan kejam? Setidaknya, sekali saja?’Puti Bungo Satangkai menatap nanar jasad si kepala perompak. Di memandang ke sekitar, di bagian dalam geladak kapal.‘Kapal ini sudah tidak bisa bertahan lagi!’Dengan kata lain, cepat atau lambat, kapal terakhir ini juga akan tenggelam pada akhirnya.Sang gadis lantas teringat akan Sondang Tiur dan juga Antaguna. Dia melompat lagi ke atas, melesat cepat ke arah sisi kiri kapal.Teriakannya yang tak jelas itu menggema, memanggil-manggil Sondang Tiur dan Antaguna.‘Tiur! Antaguna! Di mana kalian?’Dan ketika suara sang gadis berubah menjadi serak sebab berteriak lagi dan lagi, sesuatu muncul dari arah haluan kapal, melesat dari dalam air ke atas kapal tersebut.‘Tiur!’Bungo dengan segera menghampiri si gadis Batak yang ternyata menghilang untuk mencari Antaguna.Antaguna muntah-muntah dengan setengah merangkak di lantai kapal.“Hei!” Sondang Tiur tersenyum le
Beberapa hari kemudian, ketika Puti Bungo Satangkai, Antaguna, dan Sondang Tiur melintas di kawasan bernama Boekitkoeboe, di dekat sebuah sungai yang cukup besar yang langsung bermuara ke Teluk Ara, mereka memutuskan untuk beristirahat.Di sana, si gadis Batak berkata pada dua lainnya, “Sekarang ini, kita sudah berada di kawasan kekuasaan Toba Tua. Dan mungkin setelah ini, di sinilah perpisahan kita. Kalian akan meneruskan perjalanan ke arah tenggara untuk kembali ke Batang Kuantan, dan aku pula akan meneruskan perjalanan ke arah selatan untuk kembali ke Tinada.”‘Oh, Tiur …’ Bungo memeluk gadis tersebut dengan penuh kehangatan.Sondang Tiur tersenyum sembari membalas pelukan si gadis bisu, mengusap-usap punggungnya.Antaguna tersenyum senang dengan persahabatan kedua gadis tersebut yang belakangan dia ketahui bahwa Sondang Tiur bersaudara angkat dengan Bungo lewat persaudaraan orang tua mereka. Bahkan juga dengan Rajo Bungsu.‘Kupikir kau sebelumnya berkata hendak mengunjungi makam a
Dengan air mata yang menurui pipinya, Sondang Tiur berlutut di antara dua gundukan tanah dengan seikat bunga liar di tangannnya.Di samping kanannya, Puti Bungo Satangkai telah berlutut pula dengan segenggam bunga liar. Begitu juga dengan Antaguna di sisi kiri si gadis Batak.“Tulang …” Sondang Tiur terisak. “Maafkan aku. Maafkan bapakku yang tidak sempat untuk menjenguk makammu barang sekali. Tapi percayalah, Tulang. Aku dan keturunanmu tetap akan menjaga persahabat kalian, persaudaraan kalian. Aku … aku―”Si gadis Batak tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia tertunduk dengan tubuh berguncang menahan tangis dan sesak di dalam dada.Bungo sendiri telah berlinang air mata. Dia menjulurkan tangan kirinya, mengusap-usap punggung si gadis Batak.“Bungo …”Keduanya saling berpelukan dalam isak tangis yang sulit untuk dijabarkan.Sementara Antaguna, dia meletakkan seikat bunga liar di gundukkan sebelah kiri. Lalu melirik kedua gadis yang masih saling berangkulan, menguatkan persahabatan
Pria rupawan berputar-putar cepat di udara. Di satu ketinggian, dia merentangkan tangan dan kakinya dengan tiba-tiba sehingga gerakan berputar tubuhnya terhenti. Lalu dia menukik ke arah si pria kurus dan pucat.Pria kurus mengibaskan pedangnya ke samping.Swiing!Dan seketika, bilah pedang merah seolah dibungkus oleh lidah api.“Apa pun jurusmu, aku sudah siap menahan itu!” ucapnya dengan sangat percaya diri.Pria rupawan tersenyum lagi. Selagi tubuhnya meluncur ke bawah, dia melenting ke belakang, berjumpalitan sekali, lalu menukik lagi dengan lebih cepat.Pada satu ketinggian yang ia rasa pas, pria rupawan lantas menghantamkan cakar tangan kanannya ke arah si pria pucat di bawah.“Terima seranganku, kawan, Auman Membuncah Samudra!”“Serang aku!” teriak si pria kurus pucat.Swoosh!Lagi-lagi gelombang angin yang dahsyat disertai kilat-kilat kecil kebiru-biruan menderu dari cakar si pria rupawan. Bahkan, suara bergaung yang menyertai serangan itu sendiri laksana auman seekor harimau