Waktu cerita adalah pada zaman setelah tragedi tenggelamnya kapal Titanic.
Di luar hujan mengguyur deras. Anginnya menggulung-gulung. Meniup kencang pohon-pohon, serta membawa percikan air ke dalam.
Diantara gemuruh hujan, aktifitas panas sedang terjadi. Mereka adalah Smith Carlos dan kekasih tercintanya, Elinoure.
Keduanya saling menyatu tanpa sehelai benang pun. Mengeluarkan desahan demi desahan, yang tidak akan mungkin bisa didengar oleh siapapun, mengingat tempat mereka bercinta adalah sebuah menara setinggi 20 meter dari permukaan tanah.
Semakin lama, desahan keduanya semakin kencang. Bahkan bisa dibilang, hampir-hampir ingin menyamai gemuruh hujan.
Nampak merah wajah pria itu. Keningnya yang putih dihiasi buliran keringat. Dan sungguh, bila seperti ini, bagi Elinoure, Smith Carlos teramat gagah perkasa.
"Aku mencintaimu," bisik Smith Carlos membuat dada Elinoure terasa hangat.
Selang dua detik kemudian, sebuah cairan hangat menyembur hebat memenuhi dinding rahim Elinoure. Disusul tubuh Elinoure mengejang beberapa saat sebelum akhirnya ia terkulai lemas.
"Aku mencintaimu, Elinoure," ulang Smith Carlos dengan nafas berderu. Kemudian ia menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh wanita itu.
20 menit kemudian.
Keduanya sudah berpakaian lengkap seperti saat sebelum pergulatan panas tadi terjadi.
Dengan penuh kasih sayang, Smith Carlos menata rambut ikal Elinoure. Ia juga menuang wewangian di gaun khas gadis desanya. Kata Smith Carlos, wewangian itu dibeli seharga satu ekor kambing. Padahal isinya tidak lebih dari 50 ml. Tapi emang wanginya awet. Elinoure sudah membuktikan sendiri.
"Aku akan sangat merindukanmu," kata Smith Carlos sambil menatap sedih.
Elinoure menangkupkan kedua tangan pada pipinya. Bola matanya yang kecil dan kecoklatan itu tampak indah dimata Smith Carlos.
"Jangan khawatir," ucap Elinoure dari mulut kecil yang selalu manis bila dilumat, "dua Minggu lagi kita bertemu," lanjutnya, secara penuh memberi semangat.
Smith Carlos mengangguk. Tapi rasanya tetap berat. Bagaimana tidak?
Selama tiga bulan ini, ia dan Elinoure tidak pernah saling berjauhan. Tiga kali selama satu pekan, keduanya pasti bertemu. Entah sekedar menikmati pemandangan hamparan rumput atau melakukan hubungan panas seperti barusan.
Intinya, Smith Carlos tidak bisa, jika tidak bertemu Elinoure meski itu hanya dua pekan.
"Hujan berpamitan." Elinoure mengarah ke luar jendela tanpa kaca. Smith Carlos mengikuti arah pandangan wanita itu.
Langit masih mendung, tetapi hujannya benar-benar reda. Rintik-rintik tipis pun tidak ada sama sekali. Seolah hujan tadi benar-benar puas mengguyur.
"Pulanglah," suruh Elinoure.
"Kau juga," balas Smith Carlos.
Elinoure mengangguk. "Tentu aku pulang, jika tidak, Bibiku akan marah-marah sampai fajar."
Smith Carlos terkekeh-kekeh.
Elinoure menjauhkan kedua tangannya. Wanita itu mengambil payung hitam, yang agak usang. Maklum, itu payung pertama yang dibeli Bibi nya Elinoure. Bahkan, payung tersebut menjadi satu-satunya payung di rumah mereka.
"Elinoure," panggil Smith Carlos.
Elinoure menoleh. "Iya?"
Smith Carlos menggigit bibirnya pelan. Bola matanya mengarah bibir tipis nan merah milik Elinoure. Seketika, nafsu pria itu kembali terpancing.
Dengan sigap, ia meraih pinggul wanita itu. Ia dekap dan ia sambar bibirnya yang merekah.
Elinoure tersenyum. Pun balas melingkari leher Carlos usai meletakkan payungnya secara asal.
Tidak tahu seberapa lama mereka beradegan kissing. Yang jelas, saat ini Carlos berhasil menurunkan resleting celananya (lagi). Kemudian ia berangsur duduk diikuti Elinoure, yang juga duduk diatas pangkuannya sembari menyingsing gaun agar Carlos kembali memasukinya.
Smith Carlos melepas satu persatu tali pengikat gaun di bagian belakang. Sesudah terurai, ia masih harus menanggalkan kain lapisan kedua. Tapi itu tidak lama. Jelasnya, ketika gaun itu tidak menutupi dada Elinoure lagi.
"Carlos," desis Elinoure seraya lebih menenggelamkan kepala Carlos.
"Aku tidak akan pulang. Kita tidak akan pulang. Tunggu sampai tengah malam, sayang," minta Carlos tanpa menghentikan kesibukan tangan dan mulutnya.
"Tapi, Carlos."
Carlos tidak peduli. Ia meremas gundukan itu sangat keras sampai Elinoure menjerit, menggigit bibirnya.
Persetan dengan waktu.
Seakan mendukung, hujan tiba-tiba mengguyur lagi. Bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya. Itu memancing semangat Carlos kian menggebu.
Disisi lain.
Yolanda beranjak dari kursi kayu eboni yang dilapisi cat hitam mengkilap. Jam tua di kediaman megah mereka menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan anak bungsu wanita itu belum juga kembali usai tadi siang pamit berkuda.
"Cari putraku itu!!! Besok ada perjalanan jauh, dan sampai sekarang, ia belum pulang." Perintah Yolanda bak perintah raja. Sekali ucap, jangan harap bisa ditentang.
Maka berlari terburu-buru seorang pelayan rumahnya yang membawa payung berkualitas. Demi tidak membuat Yolanda naik pitam, pria itu rela menerobos derasnya hujan, juga melawan ketakutan atas kilatan petir yang menyambar kesana kemari.
"Ya Dewi Fortuna, beri aku keberuntungan," doa pria tersebut.
Bagai didengarkan, ia pun diberi pendengaran suara kuda sekaligus cambukan yang tidak asing di telinganya.
Seketika mata pelayan itu berbinar-binar. "Itu pasti tuan muda."
Harap-harap, tebakannya benar. Namun, rupanya salah. Yang datang bukanlah Carlos, melainkan seorang anak lima belas tahun yang entah kenapa membawa kuda Carlos.
Hiii
Kuda meringkik. Penunggangnya turun. "Hei, paman," sapanya.
Si pelayan berhenti. Cepat-cepat, ia menghampiri. "Tuan kecil, bagaimana bisa kuda tuan muda Carlos ada disini?" Tanya si pelayan.
Bocah yang ia panggil tuan kecil, tidak lain adalah keponakan Carlos. Tepatnya, anak dari kakak perempuan pria itu. Ia lahir saat krisis ekonomi terjadi di negeri penghasil susu sapi terbaik ini. Nama bocah itu, Diego Marvel.
Sambil melepas pakaian Bangsawannya, bocah itu menjawab, "Aku tidak tahu. Si coklat, aku temukan tengah makan rumput di kejauhan sana. Kebetulan, kudaku sedang ngambek. Jadi aku menggantinya dengan kuda milik paman Carlos."
"Jadi tuan kecil tidak melihat tuan muda Carlos?"
Diego Marvel menggeleng. Lalu, pergi begitu saja sembari menyeret tali kudanya.
Si pelayan bergumam, "Terpaksa harus pergi ke padang rumput."
***
Jarak kediaman bangsawan Yolanda menuju padang rumput tidak jauh, juga tidak dekat. Kurang lebih membutuhkan waktu satu jam untuk sampai disana. Pun karena tengah hujan, sekaligus jalan menanjak.
Si pelayan tidak bisa memaksa kuda miliknya menempuh perjalanan ini. Bukannya sampai, nanti yang ada ia terguling-guling mengelilingi dataran bukit.
Bermodalkan payung, serta jantung yang sehat. Akhirnya, si pelayan sampai di lokasi.
Benar, kuda milik Diego Marvel ada di sini. Sungguh tega bocah itu. Meninggalkan kuda tanpa perlindungan dari derasnya hujan.
Lantas, si pelayan membawa kudanya ke bawah pohon yang lebih dari cukup untuk melindungi si kuda dari guyuran hujan.
Kemudian ia berdiri memandangi hamparan hijau basah tersebut.
Meski tanpa penerangan, akan tetapi malam ini bulan nyaris menunjukkan seluruh rupanya.
Berkat cahaya rembulan itulah, si pelayan dapat memastikan, tidak ada seorangpun di atas hamparan rumput tersebut.
Ia mendesah kesal. Ia harus mencari ke sebelah mana?
"Menara," kata si pelayan saat kepalanya menengadah, dan mendapati lampu penerangan berwarna oranye dari jendela terbuka menara itu sendiri.Seolah dituntun, si pelayan itu melangkahkan kakinya menuju tempat tersebut.Sementara di dalam menara, Carlos dan Elinoure tengah menuruni anak tangga sambil berpegangan tangan dan sesekali berciuman.Saking bahagianya mereka hari ini, mereka tidak menyadari seseorang telah hadir di depan mereka. Di depan adegan ciuman panas mereka.Hingga kedua bibir mereka saling lepas, mereka seketika tersentak.Bagi diberi titah, Carlos sigap menyembunyikan Elinoure di balik punggungnya. Elinoure pun menundukkan wajah dengan rasa
"Elinoure."Mendengar nama sang kekasih tercinta disebut, Carlos lekas berbalik.Ditatapnya dengan sorot serius pelayan wanita tersebut. Lalu, Carlos agak mendekat. Setengah berbisik, ia bertanya. "Siapa Elinoure?"Carlos tidak mau rahasia terbongkar. Ia terpaksa pura-pura tidak mengenali Elinoure.Sudut bibir si pelayan wanita itu terangkat. Ada senyum yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata. Namun, satu yang membuat Carlos takut.Bagaimana kalau pelayan wanita itu melaporkannya pada Yolanda?"Elinoure adalah tetangga saya di kampung halaman, tuan. Semua penduduk menyebut gadis itu sebagai la
Rosita Johannes dan Ivory Johannes. Itulah nama kedua anak perempuan yang saat ini menebar pesonanya, demi memikat hati Carlos.Nampak mereka saling bersaing mengerahkan seluruh kecantikannya. Harap-harap, Carlos dengan segera menentukan. Namun, malang. Bukannya Carlos terpikat, justru ia enggan menatap mereka.Hal itu menimbulkan raut kekecewaan di wajah kedua perempuan itu, disusul tatapan resah dari sang tuan rumah."Nak Carlos, di depanmu pemandangan indah disajikan. Lantas, mengapa, kau berpaling?"Carlos mau tak mau menoleh. Terlihat wajahnya yang masam. Lalu, dengan perasaan seadanya, ia berucap, "Maaf, Paman. Kedua anak perempuanmu tidak membuatku terpikat."
Elinoure terhenyak hebat. Reflek, ia menjauhkan kepala Carlos dari lehernya. Namun, sulit bagi Elinoure melakukan itu.Pagutan bibir Carlos terasa kuat. Hampir-hampir seperti hisapan vampir yang gila darah."Berhenti, Carlos! Berhenti!" Minta Elinoure dengan wajah merah menahan birahi sekaligus panik.Tatapan Larissa kian tajam. Baru Elinoure sadari, sang bibi ternyata membawa kayu rotan yang biasa dipakai untuk membersihkan kasur.Sekarang kayu rotan itu diayun-ayunkan. Tampaknya siap mendarati tubuh Carlos. Dan sebelum hal itu terjadi, Elinoure lantas berteriak."Jangan, Bu!!!"Spontan Carlos men
"Apa begini caramu membalas kebaikan kami semua, Smith Carlos?" Lontar sang kakek, mengawali persidangan panas.Carlos terdiam. Ia mematung, memandangi satu persatu wajah anggota keluarganya.Lengkap. Semua anggota keluarga hadir. Terkecuali para keponakan, termasuk Diego Marvel.Lalu, pandangan Carlos berhenti pada sang ibu. Wanita bergaun putih tulang yang dihiasi brokat itu seolah sedang sesak nafas. Wajahnya merah, matanya nyaris keluar. Dan semenjak Carlos datang, ia terus mengipasi wajahnya dengan kipas mewah keluaran desainer terkenal asal Amerika.Carlos merasa bersalah telah membuatnya malu, kemarin. Ia pun tidak berani memandang mereka lagi. Ia tertunduk menahan segala perasaan dalam dadanya.
"Jadi, Elinoure sayang. Anggap itu adalah bentuk lamaran ku untuk mu. Dan bulan depan, kita bisa melangsungkan pernikahan."Kalimat itu sukses membuat Elinoure terbelalak. Spontan ia menarik kalung yang baru saja dikenakannya secara paksa."Akhh."Wanita itu memekik kesakitan. Kulit di lehernya sedikit tergores."Elinoure! Apa yang kau lakukan?" bentak Larissa. Sementara pria pemberi kalung itu sudah melotot tajam, siap memuntahkan amarah.Elinoure tidak berpikir panjang. Kalung batu Ruby itu ia lemparkan begitu saja di wajah pria pemberinya."Aku tidak sudi menikah denganmu!" Tolaknya mentah-menta
"Elinoure! Bangun!"Seruan ibunya tak digubris. Ia mengeluarkan surat itu, ia membukanya sambil berjalan menuju jendela.[Pejamkan matamu]Dua kata itu diikuti Elinoure. Ia memejamkan matanya selama beberapa detik."Carlos," sebutnya lirih.Dengan wajah tenang dan senyum tipis mengukir, Elinoure kembali membuka matanya. Ia lanjut membaca surat itu.[Gelap, bukan? Begitulah aku saat ini]Elinoure menghela nafas. Dulu, ia dan Carlos juga pernah melakukan hal serupa. Disetiap Carlos membuka mata, maka ia akan berkata, "Hidupku gelap tanpamu."
Siang berganti malam.Carlos berdiri di tengah hamparan rumput. Tempat ia menemukan sosok Elinoure yang sangat ia cintai itu, menjadi sepi seperti pemakaman tapi disana tidak ada batu nisan tertancap.Carlos mengedarkan pandangan. Entah kenapa, ia merasa pohon-pohon di sekeliling hamparan rumput menjadi buram, dan hampir semuanya seolah tertutup kabut.Carlos mengecek kedua matanya agar penglihatan jelasnya kembali, tetapi tidak. Apa yang ia lihat masih buram kecuali hamparan rumput yang ia pijakki.Diantara keheningan itu, suara wanita tiba-tiba muncul. "Carlos, tolong!"Carlos otomatis balik badan mencari sumber suara. Namun, selain pandangan buram, ia tidak menemukan apapun! Apapun!"Carlos!!!" Suara wanita itu semakin jelas. Carlos kini dapat mengenal siapa pemilik suara itu."Elinoure!" Carlos balik berseru. "Elinoure!" Sekaligus berputar mengedarkan pandangan tanpa melewati satu jengkal pun."Carlos!!!" Suara Elinoure terdengar lagi, tetapi anehnya Carlos tidak menemukan wujud w
Memikirkan rencana Kakeknya, Carlos tidak bisa tertidur. Pria itu berjalan mondar-mandir mencari cara supaya pernikahan tersebut tidak terjadi, karena jika Kakeknya sudah berencana maka semuanya akan berjalan cepat.Tok! Tok! Tok!Pintu kamar pria itu tiba-tiba diketuk.Carlos spontan mengarahkan matanya ke jam dinding, dan keningnya seketika berkerut. "Siapa yang tengah malam masih terjaga?"Tok! Tok! Tok! Ketukan berlangsung lagi.Karena penasaran, Carlos membuka perlahan pintunya dengan kepala tertunduk lalu terangkat dan …"Bibi Anne!" Rupanya asisten rumah tangga pria itu yang datang semalam ini.Sambil memastikan tidak ada orang melihat, Anne bertanya pelan. "Apa saya diperbolehkan masuk, Tuan muda?"Carlos membuka pintunya lebih lebar. "Silahkan."Anne segera masuk kemudian Carlos menutup pintunya sesegera mungkin."Ada yang harus saya sampaikan, Tuan muda," ungkap Anne serius."Katakan," suruh Carlos pun tak kalah serius. Anne mendekatkan kepalanya pada telinga Carlos untuk
Begitu sampai rumah, Carlos mendapati kuda hitam legam gagah milik Krunoslav Marion; sang Kakek, tengah asyik memakan jerami.Perasaan Carlos tak enak. Pria itu berinisiatif tidak langsung memasuki rumah, melainkan berjalan mengendap-endap dari pintu belakang menuju tembok perbatasan ruang tamu dengan ruang belakang."Tu—" Melihat Carlos, Anne selaku Pelayan bagian dapur nyaris bersuara. Bagus wanita itu sadar Carlos sedang menghindari sesuatu, jadi mulutnya lekas dibekap rapat-rapat.Melalui tembok pembatas, Carlos mengintip apa yang sekarang Kakek dan Ibunya lakukan.Meski mereka terlihat duduk normal seperti biasanya, tetapi wajah mereka terlihat serius apalagi saat Tom ikut andil.Sayangnya, suara mereka tidak berhasil sampai ke telinga Carlos. Pria itu balik badan menghela nafas menyayangkan."Apa Tuan muda ingin aku menghampiri mereka?" tawar Anne.Kelopak mata Carlos membuka lebar bersemangat. "Ya! Kalau bisa."Anne menunjuk baki berisi satu set teko keramik putih. Berdasarkan
Sampai di rumah, Larissa sudah berdiri di depan pintu masuk seperti penjaga. Berhubung Carlos ada di antara mereka, Larissa langsung berkacak pinggang siap memarahi."Apa-apaan ini, Andrew! Kalian …" Larissa berpikir bahwa Andrew sengaja mendekati Elinoure supaya Carlos lebih gampang menjumpai gadis tersebut.Andrew segera menjelaskan, "Tidak seperti yang Bibi Larissa duga."Larissa mengernyitkan kening dengan kepala sedikit miring.Andrew melanjutkan, "Carlos menyusul kami ke danau."Karena fakta, Carlos tak mengelak. Dia bahkan membenarkan ucapan Andrew. "Benar, aku yang menyusul mereka. Bukan Elinoure yang mendatangiku atau kami yang sengaja ketemuan."Di antara dua pria itu, Elinoure tak beraksi; menundukan kepala.Kemudian Larissa menarik tangan Elinoure, serta memposisikan gadis itu di belakangnya. "Terima kasih telah menjaga Elinoure, Andrew. Sekarang silahkan bawa Tuan muda bangsawan ini pergi dari hadapanku!"Dari nada bicara Larissa, jelas sekali tidak ada kebaikan sedikitpu
Elinoure berdiri di tepi danau. Nafasnya berulang kali diembus kasar."Untukmu." Andrew tiba-tiba memberikan sekuntum mawar merah. Elinoure melirik pelan seraya menerima sekuntum mawar tersebut. "Terima kasih.""Kamu sama seperti mawar merah itu," puji Andrew.Setiap kelopak mawar Elinoure perhatikan secara seksama. Detik berikutnya, dia tersenyum getir. "Keindahan mawar ini tidak bisa dibandingkan denganku."Andrew menggeleng dengan tatapan melarang. "Bahkan bunga pun akan malu bila bertemu kamu.""Kenapa?" Tampak berkerut halus kening Elinoure.Andrew lebih mendekatkan posisi lalu menjawab, "Karena kecantikanmu mengalahkan keindahan mereka."Elinoure tersenyum tertahan tapi akhirnya terkekeh singkat. "Berlebihan sekali."Andrew ikut terkekeh sambil mundur beberapa langkah. "Aku tidak bohong. Kamu sungguh cantik. Kalau tidak, mana mungkin kita saling memperebutkanmu."Kening Elinoure kembali berkerut. "Kita?"Andrew berkedip satu sisi. "Aku dan Carlos."Nama Carlos langsung mengheni
Di lain sisi.Guna mengusir Elinoure dari perasaan Carlos, Yolanda mendatangkan gadis yang konon paling cantik di desanya, sekaligus dikenal sebagai Nona muda keluarga ternama.Gadis itu diminta duduk, sementara Yolanda pergi membujuk Carlos turun."Kamu tidak bisa terus seperti ini, Carl," ujar Yolanda, "kamu tidak pernah melihat gadis selain Elinoure, jadi perasaanmu masih bisa berubah kalau melihat gadis lain."Carlos tersenyum satu sisi. "Dalam urusan cinta, ibu pikir aku sebodoh itu?"Yolanda menggeleng. "Bukan, tetapi tindakan kamu selama ini memang seperti kebodohan. Kamu harus merubahnya."Carlos menggeleng tak habis pikir pada pola pikir ibunya."Carl! Turun dan lihatlah gadis lain. Ibu menjamin, kamu akan dibuat terpesona oleh kecantikannya yang melebihi kecantikan Elinoure."Carlos melotot tidak terima lantaran kecantikan kekasihnya dibanding-bandingkan."Carl! Ayolah!" bujuk Yolanda, setengah memaksa.Carlos memutar bola matanya kesal, hingga akhirnya dia beranjak tanpa me
"Andrew!" Tom langsung menegur kemudian minta maaf pada Yolanda. "Maafkan kelancangan Putraku, Nyonya."Yolanda tersenyum satu sisi sambil mengisyaratkan Andrew mendekat.Walau tidak yakin Yolanda bisa mengikuti keinginannya, tetapi Tom tetap menghampiri.Begitu Andrew jauh lebih dekat menghadap Yolanda, pria itu diminta mengulurkan tangan.Andrew tidak melihat Yolanda membawa uang, dan Tom melihat cambuk di belakang kursi Yolanda.Tom berpikir, Yolanda akan menghukum Andrew dengan mencambuk tangannya, sehingga Ayah pria itu memilih memejamkan mata."Berapa yang kamu butuhkan?" tanya Yolanda membuat Tom mengerjap lebar.Andrew membalas, "Sekali lagi, aku bukan orang kaya, Nyonya. Selain harga makanan pokok, aku mana tahu harga barang bagus. Aku pikir Nyonya yang lebih paham, jadi terserah padamu hendak memberi berapa."Setiap ucapan Andrew selalu dianggap memuaskan oleh Yolanda. Baginya, meski secara tidak langsung tapi Andrew jelas merendah sekaligus meninggikan Yolanda. Wanita itu t
Sepulangnya Andrew, Elinoure langsung memarahi Larissa!"Ibu meninggalkan kandang singa tapi masuk kandang harimau!"Larissa menggeleng samar. "Aku melihat perbedaan dari ayah dan anak itu.""Seperti yang Carlos Katakan padaku, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dan seperti itu pula sifat Andrew," ucap Elinoure, "aku yakin, dia memiliki niat lain untuk kita."Larissa kembali menggeleng samar. "Sebelumnya pilihanku salah tapi kali ini Ibu yakin sekali dia anak yang baik, dan lagi derajatnya tidak jauh berbeda dengan kita, jadi di masa depan tidak akan ada masalah antar perbedaan langit dan bumi."Merasa pikiran Larissa sudah terdoktrin oleh kelembutan tutur kata Andrew, Elinoure pun menyerah berdebat. Akan tetapi, bukan berarti dia bersedia menikah dengan pria tersebut."Terserah Ibu mau berkata apa. Yang jelas aku tidak akan mau menikah dengan Andrew."Larissa marah mendengarnya. "Meski telah direndahkan kamu bersikukuh ingin menikahi Carlos?"Elinoure tidak bereaksi tapi harusnya L
Tom pada akhirnya tidak bisa berbuat apapun. Pria itu lekas menaiki punggung kuda hitamnya kemudian berbalik pergi.Setelah kepergian Tom, barulah Andrew balik badan menghampiri Elinoure kembali.Dengan tatapan tulus berpadu kekaguman, Andrew menyentuh pipi Elinoure tapi segera gadis itu tepis.Wajah Elinoure dipalingkan, sembari mengingat perkataan Carlos untuk jauh-jauh dari Andrew, dia berucap, "Terima kasih sudah menolongku."Merasa Elinoure dua kali lebih cantik, Andrew tersenyum bertambah kagum.Mbek! Domba mengembik. Elinoure tersadar dan bergegas mengisyaratkan domba-dombanya berkumpul sebelum digiring kembali ke rumah.Dalam menggiring domba kembali, sesekali dia melirik pelan. Meski tidak melihat secara langsung tapi dia tahu Andrew masih di tempat, pun memusatkan perhatian padanya.Langkah Elinoure dipercepat, domba-dombanya pun digiring agar ikut bersicepat. Dan pada saat yang sama, Larissa muncul di tepi desa seraya melambaikan tangan."Kenapa lama sekali!" seru Larissa.
Plak!!! Tamparan keras seketika mendarati pipi kanan Andrew, sekaligus membuatnya terbelalak lebar."Ayah! Kamu menamparku!"Tampak sesal di wajah Tom. Akan tetapi, dengan cepat dia tersenyum hambar. "Aku sangat membenci gadis itu, dan kamu malah menginginkannya.""Dia cantik! Apa aku salah suka padanya?" Kesal Andrew. "Lagi pula, dia dan Tuan muda tidak mungkin bisa bersatu.""Mereka tidak mungkin bisa bersatu, tetapi mereka telah mencuri start!" geram Tom.Andrew mengerutkan alis tak mengerti. "Apa yang Ayah maksud?""Pulanglah! Jangan buat kekacauan disini!" Usir Tom.Andrew bukan anak kecil yang mudah diatur lagi. Dia melompat turun dari punggung kudanya lantas memasuki gerbang kediaman seolah-olah itu rumahnya sendiri."Andrew!" teriak Tom, tak dihiraukan.Tom bimbang antara menyusul Andrew atau lanjut mencari Carlos. Namun, berhubung dia terikat pekerjaan dengan Yolanda, maka dia terpaksa melanjutkan pacuan kudanya menuju padang rumput.Di lain sisi, Andrew telah memasuki kedia