Share

Chapter 10

Author: Yui246
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dalam perjalanan menuju firma hukum berikutnya, aku hanya mengandalkan bantuan dari supir taxi untuk menemukan lokasinya. Sebab aku tak tahu seluruh jalanan di Kota B ini.

Untungnya Bu Mei tahu posisiku saat ini sedang terdesak. Ia berbaik hati memanggilkan supir taxi andalannya. Tidak perlu waktu lama untukku menunggu beliau. Saat mobil berhenti tepat di depan kantor Bu Mei, aku langsung melanjutkan perjalanan.

Sesampainya aku di sana, aku meminta Pak Dongdong, supir taxi yang mengaku usianya sudah 56 tahun itu, untuk menungguku sejenak dan aku tak lupa membayar perjalanan dari kantornya Ibu Mei, pengacara sebelumnya ke kantor lainnya ini.

“Siap, Nona! Saya akan menunggu Anda walaupun badai hujan menerjang sekalipun,” ungkapnya sembari hormat padaku. Aku memberinya tip yang berlebih agar ia memenuhi permintaanku. Sikapnya langsung berlipat-lipat penuh dengan pengabdian.

Ketika aku masuk ke kantor firma hukum kedua ini, resepsionisnya seakan sudah menduga kedatanganku. Aku yakin sekali itu bantuan dari Ibu Mei. Aku langsung diarahkan ke Pengacara Senior di tempat ini. Kali ini aku berjumpa dengan Bapak Li Myurong yang usianya seperti Pak Supir yang menungguku di luar kantor ini. Setelah satu jam ia menjamuku, dan mendengar keluh kesahku. Ia meminta beberapa data dan bukti pengirimian dana ke rekening digitalku.

“Nama Nona yang Samara Gwenn ini memang nama legal asli Inggris Anda atau bukan?” Tanya Pak Li.

“Maksudnya bagaimana ya, Pak?” Tanyaku balik.

“Apakah ini nama legal yang dipakai untuk mengurus berkas-berkas dokumen legal secara kenegaraan?” Tanyanya lagi.

“Ah, nama asli saya Ding Shu. Samara Gwenn itu nama pena saya. Namun saya juga menggunakannya untuk beberapa akun rekening uang digital,” jawabku.

“Jadi ini nama buatan saja ya. Baik, mungkin, bisa dibantu kirimkan soft files tekait akte lahir dan beberapa buku rekening Nona Ding untuk kami pelajari lagi kasus ini. Walaupun Anda bukan terlapor, namun saya takut Anda akan dijadikan kambing hitam atas kasus ini,” jelas Pak Li.

“Saya bawa dokumen-dokumen penting lainnya kok Pak. Apa perlu ijazah juga?” Ucapku sembari membongkar totebag hitam yang aku bawa ini. Staf di ruangan Pak Li dengan sigap mengambil berkas yang aku sodorkan padanya. Kemudian staf tersebut berdiskudi dengan Pak Li tentang hal yang tak terlalu aku pahami. Mereka memintaku untuk mengecek kondisi kesehatan juga. Hal ini katanya dapat membantu untuk melawan opini publik yang sudah tersebar secara negatif.

“Pak Li. Saya ingin tanya, apakah ini artinya Bapak menerima kasus saya?” Tanyaku.

“Nona Ding, kami akan mempelajari kasus ini terlebih dahulu. Jun menyebutkan ini kasus ringan terkait mengubah opini publik. Namun aku tak menyangka ini kasus yang lebih rumit lagi,” jelas Pak Li. Aku terdiam untuk beberapa saat hanya memikirkan siapa Jun yang dimaksud, rupanya itu Ibu Mei Junqien. Sepertinya duo pengacara ini sudah saling mengenal sejak lama. Entah kenapa, dari penuturan Pak Li, kasus ini akan ditolak lagi. “Nona?” Tanyanya lagi menyadarkan aku dari lamunanku.

“Pak Li biasanya menangani kasus apa?” Tanyaku.

“Selama ini kami sering menyelesaikan kasus terkait pencurian atau tuduhan palsu. Namun skalanya tidak sebesar ini,” Jawab Pak Li jujur.

“Jadi ada kemungkinan kasus saya ditolak ya? Pak jujur saja tak apa kok,” ucapku.

Wajah Pak Li memerah merasa malu.  Ia duduk menghadapku dengan bahu yang sedikit direndahkan. “Terus terang saja Nak. Saya takut yang akan kau hadapi dalam kasus ini adalah mafia-mafia yang bahkan polisi atau presiden sekalipun tak berani melawannya. Sejujurnya, saya pun takut menerima kasus ini. Walaupun bayaran yang Nak Ding Shu tawarkan besar. Saya…” belum sempat Pak Li melanjutkannya.

“Baik. Saya mengerti, Pak Li. Jangan sedih atau segan untuk menolak saya. Ini kasus yang berat, dan saya menyadarinya. Apalagi keanehan terkait beberapa akun rekening yang terus mengirimkan saya sejumlah uang dengan nominal puluhan juta. Saya akan melanjutkan perjalanan saya menuju Firma Hukum Dantons saja,” jawabku.

Pak Li berulang kali meminta maaf dan aku memakluminya. Beliau yang merasa tak enak hati denganku mengantarkan diriku ke parkiran. Bahkan ia menyapa Pak Supir yang setia menunggu di sana. Mereka mengobrol sekilas, aku juga menimpali dengan tenang seakan perasaanku baik-baik saja. Kemudian aku berpamitan untuk menuju kantor Firma Hukum terbesar seantero Republik Cina ini.

Sebelum aku sampai ke tujuan berikutnya, aku meminta Pak Dongdong untuk mampir sejenak ke salah satu restoran yang cukup terkenal mahalnya. Aku mentraktirnya makan siang di sana. Sebab aku sudah terbiasa mengunjungi restoran tersebut setiap berkunjung ke pusat kota. Namun sedikit sulit untuk mengajak Pak Dongdong untuk masuk ke dalam sana. Ia mengeluarkan berbagai macam alasan seperti pakaiannya bau, atau ia tak pantas ke sana.

Tapi aku meyakinkannya bahwa aku memiliki ruangan tertutup khusus atas namaku. Jadi tak perlu malu untuk tatapan orang asing. Sebab aku pun merasa demikian. Tak menyukai berada di publik dengan orang-orang yang banyak. Saat mendengarku mengatakan hal tersebut. Penolakan Pak Dongdong semakin kuat. Ia semakin segan untuk masuk dan makan satu meja bersamaku. “Saya akan membelikan untuk keluarga Anda juga. Cepatlah, ayo, saya lapar,” ucapku pasrah sembari menghembuskan nafas panjang.

“Ba-baiklah Nona Muda,” jawabnya.

Aku mengabaikan sebutan Nona Muda yang keluar dari mulutnya itu. Saat kami berdua masuk ke dalam restoran tersebut, resepsionis di depan menghalang kami untuk langsung masuk. “Mohon maaf. Apakah Nona sudah memiliki reservasi tempat? Jika belum mohon tunggu daftar antrinya,” ucapnya dengan sopan.

“Terima kasih. Saya Ding Shu, memiliki ruang pribadi di lantai tiga,” jawabku pun dengan sopan. Bagaimanapun ia juga menegurku dengan baik, dan itu sudah merupakan kewajiban pekerjaannya. Wajahnya memucat saat mendengar perkataanku. Padahal gak masalah loh. Sepertinya ia takut dicap sebagai pelayan yang tidak sopan dan akan kehilangan pekerjaannya. Sikapnya berubah dengan cepat dan meminta maaf berulang kali.

Seorang pelayan senior yang melihat keributan tersebut langsung menghampiri kami. Aku mengenalnya, dia adalah Yueren. Begitupun dengan pelayan itu yang langsung menyapa namaku dengan benar. “Nona Ding, maafkan atas ketidaksopanan junior saya. Saya akan menegurnya,” tegas Yueren.

“Tak perlu. Dia bekerja dengan baik. Saya ingin makanan seperti biasa untuk porsi dua orang. Bawakan juga menunya ke ruangan, ada hidangan yang mau saya bawa pulang,” jawabku. Kemudian melenggang pergi ke arah lift khusus. Aku tak nyaman dalam pandangan orang-orang yang berada di lantai satu ini. Perutku merasa mual. Untungnya mereka tidak mengetahui bagaimana rupa wajah Samara Gwenn yang kini dianggap sebagai salah satu kriminal yang berkomplotan dengan mafia judi online.

Pak Dongdong juga menatapku dengan mata berbinar-binar, sembari mengucapkan beribu pujian yang berlebihan. Aku mengabaikannya. Untungnya tak perlu waktu lama hingga akhirnya pintu lift terbuka. Sepertinya ia juga membawa orang ke lantai tiga.

Saat aku masuk ke dalam sana. Pak Dongdong juga ikut masuk dengan cepat. Sesampainya kami pada lantai tujuan, aku langsung berjalan ke arah ruangan pribadiku. Ruangan di seberangku sedang ada pertemuan sepertinya. Sebab suasananya cukup ribut.  Saat aku berada di sana, sudah tersedia teh hangat dan buku menunya. Juga ada sup tahu di atas kompor kecil di tengah meja itu.

“Nona Muda. Apakah ini makanan yang Anda pesan untuk dua porsi? Maaf, saya hanya bertanya,” ucap Pak Dongdong dengan sangat hati-hati sekali.

“Hahaha, tidak. Mereka memang menyediakan itu di sana untuk menunggu makanannya datang. Bisa Bapak makan dulu,” jawabku. Sontak Pak Dongdong menghembuskan nafas lega. Sepertinya ia juga kelaparan dan belum makan siang. Aku bisa menebak isi kepalanya yang mengira kami berdua harus berbagi sup tahu di sana. “Pilihlah beberapa menu yang akan dibawa pulang untuk keluarga Bapak,” sambungku setelah duduk di salah satu kursi, sembari tanganku menyodokan buku menu ke arah Pak Dongdong.

“Kenapa ini tidak ada harganya?” Tanyanya.

“Pilih saja, Pak, tak masalah,” timpalku sembari tersenyum. Sikap Pak Dongdong yang polos ini sedikit menenangkan pikiranku yang kacau. Kini sudah jam 14.30 atau 2.30 pm, aku tak tahu Firma Hukum Dantons masih buka atau tidak. Aku sudah tak mengecek ponselku lagi dan berpikir untuk membeli ponsel baru dan nomor baru, tentunya, untuk menenangkan jiwa dan pikiranku. Aku belum siap diserbu berbagai notifikasi seperti tadi.

Related chapters

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 11

    Kami menyelesaikan makan siang ini tepat pukul setengah empat sore. Kami berbicara banyak hal, dan pembicaraan bersama orang tua ini membuat perasaanku semakin tenang. Sepertinya Pak Dongdong juga menyadari bahwa aku berda dalam masalah sehingga ia tak menanyakan hal-hal yang sensitif atau mengundang perasaan negatif kembali. Ia cenderung menceritakan pengalamannya yang menarik. Ada kalanya aku menanggapi dengan beberapa pertanyaan lebih detail, atau tertawa mendengar hal yang tak masuk akal atau prasangkanya yang menarik. Terlebih karakter Pak Dongdong ini ceria, jadi aku menerima energi positif darinya dengan sangat mudah. Saat kami keluar dari ruangan pribadi ini, kami bersamaan dengan pemilik ruangan di seberang kami. Namun mereka semua belum keluar dan beberapa masih ada yang di dalam. Sedangkan salah satu orang lainnya menahan pintunya terbuka. Jadi mau tidak mau, aku dan Pak Dongdong bisa melihat kondisi ruangan tetangga kami tersebut. Pandangan mataku bertau dengan seorang p

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 12

    Setelah urusanku dengan Pengacara Jung selesai, aku pergi lebih dahulu meninggalkan bangunan Firma Hukum Dantons ini. Aku berniat pulang dengan bis umum. Lagipula ini masih jam tujuh malam. Masih ada jadwal rute untuk menuju area pinggiran kota. Aku berjalan ke arah halte bus. Namun seseorang menarik sedikit kain lengan jasku. “Nona Muda! Saya menunggu Anda. Jangan pulang pakai Bis, Nona. Daritadi saya panggil loh,” ucap Pak Dongdong panjang lebar sembari melepaskan genggamannya pada jasku. “Yaampun Pak,” jawabku kaget. “Sudah daritadi menunggu saya? Bapak tak perlu repot-repot loh,” sambungku. Aku benar-benar tak mendengar Pak Dongdong memanggilku. Pikiranku masih kacau mengingat email perwakilan Zhou.co menghilang dan begitupun jejak digitalnya. Bagaimana bisa? “Oh, jangan terlalu segan dengan pria tua seperti saya. Ayo, Nona Muda, saya antarkan pulang. Nona, bagaimana bila menyimpan nomor saya? Saya bisa jadi su

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 13

    “Dari awal si Jung ini agak mencurigakan memang,” gumamku sembari berleha-leha di atas sofa yang ada di ruang tengah. Posisinya dekat sekali dengan area kerjaku yang ada di sudut ruangan.Aku menatap pot kaktus yang sudah membesar dan meninggi sampai ke dadaku. Dulu sekali kaktus itu masih berukuran sejengkal tangan Ayah saja. Kalau teringat kedua orang tua yang sudah tiada, rasanya sepi sekali. Namun mau bagaimana lagi. Inilah kehidupan.Aku menatap ponsel baruku lagi. Kali ini aku tidak mengaktifkan akun sosial mediaku di sini. Aku takut dengan notifikasi yang luar biasa seperti ponsel pintarku sebelumnya.Kalau dibilang aku sudah terbiasa dengan munculnya notif yang banyak dari serbuan para penggemar gambarku. Tentu saja, aku sudah terbiasa. Namun kebanyakan yang aku terima adalah kata-kata positif. Jikalaupun itu bukan hal yang sifatnya mengagumi atau menyemangati. Paling tidak berisi kritikan yang memban

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 14

    Setelah Ibu Yanyan pergi, aku tak tahu harus melakukan apa. Jadi aku menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mandi saja. Aku berendam di dalam bathtub dan menyembunyikan kulitku dibalik busa sabun yang menggumpal. Tiba-tiba saja ponselku berdering dan itu membuyarkan lamunanku yang hanya menatap dinding kamar mandi tanpa pikiran apapun. Aku terbiasa membawa ponsel ke dalam kamar mandi, dan aku melihat notifikasi email dari orang yang tak dikenal. Namun dari namanya mr.wonxiegreatestjung@yahoi.com, entah kenapa aku langsung teringat wajah pengacara yang mencurigakan itu. Aku langsung menekan isi pesan tersebut. ___________ Halo Nona Samara! Ini Pengacara Jung. Kenapa Anda tidak menghubungi saya? Saya perlu memperlajari kasus Anda, mohon segera mengirimkan berkas yang saya minta. Termasuk tangkapan gambar dari transaksi transfer uang yang mencurigakan ke akun uang digital Anda. Terima kasih. Ps. Segera mungkin kirimkan ya. ___________ Aku yang membaca pesan itu saja dibuat jengke

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 15

    Aku masuk ke dalam bangunan ini dengan santai diantara banyaknya mata yang melihatku. Seorang Bellboy menghampiriku, menyapa dengan sopan, “Boleh kami tahu, atas nama siapa reservasi tempat yang akan Anda kunjungi?” “Ding Shu, 14, siapkan Afternoon Traditional Chinese Tea dengan lima daun terbaik seperti biasa. Juga snack rekomendasi hari ini, saya mau berkeliling dulu,” ucapku dengan santai. “Apakah kami perlu menyeduhnya?” Tanya Bellboy itu lagi itu lagi dengan lebih sopan. “Tak perlu. Saya saja,” jawabku. “Baik, Nona Ding. Akan kami persiapkan dalam 15 menit ke depan,” jawabnya. Kemudian aku tersenyum dan berjalan melewatinya. Saat aku melewatinya aku mendengar ia menggunakan walkie-talkie untuk meneruskan pesananku pada seseorang yang lebih berwenang. Pemuda itu juga menjelaskan kemana arahku berjalan. Saat ini aku berada di lantai tiga yang luas ini. Lantai satu dan dua, biasanya menjadi klub malam dimana para dj dan penikmat musik berada. Walaupun begitu di lantai ini juga

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 16

    Saat memutuskan pergi dari Restoran Terbuka itu dengan langkah yang mantap. Percayalah aku ingin kabur secepat mungkin dari sana. Untungnya pintu lift khusus itu terbuka dan ada seseorang pria yang masuk lebih dahulu ke dalam sana.Aku tak perlu menunggu terlalu lama, dan langsung membuntutinya ke dalam sana. Seorang wanita lainnya juga mengikutiku dari belakang. Di dalam sana ada seorang pria yang berdiam diri di pojokan. Aku mengabaikannya. Namun wanita yang masuk bersamaku ini bersemangat sekali menatapku.“Kau tadi keren banget,” ucapnya.Aku menatap wajahnya setelah memindai ponselku pada layar digital di dalam lift tersebut. Kemudian menekan tombol lift menuju lantai enam. Itu adalah lantai teratas dengan 20 ruangan pribadi yang merupakan sponsor pertama klub ini. Lantai lima dan empat juga untuk sponsor, aku tak tahu ada berapa ruangan di lantai tersebut.Namun yang aku ketah

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 17

    Aku yang awalnya berniat untuk menikmati waktuku sendirian malah membawa orang tak dikenal dalam dunia kecilku. Aku juga tidak begitu tega untuk mengusirnya. Jadi aku mempersilahkan dirinya untuk duduk di sofa.Pada meja kecil di depan kami, ada set peralatan untuk minum teh. Aku merasa tidak niat untuk melakukan langkah-langkah formal dalam menyajikan teh ini.“Woaah, apakah ini menu Traditional Chinese Afternoon Tea di klub ini? Ini menu yang paling mahal di tempat ini!” Pekik Yuyu. Ia memperhatikan keramik gelas yang terlihat unik dan mewah. “Aku dengar pengrajin yang membuat gelas-gelas ini punya produk seni yang sangat mahal. Aku paham, ukiran desain tekonya terlihat sangat mahal. Susunan letaknya berbeda dengan yang Royalty Western Afternoon tea. Aku memohon pada kakakku agar aku setidaknya bisa menyobanya sekali saja,” sambungnya lagi.Yuyu benar-benar tipe orang yang tidak bisa di

    Last Updated : 2024-10-29
  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 18

    Aku kembali ke lantai tiga. Aku memutuskan untuk membelikan Yuyu hadiah pakaian. Aku tak tahu ukuran pastinya, dan hanya mengira-ngira saja. Aku yakin dengan pengelihatanku. Aku memilih untuk mengunjungi Max Mara terlebih dahulu. Kemudian memilih pakaian beberapa pakaian musim dingin. Toko ini ada beberapa pengunjungnya.Mereka terlihat heran melihatku membawa beberapa bunga dalam genggamanku. Namun tidak dengan staf yang bekerja di toko ini. Mereka langsung melayaniku dengan sangat baik. Mereka pasti tahu darimana aku mendapatkan bunga ini. Terlebih aku memilih beberapa pakaian dalam jumlah banyak tanpa lihat tagnya. Kemudian aku meminta staf di sana untuk membawakan kertas minyak yang cukup tebal yang biasanya mereka gunakan untuk membungkus produk mereka.“Aku akan membayar kertasnya. Tolong bawakan tali bekas dan selotip. Ah, gunting juga,” ucapku saat duduk di sofa dekat kasir. Setelah memilih pakaian tadi, aku langsung memb

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 83

    Setelah pemeriksaan singkat, Shushu menyadarinya dirinya mengalami gejala anemia dan tekanan darah rendah. Dokter meminta ners yang mendampinginya untuk memasukan Shushu sebagai daftar pasien agar bisa diberi beberapa obat untuk dikonsumsi.Pada akhirnya, ada dua pasien di dalam satu bangsal ini. Satu yang terlihat seperti akan mati kapan saja. Satu lagi yang berusaha meyakinkan semua orang dirinya tak sakit.Sebenarnya Shushu melakukan itu sebab dirinya takut disuntik dan diinfus. Dia terlihat ingin pergi dari tempat itu kapan saja. Namun Juanxi mengenggam erat pergelangan tangannya.Para perawat telah memasukan satu ranjang lagi ke ruangan rawat inap itu. Posisinya bersampingan dengan ranjang milik Juanxi.“Tidurlah dengan benar,” tegas Juanxi yang sudah mulai berbicara lancar.“Sa-sa-saya tak sakit kok,” jawab Shushu dengan formal dan tergagap. Dia terl

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 82

    Tempat yang paling tak disukai Shushu terpaksa harus ia tempati selama empat hari lamanya. Sebab, kondisi suaminya yang baru ia nikahi belum seminggu itu terlihat sangat mengkhawatirkan. Suhu demamnya mencapai 40 derajat celcius.Selama dirinya di rumah sakit, bohong, jika Shushu juga tidak merasa sakit. Wajahnya pucat, makannya pun tidak karuan.Siapapun yang mengunjungi mengira Shushu sangat khawatir dengan suaminya yang terbaring tak sadarkan diri. Bahkan makan pun harus dipenuhi dengan cairan nutrisi melalui selang infus.Ada kalanya setiap Juanxi sadarkan diri untuk beberapa menit, Shushu akan membantu menyuapi air hangat atau sup hangat perlahan dengan sendok kecil. Sebab pria itu sendiri tak memiliki tenaga untuk mengangkat kepalanya.“Nak, kamu pulang saja dulu, tidak apa-apa,” tutur Sun Lili yang datang pagi sekali untuk membantu Shushu. Juanxi masih tak sadarkan diri. Namun suhu

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 81

    “Kenapa kau tak cerita soal kebakaran itu padaku? Bukankah kita teman?” tanya Quo Xin. Dia benar-benar tidak tahu soal itu.Sejujurnya Quo Xin bisa menyelesaikan permasalahan dokumen yang rusak itu secepat mungkin. Hanya saja keadaannya dengan mantan mertua serta putrinya kala itu cukup rumit. Dia jarang punya waktu leluasa membuka laptopnya.Semua menjadi mudah ketika ia sudah memindahkan data putrinya di Kota B ini. Namun ini semua hanya alasan. Quo Xin merasa bersalah atas waktu yang terbuang secara cuma-cuma. Dia tak mengira masalah keterlibatan Shushu dengan situs judi online ini begitu berat. Bahkan pihak di sana berani mengancam dengan cara murahan seperti itu.“Walaupun begitu kau setuju begitu cepat untuk menikah,” ungkap Quo Xin. Kemudian ia meraih tangan Shushu dan menggenggamnya erat. “Batalkan saja kontraknya!”“Tidak bisa, kita sudah menikah. Lagipula keadaanya tidak sesimpel ini, Zhou.co itu mungkin saja tidak terlibat dengan judi online saja,” ucap Shushu. Dia menginga

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 80

    Pukul enam pagi, seorang wanita paruh baya berjalan cepat menelusuri lorong rumah sakit yang panjang. Dia hanya menggunakan sandal, dan jaket untuk menutupi pakaian tidurnya. Bahkan helm pun masih bertengger setia di kepalanya.Ruang 278, tanpa ragu-ragu, dia langsung membukanya. Di dalam sana ada seorang wanita muda berdiri menganggukan kepala berulang kali atas penjelasan dokter yang bertugas.“Bagaimana?” tanya Quo Xin.“Baru saja dipindahkan dari UGD, dia demam sushu 40 derajat, sepertinya kelelahan bekerja,” tutur Shushu dengan wajah yang lelah.“Ibu juga harus istirahat yang baik untuk menjaga suami Anda. Wajah Ibu kurang baik,” ucap dokter pria itu lagi. Shushu hanya menganggukan kepalanya berulang kaliFokus Quo Xin bukan lagi cerita dibalik kenapa ia membutuhkan ambulans di pagi buta lagi. Namun, bagaimana bisa ia mendapatkan suami dalam waktu yang begitu cepat setelah ia tinggal beberapa bulan di kota lain?Setelah kepergian dokter dan perawat tersebut. Quo Xin hanya diam sa

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 79 - Kehidupan Kedua? (2)

    Juanxi terus mengalami mimpi yang panjang, dan semua kejadian itu membuatnya merasa tak nyaman. Kepalanya terasa berat dan panas menerima semua informasi itu. Fakta bahwa kematian Shushu itu begitu menyedihkan membuatnya sangat terpukul.Tidak seharusnya Shushu mengalami itu semua. Dia bukan seperti apa yang digambarkan semua artikel tersebut. Wanita nakal, pemakai narkoba, penipu, dan lainnya.Hal yang membuatnya lebih terpukul ialah adegan dimana Paman Zinbei dan Ibu Yanyan datang ke kantornya untuk meminta tolong mencari kebenaran kematian Shushu.Kini Juanxi paham kenapa Shushu tadi menangis begitu lelah ketika ia tahu bahwa namanya bisa dibersihkan tidak terlibat situs judi online itu. Semua usaha Shushu menyelidiki kasusnya sendiri selama ini, agar tidak membuat dua orang tua itu sedih dan terpukul.Dalam kehidupan pertama itu, ia melihat wajah Paman Zinbei, dan Ibu Yanyan, lima kali lipat terlihat lebih tua dibandingkan kehidupannya sekarang. Mereka telah mendatangi berbagai ka

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 78 - Kehidupan Kedua?

    Juanxi menjadi kesal melihat ponsel milik Shushu yang terus berdering sedari tadi. Dia langsung mematikannya secara total. Lalu membawa tubuh Shushu yang tertidur karena lelah menangis ke kamarnya. Juanxi melihat keseluruhan interior ruangan yang sederhana, namun memiliki tiga pintu ruangan lainnya lagi. Dia penasaran untuk apa saja tiga ruangan di dalam kamarnya ini. Juanxi menerka salah satunya pasti toilet, dan ruang pakaian. Adapun sisanya ia tak begitu yakin. Juanxi menyadari beberapa hal dari mengenal Shushu dalam waktu yang sangat singkat ini. Dia terlalu mudah untuk percaya, namun tak ingin menaruh rasa percaya begitu dalam. Kontradiksi sekali bukan? Dua kata yang bisa dijelaskan ialah polos kebangetan. Kendati dikatakan polos, dia tahu dunia lebih baik. Apalagi soal pekerjaannya dan mengatur finansialnya. Hanya saja melihat ia menangis begitu lepas karena namanya bisa dibersihkan dari tuduhan sindikat judi online itu. Juanxi melihat sosok Shushu menjadi lebih kompleks lagi

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 77

    Setelah Juanxi memakan hidangan makan malam, ia sepakat dengan satu hal penting dalam kisah cinta keduanya bahwa Juanxi lah yang pertama kali tertarik. Untungnya kesimpulan ini bisa ditarik setelah keduanya mengetahui kegemaran yang mirip dalam mengumpulkan pundi-pundi kekayaan.“Kau benar-benar yang merancang semua perhiasan itu?” tanya Juanxi masih tak percaya. Shushu hanya menganggukan kepalanya. “Aku tak menyangka kau designernya!” pekik Juanxi lagi dengan bersemangat.Tiga tahun yang lalu ia pernah dipaksa ikut adiknya, Lin Yi mengunjungi sebuah lelang perhiasan esklusif di Negara S. Tak pernah terbayang anting yang dibeli adiknya itu dengan harga 2 juta dollar. Itu sebuah karya duet antara desainer dan pengrajin yang berbeda. Anting itu termasuk salah satu barang termahal kelima yang terjual dalam lelang malam itu.“Aku masih tidak paham bagaimana kau bisa melakukan itu semua? Kebanyakan illustrator akan mengambil jalan sebagai komikus,” tanya Juanxi.“Seberapa baik kamu menggam

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 76

    Shushu dan Juanxi diam di depan pintu lift yang sudah tertutup lama. Suasana yang heboh sebelumnya mendadak tenang.Juanxi sibuk dengan pikirannya, dia tak tahu harus memulai obrolan dengan membahas hal apa, ataukah basa-basi saja terlebih dahulu? Dia merasa canggung dengan keheningan ini. “Kau menangani mereka lebih baik dari dugaanku,” ujarnya.“Nenek Huang dan Ibu Lili orang yang baik, Paman Haifeng juga,” ungkap Shushu.Juanxi yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya. “Panggil mereka Ibu dan Ayah saja mulai dari sekarang,” timpal Juanxi.“Aku memahami kekhawatiranmu. Namun, tidak. Ini batasanku ketika tidak ada mereka. Pernikahan ini hanya berlangsung sebentar. Apa kau sudah makan?” ujar Shushu sembari mengalihkan pembicaraan.“Aku belum makan malam,” jujur Juanxi tanpa pikir panjang.“Kalau begitu makan di tempatku saja,” balas Shushu. Kemudian ia berjalan lebih dahulu untuk membuka pintu apartemennya, lalu membuka pintu lebar-lebar agar pria bertubuh tinggi dan besar itu

  • Shushu Dikejar Deadline   Chapter 75

    “Gege, bagaimana bisa kau menikah begitu cepat?” bisik Dongxi, si anak bungsu.“Ugh, tak bisakah kalian datang itu mengabari terlebih dahulu,” ucap Juanxi yang mulai kesal dengan ribuan pertanyaan yang dilontarkan anggota keluarganya.Awalnya ia senang melihat kepanikan yang muncul di wajah Shushu. Kini semua berubah semenjak, Shushu berkomunikasi dengan sangat baik dengan nenek, dan kedua orang tuanya di ruang tengah apartemennya. Padahal tadi dia benar-benar terlihat seperti tak tahu harus apa.Juanxi yang melihat itu merasa senang sebab merasakan Shushu bergantung untuk pertolongannya. Namun lihat sekarang, dia tertawa santai dengan nenek, ibu, dan ayahnya juga.“Santailah ka, aku juga penasaran kenapa kalian berdua tiba-tiba mendaftarkan pernikahan,” sanggah Lin Yi, adik perempuan Juanxi.Shushu diam saja menatap Juanxi. Dia juga ingin mendengar alasan apa yang akan dilontarkan Juanxi. Sisanya ia akan mengikuti alur dari cerita pria itu.Sedari Shushu bertemu Keluarga Huang secara

DMCA.com Protection Status