Sementara suara merdu itu tak henti-hentinya mendendangkan bait-bait syair. Lama kelamaan suaranya terdengar jelas. Tak selang beberapa lama, terlihat sesosok bayangan hijau tengah melenggang santai di jalan setapak dengan payung yang juga berwarna hijau terkembang di tangan kanan.
"Siapakah dia, Manggala? Tampaknya bait-bait syairnya tadi seperti menyindir kita," bisik Ratu Adil di telinga Manggala.
Si Buta dari Sungai Ular hanya menggeleng. Entah, apa makna gelengan kepalanya. Namun matanya terus ditujukan ke arah sosok bayangan hijau yang tengah mendekati tempat itu.
Kening Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil kian berkerut melihat sosok bayangan hijau yang semakin dekat ternyata seorang gadis cantik. Usianya pun tak jauh berbeda dengan Ratu Adil.
Lima depa di hadapan Manggala, gadis itu menghentikan langkah. Terlihat tubuhnya yang tinggi ramping terbalut pakaian ketat warna hijau pupus tampak demikian menggiurkan. Padat berisi dengan sepasang buah d
Si Buta dari Sungai Ular sebenarnya ingin membantah. Namun karena lengan dan pundaknya keburu ditarik Putri Hijau, akhirnya pemuda itu menurut saja."Nah...! Kalau begini kan enak. Masa' pakai berlutut segala," kata Putri Hijau.Si Buta dari Sungai Ular kesal bukan main. Saking kesalnya ia hanya garuk-garuk kepala."Sobatku Putri Hijau! Bolehkah aku bertanya padamu?" kata Ratu Adil."Boleh. Katakan saja! Jangan sungkan-sungkan seperti pemuda gondrong itu!" tuding Putri Hijau ke arah pemuda dari sungai ular itu. Si Buta dari Sungai Ular meringis."Begini...," Ratu Adil menghela napasnya sebentar. "Terus terang, aku sedang mencari seseorang yang bernama Gendon Prakoso. Apa kau mengenal nama itu?""Wahai, sobatku Ratu Adil! Sungguh satu pekerjaan sulit mencari tokoh dunia persilatan hanya dengan mengetahui namanya saja. Sebab, kau pun tahu, banyak tokoh dunia persilatan yang lebih senang disebut julukannya. Apa kau tidak tahu julukan orang yang
Akhirnya Gembong Kenjeran dan anak buahnya pun dapat ditaklukkan oleh Dewa Kegelapan. Namun kekuasaan Dewa Kegelapan yang ingin menguasai dunia persilatan tak berlangsung lama, tatkala Si Buta dari Sungai Ular datang mengobrak-abrik. Dan sewaktu terjadi pertarungan sengit antara Dewa Kegelapan dan Si Buta dari Sungai Ular, Gembong Kenjeran yang berakal cerdik segera melarikan diri. Kemudian lelaki telengas ini melaporkan kejadian yang menimpa Dewa Kegelapan pada Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Namun, apa yang diharapkan dari jerih payahnya hanya menemui kesia-siaan. Malah dengan cara kasar Gembong Kenjeran diusir oleh Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Bahkan salah seorang dari Empat Iblis Merah menghadiahi satu pukulan maut. Untung saja Gembong Kenjeran masih sanggup bertahan. Walau dengan menderita luka dalam cukup parah, akhirnya ditinggalkannya Hutan Seruni."Setan alas! Seumur hidupku belum pernah aku diperlakukan sehina ini. Tak mungkin aku membiarkan penghinaan
"Tua bangka budek! Aku tak butuh ocehanmu!" terabas Gembong Kenjeran kasar bukan main. Di akhir kalimatnya, kaki kanan Gembong Kenjeran menghentakkan kuat-kuat ke bawah. Seketika lobang besar kontan tercipta dari bekas pijakan kakinya. Sedang Gembong Kenjeran sendiri telah berpindah dua tombak di hadapan si kakek. Sementara, tanah dan bebatuan berpentalan ke sana kemari, membuat tempat itu jadi gelap. Namun anehnya kakek renta di hadapan Gembong Kenjeran malah menyunggingkan senyum. Sedikit pun hatinya tidak tersinggung atas kekasaran sikap maupun omongan Gembong Kenjeran."Anak manusia! Kulihat luka di tubuhmu masih belum seberapa bila dibanding luka hatimu. Buanglah semua yang membebani hatimu. Niscaya kau akan hidup tenang selama-lamanya," ujar kakek renta itu arif. Nada suaranya pun enak didengar telinga.Gembong Kenjeran yang tak dapat lagi mengendalikan amarah malah maju selangkah ke depan. Kedua telapak tangannya yang terkepal erat, siap meremukkan batok kepala
Sebentar saja, sosoknya menghilang di balik mulut tebing hijau jauh di atasnya. Melihat kehebatan ilmu meringankan tubuh Eyang Bromo, mau tidak mau Gembong Kenjeran jadi berdecak kagum. Rasanya sulit masuk akal kalau orang tua renta yang tampaknya tak bertenaga itu mampu mendaki tebing terjal di hadapannya dengan kecepatan luar biasa!"Edan! Benar-benar lihai, Tua Bangka Keparat itu! Hm...! Tak heran kalau ia menduduki papan atas dunia persilatan. Tapi, sial! Ia tak mau menyembuhkan luka dalamku. Eh..., tunggu! Kenapa hawa panas yang mengaduk-aduk dalam tubuhku sirna? Kenapa tiba-tiba saja tubuhku jadi segar begini? Apa yang telah dilakukannya padaku? Bukankah tadi ia tak melakukan apa-apa selain bicara? Tapi, kenapa luka dalamku sembuh seperti sediakala. Ah...! Menyesal sekali aku telah memperlakukannya kasar. Hm.... Jelas! Secara diam-diam, Eyang Bromo pasti telah menyembuhkan luka dalamku. Entah dengan cara apa luka dalamku bisa disembuhkan olehnya...."Gembong Kenj
"Maafkan aku, Orang Tua! Sungguh aku tak tahu kalau hari ini tengah berhadapan dengan orang tua sakti yang bergelar Eyang Pamekasan," lanjut Gembong Kenjeran.Sebagai seorang tokoh dunia persilatan, Gembong Kenjeran alias Gendon Prakoso tahu siapa Eyang Pamekasan. Dia tak lain adalah seorang tokoh papan atas dunia persilatan yang menempuh jalan sesat. Bahkan sepak terjangnya sering membuat tokoh-tokoh golongan putih jadi kecut. Hal ini tentu saja disambut gembira oleh tokoh-tokoh golongan hitam.Namun sayangnya, Eyang Pamekasan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bertapa. Pernah sekali waktu Eyang Pamekasan keluar dari tempatnya bertapa. Itu pun karena dipanggil oleh cucunya yang bergelar Pangeran Pemimpin. Demi membantu Pangeran Pemimpin yang bermaksud ingin merebut takhta Kadipaten Pleret, akhirnya tokoh itu keluar dari tempatnya bertapa. Namun sayang, sepak terjangnya dapat dihentikan Si Buta dari Sungai Ular yang dibantu pendekar-pendekar sakti seperti Penyai
Seketika kedua telapak tangannya telah berubah menjadi putih berkilauan hingga pangkal lengan, saat tenaga dalamnya dikerahkan."Hea!"Bersamaan teriakannya yang mengguntur, tiba-tiba Gembong Kenjeran menyentakkan kedua telapak tangannya ke depan. Seketika dua gulungan asap tebal berwarna putih berkilauan yang menebarkan hawa dingin bukan kepalang meluruk ke depan!Pesss!Dua batang pohon besar di hadapan Gembong Kenjeran langsung terbungkus dua gulungan asap tebal dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran. Seketika bumi terasa bergetar hebat diiringi suara gemeretak dari ranting-ranting pohon yang berjatuhan! Dan saat kedua telapak tangannya diturunkan kembali, dua batang pohon besar itu pun luruh ke tanah berubah menjadi kepingan-kepingan kecil berwarna putih kepucatan!"Aji 'Setan Kober'!" terdengar Eyang Pamekasan memerintah.Gembong Kenjeran tidak menyahut, kecuali segera memusatkan pikirannya untuk mengerahkan apa yang diperintahkan E
Hupp!Gembong Kenjeran menghentikan kelebatannya di ranting pohon terakhir. Di hadapannya kini terbentang hamparan tanah rerumputan yang dikelilingi semak belukar. Lelaki itu menyapu keadaan sekitar dengan matanya. Dan mendadak bola matanya tertumpuk pada empat gundukan tanah merah di bawahnya."Kuburan?" gumam Gembong Kenjeran."Kuburan siapakah itu? Mungkinkah kuburan Empat Iblis Merah. Atau...."Gembong Kenjeran tak meneruskan pertanyaan dalam hatinya. Ia segera melompat turun. Ditelitinya empat gundukan tanah merah di hadapannya seksama. Ternyata di papan nisan itu tertulis.... ‘Makam Bajingan-bajingan Merah dari Hutan Seruni’.Gembong Kenjeran melongo. Dibacanya sekali lagi tulisan di papan nisan itu."Hm...! Jadi bajingan-bajingan merah itu sudah modar! Menilik gundukan tanah yang mulai mengeras, aku yakin kuburan ini sudah cukup lama. Mungkin dua atau tiga bulan lalu. Tapi, siapakah yang melakukan ini semuanya?" tanya Gemb
"Masa' baru saja diomongkan sudah lupa. Dasar pikun!" rutuk Manggala dalam hati. Sedang Ratu Adil makin menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. "Oh, ya? Aku ingat. Aku sedang mencari muridku. Apa kalian pernah melihat muridku?"Manggala yang semula mengira kalau kakek renta itu akan menyuruh meneruskan adegan mesranya hanya melongo."Kasihan sekali. Kenapa orang tua ini demikian pikunnya? Baru saja ngomong soal pelukan, sekarang sudah melantur bicara soal muridnya. Bagaimana, sih?" gumam Si Buta dari Sungai Ular dalam hati."Ayo, jawab! Kenapa kalian malah melongo?" hardik si kakek renta. Matanya mendadak jadi berkilat-kilat galak."Hey...! Kau, Bocah buta! Apa kau pernah melihat muridku? Jauh-jauh aku dari Gunung Slamet untuk mencari muridku, masa' kau tidak bisa membantu? Ayo, tunjukkan di mana muridku, Bocah buta?""Ya, ampun! Orang tua ini malah jadi melantur tidak karuan. Pakai membentak-bentak lagi...." Manggala mendesis dalam hati sebelum akhir