Rosita Johannes dan Ivory Johannes. Itulah nama kedua anak perempuan yang saat ini menebar pesonanya, demi memikat hati Carlos.
Nampak mereka saling bersaing mengerahkan seluruh kecantikannya. Harap-harap, Carlos dengan segera menentukan. Namun, malang. Bukannya Carlos terpikat, justru ia enggan menatap mereka.
Hal itu menimbulkan raut kekecewaan di wajah kedua perempuan itu, disusul tatapan resah dari sang tuan rumah.
"Nak Carlos, di depanmu pemandangan indah disajikan. Lantas, mengapa, kau berpaling?"
Carlos mau tak mau menoleh. Terlihat wajahnya yang masam. Lalu, dengan perasaan seadanya, ia berucap, "Maaf, Paman. Kedua anak perempuanmu tidak membuatku terpikat."
Seketika semua orang membuka matanya lebar-lebar.
"Carlos!" tegur Yolanda disertai mata melotot.
Carlos terkesan tidak peduli. Pria itu malahan menatap lekat sebuah lukisan padang rumput yang di atasnya, sekelompok sapi tengah mencari makan.
Senyum Carlos mengembang. Yang terjadi membuat semua wajah keheranan.
Lantas, Carlos berdiri. Ditunjuknya lukisan tersebut. Otomatis semua mata mengikuti arah tatapan Carlos.
"Di tempat itulah. Di tempat itulah, cintaku yang suci bermekaran," ucap Carlos seraya mengulum senyum.
Yolanda dan Tom yang tau maksud kalimatnya, pun saling lirik satu sama lain. Sedangkan, keluarga Johannes yang tidak tahu, hanya bisa menunjukkan raut bingung.
"Di tempat itulah, kekasihku selalu menanti," lanjut Carlos. Kemudian berbalik, dan berlari kencang.
"Carlos!!" Pekik Yolanda.
Tanpa disuruh, Tom Lousi pun mengejar Carlos.
Langkah Carlos lebar. Dalam sekejap, sosoknya lenyap tanpa siluet.
***
Carlos berhasil memasuki wilayah pasar yang padat penjual dan pembeli yang berasal dari segala penjuru.
Ia sadar, Tom Lousi tengah mengikuti dirinya. Pria itu tersenyum smirk.
Berkat keahliannya, menyalip satu persatu pengunjung pasar. Tom pun kehilangan jejak Carlos.
Saat menyadari hal itu, Tom berhenti. Pandangannya mengedar. Dari ratusan orang, tidak satupun ia kenal.
Tangan Tom mengepal. Rahangnya mengeras seiring dengan emosi yang meletup-letup.
Entah jalan mana saja yang Carlos pilih secara random. Intinya, detik ini, ia sampai di sebuah tempat perdagangan kuda.
Carlos terpikat pada kuda paling ujung. Warnanya putih bersih, serta bulu di bagian kepalanya lebih lebat daripada yang lain.
Pemilik kuda menyambut kedatangan Carlos. "Selamat datang, tuanku."
Carlos manggut-manggut, mengusap punggung kuda yang ia taksir.
"Itu baru datang kemarin, Tuan. Seseorang menjualnya, karena terbelit hutang," jelas si pemilik.
Carlos mengangguk. Kemudian pria itu merogoh saku jas Bangsawannya.
"Aku membeli kuda ini," kata Carlos seraya menyerahkan sekantong koin emas.
Si pemilik cepat-cepat menerima, dan mengintip isinya. Betapa berkilaunya mata pemilik kuda tersebut.
Tanpa berpaling dari koin-koin emas itu, ia berseru, "Dam!!! Siapkan kuda ini! Tuanku sudah membayarnya!"
***
Hiaaa
Hiaaa
Carlos menerobos kerumunan pasar. Serempak, mereka menepi, memberikan jalan dengan tatapan kagum sekaligus kesal.
"Tuan muda!!!"
Dari belakang, Tom berteriak memanggil. Carlos yang mendengarnya tersenyum lebar.
"Maafkan aku, Paman."
Hiaa
Hiaa
Hiaa
Kuda putih itu kian jauh membawa Carlos pergi. Meninggalkan tanah pusat kota yang selalu ramai dan penuh keceriaan.
Arah jalannya jelas menuju tempat tinggal tercinta. Terutama pada padang rumput, yang menjadi saksi bisu kisah cinta manis antara ia dan Elinoure.
Di waktu yang sama.
Elinoure mengerahkan domba-domba milik Bibinya kembali ke kandang. Setelah semuanya masuk, wanita itu lekas menutup pintu.
Ia berbalik, terkejut. "Ya Dewi!!!"
Seseorang yang mengejutkannya tersenyum mengerikan. Elinoure sampai berpegang kuat pada kenop kandang dombanya.
Seketika wajah Elinoure berubah pucat pasi. Ia susah payah menelan ludah.
"Tuan!" Disaat menegangkan itu, Bibinya Elinoure memanggil. "Tuan, kau disana?"
Seseorang yang dipanggil Tuan, lantas memutar arah. Sesaat, Elinoure bisa bernafas.
"Tuan, marilah masuk. Tidak baik, menjelang petang anda disini," bujuk wanita itu.
"Tolong gegas siapkan dia!" Pinta pria asing tersebut.
Larissa membungkuk patuh. Kemudian tamunya meninggalkan tempat.
Setelah memastikan tamunya tidak ada di sekitar mereka, Larissa langsung menarik lengan Elinoure.
"Bersihkan dirimu, orang tadi akan menjadikanmu istri!"
Elinoure terbelalak. Tanpa sempat membantah, perempuan itu gegas didorong masuk ke kamar mandi.
***
Bermodalkan gaun putih berbahan dasar kain kasar, Elinoure berdiri mematung diselimuti perasaan tak enak.
Larissa tersenyum, mengusap rambut wanita itu. Lantas, ia berkata, "Tuanku, inilah gadis yang dimaksud orang-orang."
Tamu asing tadi memandangi Elinoure dari ujung ke ujung seraya mengelus-elus dagunya dengan ibu jari.
Kedua matanya tampak nakal. Elinoure dibuat bergidik ngeri.
"Bu." Wanita itu menggeleng, menandakan ketidakbersediaan dirinya.
Larissa melotot. "Jangan bodoh!"
"Anakmu ini cantik luar biasa selayaknya wanita bangsawan. Layak sekali jika ia duduk bersanding denganku," lontar si tamu asing.
Baru mendengar kalimatnya saja, bulu kuduk Elinoure seketika berdiri.
Demi Dewi yang selalu ia sebut dalam doanya, sungguh ia tidak mau jika seumur hidup menghabiskan waktu bersama orang yang sama sekali tak ia kehendaki.
***
Hiii
Carlos sampai di lokasi. Mega-mega hitam sempurna menyelimuti langit. Bulan berpendar terang benderang. Di atas rumput hijau nan lapang, ia merasakan hawa kehidupannya kembali.
Kemudian ia tersenyum penuh kebahagiaan. Berharap, esok nanti, kekasihnya akan sudi memulai kembali kisah cinta manis mereka.
Carlos memutuskan tidur di menara. Menikmati waktu demi waktu tenang hingga kantuk bersinggah.
Tatkala sinar jingga membias masuk, mimpi panjangnya seketika berakhir.
Pria itu mengerjapkan matanya secara bertahap. Mengumpulkan nyawa yang berpencar. Sampai ia mendengar kambing mengembik, memancing seluruh semangatnya yang sempat pupus.
Bergegas ia bangkit meski seluruh tubuhnya terasa letih. Berdiri ia menatap hamparan hijau di bawah menara.
Senyumnya mengembang, mendapati sekelompok domba yang berlarian kesana-kemari juga ada pula yang menikmati rumput.
Penglihatan Carlos memindai. Mencari satu-satunya orang yang ia anggap sumber energi.
"Elinoure!"
Seorang wanita tengah duduk di bawah pohon. Kakinya lurus ke depan dan saling tindih satu sama lain.
Punggung wanita itu bersandar pada pohon. Kedua tangannya melipat di atas perut.
"Dalam keadaan tertidur pun, ia sangat cantik," puji Carlos secara tulus.
Tak mau terlalu lama menunggu. Ia pun secepatnya menuruni menara.
"Elinoure!!!"
Di tengah menikmati angin sepoi-sepoi, serta merta Elinoure terbelalak. Tak disadari, wanita itu langsung berdiri.
Senyumnya tertahan. Jantungnya berdebar-debar. Kakinya terasa memerintah.
"Hampiri! Hampiri!" Begitulah kata hatinya. Namun, sebuah fakta membelenggu raga wanita itu. Hingga ia pun tak mampu bergerak meski saat ini Carlos tengah berlari ke arahnya.
Bughhh
"Elinoure."
Carlos menghambur ke tubuh Elinoure. Didekapnya tubuh wanita itu erat-erat sampai kehangatan miliknya bagai menyetrum Elinoure.
"Elinoure." Suara Carlos membisik tepat di telinga Elinoure. "Aku sangat merindukanmu. Sangat!!!"
Elinoure tersenyum kecil. Tapi senyum itu seketika memudar begitu ia mendapati Larissa berdiri dengan wajah garang tidak jauh di belakang Carlos.
"Hentikan ini! tekan Elinoure.
Carlos tidak mengerti. Pria itu terlampau senang. Ia malahan menepikan gaun Elinoure di bagian lehernya. Lantas, ia mainkan lidah dan bibirnya disana.
Elinoure terhenyak hebat. Reflek, ia menjauhkan kepala Carlos dari lehernya. Namun, sulit bagi Elinoure melakukan itu.Pagutan bibir Carlos terasa kuat. Hampir-hampir seperti hisapan vampir yang gila darah."Berhenti, Carlos! Berhenti!" Minta Elinoure dengan wajah merah menahan birahi sekaligus panik.Tatapan Larissa kian tajam. Baru Elinoure sadari, sang bibi ternyata membawa kayu rotan yang biasa dipakai untuk membersihkan kasur.Sekarang kayu rotan itu diayun-ayunkan. Tampaknya siap mendarati tubuh Carlos. Dan sebelum hal itu terjadi, Elinoure lantas berteriak."Jangan, Bu!!!"Spontan Carlos men
"Apa begini caramu membalas kebaikan kami semua, Smith Carlos?" Lontar sang kakek, mengawali persidangan panas.Carlos terdiam. Ia mematung, memandangi satu persatu wajah anggota keluarganya.Lengkap. Semua anggota keluarga hadir. Terkecuali para keponakan, termasuk Diego Marvel.Lalu, pandangan Carlos berhenti pada sang ibu. Wanita bergaun putih tulang yang dihiasi brokat itu seolah sedang sesak nafas. Wajahnya merah, matanya nyaris keluar. Dan semenjak Carlos datang, ia terus mengipasi wajahnya dengan kipas mewah keluaran desainer terkenal asal Amerika.Carlos merasa bersalah telah membuatnya malu, kemarin. Ia pun tidak berani memandang mereka lagi. Ia tertunduk menahan segala perasaan dalam dadanya.
"Jadi, Elinoure sayang. Anggap itu adalah bentuk lamaran ku untuk mu. Dan bulan depan, kita bisa melangsungkan pernikahan."Kalimat itu sukses membuat Elinoure terbelalak. Spontan ia menarik kalung yang baru saja dikenakannya secara paksa."Akhh."Wanita itu memekik kesakitan. Kulit di lehernya sedikit tergores."Elinoure! Apa yang kau lakukan?" bentak Larissa. Sementara pria pemberi kalung itu sudah melotot tajam, siap memuntahkan amarah.Elinoure tidak berpikir panjang. Kalung batu Ruby itu ia lemparkan begitu saja di wajah pria pemberinya."Aku tidak sudi menikah denganmu!" Tolaknya mentah-menta
"Elinoure! Bangun!"Seruan ibunya tak digubris. Ia mengeluarkan surat itu, ia membukanya sambil berjalan menuju jendela.[Pejamkan matamu]Dua kata itu diikuti Elinoure. Ia memejamkan matanya selama beberapa detik."Carlos," sebutnya lirih.Dengan wajah tenang dan senyum tipis mengukir, Elinoure kembali membuka matanya. Ia lanjut membaca surat itu.[Gelap, bukan? Begitulah aku saat ini]Elinoure menghela nafas. Dulu, ia dan Carlos juga pernah melakukan hal serupa. Disetiap Carlos membuka mata, maka ia akan berkata, "Hidupku gelap tanpamu."
Siang berganti malam.Carlos berdiri di tengah hamparan rumput. Tempat ia menemukan sosok Elinoure yang sangat ia cintai itu, menjadi sepi seperti pemakaman tapi disana tidak ada batu nisan tertancap.Carlos mengedarkan pandangan. Entah kenapa, ia merasa pohon-pohon di sekeliling hamparan rumput menjadi buram, dan hampir semuanya seolah tertutup kabut.Carlos mengecek kedua matanya agar penglihatan jelasnya kembali, tetapi tidak. Apa yang ia lihat masih buram kecuali hamparan rumput yang ia pijakki.Diantara keheningan itu, suara wanita tiba-tiba muncul. "Carlos, tolong!"Carlos otomatis balik badan mencari sumber suara. Namun, selain pandangan buram, ia tidak menemukan apapun! Apapun!"Carlos!!!" Suara wanita itu semakin jelas. Carlos kini dapat mengenal siapa pemilik suara itu."Elinoure!" Carlos balik berseru. "Elinoure!" Sekaligus berputar mengedarkan pandangan tanpa melewati satu jengkal pun."Carlos!!!" Suara Elinoure terdengar lagi, tetapi anehnya Carlos tidak menemukan wujud w
Bulan masih bertahta. Dingin seolah enggan pergi. Sepasang kekasih yang lama tak berjumpa itu masih sibuk dengan kegiatan menghangatkan tubuh masing-masing.Desahan demi desahan memenuhi ruang utama dan satu-satunya ruangan di menara itu. Desahan di tengah kabut dingin sungguh indah di telinga Carlos. Itu membuatnya kian bersemangat, lebih bersemangat hingga akhirnya sesuatu yang sangat ingin dia keluarkan tumpah ruah di atas perut Elinoure."Aku mencintaimu," bisik Carlos menyusul.Elinoure tersenyum di sela nafasnya yang tersengal-sengal.Kemudian Carlos jatuh ke pelukan Elinoure. Lalu gadis itu merangkul serta menyelimuti sebagian tubuhnya menggunakan gaun yang dia tanggalkan sejak satu jam lalu.Selang beberapa saat, Carlos beranjak bangun. Dan Elinoure ikut beranjak duduk.Carlos menggunakan pakaiannya satu persatu, sekaligus membantu Elinoure menggunakan gaunnya yang agak lembab karena keringat percintaan mereka.Setelah semua pakaian kembali melekat, Carlos merangkul Elinoure d
Selang beberapa detik setelah Andrew memacu kencang kuda hitam milik Ayahnya ke arah padang rumput, Carlos menyusul menggunakan kuda putih kesayangannya.Bola mata Tom membesar. Dengan helaan nafas kasar, dia mengguyar rambutnya ke belakang.Hia! Hia! Hia!Berdasarkan keahlian berkuda Carlos, pria itu dapat menyusul Andrew. Akan tetapi, Andrew yang menyadari Carlos tengah mengejarnya pun sengaja menambah kecepatan kuda hingga dari kejauhan mereka akan tampak seperti pekuda saling mendahului.Di tengah kecepatan tinggi itu, kuda Carlos mendadak meringkik seraya mengangkat kedua kakinya ke depan.Carlos nyaris jatuh!Andrew menoleh dan tersenyum lebar penuh kemenangan. Sementara Carlos tidak bisa lanjut mengejar lantaran kudanya kehilangan kendali."Tenang, kawan! Tenang!" seru Carlos pada telinga kuda.Bukannya patuh, si kuda kian menjadi sampai Carlos pun berhasil terlempar; terguling-guling dari dataran yang lumayan tinggi lalu berhenti karena tubuhnya terhalang batu."Ah! Sialan!" p
Plak!!! Tamparan keras seketika mendarati pipi kanan Andrew, sekaligus membuatnya terbelalak lebar."Ayah! Kamu menamparku!"Tampak sesal di wajah Tom. Akan tetapi, dengan cepat dia tersenyum hambar. "Aku sangat membenci gadis itu, dan kamu malah menginginkannya.""Dia cantik! Apa aku salah suka padanya?" Kesal Andrew. "Lagi pula, dia dan Tuan muda tidak mungkin bisa bersatu.""Mereka tidak mungkin bisa bersatu, tetapi mereka telah mencuri start!" geram Tom.Andrew mengerutkan alis tak mengerti. "Apa yang Ayah maksud?""Pulanglah! Jangan buat kekacauan disini!" Usir Tom.Andrew bukan anak kecil yang mudah diatur lagi. Dia melompat turun dari punggung kudanya lantas memasuki gerbang kediaman seolah-olah itu rumahnya sendiri."Andrew!" teriak Tom, tak dihiraukan.Tom bimbang antara menyusul Andrew atau lanjut mencari Carlos. Namun, berhubung dia terikat pekerjaan dengan Yolanda, maka dia terpaksa melanjutkan pacuan kudanya menuju padang rumput.Di lain sisi, Andrew telah memasuki kedia
Memikirkan rencana Kakeknya, Carlos tidak bisa tertidur. Pria itu berjalan mondar-mandir mencari cara supaya pernikahan tersebut tidak terjadi, karena jika Kakeknya sudah berencana maka semuanya akan berjalan cepat.Tok! Tok! Tok!Pintu kamar pria itu tiba-tiba diketuk.Carlos spontan mengarahkan matanya ke jam dinding, dan keningnya seketika berkerut. "Siapa yang tengah malam masih terjaga?"Tok! Tok! Tok! Ketukan berlangsung lagi.Karena penasaran, Carlos membuka perlahan pintunya dengan kepala tertunduk lalu terangkat dan …"Bibi Anne!" Rupanya asisten rumah tangga pria itu yang datang semalam ini.Sambil memastikan tidak ada orang melihat, Anne bertanya pelan. "Apa saya diperbolehkan masuk, Tuan muda?"Carlos membuka pintunya lebih lebar. "Silahkan."Anne segera masuk kemudian Carlos menutup pintunya sesegera mungkin."Ada yang harus saya sampaikan, Tuan muda," ungkap Anne serius."Katakan," suruh Carlos pun tak kalah serius. Anne mendekatkan kepalanya pada telinga Carlos untuk
Begitu sampai rumah, Carlos mendapati kuda hitam legam gagah milik Krunoslav Marion; sang Kakek, tengah asyik memakan jerami.Perasaan Carlos tak enak. Pria itu berinisiatif tidak langsung memasuki rumah, melainkan berjalan mengendap-endap dari pintu belakang menuju tembok perbatasan ruang tamu dengan ruang belakang."Tu—" Melihat Carlos, Anne selaku Pelayan bagian dapur nyaris bersuara. Bagus wanita itu sadar Carlos sedang menghindari sesuatu, jadi mulutnya lekas dibekap rapat-rapat.Melalui tembok pembatas, Carlos mengintip apa yang sekarang Kakek dan Ibunya lakukan.Meski mereka terlihat duduk normal seperti biasanya, tetapi wajah mereka terlihat serius apalagi saat Tom ikut andil.Sayangnya, suara mereka tidak berhasil sampai ke telinga Carlos. Pria itu balik badan menghela nafas menyayangkan."Apa Tuan muda ingin aku menghampiri mereka?" tawar Anne.Kelopak mata Carlos membuka lebar bersemangat. "Ya! Kalau bisa."Anne menunjuk baki berisi satu set teko keramik putih. Berdasarkan
Sampai di rumah, Larissa sudah berdiri di depan pintu masuk seperti penjaga. Berhubung Carlos ada di antara mereka, Larissa langsung berkacak pinggang siap memarahi."Apa-apaan ini, Andrew! Kalian …" Larissa berpikir bahwa Andrew sengaja mendekati Elinoure supaya Carlos lebih gampang menjumpai gadis tersebut.Andrew segera menjelaskan, "Tidak seperti yang Bibi Larissa duga."Larissa mengernyitkan kening dengan kepala sedikit miring.Andrew melanjutkan, "Carlos menyusul kami ke danau."Karena fakta, Carlos tak mengelak. Dia bahkan membenarkan ucapan Andrew. "Benar, aku yang menyusul mereka. Bukan Elinoure yang mendatangiku atau kami yang sengaja ketemuan."Di antara dua pria itu, Elinoure tak beraksi; menundukan kepala.Kemudian Larissa menarik tangan Elinoure, serta memposisikan gadis itu di belakangnya. "Terima kasih telah menjaga Elinoure, Andrew. Sekarang silahkan bawa Tuan muda bangsawan ini pergi dari hadapanku!"Dari nada bicara Larissa, jelas sekali tidak ada kebaikan sedikitpu
Elinoure berdiri di tepi danau. Nafasnya berulang kali diembus kasar."Untukmu." Andrew tiba-tiba memberikan sekuntum mawar merah. Elinoure melirik pelan seraya menerima sekuntum mawar tersebut. "Terima kasih.""Kamu sama seperti mawar merah itu," puji Andrew.Setiap kelopak mawar Elinoure perhatikan secara seksama. Detik berikutnya, dia tersenyum getir. "Keindahan mawar ini tidak bisa dibandingkan denganku."Andrew menggeleng dengan tatapan melarang. "Bahkan bunga pun akan malu bila bertemu kamu.""Kenapa?" Tampak berkerut halus kening Elinoure.Andrew lebih mendekatkan posisi lalu menjawab, "Karena kecantikanmu mengalahkan keindahan mereka."Elinoure tersenyum tertahan tapi akhirnya terkekeh singkat. "Berlebihan sekali."Andrew ikut terkekeh sambil mundur beberapa langkah. "Aku tidak bohong. Kamu sungguh cantik. Kalau tidak, mana mungkin kita saling memperebutkanmu."Kening Elinoure kembali berkerut. "Kita?"Andrew berkedip satu sisi. "Aku dan Carlos."Nama Carlos langsung mengheni
Di lain sisi.Guna mengusir Elinoure dari perasaan Carlos, Yolanda mendatangkan gadis yang konon paling cantik di desanya, sekaligus dikenal sebagai Nona muda keluarga ternama.Gadis itu diminta duduk, sementara Yolanda pergi membujuk Carlos turun."Kamu tidak bisa terus seperti ini, Carl," ujar Yolanda, "kamu tidak pernah melihat gadis selain Elinoure, jadi perasaanmu masih bisa berubah kalau melihat gadis lain."Carlos tersenyum satu sisi. "Dalam urusan cinta, ibu pikir aku sebodoh itu?"Yolanda menggeleng. "Bukan, tetapi tindakan kamu selama ini memang seperti kebodohan. Kamu harus merubahnya."Carlos menggeleng tak habis pikir pada pola pikir ibunya."Carl! Turun dan lihatlah gadis lain. Ibu menjamin, kamu akan dibuat terpesona oleh kecantikannya yang melebihi kecantikan Elinoure."Carlos melotot tidak terima lantaran kecantikan kekasihnya dibanding-bandingkan."Carl! Ayolah!" bujuk Yolanda, setengah memaksa.Carlos memutar bola matanya kesal, hingga akhirnya dia beranjak tanpa me
"Andrew!" Tom langsung menegur kemudian minta maaf pada Yolanda. "Maafkan kelancangan Putraku, Nyonya."Yolanda tersenyum satu sisi sambil mengisyaratkan Andrew mendekat.Walau tidak yakin Yolanda bisa mengikuti keinginannya, tetapi Tom tetap menghampiri.Begitu Andrew jauh lebih dekat menghadap Yolanda, pria itu diminta mengulurkan tangan.Andrew tidak melihat Yolanda membawa uang, dan Tom melihat cambuk di belakang kursi Yolanda.Tom berpikir, Yolanda akan menghukum Andrew dengan mencambuk tangannya, sehingga Ayah pria itu memilih memejamkan mata."Berapa yang kamu butuhkan?" tanya Yolanda membuat Tom mengerjap lebar.Andrew membalas, "Sekali lagi, aku bukan orang kaya, Nyonya. Selain harga makanan pokok, aku mana tahu harga barang bagus. Aku pikir Nyonya yang lebih paham, jadi terserah padamu hendak memberi berapa."Setiap ucapan Andrew selalu dianggap memuaskan oleh Yolanda. Baginya, meski secara tidak langsung tapi Andrew jelas merendah sekaligus meninggikan Yolanda. Wanita itu t
Sepulangnya Andrew, Elinoure langsung memarahi Larissa!"Ibu meninggalkan kandang singa tapi masuk kandang harimau!"Larissa menggeleng samar. "Aku melihat perbedaan dari ayah dan anak itu.""Seperti yang Carlos Katakan padaku, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Dan seperti itu pula sifat Andrew," ucap Elinoure, "aku yakin, dia memiliki niat lain untuk kita."Larissa kembali menggeleng samar. "Sebelumnya pilihanku salah tapi kali ini Ibu yakin sekali dia anak yang baik, dan lagi derajatnya tidak jauh berbeda dengan kita, jadi di masa depan tidak akan ada masalah antar perbedaan langit dan bumi."Merasa pikiran Larissa sudah terdoktrin oleh kelembutan tutur kata Andrew, Elinoure pun menyerah berdebat. Akan tetapi, bukan berarti dia bersedia menikah dengan pria tersebut."Terserah Ibu mau berkata apa. Yang jelas aku tidak akan mau menikah dengan Andrew."Larissa marah mendengarnya. "Meski telah direndahkan kamu bersikukuh ingin menikahi Carlos?"Elinoure tidak bereaksi tapi harusnya L
Tom pada akhirnya tidak bisa berbuat apapun. Pria itu lekas menaiki punggung kuda hitamnya kemudian berbalik pergi.Setelah kepergian Tom, barulah Andrew balik badan menghampiri Elinoure kembali.Dengan tatapan tulus berpadu kekaguman, Andrew menyentuh pipi Elinoure tapi segera gadis itu tepis.Wajah Elinoure dipalingkan, sembari mengingat perkataan Carlos untuk jauh-jauh dari Andrew, dia berucap, "Terima kasih sudah menolongku."Merasa Elinoure dua kali lebih cantik, Andrew tersenyum bertambah kagum.Mbek! Domba mengembik. Elinoure tersadar dan bergegas mengisyaratkan domba-dombanya berkumpul sebelum digiring kembali ke rumah.Dalam menggiring domba kembali, sesekali dia melirik pelan. Meski tidak melihat secara langsung tapi dia tahu Andrew masih di tempat, pun memusatkan perhatian padanya.Langkah Elinoure dipercepat, domba-dombanya pun digiring agar ikut bersicepat. Dan pada saat yang sama, Larissa muncul di tepi desa seraya melambaikan tangan."Kenapa lama sekali!" seru Larissa.
Plak!!! Tamparan keras seketika mendarati pipi kanan Andrew, sekaligus membuatnya terbelalak lebar."Ayah! Kamu menamparku!"Tampak sesal di wajah Tom. Akan tetapi, dengan cepat dia tersenyum hambar. "Aku sangat membenci gadis itu, dan kamu malah menginginkannya.""Dia cantik! Apa aku salah suka padanya?" Kesal Andrew. "Lagi pula, dia dan Tuan muda tidak mungkin bisa bersatu.""Mereka tidak mungkin bisa bersatu, tetapi mereka telah mencuri start!" geram Tom.Andrew mengerutkan alis tak mengerti. "Apa yang Ayah maksud?""Pulanglah! Jangan buat kekacauan disini!" Usir Tom.Andrew bukan anak kecil yang mudah diatur lagi. Dia melompat turun dari punggung kudanya lantas memasuki gerbang kediaman seolah-olah itu rumahnya sendiri."Andrew!" teriak Tom, tak dihiraukan.Tom bimbang antara menyusul Andrew atau lanjut mencari Carlos. Namun, berhubung dia terikat pekerjaan dengan Yolanda, maka dia terpaksa melanjutkan pacuan kudanya menuju padang rumput.Di lain sisi, Andrew telah memasuki kedia