Beranda / Romansa / Si Badut Itu, Pangeranku! / Bab 9 Kejadian yang Parah

Share

Bab 9 Kejadian yang Parah

Penulis: Siska Kurniawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dua pria itu asik menikmati santap malamnya. Namun, hanya terdengar suara sendok yang menyentuh piring saja. Tidak ada yang memulai percakapan. Asep menatap lekat calon kakak iparnya itu dengan seksama. Dia belum berani memulai, ada rasa segan ke Gema. Walau seumuran Asep merasa Gema jauh lebih dewasa daripada dirinya. Gema menyadari gestur Asep yang penasaran dengan topik pembicaraan. Dia pun menatap lama calon adik iparnya itu. Dia jauh lebih penasaran kehidupan Asep. Sejak kapan Tania dekat, mengapa memilih Tania, dan semua pertanyaan bercampur aduk di kepalanya. Gema menghela napas panjang, lalu meletakkan piring kosong di sampingnya. Dia pun duduk bersila dengan menghisap rokok.

"Apa yang membuatmu tertarik dengan adikku? Kamu sudah yakin?" tanya Gema penuh dengan penekanan.

"Sudah, banyak hal. Tapi, yang pasti senyumannya, kebaikannya, kesetiannya. Dalam pola pikirnya dan mengambil keputusan." Asep cepat-cepat menelan baksonya.

"Tapi, kamu tahu sendiri. Keluargaku kacau dengan penuh hutang. Jika, nanti ibuku berbuat nekat. Entah, memintamu melunasi atau membahayakanmu, bagaimana?" seru Gema yang menatap tajam Asep

"Tahu, sangat paham. Tidak apa-apa, aku akan membantu. Tenang, akanku hadapi itu semua. Jangan pernah menyentuh orang-orang disekitarku. Sedikit aja terluka, habis itu orang!" seru Asep dengan mengacungkan garpu. Gema pun cekikikan.

"Oke-oke, baguslah. Tenang, aku pun akan membantumu. Kita utamakan kebahagiaan Tania. Aku banyak hutang jasa ke Tania, Asep. Mau bersama-sama melawan ibuku?"

"Iya, Tania harus hidup tenang dan bahagia. Kasian, asmanya kambuh terus. Waw, yakin mau melawan ibu sendiri? Kalau aku sih boleh-boleh saja, tergantung situasinya." Asep menyalakan rokoknya dengan meminum kopi buatan Tania.

"Yakin, dulu aku salah. Terus diam dan mengalah. Kalau saja aku tegas dari awal. Mungkin sifat egois ibu tidak akan separah ini," keluh Gema yang memijat dahinya.

"Baiklah, sepakat?" Asep menyodorkan tangan ke Gema dan berjabat tangan menyetujuinya.

Pukul 21.00 WIB, dua pria yang sedang menghabiskan bakso. Mereka asik melanjutkan berbincang-bincang dengan topik yang berbeda. Tertawa bersama seperti bertemu dengan kawan lama yang jarang bertemu. Keakraban yang sangat harmonis, dilihat langsung Ucup dan Tania. Tania tersenyum melihat momen itu, karena hal itu momen indah yang sangat langka. Sebab, dengan mantannya yang dulu pun Gema tidak sedekat ini. Ucup mengelus lembut kepala anaknya, mereka saling bertatapan dalam. Ada rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan sang ayah. Tania berkaca-kaca, memeluk erat, mengecup pipi dan kening Ucup.

"Abah, ini nyata, ya? Aku masih linglung nih," jelas Tania yang bermanja-manja.

"Nyata, Neng. Kamu sudah yakin? Nanti Abah sendirian atuh," lirih Ucup yang membalas pelukan itu.

"Yakin, yakin banget. Enggak! Tetap ikut aku." Tania mencubit ayahnya.

"Hmm, udah bicara sama Asep? Tapi, nanti aku ngerepotin kalian. Enggak, usah."

"Sudah, Asep enggak keberatan. Malah senang kok. Tetap, ikut aku. Kita harus hidup bahagia lepas dari ikatan setan ini."

"Hmm ... istriku bagaimana?"

"Abah, cobalah pikirkan dulu kebahagiaan kita. Sekali ini saja."

"...." Ucup tak menjawab hanya mengecup kening Tania.

"Abah! Yah?"

"Hah ... baiklah."

"Ingat, ketika sudah menjadi istri. Pahalamu ada di suami. Jangan membantah, jangan egois, jangan serakah. Oke?" Nasihat Ucup yang diingat baik-baik oleh Tania. Tania pun mengangguk paham.

Tania pun terlelap tidur dipelukan hangat Ucup. Asep yang melihatnya pun meminta ijin ke Gema dan Ucup untuk menggendong Tania ke kamarnya. Asep dengan hati-hati dan perlahan mengangkat Tania. Pria tampan itu membaringkan tubuh Tania ke kasur. Mata elang yang berfokus pada wajah sendu nan cantik itu. Asep semakin terpesona, memandang lama dan menarik selimut. Asep berbisik, "Selamat tidur, Istriku. Mimpi indah, Taniaku." Dia pun pergi dan berbincang bertiga di ruang tamu. Tania yang setengah sadar, tersenyum lebar dengan pipi merah merona. Dia merasa gemas langsung menggigit bantal, menahan jeritnya dan perlahan terlelap lagi.

***

Asep pun berpamitan pulang, memang sudah sangat larut malam. Ucup dan Gema pun beristirahat dengan kebahagiaan. Sedangkan, Rose dan Cindy tidur dengan kemurkaan dan kekesalan. Asep berjalan cepat, perasaannya tidak enak. Semenjak Rose menelepon orang asing itu. Rumah Tania sudah dikepung para preman lagi. Asep sudah menghubungi Ujang agar tidak ke mana-mana selama beberapa hari. Dia menduga di belakang ada yang mengikuti, dari panca inderanya menduga ada tiga orang yang mengikuti. Dari depan terlihat satu mobil APV hitam, gerombolan orang berjaket hitam keluar. Asep menghela napas panjang, dia berhenti menunggu orang-orang itu menghampirinya. Di jalan raya yang sudah sepi, hanya ditemani lampu jalan. Suasana menjadi tegang, dua orang dari arah belakang berlari kencang. Sedangkan, preman di depan mengeluarkan senjata tumpul.

"Hah! Menyebalkan. Si Ujang lama!" batin Asep yang langsung menghindar dan memasang kuda-kuda.

"Malam ini. Kami tidak akan kabur lagi! Serang!" teriak pemimpin preman yang ada di depan Asep.

"Yakin? Dasar, preman bayaran!" teriak Asep yang menangkis pukulan dan menangkis tendangan secara bersamaan.

"Kamu siapa sebenarnya? Sombong sekali! Akan kubunuh kamu!" gertak pria botak berotot besar langsung mengayunkan tongkat baseball ke kepala Asep.

"Cari saja sampai dapat. Aku tidak bisa dilacak, kawan!" goda Asep yang mengedipkan mata. Saat dia berhasil menangkis tongkat dan memukul balik dengan tendangan maut ke wajah musuh.

Asep mengeluarkan jurus silat Cimande dengan menonjok tulang rahang preman yang satunya lagi. Mereka yang ada di depan mobil sangat frustasi melihat Asep mampu bertahan. Akhirnya, satu tangan diangkat ke depan tanda dimulai untuk menyerang. Baku hantam pun terjadi lebih alot dari waktu itu. Beberapa pukulan dan tendangan mendarat ke Asep. Tetesan darah di hidung, mulut, dahi Asep sudah terjun bebas. Lebam dan bengkak pun tak terhindarkan. Pihak lawan pun sama malah jauh lebih parah lagi. Asep sudah terpojok di trotoar. Dia jatuh tersungkur, mengerang kesakitan saat tangannya diinjak. Lalu dua orang lagi memegang tangan Asep, Si pemimpin membawa tongkat baseball dan mengayunkan ke kepala. Asep memejamkan mata, muncul bayangan wanita yang perlahan telah mengisi hatinya. Mengisi kekosongan hati yang sudah bertahun-tahun berkarat. Tiba-tiba suara sirine polisi mendekati mereka, preman-preman itu ingin kabur. Namun, terlambat Asep menahan Si pemimpin itu. Sisanya di kejar polisi bersenjata lengkap. Ujang yang terengah-engah berlari langsung membantu Asep.

"Gila! Kenapa enggak kabur? Bodoh!" Ujang yang mengeluarkan borgol langsung menahan Si pemimpin itu.

"Kan sengaja! Biar bisa tangkap dan diinterogasi, Tata .. Eh, Ujang-Ujang. Salah!" Asep menepuk jidatnya dengan keras.

"Stt! Kang Doni mah ...! Eh, aku jadi latah juga." Menepuk bahu Asep.

"Kalian! Bawa semua ke truk! Cepat!" perintah Komandan berkumis tipis yang menggeplak kepala Ujang.

"Doni, hati-hati! Identitas kalian itu rahasia! Jangan sampai tersebut dihadapan musuh!"

"Siap, Komandan Restu! Maaf, khilaf!" Asep memberi hormat ke atasannya.

"Kamu yakin dengan rencana ini? Ingat! Identitasmu sensitif. Jangan mempermainkan pekerjaan dan perasaanmu," tegas Komandan Restu yang memapah Asep ke mobil patroli.

"Yakin, Komandan! Siap, tidak akan. Saya sudah berjanji." Asep membusungkan dada dan perlahan masuk ke mobil.

"Hah, baiklah. Soal Tania kita bicarakan lagi nanti. Obati dulu ini," perintah Restu yang langsung menutup mobil. Sang supir pun melaju dengan cepat ke Rumah Sakit terdekat.

***

Tania gelisah menatap jam dinding di kantornya. Sudah dua hari sejak Asep datang ke rumah. Asep sulit dihubungi, menelepon yang paling sulit. Menelepon Ujang pun hanya menjawab hal yang sama. Tania khawatir sekali. Kalau kirim pesan masih bisa hanya saja balasannya lama sekali. Tania sudah dua malam bermimpi buruk soal Asep. Di mimpinya saat berjalan bersama atau bercengkrama di bawah pohon rindang. Ada sosok hitam besar yang diam di belakang Asep, sering menarik paksa pria itu hingga hilang di telan kegelapan. Tinggal beberapa menit lagi jam pulang kerja, Tania berniat untuk mendatangi kontrakan Asep dan Ujang. Wanita berumur 27 tahun ini bergegas pergi saat ojek online sudah menunggunya di depan.

"Aa! Assalamualaikum, Aa ini Eneng. Buka!" teriak Tania mengetuk kontrakan sangat sederhana di dalam gang kecil.

"Aa! Jawab! Ada di dalam, kan?" Tania mencoba membuka pintu yang pasti dikunci.

Gedebruk! Klontrang!

"Meow ...! Meoww! Meow ... uhuk!" Suara pria yang menirukan kucing yang tersedak ludah sendiri hingga terbatuk-batuk.

"Masa kucing bisa batuk, sih! Buka! Atau aku dobrak. Satu ... dua ... ti—," gertak Tania yang sudah menarik rok hitamnya untuk berlari.

"Ujang! Buka!" bisik Asep yang mendorong Ujang ke pintu.

"Oke-oke, aku buka. Waalaikumsalam, ada apa nih?" tanya Ujang yang menahan pintu dan hanya setengah tubuh menahan pintu.

"Awas!" Tania langsung menendang perut Ujang hingga terpental ke tembok.

"Tania!" jerit Asep yang terbaring lemah di kasur kecil nan usang.

"Aa? Aa kenapa? Kok banyak perban gini? Aa!" lirih Tania yang menangis kencang melihat kondisi calon suaminya yang sangat parah.

"Biasa. Jatuh dari motor. Sudah, aku baik-baik saja." Asep menarik tangan Tania untuk duduk di sampingnya.

"Bohong! Kenapa ada lebam? Emang, ke pentok apa? Jujur!" teriak Tania yang ditenangkan Asep dengan menggenggam tangan.

"Ke pentok aspal, dong. Apa lagi coba!" gerutu Ujang yang meringis kesakitan.

"Diam!" Serempak dua sejoli itu membentak Ujang.

"Oke! Dari pada jadi obat nyamuk. Aku di teras saja!" omel Ujang yang membanting pintu.

"Aa. Je. las. in!" Nada penuh penekanan. Akhirnya, Asep menjelaskan secara singkat dan intinya saja. Tentu, dengan sedikit bumbu kebohongan.

"Ini gara-gara aku. Maaf. Kalau saja kita enggak bertemu. Aa enggak akan kaya gini." Tania memeluk erat Asep.

"Jangan ngomong gitu! Kamu enggak salah apa-apa, Taniaku. Ini sudah takdir kita." Asep mempererat pelukannya.

"Walau aku masih asing dengan cinta. Tapi, kamulah yang membuat harapan baru untukku. Menjadi kunci utama dalam masa depanku." Lanjut Asep.

"Aa ...! Yah, aku pun sama. Hatiku sudah mati. Sejak masa laluku yang kejam. Mungkin, kita butuh waktu untuk sembuh dari luka masing-masing." Tania melonggarkan pelukannya. Mereka bertatapan lama. Lalu, Tania menceritakan mimpi buruknya.

"Maaf, aku membuatmu khawatir. Aku harus mulai beradaptasi lagi dalam menyesuaikan dengan pasangan. Sungguh, aku suka lupa." Asep mengecup punggung tangan Tania.

"Aku juga sama, Aa. Maaf, kalau aku suka cerewet dan protektif sekali. Aku masih penuh ketakutan ditinggalkan lagi."

"Aku paham dan mengerti." Asep memainkan rambut Tania yang diurai. Dia perlahan mencium dan mengendus rambut Tania sangat lama.

"Indah dan wangi. Aku suka." Jari-jari panjang dan penuh urat yang menonjol itu bermain di rahang dan bibir tipis Tania.

"Aa ...!" Tania memejamkan mata karena merasa nyaman.

"Aku baru merasakan ada yang benar-benar mengkhawatirkanku. Sampai datang ke sini. Dulu, aku tidak pernah diperlakukan seperti ini." Lanjut Asep bersemangat, sesekali mencium pipi wanita dihadapannya.

"Hmm!" desis Tania. Tubuhnya menjadi kaku.

"Tahan, sebentar saja." Asep perlahan maju lagi dan mengecup mesra dari leher ke belakang telinga Tania. Wanita itu tersentak dan mengigit bibir bawahnya dan diiringi erangan manja.

"Cukup, Aa!" Tania berontak dan mendorong Asep. Mereka pun saling bertatapan.

"Aa sudah melanggar aturan!" tegur Tania yang masih terengah-engah.

"Aku tahu! Maaf. Tapi, bibir dan pipi pengecualian, kan?"

Asep yang sudah tidak bisa membendung rasa itu. Dia terus menggebu-gebu, ada rasa yang dirindukannya. Rasa ingin memiliki seutuhnya lebih jauh dari sekarang. Napasnya begitu memburu, Asep begitu liar sekali. Tania terkejut melihat wajah Asep yang memasang ekspresi itu. Mereka terdiam dengan napas tak beraturan. Asep menarik bahu Tania, tangan kanan menahan kepala Tania. Tangan kiri pria itu menggenggam erat tangan kanan Tania. Bibir mereka saling bersentuhan, semakin dalam hingga saling berpagutan mesra dan bergairah. Asep lebih menekan tangan kanannya, Tania yang tadinya melawan pun pasrah dengan menikmatinya. Entah, ada angin apa. Asep begitu berbeda. Tania bingung tapi hatinya berdesir tak karuan. Asep tak memperdulikan rasa sakit di tubuhnya. Dia mendorong lembut tubuh Tania hingga berbaring di kasur. Mereka saling tertindih, kedua tangan diangkat ke atas. Dan jari-jari mereka yang saling bertautan dengan kuat. Mereka berpagutan yang saling bergantian dan tidak ingin dilepas.

Bab terkait

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 10 Hati Yang Mulai Terbuka

    "Aa, sudah aku mohon!" lirih Tania yang menangis dengan memalingkan muka. Asep langsung melepaskan bibir seksinya. "Ma-maaf, aku minta maaf!" mohon Asep yang langsung menjauh dan mendekap mulut. "Apa yang aku perbuat? Kenapa? Bodoh! Aku bodoh!" batin Asep yang mengatur napasnya. "Ada apa sama Aa? Kenapa dilanggar sih?" murka Tania yang bangun, rambut yang masih berantakan langsung dirapikan. Warna lipstik yang menyebar ke semua bibirnya dan bibir Asep. "Maaf, enggak tahu kenapa! Tapi, jujur saja aku tidak bisa mengendalikannya." Asep menghapus air mata Tania. Dan Asep menghapus bekas lipstik di bibirnya. "Aku salah! Tampar! Tampar aku!" teriak Asep yang menarik telapak tangan Tania ke arah pipinya yang masih penuh lebam itu. "Enggak, aku enggak tega. Masa aku buat orang sakit makin kesakitan. Aa kenapa? Aa suka sama aku?" cecar Tania yang meletakan telapak tangannya di pipi Asep. Lalu mengelus lembut luka itu. "Iya. Aku suka sama kamu. Dari awal kita bertemu," tegas Asep yang m

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 11 Kecurigaan Tania ke Asep 1

    "Nanti kamu pulang langsung ke rumah. Jangan minta yang aneh-aneh sama Ujang. Oh, jangan pelukan di motor! Paham?" perintah Asep saat melihat wanita itu siap-siap pulang bersama Ujang. "Oke, Hottie. Cie, cemburu nih?" goda Tania dengan merangkul lengan Ujang. Ujang pun langsung merespon dengan mimik wajah super model. "Lepas, Ujang! Iya, enggak suka." Asep melempar bantal lagi ke arah wajah Ujang. Langsung disambut tertawa jahil dari mereka. Tania bersalaman dan berpelukan sebentar. "Aa makan yang banyak. Istirahat yang cukup. Biar nanti aku bisa ketemu ibu dan ayah Aa." Tania menoleh ke arah gantungan baju. Dia baru berdiri dan sadar ada benda aneh di situ. "Aa itu apa? Ada rompi yang sering dipakai tentara sama polisi gitu deh?" tanya Tania yang membuat panik kedua pria itu. Ujang langsung menutup gantungan yang ada di belakang pintu. "Oh, itu. Dulu kalau tampil di event ulang tahun atau syukuran anak-anak sekolah. Pakai itu." Ase

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 12 Pertemuan Keluarga Besar Asep

    "Iya, tapi jangan pakai baju seksi. Pakai kaos sama celana pendek selutut. Paham?" cetus Asep yang membuat Tania cekikikan. "Aa juga sama jangan yang ketat dan pendek. Paham?" balas Tania yang membuat Asep tertawa lepas. Mereka pun berangkat lagi dengan hati senang. Di belokan setelah jembatan kuning, Asep masuk ke gang kecil dan masuk lagi melewati gapura. Mereka pun berhenti di sebuah rumah dengan halaman belakang perkebunan dan sawah. Rumah sederhana berwarna biru langit dan putih. Ada dua orang yang sudah menunggu di depan teras duduk di bangku rotan. Wanita dan pria paruh baya dengan uban yang menghiasi rambutnya. Mereka tersenyum manis dan berdiri menyambut sang anak dan calon mantunya. Endah berlinang airmata, langsung memeluk erat Asep. Sang ayah Uun Kurniawan menepuk-nepuk bahu anaknya. Dia menarik lembut Tania dan mereka saling berpelukan hangat. Mereka menangis bahagia dan rindu yang terbayarkan. Asep memang sudah lama tidak pulang kampung. Terakhir ketika lebaran saja

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 13 Tania Membuka Hatinya lagi

    "Teh, mau sayurnya? Tambahin sama oseng tempe, ya." Tania mengambil piring oseng tempe dan mangkuk untuk menuangkan sayur. "Eh, iya. Boleh-boleh. Kamu jam berapa sampai? Pasti perjalanan jauh." Asri menerima piring itu dan mengambil kerupuk. "Jam 12. Soalnya, banyak berhenti pas dari Cibiru. Kan di situ macet parah mau jam makan siang." Tania mengambil gehu dan teh hangat buat Asep. "Duh, pasti cape pisan. Nanti udah makan langsung istirahat." Asri makan dengan lahap. Ibu menyusui jauh lebih banyak makannya. "Iya, teh. Kalau udah makan. Isoma deh." Tania berpamitan untuk ke dalam di susul Asep. *** Mereka shalat berjamaah dengan saudara yang lain. Bibi dari pihak bapak langsung menarik Tania agar bersebelahan dengannya. Ketika shalat selesai mulailah bergosip ria. Asep yang mengerti sorotan mata dari Tania yang meminta tolong untuk keluar dari kerumunan itu. Asep dengan sopan menarik Tan

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 14 Tania dan Asep Dimabuk Kepayang

    "Hmm, lihat saja nanti." Tania tertawa terbahak-bahak. Asep berdecak. "Pemandangannya aku suka banget! Kalau ke sini lagi bawa keluarga aku, ya. Boleh?" tanya Tania sambil menyandar di dada Asep. "Boleh, bagus juga buat Abah. Biar enggak kaku banget. Neng, sini!" pinta Asep yang membalikan tubuh Tania hingga saling berhadapan. "Sekarang, kamu latihan pernapasan. Baru terapi air terjun di patung ikan. Terus latihan berenang lagi. Baru kita pulang, oke?" perintah Asep yang membuat Tania merengek seperti anak kecil. "Enggak mau! Capek, Aa. Ih." Tania memalingkan muka dan menepuk-nepuk permukaan air hingga Asep kemasukan air kolam. "Hayo, siapa yang punya asma? Ya, sudah aku tinggalin saja," seru Asep yang langsung naik ke pinggir kolam. Tania pun panik. "Aku! Iya-iya jangan pergi!" bujuk Tania yang menarik kaki yang berbulu tipis itu. "Jangan mengeluh, ya. Janji?" Asep berjongkok dan memberikan jari kelingkingnya. Tania mengangguk dan menautkan jari kelingkingnya ke jari kel

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 15 Kecurigaan Tania Ke Asep 2

    Suara burung yang berkicau diiringi berkokoknnya ayam jantan menghiasi cuaca yang sendu. Langit masih gelap dengan kabut tebal yang masih terlihat jelas, tanah yang masih lembab karena basah. Tania masih terlelap tidur, pasutri pun masih tidur dengan mendengkur. Asep duduk bersila mengumpulkan nyawa dulu. Mata elangnya menatap lekat wanita cantik yang masih tertidur itu. Dia mengelus lembut rambut ikal Tania, menghirup dan mencium rambut hitam dengan perlahan. Dia mengecup pipi dan kening, tubuhnya direnggangkan lalu pergi ke kamar mandi. Tania menoleh dan termenung sambil mengelus bantal pasangannya yang masih terasa hangat. Dia tersenyum-senyum dan tersipu malu. Lalu dia bangun dengan mengucek mata, melirik pasutri yang masih berpelukan. Ingatan malam yang indah itu terbayang lagi, kedua tangannya menutup wajah dengan pipi merah merona. "Honey, cepat mandi. Nanti keburu adzan subuh." Asep masuk dengan tubuh bagian bawah dilingkari handuk. Dan tubuh bagian atas dengan perut sixpack-

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 16 Iis Dalam Bahaya!

    Perjalanan yang panjang itu, membuat tubuh dua kekasih itu kelelahan. Beberapa kali berhenti di restoran atau warung makan. Lalu Asep mengingat janji untuk membawa makanan Pizza Hutter yang diminta Rose. Tania pun memesan ukuran besar dan minumannya. Tania ternyata menyukai salad di tempat itu, jadi Asep memesan dan makan di sana. Tangan Tania menarik tangan Asep untuk ikut makan. Lantas mereka saling menggenggam tangan yang membuat dua sejoli itu tersenyum. Tinggal satu jam lagi pun sampai, Tania banyak membawa bingkisan dari mertua dan Pizza Hutter. Akhirnya, sampai di rumah Tania dengan selamat. Asep memberi salam dan memberikan makanan modern itu ke Rose. Awal yang sinis menjadi senyum sumringah. "Nah, gini. Sering bawa makanan yang banyak. Apa lagi itu?" tanya Rose yang menunjuk dus dan keresek besar itu. "Oh, itu makanan dari orang tuaku. Sama oleh-oleh dari Majalaya, Bu." Asep membuka dus serta keresek. Dan mengeluarkan berondong manis, dodol, dan lain-lai

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 17 Iis Di Teror 1

    "Ujang, maaf. Enggak kedengaran lagi ngobrol. Ada apa?" Asep yang menelepon balik Ujang yang melihat puluhan kali panggilan tidak terjawab. "Kang, bantu aku. Iis dalam bahaya! Kita lagi di Residen Gold Villa. Ini cabang sindikat itu. Aku sudah menghubungi komandan. Mereka akan kemari." Ujang yang memeluk Iis di sebelah pohon dekat motor tetangganya. Dia masih bersembunyi dari Jack yang terus mencari Iis. "Apa? Kok bisa? Iis kenapa?" teriak Asep yang membuat semua orang terdiam. Tania yang mendengar nama sabahatnya disebut langsung panik. "Aa, ada apa? Iis kenapa? Dia baik-baik saja, kan?" lirih Tania yang mencengkeram jaket yang sedang dipakaikan ke tubuh Asep. "Sepertinya, baik-baik saja. Aku mau bantu Ujang dulu. Situasinya bahaya! Gema, jangan ke mana-mana tetap di sini," perintah Asep yang langsung dipahami Gema. "Aku ikut! Ikut, ya? Aa!" pinta Tania yang mengekor ke Asep sambil membawa tas ke motornya. "Jangan, Taniaku

Bab terbaru

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 46 Firasat Buruk 1

    "Haha ... yakin? Yang akan menghancurkan Tania dan Asep. Oh, salah. Tania dan Doni, bukan dari aku saja. Dia jauh lebih kejam dan sadis!" seru Hani yang tertawa lepas dan melengking. Ujang sampai merinding. "Aku peringatkan kalian. Dari hari besok dan seterusnya. Abdullah akan turun tangan langsung untuk mengambil miliknya." Lanjut Hani yang tersenyum sinis. Ujang hanya terdiam dan terus mengetik semua pernyataan Hani. Pria muda itu mendidih mendengar semuanya. Ujang mengembalikan Hani ke dalam sel dan memberikan makanan malamnya. Pria berkulit kuning langsat itu, termenung dan menelepon via Video Call Asep dan Restu. Mereka pun terdiam dengan syok, lantas memutuskan rapat di siang harinya. Tidak lupa mereka berdiskusi untuk langkah selanjutnya, karena sudah 50% barang bukti terkumpulkan. Asep meminta ijin ke Komandan untuk memperketat pengawasan keluarga Tania dan keluarganya. Restu memiliki firasat buruk soal ancaman dari Hani itu dan mengijinkannya.

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 45 Informan 2

    "Baiklah, hubungi nomor ponsel ini. Kalau terjadi apa-apa. Berikan ponselmu." Restu mengambil ponsel Argha dan memasang alat penyadap. "Terima kasih, kerjasamanya. Tolong, utamakan kewarasanmu," pinta Restu yang mengembalikan benda pipih itu. "Sama-sama, dan terimakasih kembali. Maaf, aku terlambat menyadari kewarasanku," lirih Argha yang bersemangat kembali. Restu hanya tersenyum lebar dan mengangguk saja. Restu dan anak buahnya memasang secara permanen alat-alatnya. Argha merenung sambil berpikir langkah selanjutnya harus bagaimana. Mereka berbincang dengan asik dan bergiliran untuk sarapan. Restu berpamitan untuk mengunjungi tempat kerjanya yang kedua. Dia memerintahkan ke anak buah untuk terus menjaga dan mengawasi satu rumah itu. Argha yang kembali diborgol dan masuk ke sel penjara dengan satu tempat tidur itu. Dia menghela napas berat dan menatap langit-langit. Dia sangat merindukan keluarga kecilnya. Argha sesekali menahan sakit dari chip yang be

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 44 Informan 1

    "Lepas! Sakit tahu!" jerit Hani dengan terus berontak. "Enggak mau! Biarin rasakan semuanya!" jerit Tania yang masih mencelupkan kepala Hani. "Teteh! Sudah lepasin! Biar aku yang urus orang ini!" teriak Ujang yang menarik tubuh Tania. "Lepas! Dasar penipu kalian!" hina Hani yang memberontak saat dua rekan Ujang menyeret tubuh seksi itu ke arah pintu belakang. "Ah! Ujang, jangan bawa dia pergi! Aku belum puas!" jerit Tania yang sama memberontak dari Ujang. Asep menghampiri dan melepaskan kekasihnya. "Sayang! Sudah, tenangkan dirimu!" mohon Asep dengan suara lembut sambil memeluk erat Tania. "Kang, aku urus dia dulu. Biar penyelidikan kasusnya bisa berlanjut lagi." Ujang menepuk bahu Asep dan berlalu pergi. "Ta-tapi ... dia menghina Aa! Aku enggak terima!" geram Tania yang menangis tersedu-sedu dalam pelukan itu. "Iya, aku tahu. Terima kasih, sudah mewakilkan Aa." Asep menghapus air mata itu sambil mengecu

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 43 Prewedding 2

    "Ke mana orang itu! Pak, terus telusuri jalan setapak ini," perintah Ujang yang kesal karena hanya menemukan gantungan tas berinisial H di tanah. "Tata, kita cuma dapat ini saja. Ada syal motif bunga sama gantungan kunci. Satu yang pasti sosok itu wanita," terang salah satu dari rekan Tata sambil menyodorkan dua benda. "Baiklah, yang lain cari lagi. Aku punya firasat buruk soal ini." Ujang langsung menelepon Asep alias Doni yang masih ada di Cafe. "Siap, tapi kalau ini dugaanku benar. Kapten dalam dilema sekali." Lanjut bapak-bapak tadi dan menatap dalam Tata. "Pasti. Pokoknya kalau kalian lihat orang mencurigakan lagi. Jangan ragu untuk ditangkap! Paham!" perintah Tata alias Ujang yang menunggu kaptennya menjawab telepon. "Baik! Laksanakan!" teriak semua orang yang langsung menyebar dan mencari lagi. Tata yang masih menunggu jawaban dari Doni. Tata dan rekan-rekannya terus menyusuri jalannya hingga menemukan sebuah mobil m

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 42 Prewedding 1

    Keesokan harinya, dari semua kejadian-kejadian yang dialami keluarga besar Asep, Tania, dan Iis. Banyak sekali hikmah yang bisa diambil. Tania, Ucup, dan Gema jauh lebih bisa berpikir jernih dan tenang. Asep, Ujang, dan Iis yang terus menjaga mereka dengan berbagai macam cara. Walau harus mengorbankan darah dan harga diri, semua selalu dihadapi bersama-sama. Denny dan Asri yang sudah pulih total pun akhirnya ikut di hari terakhir wisata itu. Iis menyewa sebuah pemandian air panas untuk semuanya. Dia memilih wisata yang santai dan merelaksasikan ketegangan otot semua orang. Tania sedang duduk di pinggir kolam dan bermain air panas. Asri menghampiri dengan memeluk erat dari samping. Tania tersenyum dan membalas pelukan hangat itu. "Sudah mendingan, Teh? Maaf." Tania mendusel di pipi Asri. "Sudah, enggak apa-apa. Luka kecil gini. Kamu gimana? Sudah lepas plester, kan?" tanya Asri yang sama-sama mendusel di pipi Tania. "Besok lusa, sekalian cek up

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 41 Kamar Penuh Gelora

    Sesudah mendapatkan keputusan final, mereka pun berbincang-bincang ditemani kopi hangat dan singkong goreng. Mereka pun menunggu Asri dan Denny pulang ke motel. Paman Asep yang satunya lagi sedang mengintip di jendela, dia melihat dua orang yang sedang berjalan menuju lorong itu. Dia pun membuka pintu sambil melambaikan tangan. Denny yang melihat pun langsung menghampiri kamar itu. Dia dan istrinya masuk dan langsung merasa marah melihat Cindy ada di depan. Iim dan Uun langsung memeluk erat kedua orang itu. Suami istri pun menyambut pelukan hangat dari keluarga. Denny terkejut dengan suasana di kamar itu. Dia berbisik menanyakan apa yang terjadi di situ ke Uun dan Iim. "Oh, baguslah. Aku masih belum bisa menerima semuanya. Maaf, Tania," ucap Denny yang membuat Tania mengangguk. "Aku paham, Kang. Maafkan, kami Teh Asri dan Akang." Tania berdiri dan memeluk kakak iparnya yang masih terlihat lesu. "Aku enggak marah ke kamu. Aku marah sama orang yang diam d

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 40 Keputusan Ucup 2

    Ucup menangis tersedu-sedu, Iim, Aan, dan Uun yang tidak tega menenangkannya. Semua orang yang melihat dan mendengar semua kenyataan pahit itu hanya terdiam. Anak-anak yang tadinya tertawa lepas menjadi termenung dengan melihat kejadian tadi. Awal kesenangan dan kebahagiaan sekejap saja langsung menjadi kelabu. Iim mendorong kursi roda Ucup ke depan menuju taman yang ujungnya tebing itu. Aan menyusul Gema dan Uun menyusul Tania. Iim terus menepuk-nepuk bahu Ucup yang masih gemetar hebat. Iim terus menatap langit malam yang sangat indah, ditemani hiruk-pikuk kendaraan yang melintas di bawah. Sorot lampu dari bawah dan restoran itu menghiasi malam yang sendu. "Hah, aku jadi merasa mual. Kenapa Akang malah bercerita sekarang?" tanya Iim yang duduk di samping kursi roda. "Ini kesempatan bagus, Iim. Di sini ada tempat untuk menyejukkan hati. Kalau di rumah, suasananya jadi enggak terkendali." Ucup menyeka air dan menenangkan diri. "Terlalu nekat lebih tepatn

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 39 Keputusan Ucup 1

    Perjalanan pulang pun dilalui dengan beristirahat, tetapi sebelum ke motel semua sepakat untuk makan malam di luar. Tempat restoran yang dikelilingi sawah dan kebun teh. Dihiasi lampu malam yang seperti bintang kejora. Satu jam sebelum ke motel, Iis langsung booking dua saung lesehan yang besar. Banyak menu yang dipesan dari Western sampai Nusantara. Gema dan Asep bercerita soal keributan tadi yang membuat dua keluarga itu tercengang dan syok. Asep dan Ujang terus memberi wejangan untuk lebih berhati-hati untuk kedepannya. Bila ada hal yang mencurigakan atau orang misterius terus menganggu, harus cepat-cepat menghubungi mereka. Makan pun dihiasi dengan canda tawa, Tania melihat dan merasakan semua ingin menghiburnya. Asep menerima telepon dari Denny yang sudah berangkat pulang. Semua orang yang tidak tahu kejadian sebelumnya pun, baru menyadari ketidak hadiran Denny dan istrinya. Ujang pun berceritalah sampai menunjukan luka-lukanya. "Ini sudah diluar nalar manusia, Nak."

  • Si Badut Itu, Pangeranku!   Bab 38 Memori Terpahit 2

    "Asep! Berhenti! Berhenti!" teriak Gema yang menarik tubuh Asep yang terus melancarkan serangan ke Galuh yang terpojok. "Aa sudah! Sudah, tangan Aa berdarah! Cukup!" jerit Tania yang langsung memeluk erat Asep dari depan. "Lepas, Gema! Lepas! Orang enggak tahu diri harus dikasih pelajaran! Kalau tahu kurang, jangan lepas tanggung jawab dong!" murka Asep yang terus berontak, Tania tetap membujuk. "Kamu ini. Dibayar berapa? Sampai tahu keberadaan kami?" tanya Ujang yang kesal dan marah. Dia berlari dari atas ke bawah menghampiri keributan itu. "Kang, sudah! Sudah!" mohon Iis yang ikut mendorong tubuh Asep. Iis panik saat melihat kekasihnya langsung berlari ke dermaga itu. Iis menyusul Ujang. "Jawab! Suruhan Rose lagi, kan? Ayo, katanya cinta kok mata duitan?" ejek Ujang yang menarik dan mengangkat Galuh seperti anak kucing. Ujang yang marah terus mengangkat ke ujung belakang dermaga. "Lepas! Suka-suka aku dong. Kamu siapa? I

DMCA.com Protection Status