Nabila dan Kyai Rofiq berlarian ke ruang IGD saat seorang perawat mengatakan jika pasien kecelakaan barusan ada di ruang IGD. Beruntung tidak banyak pasien didalamnya, hanya beberapa orang saja. Kyai Rofiq juga tak kalah khawatirnya dengan putra laki-laki satu-satunya itu. Sedari menuju ke klinik, beliau tidak henti-hentinya meramalkan doa."Ya Allah bang, gimana keadaannya?""Tidak apa-apa, hanya lecet sedikit." Sahut Arzan yang sudah duduk dibrankar, tangannya tidak diinfus karena hanya ada beberapa luka lecet di kening serta tangannya.Nabila menghembuskan nafasnya lega. Walaupun masih jengkel dengan perilaku abangnya, tapi tidak bisa dipungkiri juga kalau Nabila khawatir saat abahnya mengatakan Arzan kecelakaan."Kok bisa kecelakaan bang?""Emm tadi ada orang lewat didepan Abang bah, Abang yang lagi fokus lihat samping kanan tidak sadar. Jadi pas noleh ke depan lihat orangnya Abang terkejut, langsung banting setir deh.""Orangnya tidak apa-apa?"Arzan menggeleng. "Orangnya tidak
"temen apa temen?" Oma menatap cucunya itu dengan tatapan meledek. Sesuai yang di ucapkan oleh Oma Ina tadi, kedua nya kini tengah mengobrol berdua. Sedangkan Sheyza, di suruh istirahat di kamar oleh Oma.Noah mendengus, mengambil keripik yang baru saja di buat oleh bibik lalu memakan nya dengan santai."Temen doang Oma."Oma mengangguk. "Iya teman, Oma percaya. Tapi kenapa kamu membawa kabur temen kamu dari suaminya hm?""Noah enggak bawa kabur Oma.""Jangan berbohong Noah. Oma tau dia itu istri orang karena dia dalam keadaan hamil," Oma menghela nafas nya kasar. "Atau kemungkinan besar dia hamil sama kamu iya?"Noah menggeleng kan kepala nya cepat. "Noah enggak mungkin berbuat seperti itu Oma, malu-maluin. Kalau Noah mau pasti melakukannya dalan keadaan sudah halal. Walaupun Noah begajulan, tapi Noah masih menjunjung nilai-nilai seperti itu." Noah menghembuskan nafas nya kasar, sebenarnya tak jarang dari teman kolega bisnisnya yang sering mengajak one night stand. Tapi Noah selalu m
"Oma mau cari bumbu, kamu duduk disini saja ya. Kasihan kamu sudah berkeliling dari tadi, pasti kamu capek banget ya sayang," tangan Oma terulur mengelus perut Sheyza dengan lembut.Sheyza tersenyum, kepalanya mengangguk mengiyakan. Dirinyajuga sudah terlalu lelah akibat berkeliling mengikuti Oma yang berbelanja ini dan itu."Oma hati-hati,""Iya sayang. Kamu tenang saja, Oma sudah terbiasa seminggu sekali Oma pasti pergi ke pasar. Begini juga untuk kesehatan Oma, kalau tidak Oma bakalan penyakitan," Oma terkekeh."Eh iya, kamu Marni disini saja sama Sheyza. Temani Sheyza, kasihan dia sendirian. Biar saya yang pergi sendirian cari bumbu ny," ucap Oma pada Marni, asisten rumah tangganya. Sheyza menggeleng menolak apa yang di katakan oleh Oma Ina. Dirinya juga merasa baik-baik saja tak perlu ditemani. "She sendiri tidak masalah oma. Malah Oma yang butuh teman untuk membawa belanjaannya nanti, Shey sendirian saja Oma. Oma yang perlu sama mbak Marni. Biar Shey duduk di sini tidak apa-ap
"Ya ampun Abang, kok bisa sampai demam begini sih?" Nabila terkejut saat melihat kondisi Abangnya dibilang tidak baik-baik saja. Tadi dirinya disuruh oleh sang Abah untuk memanggil Abangnya untuk makan bersama. Tapi saat masuk ke kamar sang Abang, Nabila dibuat terkejut melihat kondisi Arzan yang sudah menggigil diatas tempat tidur."Abahh!!! Bang Ardi!!" Teriak Nabila kencang , khawatir dengan keadaan sang Abang.Nabila memegang dahi Abangnya, memeriksa. "Astaghfirullah! Panas banget,""Ada apa?" Kyai Rofiq dan Ardi langsung tergesa-gesa masuk ke dalam kamar Arzan karena mendengar teriakkan Nabila."Bang Arzan demam bah, badannya sampai menggigil begitu.""Astaghfirullah Arzan. Ayo kita ke rumah sakit,"Arzan yang masih sadar langsung menggelengkan kepalanya. "Abang tidak apa-apa bah, cuma demam biasa. Tidak perlu sampai ke rumah sakit. Lagian Abang besok mau cari -""Arzan, kita ke rumah sakit. Kamu lagi sakit begini, tidak mungkin kita diam saj-"Huweekk uweekkArzan bahkan muntah
"Eh ya ampun maaf banget nek," Nabila langsung berjalan menghampiri Oma Ina dan mengambil dompetnya yang tadi sempat terjatuh. Saking buru-burunya, Nabila sampai tidak sadar kalau dompetnya terjatuh. Beruntung dia Oma Ina yang melihatnya."Ini dek, lain kali lebih hati-hati lagi."Nabila tersenyum. "Makasih banyak ya nek,""Iya sama-sama, mari." Oma Ranti tersenyum, setelah menyerahkan dompet itu pada Nabila, Oma Ina ingin langsung pergi dari sana. Namun, Nabila malah menahan langkah keduanya.Sheyza sudah risau, takut kalau gadis yang masih berstatus adik iparnya itu mengenalinya. Jantung Sheyza sudah bertalu hebat, dia memejamkan kedua bola matanya sejenak guna menghalau debar di dadanya."Nenek ini sekadarnya. Maaf ya nek, ini mungkin tidak seberapa tapi ini sebagai ucapan terimakasih saya karena nenek sudah menemukan dompet saya."Dan siapa sangka, Nabila memberikan beberapa lembar uang merah kepada Oma Ina karena telah menemukan dompet gadis itu. Sheyza sedikit bisa bernafas lega
Sepuluh hari berlalu.Sudah satu Minggu lebih Sheyza tinggal dirumah Oma Ina, dan selama itu juga Sheyza merasa sungkan kepada Oma maupun Noah.Mereka memang selalu memperlakukan Sheyza dengan baik, terlebih Oma yang selalu mencurahkan kasih sayangnya. Tapi tetap saja Sheyza merasa tak enak hati.Selama Sheyza tinggal dirumah Oma Ina, Noah tidak tinggal satu atap dengannya. Tapi perlakuan pria itu tidak berubah. Noah terlalu berlebihan padanya membuat Sheyza merasa sungkan.Sheyza saja yang terlalu bodoh waktu itu karena mau-mau saja dibawa oleh Noah. Mestinya Sheyza menolak ajakan pria itu, mestinya dirinya tidak menerima bantuan pria itu. Dirinya semestinya tidak boleh seperti itu, biar bagaimanapun Noah bukan mahramnya. Terlebih Sheyza tau bagaimana perasaan pria itu padanya.Sheyza tidak mau Noah berharap lebih dengannya, bagaimana pun Noah adalah pria lajang sangat tidak pantas dengan Sheyza. Noah juga terus-menerus membicarakan hubungan keduanya setelah Sheyza hamil. Rasanya, Sh
Dimas menarik lengan Noah meminta penjelasan pada temannya. Apakah yang dimaksud oleh Oma Ina tadi Sheyza adiknya?Memang banyak didunia ini nama yang sama, tapi entah kenapa Dimas sangat yakin jika Sheyza yang dimaksud itu adalah adiknya."Sheyza? Dia??""Ya dia cewek yang gue ceritain sama Lo," sahut Noah cepat. "Oh iya, Lo bisa di sini dulu gue harus keluar cari Sheyza. Lo bisa temenin Oma dulu," Noah menepuk pelan pundak Dimas lalu berniat akan melangkahkan kakinya pergi. Namun, Dimas menahan tangannya.Noah menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung temannya itu. "Kenapa?"Dimas merogoh saku celananya lalu mengambil dompet miliknya. Dimas mengambil sesuatu dari dalam dompet tersebut."Ini yang namanya Sheyza?" Tanya Dimas sambil menunjukkan sebuah foto dirinya bersama dengan Sheyza.Mata Noah awas lalu setelahnya melotot. "Lo? Lo, kok kenal sama Sheyza? Dan ini? Kok bisa foto sama Sheyza?""Dia orang yang Lo maksud?"Noah menganggukkan kepalanya. "Iya, dia orang yang gue ceritai
Sesampainya dirumah sakit yang kebetulan tidak jauh dari tempat itu, Noah langsung ditangani oleh seorang dokter. Sedangkan Sheyza dan Dimas duduk dibangku depan menunggu Noah.Hanya ada keheningan untuk beberapa saat, sebab mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sheyza masih terlalu syok dengan kemunculan Abangnya yang telah lama menghilang, rasanya masih kesal mengingat bagaimana perjuangan dirinya selama ini tanpa Dimas disampingnya. Harusnya Dimas ada di dekatnya, Dimas yang selalu berjanji padanya dan sang ibu untuk selalu menjadi garis terdepan melindungi mereka jika sesuatu terjadi, namun pria itu malah mengkhianati janjinya sendiri. Dimas pergi tanpa kabar, sama sekali tidak peduli pada dirinya dan sang ibu yang pada saat itu kondisinya sedang tidak baik-baik saja.Bukankah sama saja Dimas dengan seseorang yang Sheyza sebut ayahnya? Mereka bahkan memiliki wajah yang sama. Mereka juga bisanya lari dari tanggung jawab.Sheyza benci mengingat hal itu, apa lagi dirinya harus k
Nabila menatapi Abangnya yang sibuk senyum-senyum sendiri, dirinya memutar otaknya bagaimana caranya agar sang Abang pergi dari ruangan yang ditempati olehnya ini. Karena dirinya tidak mau abangnya sampai melihat dirinya di datangi oleh seorang pria. Dirinya sangat tau seperti apa posesifnya sang Abang.Nabila menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Bang," panggil Nabila.Arzan menoleh. "Kenapa? Butuh sesuatu? Abang bisa ambilkan," ucap Arzan menoleh sebentar lalu pandangannya kembali lagi pada ponselnya yang masih hidup. Dirinya sibuk berbalas pesan dengan Sheyza.Nabila menggeleng. "Emm, Abang gak mau pulang aja?" Nabila bertanya dengan nada suara pelan hampir seperti berbisik."Apa? Apa? Abang gak denger yang kamu bilang. Coba suara kamu sedikit besar. Kamu udah kayak orang mau ngajak gosip aja ngomongnya pelan-pelan gitu," Nabila menghembuskan nafasnya kasar.Memberanikan diri. "Emm, Abang gak kangen sama si kembar? Udah beberapa jam Abang pergi, ummi sama Abah juga ada disini. Ab
"Astaghfirullah, siapa yang sudah tega melakukan hal ini sama Bila. Ya Allah," Ummi Zulfa memekik saat melihat kondisi Nabila yang tidak baik-baik saja. Apa lagi tadi dokter mengatakan jika ada beberapa luka memar yang ada disekitar tubuh putrinya. Mereka semua tak tau apa yang telah di alami oleh Nabila sampai seperti ini. Nabila sama sekali tidak bercerita apapun."Ummi tenang dulu," Arzan menangkap tubuh ummi Zulfa yang hampir limbung. "Sakit jantung ummi bisa kambuh kalau ummi gak tenang," timpal Arzan lagi.Ummi Zulfa menggeleng dengan air mata yang terus berlinang, sungguh melihat kondisi anak perempuannya tidak baik-baik saja seperti saat ini membuat hatinya hancur."Ummi tenang dulu. Dokter tadi udah periksa Bila, katanya Bila baik-baik aja. Sebentar lagi juga siuman," kata Arzan berusaha menenangkan sang ummi."Siapa yang sudah melakukan hal ini sama adik kamu, bang. Dari kapan adik kamu mengalami hal menyedihkan seperti ini? Dan kenapa Bila diam aja? Kenapa Bila gak pernah
Entah bagaimana perasaan Nabila sekarang, tapi yang jelas baru pertama kali ini dirinya merasakan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul didalam dirinya."Ya Allah aku kenapa," monolog Nabila. Sejak meninggalkan ruangan pria itu tadi, Nabila tak berhenti tersenyum. Bahkan saat dosen menyampaikan materi kuliah, Nabila sama sekali tak mendengarnya.Brakk Tengah asik melamun, Nabila terlonjak kaget saat meja yang ditempati olehnya tiba-tiba digebrak oleh seseorang.Nabila mendongak, ternyata pelakunya adalah Sinta yang sudah berdiri didepannya sambil bersidekap dada bersama dengan antek-anteknya.Nabila meneguk ludahnya susah payah, apa lagi melihat wajah mereka yang sangat menyeramkan. Rasanya Nabila ingin kabur aja saat ini juga. Harusnya tadi Nabila pulang saja saat dosen selesai memberikan mata kuliah tadi, tapi karena terlalu larut akan perasaan anehnya, Nabila sampai lupa pada Sinta dan antek-anteknya yang bisa menggangunya kapan saja."Wuuu apa tuh," salah satu teman Sinta menunjuk
Ting[Masuk Nabila, saya tau kamu sudah ada didepan. Kamu mau saya bukain pintu dan menarik kamu? Dengan senang hati akan saya lakukan.]Nabila berkedip pelan membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya itu. Baru saja dirinya membuka ponsel dan mendapati pesan dari pria aneh itu. Nabila menarik nafasnya untuk sesaat lalu membuangnya kasar. Tangannya terangkat mengetuk pintu berwarna cokelat di depannya ini.Tok tok tok"Masuk!"Suara itu langsung terdengar membuat Nabila mendengus dan langsung menarik hendle pintu dan masuk ke dalam ruangan itu."Jauh banget kayaknya ruangan saya ya. Ini sudah hampir tiga puluh menit kamu baru sampai. Padahal saya, hanya membutuhkan waktu satu menit saja untuk sampai disini." Sinis Noah matanya menyorot tajam ke arah Nabila."Saya berjalan,""Saya juga jalan, apa kamu pikir saya terbang sampai ke ruangan saya?"Nabila melengos, menggeram kesal. Berdebat dengan pria didepannya ini tidak akan ada ujungnya, yang ada dirinya akan capek sendiri."Waktu
"Namanya Nabila, gadis cantik yang katanya anak salah satu pemilik pondok pesantren dikota ini."Kening Noah berkerut samar, matanya yang sedang menatapi foto gadis cantik itu langsung teralih ke arah orang yang ada disampingnya."Anak kyai?"Pria itu mengangguk. "Tapi tidak ada yang tau siapa dan dimana letak pondok pasantren tersebut. Kehidupan Nabila juga selalu diprivasi. Nama ayah, nama ibunya, dan saudaranya semua tidak ada yang tahu. Beberapa kali para dosen bertanya juga pada rektor, tapi rektor tetap bungkam dan tidak mau menjawab.""Tapi yang saya tau, beberapa mahasiswi mengatakan jika Nabila ini adalah anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren." Ucap pria itu lagi.Noah terus berpikir keras, merasa penasaran kenapa mesti identitas serta keluarga gadis itu dirahasiakan."Kalau masalah pembullyan itu saya sama sekali tidak tau pak Noah. Saya juga taunya setelah bapak yang mengatakannya."Noah mengangguk. "Sedari dulu, kampus ini anti pembullyan. Bahkan kita beberapa k
Malam itu cuaca sedang tidak bersahabat, hujan mengguyur kota Jakarta. Angin berhembus kencang memenuhi ruangan karena jendela kamar itu dibuka lebar.Sheyza melamun didepan jendela kamar, sambil menatapi air hujan yang berjatuhan.Abyan dan Abyas sudah terlelap sedari tadi. Beruntung kedua bayi kembar itu tidak terlalu rewel, jadi Sheyza bisa menenangkan rasa sesak yang menggerogoti hatinya saat ini.Siapa yang tidak sakit hati melihat foto yang baru saja dikirim oleh nomor orang yang tak dikenal, apa lagi didalam foto itu suaminya hanya duduk berdua dengan seorang perempuan.Pikiran buruk pun terlintas didalam kepala Sheyza, apakah suaminya selingkuh? Tapi kenapa? Bukankah rumah tangga mereka baru saja baik-baik saja.Sheyza menghembuskan nafasnya kasar, melirik jam yang menggantung diatas dinding. Ini sudah pukul setengah sebelas malam, namun suaminya belum pulang.Dia melirik ponselnya yang menganggur. Arzan bahkan sama sekali tidak menghubunginya. Hal itu semakin membuat resah di
"Mas, Shey curiga deh, kayaknya ada sesuatu yang disembuyiin sama Bila." Sheyza menata sang suami yang sedang sibuk mengotak-ngatik ponselnya.Namun, Arzan terlalu fokus dan menghiraukan ucapan sang istri."Mas!"Sheyza mengguncang lengan sang suami, membuat Arzan terkesiap. "Eh a-pa sayang?"Sheyza mengerucutkan ujung bibirnya. "Mas kenapa sihh. Sibuk banget sama ponsel, padahal dari tadi Shey lagi ngomong loh, tapi mas cuekin aja." Gerutu Sheyza.Arzan menggaruk bagian kepalanya yang tak gatal. "Maaf sayang, mas tadi ngecek laporan dari Ardi," ucap Arzan. "Kamu tadi ngomong apa? Coba ulang lagi, mas beneran gak denger."Sheyza menghela nafasnya kasar, tidak biasanya suaminya seperti ini. Walaupun mengecek laporan, suaminya akan tetap mendengarkan dan tidak pernah mengabaikannya.Tapi Sheyza tetap maklumi, mungkin ini hal yang sangat penting hingga membuat suaminya seperti ini."Tadi Shey bilang, kalau Bila akhir-akhir ini kayak aneh gitu. Bila kayak nyembunyiin sesuatu mas. Shey gak
"Hari ini kamu harus ke kampus, Noah. Oma mau kamu sekarang yang hendle kampus milik kakek kamu," ucap Oma Ina.Noah menghela nafasnya kasar, padahal dirinya malas jika berurusan dengan kampus itu. Dirinya juga punya pekerjaannya sendiri, bukan seorang pengangguran."Jangan menolak, karena cepat atau lambat saat kamu telah menikah nanti kampus itu Oma pindah atas nama kamu. Jadi mulai sekarang belajarlah sampai kamu mendapatkan calon istri." Ucap Oma Ina lagi yang tidak ingin dibantah.Noah mengangguk saja, tanpa berniat mengatakan apapun.Sedangkan Ana yang ada diruangan itu geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan mamanya."Ma, universitas itu haknya kak Rofiq, bukan hak kita ma. Bahkan papa jelas-jelas nulis disurat wasiatnya. Kenapa mama malah mau balik nama atas Noah?" Protes Ana.Oma Ina melotot. "Kamu diam Ana! Tau apa kamu tentang surat wasiat itu?!! Yang kamu baca itu hanya karangan saja, bukan benar-benar yang ditulis oleh papa kamu. Saya tau sendiri bagaimana sifat suam
"Bagaimana bah, kenapa Arzan belum juga hubungi kita? Ini udah hampir jam 2," ummi Zulfa terus gelisah saat tidak mendapatkan kabar sama sekali dari sang putra. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada anak gadisnya.Kyai Rofiq menghela nafasnya panjang. Ingin pergi mencari Nabila, tapi takut terjadi sesuatu pada sang istri mengingat ummi Zulfa memiliki riwayat penyakit jantung. "Ummi tenang dulu ya. Mungkin apa yang dibilang Arzan benar, bisa jadi ban mobil mereka bocor jadi mereka cari bengkel dulu."Ummi Zulfa menggeleng, "Kenapa sampai jam segini? Ini udah gak wajar bah. Kalau pun cari bengkel, mungkin jam sembilan saja sudah sampai dipondok. Tapi ini," tiba-tiba ummi Zulfa memegangi jantungnya yang terasa sesak.Kyai Rofiq langsung panik melihat itu. "Ummi tenang dulu. Jangan terlalu banyak pikiran." Kyai Rofiq menuntun sang istri menuju ke sofa yang ada diruangan itu."Duduk dulu. Biar Abah buatkan minuman untuk ummi,"Ummi Zulfa tidak menanggapinya, karena jantungnya benar-benar t