Tepat ketika teriakan Setan Haus Darah terputus, pemuda dari sungai ular itu menurunkan kedua telapak tangannya. Sementara kabut beraneka warna yang membungkus Setan Haus Darah pun sirna. Namun apa yang terlihat benar-benar membuat hati Si Buta dari Sungai Ular bergidik. Ternyata, tubuh Setan Haus Darah telah luluh menjadi tumpukan abu beraneka warna!
"Edan! Tak kusangka kalau tubuh Setan Haus Darah akan menjadi abu seperti itu. Hm...!" desah Si Buta dari Sungai Ular sambil menggeleng-geleng. Beberapa orang anggota Pasukan Laskar Hijau yang melihat pimpinan mereka tewas dengan amat mengerikan, segera membuang senjata, mereka segera duduk berlutut di hadapan Pembunuh Iblis dan Ratu Adil.
"Ampunkan kami, Tuan Pendekar! Ampunkan kami...!" ratap anggota-anggota Pasukan Laskar Hijau itu seraya menyembah-nyembah. Sebenarnya Ratu Adil dan Pembunuh Iblis merasa muak sekali melihat tingkah mereka. Ingin rasanya mereka mendamprat. Namun manakala melihat Si Buta dari Sungai Ular,
"Wah...! Kenapa jadi tangis-tangisan begini" Walah...," desah Si Buta dari Sungai Ular merasa trenyuh juga. Lalu entah karena apa tiba-tiba tangannya sudah garuk-garuk kepala.Pembunuh Iblis tak mempedulikan ucapan Si Buta dari Sungai Ular. Sepasang matanya tiba-tiba meredup membayangkan kejadian beberapa puluh tahun lalu."Dulu sewaktu aku masih kecil, kira-kira berusia tujuh tahun, kulihat ayah dan ibu sering bertengkar. Ayah menuduh ibu menyeleweng. Ibu tidak terima. Lalu, pada suatu hari, tiba-tiba ayah menyeret ibu yang membawa bayi berusia empat bulan ke sebuah hutan. Entah, apa yang dilakukan. Namun setelah aku menunggu, ternyata ayah dan ibu tidak pernah kembali. Aku terlunta-lunta. Bertahun-tahun aku hidup merana seorang diri. Hingga akhirnya, pada suatu hari aku diajak guruku ke puncak Gunung Slamet. Lalu, aku pun belajar silat darinya. Namun dalam hatiku, aku bertekad akan mencari ayah dan ibu, juga adik kandungku."Ratu Adil makin terisak. Wajahnya y
"Ha ha ha...! Akhirnya kutemukan juga kau di sini, Tua Bangka Keparat!" tawa Hantu Tangan Api bergelak.Pendidik Ulung terkesiap bukan main, dan buru-buru melompat bangun. Sepasang matanya pun kontan mencorong tajam."Bangsat! Kau kira aku takut menghadapimu, hah! Justru kaulah yang bertanggung jawab atas tewasnya gadis itu!" sembur Pendidik Ulung seraya menuding ke arah Arum Sari.Hantu Tangan Api menoleh sekilas. Diperhatikannya sosok gadis berpakaian serba hijau yang tergeletak di tumpukan jerami dengan senyum mengejek. Bahkan kemudian disusul suara tawanya yang kembali menggema memenuhi ruangan gua."Salah sendiri! Kenapa ia mencari mati di tanganku!" dengus Hantu Tangan Api."Dasar manusia penyebar petaka! Bisanya selalu membacot demikian. Tak tahu malu!""Diam! Kau pun juga akan mengalami nasib serupa dengan gadis itu! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal, Tua Bangka Keparat!" putus Hantu Tangan Api beringas.Pendidik Ulung tert
Selangkah demi selangkah kakinya pun maju mendekat. Dua tombak di hadapannya, Hantu Tangan Api terus mengumbar suara tawanya. Lagaknya pongah sekali. seolah-olah dialah yang paling berkuasa di muka bumi ini. Lalu dengan pandang mata melecehkan dibalasnya tatapan Pendidik Ulung."Heaaattt...?"Pendidik Ulung yang tak dapat lagi mengendalikan amarah telah menerjang beringas. Jari-jari telunjuknya yang telah berubah putih berkilauan berkali-kali berkelebat cepat di antara tubuh Hantu Tangan Api.Namun sayang meski telah mengeluarkan segenap kepandaiannya, tetap saja Pendidik Ulung tak mampu menghadapi sepak terjang Hantu Tangan Api. Malah berkali-kali tubuhnya dijadikan sasaran empuk serangan-serangan tokoh sesat dari Bukit Pedang itu.-o0o-Sementara itu, Si Buta dari Sungai Ular beserta Ratu Adil dan Pembunuh Iblis terus berkelebat cepat menelusuri hutan kecil."Manggala! Apakah kau yakin Hantu Tangan Api tengah mencari Pendidik Ulung?" tanya
Wesss! Wesss!Namun Hantu Tangan Api yang saat itu tengah bertarung hebat melawan Si Buta dari Sungai Ular dapat menghindar dengan melenting ke atas. Sehingga serangan-serangan Ratu Adil terus menerabas ke belakang menghantam semak-semak belukar hingga kontan terpangkas habis dalam keadaan hangus."Jangan gegabah, Yustika! Biar aku yang mengurus tua bangka ini!" teriak Si Buta dari Sungai Ular gusar bukan main. Langsung dipeganginya Ratu Adil yang hendak menyerang Hantu Tangan Api kembali. Sebab bukan mustahil Hantu Tangan Api yang telengas tak segan-segan untuk membunuh gadis itu."Tidak, Si Buta dari Sungai Ular! Tua bangka itu harus modar di tanganku!" geram Ratu Adil keras kepala."Dengarlah, Yustika! Tolong kau urus Pendidik Ulung! Ia sangat membutuhkan pertolongan!" tegas Si Buta dari Sungai Ular.Ratu Adil sejenak bimbang di tempatnya. Pendidik Ulung memang sangat berjasa terhadap dirinya. Dialah yang telah menyelamatkan nyawanya dari cengke
Namun kejap kemudian ganti kebalikannya.Hingga pada titik puncaknya...."Hea...!"Tiba-tiba Si Buta dari Sungai Ular menyentakkan kedua telapak tangan dengan kekuatan tenaga dalam penuh. Hasilnya, kabut putih tipis dari kedua telapak tangannya melesat ke depan, menindih gulungan kobaran api milik Hantu Tangan Api."Ah...!"Hantu Tangan Api kaget bukan kepalang. Perlahan-lahan kabut putih yang berkilauan dengan sinar beraneka warna itu makin menindih gulungan kobaran api miliknya. Tanpa sadar peluh sebesar jagung membasahi keningnya. Dan dengan mata membeliak lebar, tokoh sesat dari Bukit Pedang itu dapat melihat jelas kalau kabut putih dari kedua telapak tangan lawan mulai membungkus tubuhnya. Hal ini membuat gusar hatinya bukan main.Pada saat kabut putih tipis dari kedua telapak tangan Si Buta dari Sungai Ular membungkus sekujur tubuh, Hantu Tangan Api meraung-raung hebat. Namun gulungan kabut itu terus membungkus tubuhnya tanpa ampun. Hi
LANGIT di ufuk sebelah barat sana telah berwarna merah menembaga. Bulatan besar sang Raja Siang yang mengambang di kaki langit, mengisyaratkan kalau hari telah beranjak senja. Bintang-bintang di angkasa mulai terlihat satu-dua. Sesekali, terdengar beberapa kicau burung liar di ranting-ranting pohon.Dari arah matahari terbenam, dua sosok bayangan tengah berkelebat menuju sebuah hutan kecil. Gerakan mereka cepat luar biasa, seolah mengambang. Hingga dalam waktu yang tidak lama, mulai memasuki kawasan hutan.Srakkk! Srakkk!Dua sosok bayangan itu menghentikan langkah di jalan setapak di hutan kecil ini. Untuk sesaat, dua sosok yang ternyata sepasang anak muda itu mengedarkan pandang ke sekeliling.Tak ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya desau angin semilir sore yang terdengar. Sosok gadis yang berada di sebelah kanan menghela napasnya. Wajahnya cantik. Usianya kira-kira tujuh belas tahun. Tubuhnya yang ramping padat dibalut pakaian indah terbuat dari benan
Sementara suara merdu itu tak henti-hentinya mendendangkan bait-bait syair. Lama kelamaan suaranya terdengar jelas. Tak selang beberapa lama, terlihat sesosok bayangan hijau tengah melenggang santai di jalan setapak dengan payung yang juga berwarna hijau terkembang di tangan kanan."Siapakah dia, Manggala? Tampaknya bait-bait syairnya tadi seperti menyindir kita," bisik Ratu Adil di telinga Manggala.Si Buta dari Sungai Ular hanya menggeleng. Entah, apa makna gelengan kepalanya. Namun matanya terus ditujukan ke arah sosok bayangan hijau yang tengah mendekati tempat itu.Kening Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil kian berkerut melihat sosok bayangan hijau yang semakin dekat ternyata seorang gadis cantik. Usianya pun tak jauh berbeda dengan Ratu Adil.Lima depa di hadapan Manggala, gadis itu menghentikan langkah. Terlihat tubuhnya yang tinggi ramping terbalut pakaian ketat warna hijau pupus tampak demikian menggiurkan. Padat berisi dengan sepasang buah d
Si Buta dari Sungai Ular sebenarnya ingin membantah. Namun karena lengan dan pundaknya keburu ditarik Putri Hijau, akhirnya pemuda itu menurut saja."Nah...! Kalau begini kan enak. Masa' pakai berlutut segala," kata Putri Hijau.Si Buta dari Sungai Ular kesal bukan main. Saking kesalnya ia hanya garuk-garuk kepala."Sobatku Putri Hijau! Bolehkah aku bertanya padamu?" kata Ratu Adil."Boleh. Katakan saja! Jangan sungkan-sungkan seperti pemuda gondrong itu!" tuding Putri Hijau ke arah pemuda dari sungai ular itu. Si Buta dari Sungai Ular meringis."Begini...," Ratu Adil menghela napasnya sebentar. "Terus terang, aku sedang mencari seseorang yang bernama Gendon Prakoso. Apa kau mengenal nama itu?""Wahai, sobatku Ratu Adil! Sungguh satu pekerjaan sulit mencari tokoh dunia persilatan hanya dengan mengetahui namanya saja. Sebab, kau pun tahu, banyak tokoh dunia persilatan yang lebih senang disebut julukannya. Apa kau tidak tahu julukan orang yang
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana