"Keparat! Tunggulah pembalasanku nanti, Iblis Tuli!" pekik Ratu Pring Sewu penuh kemarahan. Kalau saja Ketua Perguruan Pring Sewu tidak sibuk menghadapi gempuran-gempuran Iblis Buntung, sudah pasti akan segera menerjang Iblis Tuli. Namun sayang keinginannya hanya dapat dipendam dalam hati. Jangankan untuk menerjang. Untuk keluar dari gempuran-gempuran Iblis Buntung pun rasanya sulit.
"Hea! Hea!"
Melihat kenyataan itu, Ratu Pring Sewu melampiaskan amarahnya pada Iblis Buntung. Maka diiringi lengking-lengking kemarahannya, serangan tongkat bambu kuningnya makin diperhebat. Sedang telapak tangan kirinya yang telah berubah jadi kuning siap pula melontarkan pukulan 'Tongkat Penggebuk Iblis'.
Werrr! Werrr!
Gulungan-gulungan tongkat bambu kuning di tangan Ratu Pring Sewu kian bergerak-gerak cepat, sulit sekali diikuti pandangan mata. Namun hal ini tidaklah sulit bagi Iblis Buntung.
Meski gulungan-gulungan kuning dari tongkat di tangan Ratu Pring Sewu sepe
Dikawal bentakan nyaring, Iblis Buntung yang sudah tak dapat mengendalikan amarah segera menghentakkan kedua telapak tangan ke depan. Tak tanggung-tanggung, tenaga dalamnya dikerahkan dengan kekuatan penuh. Maka seketika meluncur dua larik sinar hitam legam dari kedua telapak tangannya ke arah Si Buta dari Sungai Ular.Wesss! Wesss!Si Buta dari Sungai Ular sempat bersiul. Bukannya memandang rendah, melainkan kagum merasakan angin panas yang ditimbulkan dari pukulan Iblis Buntung."Pukulan hebat. Tapi sayang digunakan untuk kejahatan." Sambil berkata demikian, Si Buta dari Sungai Ular menggeser kaki kiri ke belakang. Kedua telapak tangannya yang telah terangkum Pukulan 'Batara Shiwa' segera dihantamkan ke depan. Maka....Blammm!!!Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi barusan. Bumi berguncang keras. Udara panas menebar ke segenap penjuru, memporak-porandakan apa saja yang ada di sekitar pertarungan. Ranting-ranting pohon hangus
"Aku... aku... tak dapat bergerak. Tol... tolong lepaskan dulu totokanku!" pinta Mawarni, terbata-bata.Si Buta dari Sungai Ular melengak kaget, lalu menepak jidatnya sendiri. "Bodoh benar aku ini. Sudah pasti kau ditotok. Kalau tidak, mana mungkin berlama-lama berada di sini!" gerutu Si Buta dari Sungai Ular.Selangkah demi selangkah Manggala mulai mendekati Mawarni. Jantungnya berdegup keras manakala sepasang dada membusung Mawarni bergerak turun naik. Namun pikiran-pikiran kotor segera dienyahkannya. Sementara Mawarni memejamkan matanya saking tak kuatnya menahan malu. Air matanya pun makin membanjiri pipi.Tuk! Tukkk!Dua kali jari-jari tangan Si Buta dari Sungai Ular menotok, langsung membuat tubuh Mawarni dapat bergerak. Dengan sekali loncat, Mawarni pun melompat bangun. Namun sayang, tubuhnya masih lemah. Begitu mampu berdiri, keseimbangan tubuhnya hilang. Untung saja Si Buta dari Sungai Ular segera menangkap.Tap!Tangan-tangan kekar
"Bajingan! Manusia terkutuk! Kau harus mampus di tanganku, Iblis Tuli!" teriak Mawarni penuh kemarahan!Mawarni segera meluruk ke tempat pertarungan. Amarahnya yang menggelegak dalam dada membuat gadis itu mata gelap. Bahkan tidak mengenai takut sedikit pun segera diserangnya Iblis Tuli dengan tangan kosong. Iblis Tuli tertawa bergelak. Meski dikeroyok habis-habisan oleh Ratu Pring Sewu yang dibantu murid-muridnya serta Arum Sari, namun belum juga bisa dirobohkan. Malah dengan kemarahan meluap, ia berusaha mendekati Si Buta dari Sungai Ular."Bocah keparat! Kau telah membunuh muridku Dewa Kegelapan. Juga, telah membunuh saudara seperguruanku Iblis Buntung. Kau harus bertanggung jawab, Bocah! Kau harus modar di tanganku!" teriaknya, garang.Sepasang mata merah saga Iblis Tuli berkilat-kilat penuh kemarahan. Gerahamnya bergemeletakkan, menahan amarah menggelegak. Ingin rasanya lelaki tua ini segera menerjang Si Buta dari Sungai Ular. Namun sayang serangan-serangan
Mawarni tak menghiraukan panggilan gurunya. Terus dihajarnya tubuh Iblis Tuli yang telah menjadi mayat sepuas hati, seperti Iblis Tuli yang telah puas mempermainkan tubuhnya. Namun sayang, keinginan yang menggebu dalam hati Mawarni terpangkas. Tiba-tiba lengan kanannya telah dipegang Si Buta dari Sungai Ular."Sudahlah, Mawarni! Buat apa melampiaskan amarahmu kalau orang yang amat kau benci itu telah menjadi bangkai!" ujar Si Buta dari Sungai Ular seraya mengumbar senyum manis. Tubuh Mawarni menggigil dengan kepala tertunduk. Air matanya kian bercucuran. Parasnya yang cantik jadi terlihat mengerikan dengan sepasang mata yang mencorong beringas. Manakala kepala Mawarni terangkat dan sepasang mata beringasnya tertumbuk pada Iblis Gagu yang tengah bertarung dengan Kakek Kelabu, mendadak pekik Mawarni kembali meledak. Dengan kasar, lengan Si Buta dari Sungai Ular ditepiskan. Lalu disertai kemarahan meluap, diterjangnya Iblis Gagu garang."Manusia Gagu! Kau pun harus mampus
Blammm!Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi yang terjadi barusan itu. Bumi bergetar bagai diguncang prahara. Angin berkesiur panas yang ditimbulkan akibat bentrokan barusan mampu membuat ranting-ranting pohon hangus terbakar!Untung saja murid-murid Perguruan Pring Sewu yang berkepandaian rendah sudah sejak tadi berada di luar jangkauan pengaruh benturan dua kekuatan tadi. Kalau tidak, sudah pasti tubuh mereka pun akan hangus terbakar!Sementara sewaktu terjadinya bentrokan tadi, tubuh Kakek Kelabu dan Iblis Gagu pun sama-sama tersurut beberapa langkah ke belakang. Paras-paras mereka pucat pasi, pertanda sama-sama menderita luka dalam cukup parah. Iblis Gagu menggeram penuh kemarahan. Saat itu, dilihatnya Kakek Kelabu masih terengah-engah menahan kedua telapak tangannya yang seolah hangus terbakar. Dan kesempatan itu tak ingin disia-siakannya. Maka dikawal bentakan keras, kembali dilontarkannya pukulan 'Darah Iblis' ke arah Kakek Kelabu.
DI SEBUAH tanah datar yang tak begitu luas di salah satu bagian dari Hutan Seruni. Keheningan mengekang sekitarnya. Sinar matahari yang panas menyengat, seolah membuat binatang-binatang lebih suka bersembunyi di bawah kerimbunan pohon. Tepat di tengah tanah datar itu, terlihat sebuah gundukan tanah yang memanjang, mirip sebuah makam. Kelihatannya, memang tak ada yang aneh dengan makam itu. Biasa saja sebagai mana layaknya sebuah makam. Tapi.... Brolll! Mendadak saja, keanehan terjadi, makam itu tahu-tahu ambrol menerbangkan tanah-tanah ke segala arah. Seiring dengan itu, satu sosok bayangan putih melompat dari dalamnya. "Hup!" Ringan sekali sosok itu saat mendarat di sisi tanah yang telah membentuk sebuah lubang. Kini jelas, ternyata sosok bayangan putih itu adalah seorang kakek tua renta yang sulit sekali ditafsir umurnya. Rambutnya yang putih kusut berserakan di bahu. Tubuhnya yang kurus kering dengan paras pucat pasi mirip mayat, terbungkus kain putih seperti kain kafan. Sekilas
Suasana duka masih menyelimuti Perguruan Pring Sewu. Kira-kira sepuluh hari sejak peristiwa di Hutan Seruni, banyak murid Perguruan Pring Sewu yang merasa kehilangan. Hampir separo dari jumlah mereka tewas di tangan Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Keadaan ini jelas membuat sisa-sisa murid Ratu Pring Sewu amat terpukul, dan nyaris kehilangan kepercayaan diri. Dan bahkan apa yang dialami Mawarni, malah jauh lebih menderita dibanding saudara-saudara seperguruan lainnya. Berhari-hari satu-satunya murid wanita kesayangan Ratu Pring Sewu terus menyesali nasibnya yang malang. Menyesali kesuciannya yang hilang direnggut Iblis Tuli dan Iblis Gagu. Apalagi yang harus diharap? Tak ada. Masa depannya telah hancur. Penyesalan demi penyesalan terus menghantui hati Mawarni.Seolah tak ada semangat lagi untuk hidup. Malah segala kata-kata menghibur diri mulut gurunya tak mampu membangkitkan semangatnya. Untung saja pada saat-saat Mawarni dirundung keputusasaan, seorang kakak seperguruan
Gandrik dan Mawarni tahu, gurunya telah melompat keluar melalui jendela. Tanpa banyak pikir panjang, sepasang anak muda itu segera melompat ke luar. "Bagus! Rupanya kau sudah menampakkan batang hidungmu, Ratu Pring Sewu!" bentak seorang kakek berpakaian kain kafan yang baru saja menurunkan tangan maut terhadap murid-murid Perguruan Pring Sewu. Sepasang matanya yang mencorong bak sepasang mata serigala terus memandang tajam Ratu Pring Sewu. Ketua Perguruan Pring Sewu menggeretakkan gerahamnya penuh kemarahan. Ekor matanya yang tajam sempat melirik ke arah lima orang muridnya yang telah menemui ajal dengan cara mengenaskan. Tiga orang tewas dengan isi perut memburai keluar. Dua orang lainnya tewas dengan kepala pecah. "Siapakah tua bangka satu ini. Guru? Kenapa ia begitu telengas membantai saudara-saudara seperguruanku?" tanya Mawarni dengan tubuh menggigil saking ngerinya melihat mayat kelima orang kakak seperguruannya. Ratu Pring Sewu tak menyahut. Kedua pelipisnya bergerak-gerak
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana