Share

Chapter 9

Author: Yui246
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Semalaman ini aku terus mencoba menghubungi email perwakilan Zhou.co itu. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Aku mencoba berpikir positif mungkin karena ini tengah malam, dan mereka telah tidur. Jadi mereka tak bisa membalas pesanku segera.

Ini membuatku panik, sebab ada sebuah cuitan dari Ourchat bahwa ada yang menduga pihak kepolian akan menangkap semua yang berada di balik layar pembuatan situs judi online ini. Aku yang membaca komentar itupun dibuat panik dan panas-dingin.

Selain menghubungi pihak perusahaan, aku mencari-cari firma hukum terpercaya yang bisa aku hubungi. Namun segala pesan yang aku kirimkan ke nomor mereka hanya membuahkan centang satu. Ini membuat perutku semakin mual. Pasalnya aku tahu betul besok, hari Sabtu, beberapa tempat tidak memiliki jadwal kerja. Masa iya sih, aku harus menunggu sampai hari Senin dulu?

Tepat pukul jam 8 pagi, aku mendapatkan balasan dari email perwakilan Zhou.co. Tidak. Lebih tepatnya pemberitahuan dari email, bahwa akun tersebut telah dihapus secara permanen sehingga tidak bisa mengirmkan pesan-pesanku sebelumnya. Bagaimana bisa?

Jika memang dihapus seharusnya pesan yang kukirmkan jam 1 malam itu sudah ditolak dan aku mendapatkan email pemberitahuan ini. Tapi aku baru mendapatkannya sekarang. Apakah itu artinya mereka telah membaca pesanku? Lalu, memutuskan untuk mengakhiri hubungan secara sepihak?

Aku merasa sakit hati seperti diputusin pacar yang sudah menjalin hubungan lima tahun. Walaupun aku sendiri belum pernah berada dalam hubungan dengan lawan jenis. Tapi tetap saja ini membuatku merasa terhubung dengan mereka yang patah hati.

Lamunanku buyar ketika aku mendengar suara dering dari ponselku. Beberapa firma hukum yang aku hubungi ada yang menjawab pesanku, mereka dapat ditemui hari ini jam 10 pagi di kantor mereka. Aku dengan cepat berlari ke kamar mandi dan bersiap-siap. Butuh waktu 45 menit aku mempersiapkan diri dengan pakaian yang formal-casual. 

Aku mengenakan kemeja tanpa lengan berwarna merah muda dengan jas berwarna hitam. Kemudian aku padukan dengan celana hitam berbahan kain jatuh. Rambutku tak banyak ditata, hanya diikat tinggi ke belakang saja.

Aku memastikan untuk mengenakan lipstik agar tidak terlalu pucat. Walaupun begitu masih saja terlihat pucat. Sebab kebanyakan warna yang aku miliki warna natural. “Aku terlihat seperti orang sakit,” gumamku. Namun tak peduli tentang hal ini terlalu banyak.

Aku lebih mementingkan berkas-berkas yang kusiapkan dengan terburu-buru di dalam tas tentengku ini lengkap.

Aku segera keluar dari rumah sewa ini setelah memastikan taxi online yang aku pesan telah sampai di depan.

“Shuhu, mau kemana?” tanya Tante Meidong. Ia berjalan dengan membawa kantong plastik berisi sayuran dan buah-buahan. Aku tebak ia baru saja dari kios yang ada di belakang. Di sana ada yang memiliki perkebunan sayur dan buah-buahan. Ia menjual langsung hasil panennya, dan beberapa mereka kirimkan ke kota.

Rumah tetangga jauhku ini berada lima blok di depan. Tak jarang orang-orang sepertinya memilih untuk mebeli sayur atau buah di kios belakang.

Sebagai orang yang tinggal di pinggiran kota seperti ini, biasanya tetangga sekitar saling mengenali satu sama lain. Sebab kami sering bertegur sapa. Walaupun begitu memang biasanya orang-orang yang mencolok lebih cepat diingat dan dikenali. Tante Meidong yang terkenal suka bergosip ini adalah sosok yang tak bisa diabaikan atau dilupakan. Semua orang mengenalnya. Begitupun aku yang biasanya menetap di dalam rumah dan jarang sekali keluar.

Tentu saja, aku yang jarang keluar rumah juga dikenal dibenak semua tetangga sekitar.

“Ada yang perlu aku urus di kota,” jawabku singkat. Aku mengunci pintu dan memastikan semuanya aman. Barulah aku menghampiri mobil di depan rumah ini. “Saya pamit dulu, Tante Meidong,” sapaku langsung masuk ke kursi belakang.

Mungkin karena sikapku yang terburu-buru, Tante Meidong tak terlalu menghiraukanku dan tak banyak bertanya. Aku bersyukur atas hal tersebut. Kendati demikian ia tetap berdiam diri mematung melihat mobil ini pergi menjauh sampai tak terlihat. Setidaknya itu yang aku lihat dari kaca mobil yang tergantung di depan pengemudi.

Mataku yang berkantung ini hanya aku tutupi dengan pelembab saja. Bayangan wajah yang terlihat samar dari layar ponselku membuatku menghebuskan nafas panjang. Semalaman aku tak ada istirahat dan terus memantau perkembangan topin yang sedang tren ini. Batinku menjerit dan menangis, namun wajahku masih datar. Sopir yang merupakan pria muda di depan ini mengajakku berbicara, namun aku mengabaikannya sebab terlalu fokus dengan berita terbaru yang muncul.

Samara Gwenn bekerja untuk situs judi online.

Aku nyaris pingsan saat menyadari bahwa nama penaku menjadi topik pembicaraan terhangat. “Aaaa, gimana ini,” lirihku ingin menangis. Rupanya banyak yang menyadari bahwa ciri khas gambarku ada pada karakter-karakter di situs tersebut. Ponselku terus berdering dengan ribuan, puluhan ribu, dan terus meningkat pesan masuk yang membanjiri akun media sosialku.

Selama perjalanan yang memakan waktu 48 menit itu, jantungku benar-benar berhenti berdetak ketika aku mendapatkan notifikasi uang masuk dari rekening bank digital orang tak dikenal dengan jumlah 30 juta RMB. “Apa-apaan ini,” gumamku dengan sangat lelah.

Banyaknya notif yang terus muncul di bagian atas layar tanpa henti sudah tidak membuatku panik. Kini aku menatap notifikasi dengan ciri khas kotak kecil yang terus muncul itu dengan tenang. Beberapa rekan kerjaku sebelumnya yang berasal dari perusahan-perusahan lain juga ada yang menhubungi nomor pribadiku.

Aku tak berniat mengangkap panggilan telpon itu sebab aku sudah membaca sekilas dari pesan masuk mereka yang ingin memutus kontrak kerja sebelumnya. Beberapa menarik karyaku dari produknya dan mengehentikan pembagian royalti bersama. Namun aku tak bisa memperdulikan itu semua. Aku benar-benar merasa mati rasa dengan segala  notifikasi yang muncul dengan cepat itu. Mataku tak bisa beralih dari ponselku dan membaca berbagai macam pesan yang muncul secara sekilas. Tanpa berani menekan layarku.

Aku sampai di Firma Hukum Swasta yang terkenal dengan tingkat kesuksesan menang sidang 80 persen.  Kalau aku tak diberitahu sudah sampai oleh supir, pasti aku masih melamun menatap ponselku yang terus menyala sepanjang perjalanan.

Aku dengan lelah memasuki kantor mereka yang tidak terlalu besar, juga tak kecil. Aku disambut dengan resepsionis dan mengatakan telah membuat janji dengan Pengacara bernama Ibu Mei Junqien. Aku langsung diarahkan ke ruangan beliau oleh resepsionis tersebut.

“Selamat datang, Nona Ding Shu. Salam kenal saya konsultan Anda hari ini,” sapanya.

Aku langsung mengenggam tangan wanita paruh baya itu dan menangis. “Ibu, bantu saya,” rengekku sembari menangis. Perasaan yang kutahan selama perjalanan panjang ini akhirnya pecah jua.

Resepsionis wanita itu juga terkejut dengan responku. Keduanya langsung memanduku duduk di sofa, dan staf yang ada di ruangan itu dengan cepat mengambilkan air hangat untuk diriku. Aku masih menangis sesegukan, dan Ibu Mei ini memeluk dengan hangat.

Ketika aku mulai sedikit tenang akibat tekanan mental sejak semalam suntuk hingga perjalanan panjang ini. Aku menceritakan semua masalah sejak tujuh bulan yang lalu aku dihubungi pihak dari Zhou.co.  Mereka juga tak menyangka orang yang mengunjungi kantor mereka adalah orang yang menjadi topik pembicaraan hangat seantero Republik Cina ini.

Setelah setengah jam mereka mendengarkanku menjelaskan rentetan kejadian dari awal hingga akhir. Sebenarnya itu memakan waktu yang lama sebab aku masih menangis sesegukan karena rasa takut yang tak terbendung.

Ibu Mei akhirnya membuka suara, “Sayangku. Ini pertama kalinya kami mendengar kasus yang cukup unik. Mohon sekali jangan salah paham, firma hukum kami lebih sering menangani kasus perceraian. Kami spesialis di area tersebut. Maaf sekali sayang, sepertinya kami tak bisa mendampingi Nona dalam kasus ini. Tapi tenang dulu, saya ada beberapa rekomendasi firma lainnya yang mungkin akan menerima kasus Anda. Yuowei, tolong ambilkan buku catatanku dan pena juga,” ucap Ibu Mei.

Aku merasa tenang dengan jawaban yang lemah lembut itu walaupun penyampaian yang dilontarkan adalah hal negatif. Padahal aku suka dengan sikap Ibu Mei yang lemah lembut dan tegas ini. Sayang sekali ia tak bisa membantuku. Aku tak terlalu paham tentang hukum. Jadi aku baru mengetahui tentang hal ini. Aku pikir semua pengacara akan mendampingi berbagai macam kasus. Ternyata mereka punya keahlian masing-masing.

“Tidak masalah, Ibu Mei. Aku merasa lebih lega menjelaskan ketakutanku ini,” jelasku dengan sesegukan.

“Nona Ding Shu, maaf banget saya tak sopan dan saya tahu betul ini bukan waktu yang tepat. Saya hanya takut kehilangan momen ini. Tapi saya fans Anda, apakah boleh saya minta tandatangan Anda di buku sketsa saya?” Tanya staf bernama Youwei itu setelah panjang lebar berbasa-basi.

Ia seorang wanita muda yang mungkin berada di usia 20an dengan rambut bob pendek dan kacamata bulat. Ia mengenakan rok pendek berwarna pink fushia yang mencolok dengan atasan berwarna hijau gelap. Lucu sekali. Dia terlihat menggemaskan dan membawa nuansa ceria nan positif yang begitu besar. Aku menganggukan kepala hanya dengan melihatnya.

“Youwei suka menggambar juga,” timpal Ibu Mei yang masih menulis di buku catatannya. “Maaf sekali ya Nona Ding Shu. Aku tahu dari ceritamu bahwa kau mungkin akan terbebani bila membuka HP dengan notif yang mengerikan itu. Jadi aku hanya bisa menuliskan alamat mereka secara manual. Jadi mohon tunggu sebentar,” sambungnya.

“Tak masalah Ibu Mei. Saya terima kasih sekali sudah dijamu dengan hangat seperti ini,” jawabku sembari mengambil buku sketsa milik Youwei  dan bertanda tangan di lembar kosong di sana. Tak lupa aku menggambar sketsa kasar singkat sosok pemilik bukunya.

Butuh waktu tiga menit untuk membuat sketsa kasar itu. Youwei yang melihatnya melompat kegirangan. Saat aku memberikan buku kepada pemiliknya, ia berkata dengan sangat tegas dan penuh tekad, “Saya percaya Nona Ding Shu adalah orang yang baik. Saya akan membuat fans yang menyalahkan Anda di internet menyesal.”

Kaugnay na kabanata

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 10

    Dalam perjalanan menuju firma hukum berikutnya, aku hanya mengandalkan bantuan dari supir taxi untuk menemukan lokasinya. Sebab aku tak tahu seluruh jalanan di Kota B ini.Untungnya Bu Mei tahu posisiku saat ini sedang terdesak. Ia berbaik hati memanggilkan supir taxi andalannya. Tidak perlu waktu lama untukku menunggu beliau. Saat mobil berhenti tepat di depan kantor Bu Mei, aku langsung melanjutkan perjalanan.Sesampainya aku di sana, aku meminta Pak Dongdong, supir taxi yang mengaku usianya sudah 56 tahun itu, untuk menungguku sejenak dan aku tak lupa membayar perjalanan dari kantornya Ibu Mei, pengacara sebelumnya ke kantor lainnya ini.“Siap, Nona! Saya akan menunggu Anda walaupun badai hujan menerjang sekalipun,” ungkapnya sembari hormat padaku. Aku memberinya tip yang berlebih agar ia memenuhi permintaanku. Sikapnya langsung berlipat-lipat penuh dengan pengabdian.Ketika aku masuk ke kantor firma hukum kedua ini, resepsionisnya seakan sudah menduga kedatanganku. Aku yakin sekal

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 11

    Kami menyelesaikan makan siang ini tepat pukul setengah empat sore. Kami berbicara banyak hal, dan pembicaraan bersama orang tua ini membuat perasaanku semakin tenang. Sepertinya Pak Dongdong juga menyadari bahwa aku berda dalam masalah sehingga ia tak menanyakan hal-hal yang sensitif atau mengundang perasaan negatif kembali. Ia cenderung menceritakan pengalamannya yang menarik. Ada kalanya aku menanggapi dengan beberapa pertanyaan lebih detail, atau tertawa mendengar hal yang tak masuk akal atau prasangkanya yang menarik. Terlebih karakter Pak Dongdong ini ceria, jadi aku menerima energi positif darinya dengan sangat mudah. Saat kami keluar dari ruangan pribadi ini, kami bersamaan dengan pemilik ruangan di seberang kami. Namun mereka semua belum keluar dan beberapa masih ada yang di dalam. Sedangkan salah satu orang lainnya menahan pintunya terbuka. Jadi mau tidak mau, aku dan Pak Dongdong bisa melihat kondisi ruangan tetangga kami tersebut. Pandangan mataku bertau dengan seorang p

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 12

    Setelah urusanku dengan Pengacara Jung selesai, aku pergi lebih dahulu meninggalkan bangunan Firma Hukum Dantons ini. Aku berniat pulang dengan bis umum. Lagipula ini masih jam tujuh malam. Masih ada jadwal rute untuk menuju area pinggiran kota. Aku berjalan ke arah halte bus. Namun seseorang menarik sedikit kain lengan jasku. “Nona Muda! Saya menunggu Anda. Jangan pulang pakai Bis, Nona. Daritadi saya panggil loh,” ucap Pak Dongdong panjang lebar sembari melepaskan genggamannya pada jasku. “Yaampun Pak,” jawabku kaget. “Sudah daritadi menunggu saya? Bapak tak perlu repot-repot loh,” sambungku. Aku benar-benar tak mendengar Pak Dongdong memanggilku. Pikiranku masih kacau mengingat email perwakilan Zhou.co menghilang dan begitupun jejak digitalnya. Bagaimana bisa? “Oh, jangan terlalu segan dengan pria tua seperti saya. Ayo, Nona Muda, saya antarkan pulang. Nona, bagaimana bila menyimpan nomor saya? Saya bisa jadi su

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 13

    “Dari awal si Jung ini agak mencurigakan memang,” gumamku sembari berleha-leha di atas sofa yang ada di ruang tengah. Posisinya dekat sekali dengan area kerjaku yang ada di sudut ruangan.Aku menatap pot kaktus yang sudah membesar dan meninggi sampai ke dadaku. Dulu sekali kaktus itu masih berukuran sejengkal tangan Ayah saja. Kalau teringat kedua orang tua yang sudah tiada, rasanya sepi sekali. Namun mau bagaimana lagi. Inilah kehidupan.Aku menatap ponsel baruku lagi. Kali ini aku tidak mengaktifkan akun sosial mediaku di sini. Aku takut dengan notifikasi yang luar biasa seperti ponsel pintarku sebelumnya.Kalau dibilang aku sudah terbiasa dengan munculnya notif yang banyak dari serbuan para penggemar gambarku. Tentu saja, aku sudah terbiasa. Namun kebanyakan yang aku terima adalah kata-kata positif. Jikalaupun itu bukan hal yang sifatnya mengagumi atau menyemangati. Paling tidak berisi kritikan yang memban

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 14

    Setelah Ibu Yanyan pergi, aku tak tahu harus melakukan apa. Jadi aku menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mandi saja. Aku berendam di dalam bathtub dan menyembunyikan kulitku dibalik busa sabun yang menggumpal. Tiba-tiba saja ponselku berdering dan itu membuyarkan lamunanku yang hanya menatap dinding kamar mandi tanpa pikiran apapun. Aku terbiasa membawa ponsel ke dalam kamar mandi, dan aku melihat notifikasi email dari orang yang tak dikenal. Namun dari namanya mr.wonxiegreatestjung@yahoi.com, entah kenapa aku langsung teringat wajah pengacara yang mencurigakan itu. Aku langsung menekan isi pesan tersebut. ___________ Halo Nona Samara! Ini Pengacara Jung. Kenapa Anda tidak menghubungi saya? Saya perlu memperlajari kasus Anda, mohon segera mengirimkan berkas yang saya minta. Termasuk tangkapan gambar dari transaksi transfer uang yang mencurigakan ke akun uang digital Anda. Terima kasih. Ps. Segera mungkin kirimkan ya. ___________ Aku yang membaca pesan itu saja dibuat jengke

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 15

    Aku masuk ke dalam bangunan ini dengan santai diantara banyaknya mata yang melihatku. Seorang Bellboy menghampiriku, menyapa dengan sopan, “Boleh kami tahu, atas nama siapa reservasi tempat yang akan Anda kunjungi?” “Ding Shu, 14, siapkan Afternoon Traditional Chinese Tea dengan lima daun terbaik seperti biasa. Juga snack rekomendasi hari ini, saya mau berkeliling dulu,” ucapku dengan santai. “Apakah kami perlu menyeduhnya?” Tanya Bellboy itu lagi itu lagi dengan lebih sopan. “Tak perlu. Saya saja,” jawabku. “Baik, Nona Ding. Akan kami persiapkan dalam 15 menit ke depan,” jawabnya. Kemudian aku tersenyum dan berjalan melewatinya. Saat aku melewatinya aku mendengar ia menggunakan walkie-talkie untuk meneruskan pesananku pada seseorang yang lebih berwenang. Pemuda itu juga menjelaskan kemana arahku berjalan. Saat ini aku berada di lantai tiga yang luas ini. Lantai satu dan dua, biasanya menjadi klub malam dimana para dj dan penikmat musik berada. Walaupun begitu di lantai ini juga

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 16

    Saat memutuskan pergi dari Restoran Terbuka itu dengan langkah yang mantap. Percayalah aku ingin kabur secepat mungkin dari sana. Untungnya pintu lift khusus itu terbuka dan ada seseorang pria yang masuk lebih dahulu ke dalam sana.Aku tak perlu menunggu terlalu lama, dan langsung membuntutinya ke dalam sana. Seorang wanita lainnya juga mengikutiku dari belakang. Di dalam sana ada seorang pria yang berdiam diri di pojokan. Aku mengabaikannya. Namun wanita yang masuk bersamaku ini bersemangat sekali menatapku.“Kau tadi keren banget,” ucapnya.Aku menatap wajahnya setelah memindai ponselku pada layar digital di dalam lift tersebut. Kemudian menekan tombol lift menuju lantai enam. Itu adalah lantai teratas dengan 20 ruangan pribadi yang merupakan sponsor pertama klub ini. Lantai lima dan empat juga untuk sponsor, aku tak tahu ada berapa ruangan di lantai tersebut.Namun yang aku ketah

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 17

    Aku yang awalnya berniat untuk menikmati waktuku sendirian malah membawa orang tak dikenal dalam dunia kecilku. Aku juga tidak begitu tega untuk mengusirnya. Jadi aku mempersilahkan dirinya untuk duduk di sofa.Pada meja kecil di depan kami, ada set peralatan untuk minum teh. Aku merasa tidak niat untuk melakukan langkah-langkah formal dalam menyajikan teh ini.“Woaah, apakah ini menu Traditional Chinese Afternoon Tea di klub ini? Ini menu yang paling mahal di tempat ini!” Pekik Yuyu. Ia memperhatikan keramik gelas yang terlihat unik dan mewah. “Aku dengar pengrajin yang membuat gelas-gelas ini punya produk seni yang sangat mahal. Aku paham, ukiran desain tekonya terlihat sangat mahal. Susunan letaknya berbeda dengan yang Royalty Western Afternoon tea. Aku memohon pada kakakku agar aku setidaknya bisa menyobanya sekali saja,” sambungnya lagi.Yuyu benar-benar tipe orang yang tidak bisa di

Pinakabagong kabanata

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 83

    Setelah pemeriksaan singkat, Shushu menyadarinya dirinya mengalami gejala anemia dan tekanan darah rendah. Dokter meminta ners yang mendampinginya untuk memasukan Shushu sebagai daftar pasien agar bisa diberi beberapa obat untuk dikonsumsi.Pada akhirnya, ada dua pasien di dalam satu bangsal ini. Satu yang terlihat seperti akan mati kapan saja. Satu lagi yang berusaha meyakinkan semua orang dirinya tak sakit.Sebenarnya Shushu melakukan itu sebab dirinya takut disuntik dan diinfus. Dia terlihat ingin pergi dari tempat itu kapan saja. Namun Juanxi mengenggam erat pergelangan tangannya.Para perawat telah memasukan satu ranjang lagi ke ruangan rawat inap itu. Posisinya bersampingan dengan ranjang milik Juanxi.“Tidurlah dengan benar,” tegas Juanxi yang sudah mulai berbicara lancar.“Sa-sa-saya tak sakit kok,” jawab Shushu dengan formal dan tergagap. Dia terl

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 82

    Tempat yang paling tak disukai Shushu terpaksa harus ia tempati selama empat hari lamanya. Sebab, kondisi suaminya yang baru ia nikahi belum seminggu itu terlihat sangat mengkhawatirkan. Suhu demamnya mencapai 40 derajat celcius.Selama dirinya di rumah sakit, bohong, jika Shushu juga tidak merasa sakit. Wajahnya pucat, makannya pun tidak karuan.Siapapun yang mengunjungi mengira Shushu sangat khawatir dengan suaminya yang terbaring tak sadarkan diri. Bahkan makan pun harus dipenuhi dengan cairan nutrisi melalui selang infus.Ada kalanya setiap Juanxi sadarkan diri untuk beberapa menit, Shushu akan membantu menyuapi air hangat atau sup hangat perlahan dengan sendok kecil. Sebab pria itu sendiri tak memiliki tenaga untuk mengangkat kepalanya.“Nak, kamu pulang saja dulu, tidak apa-apa,” tutur Sun Lili yang datang pagi sekali untuk membantu Shushu. Juanxi masih tak sadarkan diri. Namun suhu

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 81

    “Kenapa kau tak cerita soal kebakaran itu padaku? Bukankah kita teman?” tanya Quo Xin. Dia benar-benar tidak tahu soal itu.Sejujurnya Quo Xin bisa menyelesaikan permasalahan dokumen yang rusak itu secepat mungkin. Hanya saja keadaannya dengan mantan mertua serta putrinya kala itu cukup rumit. Dia jarang punya waktu leluasa membuka laptopnya.Semua menjadi mudah ketika ia sudah memindahkan data putrinya di Kota B ini. Namun ini semua hanya alasan. Quo Xin merasa bersalah atas waktu yang terbuang secara cuma-cuma. Dia tak mengira masalah keterlibatan Shushu dengan situs judi online ini begitu berat. Bahkan pihak di sana berani mengancam dengan cara murahan seperti itu.“Walaupun begitu kau setuju begitu cepat untuk menikah,” ungkap Quo Xin. Kemudian ia meraih tangan Shushu dan menggenggamnya erat. “Batalkan saja kontraknya!”“Tidak bisa, kita sudah menikah. Lagipula keadaanya tidak sesimpel ini, Zhou.co itu mungkin saja tidak terlibat dengan judi online saja,” ucap Shushu. Dia menginga

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 80

    Pukul enam pagi, seorang wanita paruh baya berjalan cepat menelusuri lorong rumah sakit yang panjang. Dia hanya menggunakan sandal, dan jaket untuk menutupi pakaian tidurnya. Bahkan helm pun masih bertengger setia di kepalanya.Ruang 278, tanpa ragu-ragu, dia langsung membukanya. Di dalam sana ada seorang wanita muda berdiri menganggukan kepala berulang kali atas penjelasan dokter yang bertugas.“Bagaimana?” tanya Quo Xin.“Baru saja dipindahkan dari UGD, dia demam sushu 40 derajat, sepertinya kelelahan bekerja,” tutur Shushu dengan wajah yang lelah.“Ibu juga harus istirahat yang baik untuk menjaga suami Anda. Wajah Ibu kurang baik,” ucap dokter pria itu lagi. Shushu hanya menganggukan kepalanya berulang kaliFokus Quo Xin bukan lagi cerita dibalik kenapa ia membutuhkan ambulans di pagi buta lagi. Namun, bagaimana bisa ia mendapatkan suami dalam waktu yang begitu cepat setelah ia tinggal beberapa bulan di kota lain?Setelah kepergian dokter dan perawat tersebut. Quo Xin hanya diam sa

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 79 - Kehidupan Kedua? (2)

    Juanxi terus mengalami mimpi yang panjang, dan semua kejadian itu membuatnya merasa tak nyaman. Kepalanya terasa berat dan panas menerima semua informasi itu. Fakta bahwa kematian Shushu itu begitu menyedihkan membuatnya sangat terpukul.Tidak seharusnya Shushu mengalami itu semua. Dia bukan seperti apa yang digambarkan semua artikel tersebut. Wanita nakal, pemakai narkoba, penipu, dan lainnya.Hal yang membuatnya lebih terpukul ialah adegan dimana Paman Zinbei dan Ibu Yanyan datang ke kantornya untuk meminta tolong mencari kebenaran kematian Shushu.Kini Juanxi paham kenapa Shushu tadi menangis begitu lelah ketika ia tahu bahwa namanya bisa dibersihkan tidak terlibat situs judi online itu. Semua usaha Shushu menyelidiki kasusnya sendiri selama ini, agar tidak membuat dua orang tua itu sedih dan terpukul.Dalam kehidupan pertama itu, ia melihat wajah Paman Zinbei, dan Ibu Yanyan, lima kali lipat terlihat lebih tua dibandingkan kehidupannya sekarang. Mereka telah mendatangi berbagai ka

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 78 - Kehidupan Kedua?

    Juanxi menjadi kesal melihat ponsel milik Shushu yang terus berdering sedari tadi. Dia langsung mematikannya secara total. Lalu membawa tubuh Shushu yang tertidur karena lelah menangis ke kamarnya. Juanxi melihat keseluruhan interior ruangan yang sederhana, namun memiliki tiga pintu ruangan lainnya lagi. Dia penasaran untuk apa saja tiga ruangan di dalam kamarnya ini. Juanxi menerka salah satunya pasti toilet, dan ruang pakaian. Adapun sisanya ia tak begitu yakin. Juanxi menyadari beberapa hal dari mengenal Shushu dalam waktu yang sangat singkat ini. Dia terlalu mudah untuk percaya, namun tak ingin menaruh rasa percaya begitu dalam. Kontradiksi sekali bukan? Dua kata yang bisa dijelaskan ialah polos kebangetan. Kendati dikatakan polos, dia tahu dunia lebih baik. Apalagi soal pekerjaannya dan mengatur finansialnya. Hanya saja melihat ia menangis begitu lepas karena namanya bisa dibersihkan dari tuduhan sindikat judi online itu. Juanxi melihat sosok Shushu menjadi lebih kompleks lagi

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 77

    Setelah Juanxi memakan hidangan makan malam, ia sepakat dengan satu hal penting dalam kisah cinta keduanya bahwa Juanxi lah yang pertama kali tertarik. Untungnya kesimpulan ini bisa ditarik setelah keduanya mengetahui kegemaran yang mirip dalam mengumpulkan pundi-pundi kekayaan.“Kau benar-benar yang merancang semua perhiasan itu?” tanya Juanxi masih tak percaya. Shushu hanya menganggukan kepalanya. “Aku tak menyangka kau designernya!” pekik Juanxi lagi dengan bersemangat.Tiga tahun yang lalu ia pernah dipaksa ikut adiknya, Lin Yi mengunjungi sebuah lelang perhiasan esklusif di Negara S. Tak pernah terbayang anting yang dibeli adiknya itu dengan harga 2 juta dollar. Itu sebuah karya duet antara desainer dan pengrajin yang berbeda. Anting itu termasuk salah satu barang termahal kelima yang terjual dalam lelang malam itu.“Aku masih tidak paham bagaimana kau bisa melakukan itu semua? Kebanyakan illustrator akan mengambil jalan sebagai komikus,” tanya Juanxi.“Seberapa baik kamu menggam

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 76

    Shushu dan Juanxi diam di depan pintu lift yang sudah tertutup lama. Suasana yang heboh sebelumnya mendadak tenang.Juanxi sibuk dengan pikirannya, dia tak tahu harus memulai obrolan dengan membahas hal apa, ataukah basa-basi saja terlebih dahulu? Dia merasa canggung dengan keheningan ini. “Kau menangani mereka lebih baik dari dugaanku,” ujarnya.“Nenek Huang dan Ibu Lili orang yang baik, Paman Haifeng juga,” ungkap Shushu.Juanxi yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya. “Panggil mereka Ibu dan Ayah saja mulai dari sekarang,” timpal Juanxi.“Aku memahami kekhawatiranmu. Namun, tidak. Ini batasanku ketika tidak ada mereka. Pernikahan ini hanya berlangsung sebentar. Apa kau sudah makan?” ujar Shushu sembari mengalihkan pembicaraan.“Aku belum makan malam,” jujur Juanxi tanpa pikir panjang.“Kalau begitu makan di tempatku saja,” balas Shushu. Kemudian ia berjalan lebih dahulu untuk membuka pintu apartemennya, lalu membuka pintu lebar-lebar agar pria bertubuh tinggi dan besar itu

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 75

    “Gege, bagaimana bisa kau menikah begitu cepat?” bisik Dongxi, si anak bungsu.“Ugh, tak bisakah kalian datang itu mengabari terlebih dahulu,” ucap Juanxi yang mulai kesal dengan ribuan pertanyaan yang dilontarkan anggota keluarganya.Awalnya ia senang melihat kepanikan yang muncul di wajah Shushu. Kini semua berubah semenjak, Shushu berkomunikasi dengan sangat baik dengan nenek, dan kedua orang tuanya di ruang tengah apartemennya. Padahal tadi dia benar-benar terlihat seperti tak tahu harus apa.Juanxi yang melihat itu merasa senang sebab merasakan Shushu bergantung untuk pertolongannya. Namun lihat sekarang, dia tertawa santai dengan nenek, ibu, dan ayahnya juga.“Santailah ka, aku juga penasaran kenapa kalian berdua tiba-tiba mendaftarkan pernikahan,” sanggah Lin Yi, adik perempuan Juanxi.Shushu diam saja menatap Juanxi. Dia juga ingin mendengar alasan apa yang akan dilontarkan Juanxi. Sisanya ia akan mengikuti alur dari cerita pria itu.Sedari Shushu bertemu Keluarga Huang secara

DMCA.com Protection Status