"Wah...! Kenapa jadi tangis-tangisan begini" Walah...," desah Si Buta dari Sungai Ular merasa trenyuh juga. Lalu entah karena apa tiba-tiba tangannya sudah garuk-garuk kepala.
Pembunuh Iblis tak mempedulikan ucapan Si Buta dari Sungai Ular. Sepasang matanya tiba-tiba meredup membayangkan kejadian beberapa puluh tahun lalu.
"Dulu sewaktu aku masih kecil, kira-kira berusia tujuh tahun, kulihat ayah dan ibu sering bertengkar. Ayah menuduh ibu menyeleweng. Ibu tidak terima. Lalu, pada suatu hari, tiba-tiba ayah menyeret ibu yang membawa bayi berusia empat bulan ke sebuah hutan. Entah, apa yang dilakukan. Namun setelah aku menunggu, ternyata ayah dan ibu tidak pernah kembali. Aku terlunta-lunta. Bertahun-tahun aku hidup merana seorang diri. Hingga akhirnya, pada suatu hari aku diajak guruku ke puncak Gunung Slamet. Lalu, aku pun belajar silat darinya. Namun dalam hatiku, aku bertekad akan mencari ayah dan ibu, juga adik kandungku."
Ratu Adil makin terisak. Wajahnya y
"Ha ha ha...! Akhirnya kutemukan juga kau di sini, Tua Bangka Keparat!" tawa Hantu Tangan Api bergelak.Pendidik Ulung terkesiap bukan main, dan buru-buru melompat bangun. Sepasang matanya pun kontan mencorong tajam."Bangsat! Kau kira aku takut menghadapimu, hah! Justru kaulah yang bertanggung jawab atas tewasnya gadis itu!" sembur Pendidik Ulung seraya menuding ke arah Arum Sari.Hantu Tangan Api menoleh sekilas. Diperhatikannya sosok gadis berpakaian serba hijau yang tergeletak di tumpukan jerami dengan senyum mengejek. Bahkan kemudian disusul suara tawanya yang kembali menggema memenuhi ruangan gua."Salah sendiri! Kenapa ia mencari mati di tanganku!" dengus Hantu Tangan Api."Dasar manusia penyebar petaka! Bisanya selalu membacot demikian. Tak tahu malu!""Diam! Kau pun juga akan mengalami nasib serupa dengan gadis itu! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal, Tua Bangka Keparat!" putus Hantu Tangan Api beringas.Pendidik Ulung tert
Selangkah demi selangkah kakinya pun maju mendekat. Dua tombak di hadapannya, Hantu Tangan Api terus mengumbar suara tawanya. Lagaknya pongah sekali. seolah-olah dialah yang paling berkuasa di muka bumi ini. Lalu dengan pandang mata melecehkan dibalasnya tatapan Pendidik Ulung."Heaaattt...?"Pendidik Ulung yang tak dapat lagi mengendalikan amarah telah menerjang beringas. Jari-jari telunjuknya yang telah berubah putih berkilauan berkali-kali berkelebat cepat di antara tubuh Hantu Tangan Api.Namun sayang meski telah mengeluarkan segenap kepandaiannya, tetap saja Pendidik Ulung tak mampu menghadapi sepak terjang Hantu Tangan Api. Malah berkali-kali tubuhnya dijadikan sasaran empuk serangan-serangan tokoh sesat dari Bukit Pedang itu.-o0o-Sementara itu, Si Buta dari Sungai Ular beserta Ratu Adil dan Pembunuh Iblis terus berkelebat cepat menelusuri hutan kecil."Manggala! Apakah kau yakin Hantu Tangan Api tengah mencari Pendidik Ulung?" tanya
Wesss! Wesss!Namun Hantu Tangan Api yang saat itu tengah bertarung hebat melawan Si Buta dari Sungai Ular dapat menghindar dengan melenting ke atas. Sehingga serangan-serangan Ratu Adil terus menerabas ke belakang menghantam semak-semak belukar hingga kontan terpangkas habis dalam keadaan hangus."Jangan gegabah, Yustika! Biar aku yang mengurus tua bangka ini!" teriak Si Buta dari Sungai Ular gusar bukan main. Langsung dipeganginya Ratu Adil yang hendak menyerang Hantu Tangan Api kembali. Sebab bukan mustahil Hantu Tangan Api yang telengas tak segan-segan untuk membunuh gadis itu."Tidak, Si Buta dari Sungai Ular! Tua bangka itu harus modar di tanganku!" geram Ratu Adil keras kepala."Dengarlah, Yustika! Tolong kau urus Pendidik Ulung! Ia sangat membutuhkan pertolongan!" tegas Si Buta dari Sungai Ular.Ratu Adil sejenak bimbang di tempatnya. Pendidik Ulung memang sangat berjasa terhadap dirinya. Dialah yang telah menyelamatkan nyawanya dari cengke
Namun kejap kemudian ganti kebalikannya.Hingga pada titik puncaknya...."Hea...!"Tiba-tiba Si Buta dari Sungai Ular menyentakkan kedua telapak tangan dengan kekuatan tenaga dalam penuh. Hasilnya, kabut putih tipis dari kedua telapak tangannya melesat ke depan, menindih gulungan kobaran api milik Hantu Tangan Api."Ah...!"Hantu Tangan Api kaget bukan kepalang. Perlahan-lahan kabut putih yang berkilauan dengan sinar beraneka warna itu makin menindih gulungan kobaran api miliknya. Tanpa sadar peluh sebesar jagung membasahi keningnya. Dan dengan mata membeliak lebar, tokoh sesat dari Bukit Pedang itu dapat melihat jelas kalau kabut putih dari kedua telapak tangan lawan mulai membungkus tubuhnya. Hal ini membuat gusar hatinya bukan main.Pada saat kabut putih tipis dari kedua telapak tangan Si Buta dari Sungai Ular membungkus sekujur tubuh, Hantu Tangan Api meraung-raung hebat. Namun gulungan kabut itu terus membungkus tubuhnya tanpa ampun. Hi
LANGIT di ufuk sebelah barat sana telah berwarna merah menembaga. Bulatan besar sang Raja Siang yang mengambang di kaki langit, mengisyaratkan kalau hari telah beranjak senja. Bintang-bintang di angkasa mulai terlihat satu-dua. Sesekali, terdengar beberapa kicau burung liar di ranting-ranting pohon.Dari arah matahari terbenam, dua sosok bayangan tengah berkelebat menuju sebuah hutan kecil. Gerakan mereka cepat luar biasa, seolah mengambang. Hingga dalam waktu yang tidak lama, mulai memasuki kawasan hutan.Srakkk! Srakkk!Dua sosok bayangan itu menghentikan langkah di jalan setapak di hutan kecil ini. Untuk sesaat, dua sosok yang ternyata sepasang anak muda itu mengedarkan pandang ke sekeliling.Tak ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya desau angin semilir sore yang terdengar. Sosok gadis yang berada di sebelah kanan menghela napasnya. Wajahnya cantik. Usianya kira-kira tujuh belas tahun. Tubuhnya yang ramping padat dibalut pakaian indah terbuat dari benan
Sementara suara merdu itu tak henti-hentinya mendendangkan bait-bait syair. Lama kelamaan suaranya terdengar jelas. Tak selang beberapa lama, terlihat sesosok bayangan hijau tengah melenggang santai di jalan setapak dengan payung yang juga berwarna hijau terkembang di tangan kanan."Siapakah dia, Manggala? Tampaknya bait-bait syairnya tadi seperti menyindir kita," bisik Ratu Adil di telinga Manggala.Si Buta dari Sungai Ular hanya menggeleng. Entah, apa makna gelengan kepalanya. Namun matanya terus ditujukan ke arah sosok bayangan hijau yang tengah mendekati tempat itu.Kening Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil kian berkerut melihat sosok bayangan hijau yang semakin dekat ternyata seorang gadis cantik. Usianya pun tak jauh berbeda dengan Ratu Adil.Lima depa di hadapan Manggala, gadis itu menghentikan langkah. Terlihat tubuhnya yang tinggi ramping terbalut pakaian ketat warna hijau pupus tampak demikian menggiurkan. Padat berisi dengan sepasang buah d
Si Buta dari Sungai Ular sebenarnya ingin membantah. Namun karena lengan dan pundaknya keburu ditarik Putri Hijau, akhirnya pemuda itu menurut saja."Nah...! Kalau begini kan enak. Masa' pakai berlutut segala," kata Putri Hijau.Si Buta dari Sungai Ular kesal bukan main. Saking kesalnya ia hanya garuk-garuk kepala."Sobatku Putri Hijau! Bolehkah aku bertanya padamu?" kata Ratu Adil."Boleh. Katakan saja! Jangan sungkan-sungkan seperti pemuda gondrong itu!" tuding Putri Hijau ke arah pemuda dari sungai ular itu. Si Buta dari Sungai Ular meringis."Begini...," Ratu Adil menghela napasnya sebentar. "Terus terang, aku sedang mencari seseorang yang bernama Gendon Prakoso. Apa kau mengenal nama itu?""Wahai, sobatku Ratu Adil! Sungguh satu pekerjaan sulit mencari tokoh dunia persilatan hanya dengan mengetahui namanya saja. Sebab, kau pun tahu, banyak tokoh dunia persilatan yang lebih senang disebut julukannya. Apa kau tidak tahu julukan orang yang
Akhirnya Gembong Kenjeran dan anak buahnya pun dapat ditaklukkan oleh Dewa Kegelapan. Namun kekuasaan Dewa Kegelapan yang ingin menguasai dunia persilatan tak berlangsung lama, tatkala Si Buta dari Sungai Ular datang mengobrak-abrik. Dan sewaktu terjadi pertarungan sengit antara Dewa Kegelapan dan Si Buta dari Sungai Ular, Gembong Kenjeran yang berakal cerdik segera melarikan diri. Kemudian lelaki telengas ini melaporkan kejadian yang menimpa Dewa Kegelapan pada Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Namun, apa yang diharapkan dari jerih payahnya hanya menemui kesia-siaan. Malah dengan cara kasar Gembong Kenjeran diusir oleh Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Bahkan salah seorang dari Empat Iblis Merah menghadiahi satu pukulan maut. Untung saja Gembong Kenjeran masih sanggup bertahan. Walau dengan menderita luka dalam cukup parah, akhirnya ditinggalkannya Hutan Seruni."Setan alas! Seumur hidupku belum pernah aku diperlakukan sehina ini. Tak mungkin aku membiarkan penghinaan