"Apa yang kau inginkan, tentunya sama dengan yang kuinginkan. Kebetulan, dua bocah bagus ini datang menyodorkan diri pada kita."
Wisnu bertambah waspada. Sepasang matanya tajam tak berkedip ke depan.
"Hmmm... rupanya ini akan jadi urusan. Sulit bagiku untuk melepaskan diri sekarang. Tetapi, Nandari harus bisa meloloskan diri."
Pemuda berbaju putih yang terbuka di bagian dada nampak berpikir keras. Tak menemukan jalan keluar, Wisnu mencoba mengulur waktu. Lalu katanya. "Kalau tadi Dewi mempersilakan gadis bersamaku ini pergi sementara aku tinggal di sini, lalu bagaimana dengan maksud Manusia Mayat Muka Kuning?"
"Orang muda tolol!" Membentak Dewi Kematian dengan suara keras. Payudaranya yang montok dan menyembul keluar itu bergoyang.
"Apakah kau tidak mengerti kalau kami berdua menghendaki kalian, hah? Jangan jadi bodoh di hadapan kami bila masih sayang dengan nyawa!"
Wisnu menahan sesuatu yang mendadak bergejolak begitu matanya tertancap pada
Wisnu merasa dadanya bagai remuk. Masih untung Nandari cepat bertindak menahan kekasihnya. Bila tidak, tak ampun lagi Wisnu akan menabrak pohon di belakangnya."Menyingkir dari sini, Kang!" Seru Nandari dan dengan cepat berkelebat ke arah Manusia Mayat Muka Kuning. Pukulan 'Sinar Dewa' telah terangkum pula di tangannya. Orang tua muka kuning cuma keluarkan dengusan pendek dan mencelat ke muka.Apa yang dialami oleh Wisnu menimpa Nandari pula. Malah gadis itu yang justru menabrak pohon dan terpental lagi ke depan satu tombak. Dadanya keras menghantam tanah. Darah segar mengalir dari mulutnya. Membesi wajah Wisnu melihat kejadian yang menimpa gadis yang dicintainya. Dengan kerahkan sisa-sisa tenaganya, pemuda itu bangkit ke arah Nandari."Bagaimana keadaanmu, Nandari?"Nandari mengeluh tertahan. Lalu terbata dia berkata. "Aku... aku tidak apa-apa.""Nandari... kau segera menyingkir dari sini. Biar aku tahan manusia setan itu.""Tidak." Sahut N
Puluhan bunga api yang dilepaskan Dewi Kematian meletup terhantam sinar keperakan si nenek. Dewi Kematian terkesiap dan keluarkan pekikan kaget, ketika si nenek tiba-tiba sudah mencelat dengan kedua tangan membentuk cakar. Sukar bagi Dewi Kematian hindari serangan itu. Cepat ditekuk kedua tangannya dan digebah ke depan.Pyaaarrr!Sambaran cakar Ratu Harimau Putih tertahan gebahan Dewi Kematian. Tetapi karena dilakukan secara mendadak, tenaga Dewi Kematian agak berkurang. Akibat benturan itu tubuhnya terasa kesemutan dengan napas sesak. Di lain kejap, tubuhnya terpental ke belakang. Menghantam sebuah pohon yang langsung tumbang.Di seberang, Ratu Harimau Putih hanya terjajar beberapa tindak ke belakang. Namun paras si nenek yang berusia lanjut itu dan merupakan kakak seperguruan Dewi Samudera Biru langsung berubah. Dirasakan sekujur tubuhnya panas laksana dipanggang. Dadanya berdebar keras."Jelas perempuan bercadar itu bukan orang sembarangan. Pukulannya
Dewi Kematian membenarkan kata-kata orang tua muka kuning. Lalu katanya."Kita susul Ular sialan itu! Kalau memang di punggungnya bukan Si Buta dari Sungai Ular, pasti dia sedang menuju pada tuannya. Paling tidak, dia bisa membawa kita pada Si Buta dari Sungai Ular."Manusia Mayat Muka Kuning menyentak. "Bagaimana dengan orang-orang itu?""Untuk saat ini, kita biarkan saja! Mereka toh tak akan mampu bertahan lama! Mereka telah luka parah, ditambah lagi akibat ilmuku tadi. Kalau tak ada yang menolong, mereka bisa mampus!""Tetapi... gadis itu...."Dewi Kematian menoleh. Sepasang mata di balik cadar melotot tajam. Suaranya dingin, penuh tekanan."Orang tua sialan! Apakah kau sudah tak berselera lagi denganku, hah?"Manusia Mayat Muka Kuning mendengus gusar."Tadi pun kau menginginkan pemuda itu!""Urusan sudah selesai! Aku yakin, tak lama kemudian orang-orang sialan itu pasti akan mampus! Terutama nenek jelek berbaju dari
Si nenek akhirnya setuju dengan syarat agar Dewa Pemarah jangan menyentuh 'benda antik' di dadanya. Tetapi mengobati luka dalam di bagian dada itu sangat sulit bila tidak menyentuh 'benda antik' si nenek. Mau tak mau tangan Dewa Pemarah pun menyentuhnya.Wajah si nenek berkonde berubah. Kegusaran melanda dan langsung keluar sumpah serapahnya. Tetapi, orang tua yang berjuluk si Dewa Pemarah yang tak pernah tersenyum dan berkata lembut itu, lebih gila lagi marahnya."Urusan kau mau hajar aku atau tidak urusan belakangan! Lebih baik kita cari Dewi Samudera Biru!" Kata si Dewa Pemarah menjawab perkataan Dewi Pedang. Saat berbicara, kedua matanya yang masuk ke dalam bagai hendak loncat keluar."Orang tua sialan! Rupanya kau mau alihkan keinginanku itu dengan mengatakan tentang Dewi Samudera Biru! Lancang mulut, lelaki tua jelek! Ayo, berdiri! Sinikan kepalamu biar kuhajar sampai pecah!" Sentak Dewi Pedang."Sontoloyo! Bicara seenak udel mu saja! Kau nanti yang
"Kurang ajar kau!" Potong Dewi Pedang sewot, sementara Dewa Pemarah cuma keluarkan dengusan. Kendati demikian, lelaki berkuncir itu suka sekali mendengar kata-kata Manggala. Karena pada dasarnya, dia memang mencintai Dewi Pedang sejak masih muda.Mungkin karena keduanya punya sifat keras kepala dan suka marah-marah, jadinya sulit membina hubungan satu sama lain."Jangan gusar begitu, Guru. Aku yakin, Guru suka mendengar lakon picisan macam begini," Kata Manggala lagi, tak peduli wajah Dewi Pedang sudah mengkelap. Tetapi ketika dilihatnya gurunya itu hendak mengibaskan tangan kembali, buru-buru dia berkata."Sudahlah, Guru. Urusan kau mau atau tidak pada kakek itu urusan belakangan. Pokoknya....""Sontoloyo!" Potong Dewa Pemarah keras. "Kalimat itu adalah kalimat kesukaan ku!"Manggala tertawa terbahak-bahak. Apa yang barusan dikatakannya itu memang bermaksud mengejek si Dewa Pemarah yang kerap kali segala sesuatunya dibilang urusan belakangan.
TITIK-TITIK embun masih menggenang di dedaunan. Sinar surya mulai merambah persada. Langit cerah tanpa timbunan awan. Satu sosok tubuh berpakaian kulit ular bergerak cepat dari satu tempat ke tempat lain. Dan berhenti di sebuah ladang yang dipenuhi dengan bunga-bunga. Tempat itu dikenal dengan nama Ladang Ribuan Bunga.Si pemuda yang tak lain Si Buta dari Sungai Ular adanya, memandang ke seantero tempat "Tempat yang sangat indah. Ditumbuhi bunga liar yang seperti terawat. Ingin rasanya aku berlama-lama di tempat ini. Tetapi sayangnya, aku harus meneruskan langkah. Sialan betul! Ke mana aku harus mencari jejak Iblis Mara Kayangan atau Dewi Samudera Biru? Apakah...."Tas!Tak ada angin yang menderu mencurigakan, tak ada bayangan yang aneh, mendadak saja tubuh si pemuda meregang kaku. Detik kemudian, tubuhnya jatuh berlutut."Gila! Mengapa aku jadi bersikap seperti ini? Aneh! Padahal tak ada angin tak ada hujan. Lebih aneh lagi kalau tubuhku tidak bisa diger
RATU HARIMAU PUTIH yang dibawa lari dan kini diletakkan di atas rumput sebuah lembah yang berjarak ratusan tombak dari Ladang Ribuan Bunga oleh Nandari dan Wisnu, keadaannya makin bertambah parah. Nenek berbaju dari kulit harimau namun berwarna putih itu berkali-kali terbatuk. Dan setiap kali terbatuk selalu mengeluarkan darah. Suaranya semakin lama bertambah melemah. Dengan penuh kecemasan, Nandari menatap Wisnu yang sudah berusaha mengobati Ratu Harimau Putih tetapi gagal."Apa yang harus kita lakukan, Kang?" Tanyanya pelan. Wisnu menggelengkan kepalanya."Aku tidak tahu lagi. Segala usaha sudah kulakukan, tetapi tak membawa hasil yang bagus. Keadaan Ratu Harimau Putih lebih parah dari kita. Pertama dia sudah terkena hajaran Manusia Mayat Muka Kuning. Kedua, ia tergempur ilmu 'Tepukan Cabut Sukma' Dewi Kematian. Kita masih beruntung bisa hentikan rasa sakit di telinga yang menggetarkan seluruh urat darah. Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan lagi, Nandari."
Yang dipanggil barusan terkejut. Nandari lebih dulu pulih dari keterkejutannya dan berlari menyongsong si gadis yang berteriak tadi dengan wajah cerah dan sepasang mata berkaca-kaca. Keduanya berpelukan. Sungguh, keduanya bukan saudara kembar, bukan pula adik kakak, tetapi wajah keduanya hampir serupa benar. "Andini... bagaimana keadaanmu?" "Baik-baik saja. Kau sendiri?" "Setengah mampus aku cemas memikirkan keadaanmu." Andini tertawa, tetapi jelas menutupi rasa harunya karena bertemu kembali dengan kedua saudaranya. "Jangan pura-pura. Bukankah kau malah senang ada kesempatan berdua-dua dengan Kang Wisnu?" Nandari mencubit pipi gadis yang hanya lima bulan lebih muda darinya. "Kau memang nakal." "Seharusnya kau berterima kasih kepadaku," Kata Andini sambil tertawa. Nandari hendak menjawab godaan Andini tadi, tetapi mulutnya langsung terkancing rapat begitu terdengar teriakan dari si gadis yang tadi berdiri di sisi Garaga
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana