Beranda / Romansa / Si Badut Itu, Pangeranku! / Bab 5 Si Badut Beraksi

Share

Bab 5 Si Badut Beraksi

Penulis: Siska Kurniawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Oke, semua setuju, kan. Jadi, aku yang memilih tempatnya. Ada dua tempat mau ke Farm House atau Orchid Forest di Cikole. Mau yang mana?" usul Iis yang membuat semua berpikir keras. Dia berjingkrak-jingkrak kegirangan.

"Orchid Forest atuh!" Serempak Ujang dan Tania menjawab kegirangan. Asep menepuk jidatnya lagi.

"Tetap, kita minta ijin dulu ke keluarga kalian, kan?" ujar Asep yang membuat mereka berpikir. Dan sepakat setuju, berangkat ke rumah Tania dan Iis. Sekalian menitipkan barang-barang mereka.

"Bagaimana Gema dan Abah, boleh? Ayolah ...," tanya Tania.

"Pak, Bu. Boleh, kan? Ya, ya!" tanya Iis ke kedua orang tuanya yang sedang bercengkrama di teras rumah Tania. Asep dan Ujang tersenyum tetap menunggu di teras dekat gerobak.

"Duh, berdebar jantungku. Seperti bertemu camer nih." Ujang menarik napas dalam-dalam.

"Huhf!" Asep menahan tawanya.

Asep Saepudin dan Ujang Sumarwan sudah sangat akrab dengan warga setempat. Mereka sering membantu kegiatan RT dan RW. Juga mengontrak di jalan besar seberang taman Galaksi. Gema menatap dalam Si Badut. Pak Aan pun menatap Ujang, kedua pria itu menundukkan kepala. Pak Aan memanggil mereka untuk berbicara sebentar.

"Cuma ke sana saja? Tidak ke mana-mana lagi? Tidak ada maksud lain, kan?" cecar Aan yang penuh curiga. Gema menepuk-nepuk bahu Asep.

"Iya, Pak. Kang Gema. Cuma dua jam di sana. Langsung pulang kok." Ujang meyakinkan.

"Baiklah, jangan lebih dari jam 21.00. Jaga mereka dan hati-hati di jalannya," ucap Gema yang disetujui Aan.

***

Para wanita bersorak gembira, langsung masuk berdandan rapi dan cantik. Ujang dan Asep berbincang bersama keluarga kecil Tania dan Iis. Mereka pun berangkat dan sampai di tempat wisata Orchid Forest, Cikole, Lembang-Bandung. Di sana penuh pohon pinus, kebun bunga, dan resort yang indah dihiasi lampu gantung warna-warni. Paling lucu adalah pria-pria itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang melihatnya. Ujang dan Asep tetap menggunakan kostum pentas tadi. Tania dan Iis tertawa dengan memukul tangan masing-masing. Dengan percaya dirinya tetap berjalan-jalan dan berswafoto. Saat foto berempat Iis sangat jail, dia mendorong Tania ke samping. Dibantu Ujang dari belakang mendorong Asep. Hingga dua orang itu bertabrakan dan saling berpelukan. Lensa kamera pun mengabadikan momen itu. Pria bermata cokelat nan tajam, begitu lekat menatap wajah cantik Tania. Jantung Asep berdebar kencang, untuk pertama kali baginya terpesona oleh sesuatu. Wajah pria yang kaku itu berubah jadi merah merona lagi. Tania semakin mati kutu, wajahnya pun semerah tomat. Tania melihat jelas rahang yang kokoh, tanpa sadar menyentuhnya. Ujang dan Iis memberi jempol, misinya sukses.

"Permisi!" ujar Asep yang berlalu pergi ke kursi kayu. Menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Aku ada di mana ini. Apa aku di surga, ya?" Tania berjongkok menghadap lampu jalan dan menahan jeritnya.

"Momen yang tepat. Ayo, kita pergi aja. Bukannya mau ke toilet tadi?" tanya Iis ke Ujang yang membenarkan perkataannya. Mereka cekikikan meninggalkan kedua sahabatnya.

"Iis ... Kamu—, kok pada pergi! Ujang! Iis!" panggil wanita berambut ikal panjang itu. Asep menoleh dan menghampiri Tania.

"Kamu enggak apa-apa? Kenapa berteriak?" Asep celingukan mencari Ujang dan Iis.

"Ah, maaf. Aku kaget saja. Tiba-tiba sendirian. Aku tidak suka sendirian." Suasana hati Tania berubah jadi sendu.

"Oh, tadi aku merasa tanganmu dingin. Ada yang sakit?" Tania terdiam dan napasnya mulai tersengal-sengal. Asep menyadari itu, menarik tangan untuk duduk di kursi.

"Aku kedinginan ... jalan jauh. Aku punya asma. Ambil Ventolin Inhalerku di tas! Cepat!" pinta Tania yang mulai batuk-batuk dan merasa sesak napas.

"Oke, sebentar. Makannya jangan pakai short dress tipis gini sih." Dia menemukannya. Tania langsung menghisap obatnya dengan cepat. Asep mengambil jaket kulit warna cokelat di tasnya, langsung diletakkan ke punggung Tania.

"Pakai."

"Nanti kamu kedinginan juga!"

"Tidak, aku bisa genggam tanganmu, kan? Kita jadi hangat." Terdengar sangat indah kata-kata itu. Membuat wanita yang sudah lama single jadi meleleh parah.

"Duh, kok panas, ya? Mau ke toilet dulu? Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian." Tania hanya mengangguk. Dua orang itu berjalan sambil bergandengan tangan.

Tania menatap lekat tangan besar dan kekar itu. Dia merasakan kehangatan yang berbeda dan terlindungi. Asep mempererat genggaman setiap ada keramaian di jalan yang dilaluinya. Sesekali tubuh tegap Asep menjadi penghalang untuk menghalangi orang yang akan menabrak Tania. Malam yang indah dan di tempat yang romantis. Hari ini adalah kenangan indah di taman bunga. Akhirnya, Iis dan Ujang muncul dengan tertawa riang. Ujang sudah berganti pakaian, disusul Asep yang sudah merasa gerah dan mengganti pakaiannya.

"Oh, My God! Oh, My Lord! Tania liat mereka. Tuh kan mereka cocoknya jadi model!" puji Iis saat dua pria berjalan beriringan dan berpakaian modis. Berjalan ke arah mereka seperti sedang catwalk.

"Oh, Mamamia lezatoz! Ganteng banget!" ucap Tania yang tidak berkedip sedikitpun.

"Untung kita ganti baju, kalau cuma kaos oblong dan training. Serasa beda kasta. Kharismatik mereka di luar nalar." Langsung Iis mengambil foto yang banyak.

"Kalian tutup mulut. Nanti lalat masuk." Asep mencubit pipi Tania, tapi dia terdiam saat menyadari pipi Tania bengkak.

"Pipimu kenapa? Abis ditonjok? Ngomong sama siapa? Preman yang kemarin?" tanya Asep yang penuh khawatir.

"Oh, tadi pagi abis di tampar. Itu Teh Cindy, tapi aku sudah membalasnya dengan tendangan langit." Iis menyombongkan diri, Ujang pun bertepuk tangan.

"Tania?"

"Yuk, enggak usah dibahas. Aku ingin senang-senang di sini."

***

Mereka pun bersenang-senang selama dua jam. Pukul 21.00 WIB pun pulang ke rumah Tania. Baru sampai di teras depan terdengar pertengkaran lagi. Iis memeluk Tania yang gemetar hebat. Ujang dan Asep menajamkan instingnya. Tanpa menoleh sedikit pun dua orang itu merasakan ada yang mengintai rumah itu.

"Apa itu dia?" bisik Ujang. Dibalas Asep, "Entahlah, kita teruskan saja."

"Mana anak sialan itu! Aku tidak peduli, kamu sama Tania harus bayar hutang itu." Rose marah besar, ketika dinasehati anaknya dan melawannya.

"Nah, tuh datang. Masa kita pulang malam di marahin. Dia enggak dimarahin tuh. Marahin juga dong! Memang, enggak adil!" keluh Cindy yang keluar rumah. Memandangi kedua pria itu dengan sinis.

"Kalau enggak bisa cari pacar! Tolong, berguna sedikit, ya!" sindir Cindy yang membuat Iis ingin menendangnya lagi. Namun, langsung ditahan Ujang.

"Kalau kamu masih bisa ketawa bahagia. Berarti masih sanggup bayar semuanya. Masuk! Besok cari uang lagi!" perintah Rose sambil menjambak Tania. Ujang dan Asep syok, berlari untuk membantu Tania. Iis membawa kursi lipat langsung dilempar ke tubuh Rose.

Bab terkait

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 6 Cerita yang Menyesakkan Hati

    "Lepas! Ibu, aku mohon!" lirih Tania yang mencoba melepaskan tangan Sang ibu. "Ah! Sialan! Siapa itu?" jerit Rose yang merasakan sakit di punggungnya sampai jatuh tersungkur. "Aku, kenapa? Lepasin Tania!" murka Iis setelah melemparkan kursi lipat itu. "Tahan!" tegas Ujang yang menarik paksa Iis yang sudah marah besar. "Kemari!" Asep menarik lengan Tania dan menghadang tangan Rose yang ingin melukai Tania lagi. "Ibu!" Gema sudah naik pitam dan menampar Rose. "Asep, Ujang. Terima kasih. Tapi, ini urusan kami. Maaf, kalian pulang saja. Mengerti, kan?" mohon Gema yang merasa malu. Dan dia menatap dalam dua pria itu. "Baik, kami paham. Semuanya, kami pamit. Assalamualaikum." Ujang menepuk bahu Asep untuk jangan ikut campur. "Hubungi aku. Jika butuh pertolongan. Oke!" bisik Asep ke Tania. Tania menarik baju Asep yang sangat berat untuk melepaskannya. Tangan kekar itu menepuk lembut tangan Tania. Dan perlahan d

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 7 Harapan Tania

    Tania terdiam diujung kasur, menatap langit dari jendela kamarnya. Cahaya remang-remang dari bulan menyoroti kasur itu. Tania tersenyum dan berguling-guling di kasur dengan sprei warna merah mudanya. Dia memeluk bantal, lalu cekikikan saat mengingat kejadian tadi. Tangan kanannya meraba kening dan perlahan dielus-elus. Dia tidak menyangka Asep akan melakukan hal itu. Wanita yang masih tersipu malu, merogoh ponsel di sakunya. Ibu jari terus menggeser layar, hingga berhenti di satu foto. Saat Tania dan Asep saling berpelukan. Tania mengigit bantal dan kaki menendang-nendang ke atas. Kring! Kring! Kring! "Belum tidur?" sahut Asep bersuara bass dari seberang sana. "Belum, banyak pikiran. Aa enggak tidur?" tanya Tania yang merasa meleleh saat mendengar suara pria itu dari telepon. "Belum, sama banyak pikiran juga. Soal yang tadi, aku minta maaf nyentuh sembarangan, Neng." "Kenapa minta maaf? Neng, malah senang loh! Eh ... ups!" Tania memb

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 8 Keluarga Tania Terkejut

    "Oke, oke. Maaf, bukan maksud yang aneh-aneh. Enggak, Akang juga tahu kita cuma sahabat dan teman saja. Aku tahu ... tapi," jelas Tania yang menunduk."Kang Gema, enggak mau aku bahagia? Begitu?""Bukan! Kamu harus bahagia, tapi aku takut kejadian yang lalu terulang lagi. Kamu yakin? Ibu pasti marah besar." Gema memegang bahu Tania hingga saling pandang."Yakin! Hatiku berkata seperti itu. Aa Asep pasti bisa menghadapi ibu. Tidak akan terulang lagi, Kang.""Apa karena pekerjaan Aa Asep, Kang? Akang jadi ragu?" tanya Tania yang duduk di pinggir kasur."Iya, tapi aku percaya Asep akan berjuang untukmu. Kamu tahu sendiri. Ibuku yang jadi masalahnya." Gema bersimpuh dan menggenggam tangan sang adik."Itulah yang ingin dibuktikan sama Aa Asep. Bahwa dia mampu dan bisa. Dan aku pun ingin buktikan tanpa pacaran bisa kok menikah.""Oke, aku paham. Ibu pasti nolak atau malah merendahkan Asep. Seperti mantanmu, Galuh. Bagaimana? Asep s

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 9 Kejadian yang Parah

    Dua pria itu asik menikmati santap malamnya. Namun, hanya terdengar suara sendok yang menyentuh piring saja. Tidak ada yang memulai percakapan. Asep menatap lekat calon kakak iparnya itu dengan seksama. Dia belum berani memulai, ada rasa segan ke Gema. Walau seumuran Asep merasa Gema jauh lebih dewasa daripada dirinya. Gema menyadari gestur Asep yang penasaran dengan topik pembicaraan. Dia pun menatap lama calon adik iparnya itu. Dia jauh lebih penasaran kehidupan Asep. Sejak kapan Tania dekat, mengapa memilih Tania, dan semua pertanyaan bercampur aduk di kepalanya. Gema menghela napas panjang, lalu meletakkan piring kosong di sampingnya. Dia pun duduk bersila dengan menghisap rokok. "Apa yang membuatmu tertarik dengan adikku? Kamu sudah yakin?" tanya Gema penuh dengan penekanan. "Sudah, banyak hal. Tapi, yang pasti senyumannya, kebaikannya, kesetiannya. Dalam pola pikirnya dan mengambil keputusan." Asep cepat-cepat menelan baksonya. "Tapi, kamu tahu se

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 10 Hati Yang Mulai Terbuka

    "Aa, sudah aku mohon!" lirih Tania yang menangis dengan memalingkan muka. Asep langsung melepaskan bibir seksinya. "Ma-maaf, aku minta maaf!" mohon Asep yang langsung menjauh dan mendekap mulut. "Apa yang aku perbuat? Kenapa? Bodoh! Aku bodoh!" batin Asep yang mengatur napasnya. "Ada apa sama Aa? Kenapa dilanggar sih?" murka Tania yang bangun, rambut yang masih berantakan langsung dirapikan. Warna lipstik yang menyebar ke semua bibirnya dan bibir Asep. "Maaf, enggak tahu kenapa! Tapi, jujur saja aku tidak bisa mengendalikannya." Asep menghapus air mata Tania. Dan Asep menghapus bekas lipstik di bibirnya. "Aku salah! Tampar! Tampar aku!" teriak Asep yang menarik telapak tangan Tania ke arah pipinya yang masih penuh lebam itu. "Enggak, aku enggak tega. Masa aku buat orang sakit makin kesakitan. Aa kenapa? Aa suka sama aku?" cecar Tania yang meletakan telapak tangannya di pipi Asep. Lalu mengelus lembut luka itu. "Iya. Aku suka sama kamu. Dari awal kita bertemu," tegas Asep yang m

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 11 Kecurigaan Tania ke Asep 1

    "Nanti kamu pulang langsung ke rumah. Jangan minta yang aneh-aneh sama Ujang. Oh, jangan pelukan di motor! Paham?" perintah Asep saat melihat wanita itu siap-siap pulang bersama Ujang. "Oke, Hottie. Cie, cemburu nih?" goda Tania dengan merangkul lengan Ujang. Ujang pun langsung merespon dengan mimik wajah super model. "Lepas, Ujang! Iya, enggak suka." Asep melempar bantal lagi ke arah wajah Ujang. Langsung disambut tertawa jahil dari mereka. Tania bersalaman dan berpelukan sebentar. "Aa makan yang banyak. Istirahat yang cukup. Biar nanti aku bisa ketemu ibu dan ayah Aa." Tania menoleh ke arah gantungan baju. Dia baru berdiri dan sadar ada benda aneh di situ. "Aa itu apa? Ada rompi yang sering dipakai tentara sama polisi gitu deh?" tanya Tania yang membuat panik kedua pria itu. Ujang langsung menutup gantungan yang ada di belakang pintu. "Oh, itu. Dulu kalau tampil di event ulang tahun atau syukuran anak-anak sekolah. Pakai itu." Ase

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 12 Pertemuan Keluarga Besar Asep

    "Iya, tapi jangan pakai baju seksi. Pakai kaos sama celana pendek selutut. Paham?" cetus Asep yang membuat Tania cekikikan. "Aa juga sama jangan yang ketat dan pendek. Paham?" balas Tania yang membuat Asep tertawa lepas. Mereka pun berangkat lagi dengan hati senang. Di belokan setelah jembatan kuning, Asep masuk ke gang kecil dan masuk lagi melewati gapura. Mereka pun berhenti di sebuah rumah dengan halaman belakang perkebunan dan sawah. Rumah sederhana berwarna biru langit dan putih. Ada dua orang yang sudah menunggu di depan teras duduk di bangku rotan. Wanita dan pria paruh baya dengan uban yang menghiasi rambutnya. Mereka tersenyum manis dan berdiri menyambut sang anak dan calon mantunya. Endah berlinang airmata, langsung memeluk erat Asep. Sang ayah Uun Kurniawan menepuk-nepuk bahu anaknya. Dia menarik lembut Tania dan mereka saling berpelukan hangat. Mereka menangis bahagia dan rindu yang terbayarkan. Asep memang sudah lama tidak pulang kampung. Terakhir ketika lebaran saja

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 13 Tania Membuka Hatinya lagi

    "Teh, mau sayurnya? Tambahin sama oseng tempe, ya." Tania mengambil piring oseng tempe dan mangkuk untuk menuangkan sayur. "Eh, iya. Boleh-boleh. Kamu jam berapa sampai? Pasti perjalanan jauh." Asri menerima piring itu dan mengambil kerupuk. "Jam 12. Soalnya, banyak berhenti pas dari Cibiru. Kan di situ macet parah mau jam makan siang." Tania mengambil gehu dan teh hangat buat Asep. "Duh, pasti cape pisan. Nanti udah makan langsung istirahat." Asri makan dengan lahap. Ibu menyusui jauh lebih banyak makannya. "Iya, teh. Kalau udah makan. Isoma deh." Tania berpamitan untuk ke dalam di susul Asep. *** Mereka shalat berjamaah dengan saudara yang lain. Bibi dari pihak bapak langsung menarik Tania agar bersebelahan dengannya. Ketika shalat selesai mulailah bergosip ria. Asep yang mengerti sorotan mata dari Tania yang meminta tolong untuk keluar dari kerumunan itu. Asep dengan sopan menarik Tan

Bab terbaru

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 46 Firasat Buruk 1

    "Haha ... yakin? Yang akan menghancurkan Tania dan Asep. Oh, salah. Tania dan Doni, bukan dari aku saja. Dia jauh lebih kejam dan sadis!" seru Hani yang tertawa lepas dan melengking. Ujang sampai merinding. "Aku peringatkan kalian. Dari hari besok dan seterusnya. Abdullah akan turun tangan langsung untuk mengambil miliknya." Lanjut Hani yang tersenyum sinis. Ujang hanya terdiam dan terus mengetik semua pernyataan Hani. Pria muda itu mendidih mendengar semuanya. Ujang mengembalikan Hani ke dalam sel dan memberikan makanan malamnya. Pria berkulit kuning langsat itu, termenung dan menelepon via Video Call Asep dan Restu. Mereka pun terdiam dengan syok, lantas memutuskan rapat di siang harinya. Tidak lupa mereka berdiskusi untuk langkah selanjutnya, karena sudah 50% barang bukti terkumpulkan. Asep meminta ijin ke Komandan untuk memperketat pengawasan keluarga Tania dan keluarganya. Restu memiliki firasat buruk soal ancaman dari Hani itu dan mengijinkannya.

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 45 Informan 2

    "Baiklah, hubungi nomor ponsel ini. Kalau terjadi apa-apa. Berikan ponselmu." Restu mengambil ponsel Argha dan memasang alat penyadap. "Terima kasih, kerjasamanya. Tolong, utamakan kewarasanmu," pinta Restu yang mengembalikan benda pipih itu. "Sama-sama, dan terimakasih kembali. Maaf, aku terlambat menyadari kewarasanku," lirih Argha yang bersemangat kembali. Restu hanya tersenyum lebar dan mengangguk saja. Restu dan anak buahnya memasang secara permanen alat-alatnya. Argha merenung sambil berpikir langkah selanjutnya harus bagaimana. Mereka berbincang dengan asik dan bergiliran untuk sarapan. Restu berpamitan untuk mengunjungi tempat kerjanya yang kedua. Dia memerintahkan ke anak buah untuk terus menjaga dan mengawasi satu rumah itu. Argha yang kembali diborgol dan masuk ke sel penjara dengan satu tempat tidur itu. Dia menghela napas berat dan menatap langit-langit. Dia sangat merindukan keluarga kecilnya. Argha sesekali menahan sakit dari chip yang be

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 44 Informan 1

    "Lepas! Sakit tahu!" jerit Hani dengan terus berontak. "Enggak mau! Biarin rasakan semuanya!" jerit Tania yang masih mencelupkan kepala Hani. "Teteh! Sudah lepasin! Biar aku yang urus orang ini!" teriak Ujang yang menarik tubuh Tania. "Lepas! Dasar penipu kalian!" hina Hani yang memberontak saat dua rekan Ujang menyeret tubuh seksi itu ke arah pintu belakang. "Ah! Ujang, jangan bawa dia pergi! Aku belum puas!" jerit Tania yang sama memberontak dari Ujang. Asep menghampiri dan melepaskan kekasihnya. "Sayang! Sudah, tenangkan dirimu!" mohon Asep dengan suara lembut sambil memeluk erat Tania. "Kang, aku urus dia dulu. Biar penyelidikan kasusnya bisa berlanjut lagi." Ujang menepuk bahu Asep dan berlalu pergi. "Ta-tapi ... dia menghina Aa! Aku enggak terima!" geram Tania yang menangis tersedu-sedu dalam pelukan itu. "Iya, aku tahu. Terima kasih, sudah mewakilkan Aa." Asep menghapus air mata itu sambil mengecu

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 43 Prewedding 2

    "Ke mana orang itu! Pak, terus telusuri jalan setapak ini," perintah Ujang yang kesal karena hanya menemukan gantungan tas berinisial H di tanah. "Tata, kita cuma dapat ini saja. Ada syal motif bunga sama gantungan kunci. Satu yang pasti sosok itu wanita," terang salah satu dari rekan Tata sambil menyodorkan dua benda. "Baiklah, yang lain cari lagi. Aku punya firasat buruk soal ini." Ujang langsung menelepon Asep alias Doni yang masih ada di Cafe. "Siap, tapi kalau ini dugaanku benar. Kapten dalam dilema sekali." Lanjut bapak-bapak tadi dan menatap dalam Tata. "Pasti. Pokoknya kalau kalian lihat orang mencurigakan lagi. Jangan ragu untuk ditangkap! Paham!" perintah Tata alias Ujang yang menunggu kaptennya menjawab telepon. "Baik! Laksanakan!" teriak semua orang yang langsung menyebar dan mencari lagi. Tata yang masih menunggu jawaban dari Doni. Tata dan rekan-rekannya terus menyusuri jalannya hingga menemukan sebuah mobil m

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 42 Prewedding 1

    Keesokan harinya, dari semua kejadian-kejadian yang dialami keluarga besar Asep, Tania, dan Iis. Banyak sekali hikmah yang bisa diambil. Tania, Ucup, dan Gema jauh lebih bisa berpikir jernih dan tenang. Asep, Ujang, dan Iis yang terus menjaga mereka dengan berbagai macam cara. Walau harus mengorbankan darah dan harga diri, semua selalu dihadapi bersama-sama. Denny dan Asri yang sudah pulih total pun akhirnya ikut di hari terakhir wisata itu. Iis menyewa sebuah pemandian air panas untuk semuanya. Dia memilih wisata yang santai dan merelaksasikan ketegangan otot semua orang. Tania sedang duduk di pinggir kolam dan bermain air panas. Asri menghampiri dengan memeluk erat dari samping. Tania tersenyum dan membalas pelukan hangat itu. "Sudah mendingan, Teh? Maaf." Tania mendusel di pipi Asri. "Sudah, enggak apa-apa. Luka kecil gini. Kamu gimana? Sudah lepas plester, kan?" tanya Asri yang sama-sama mendusel di pipi Tania. "Besok lusa, sekalian cek up

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 41 Kamar Penuh Gelora

    Sesudah mendapatkan keputusan final, mereka pun berbincang-bincang ditemani kopi hangat dan singkong goreng. Mereka pun menunggu Asri dan Denny pulang ke motel. Paman Asep yang satunya lagi sedang mengintip di jendela, dia melihat dua orang yang sedang berjalan menuju lorong itu. Dia pun membuka pintu sambil melambaikan tangan. Denny yang melihat pun langsung menghampiri kamar itu. Dia dan istrinya masuk dan langsung merasa marah melihat Cindy ada di depan. Iim dan Uun langsung memeluk erat kedua orang itu. Suami istri pun menyambut pelukan hangat dari keluarga. Denny terkejut dengan suasana di kamar itu. Dia berbisik menanyakan apa yang terjadi di situ ke Uun dan Iim. "Oh, baguslah. Aku masih belum bisa menerima semuanya. Maaf, Tania," ucap Denny yang membuat Tania mengangguk. "Aku paham, Kang. Maafkan, kami Teh Asri dan Akang." Tania berdiri dan memeluk kakak iparnya yang masih terlihat lesu. "Aku enggak marah ke kamu. Aku marah sama orang yang diam d

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 40 Keputusan Ucup 2

    Ucup menangis tersedu-sedu, Iim, Aan, dan Uun yang tidak tega menenangkannya. Semua orang yang melihat dan mendengar semua kenyataan pahit itu hanya terdiam. Anak-anak yang tadinya tertawa lepas menjadi termenung dengan melihat kejadian tadi. Awal kesenangan dan kebahagiaan sekejap saja langsung menjadi kelabu. Iim mendorong kursi roda Ucup ke depan menuju taman yang ujungnya tebing itu. Aan menyusul Gema dan Uun menyusul Tania. Iim terus menepuk-nepuk bahu Ucup yang masih gemetar hebat. Iim terus menatap langit malam yang sangat indah, ditemani hiruk-pikuk kendaraan yang melintas di bawah. Sorot lampu dari bawah dan restoran itu menghiasi malam yang sendu. "Hah, aku jadi merasa mual. Kenapa Akang malah bercerita sekarang?" tanya Iim yang duduk di samping kursi roda. "Ini kesempatan bagus, Iim. Di sini ada tempat untuk menyejukkan hati. Kalau di rumah, suasananya jadi enggak terkendali." Ucup menyeka air dan menenangkan diri. "Terlalu nekat lebih tepatn

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 39 Keputusan Ucup 1

    Perjalanan pulang pun dilalui dengan beristirahat, tetapi sebelum ke motel semua sepakat untuk makan malam di luar. Tempat restoran yang dikelilingi sawah dan kebun teh. Dihiasi lampu malam yang seperti bintang kejora. Satu jam sebelum ke motel, Iis langsung booking dua saung lesehan yang besar. Banyak menu yang dipesan dari Western sampai Nusantara. Gema dan Asep bercerita soal keributan tadi yang membuat dua keluarga itu tercengang dan syok. Asep dan Ujang terus memberi wejangan untuk lebih berhati-hati untuk kedepannya. Bila ada hal yang mencurigakan atau orang misterius terus menganggu, harus cepat-cepat menghubungi mereka. Makan pun dihiasi dengan canda tawa, Tania melihat dan merasakan semua ingin menghiburnya. Asep menerima telepon dari Denny yang sudah berangkat pulang. Semua orang yang tidak tahu kejadian sebelumnya pun, baru menyadari ketidak hadiran Denny dan istrinya. Ujang pun berceritalah sampai menunjukan luka-lukanya. "Ini sudah diluar nalar manusia, Nak."

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 38 Memori Terpahit 2

    "Asep! Berhenti! Berhenti!" teriak Gema yang menarik tubuh Asep yang terus melancarkan serangan ke Galuh yang terpojok. "Aa sudah! Sudah, tangan Aa berdarah! Cukup!" jerit Tania yang langsung memeluk erat Asep dari depan. "Lepas, Gema! Lepas! Orang enggak tahu diri harus dikasih pelajaran! Kalau tahu kurang, jangan lepas tanggung jawab dong!" murka Asep yang terus berontak, Tania tetap membujuk. "Kamu ini. Dibayar berapa? Sampai tahu keberadaan kami?" tanya Ujang yang kesal dan marah. Dia berlari dari atas ke bawah menghampiri keributan itu. "Kang, sudah! Sudah!" mohon Iis yang ikut mendorong tubuh Asep. Iis panik saat melihat kekasihnya langsung berlari ke dermaga itu. Iis menyusul Ujang. "Jawab! Suruhan Rose lagi, kan? Ayo, katanya cinta kok mata duitan?" ejek Ujang yang menarik dan mengangkat Galuh seperti anak kucing. Ujang yang marah terus mengangkat ke ujung belakang dermaga. "Lepas! Suka-suka aku dong. Kamu siapa? I

DMCA.com Protection Status