Di dalam kegelapan hutan. Terdapat dua anak kecil berbeda jenis kelamin tengah berlari cepat berusaha menghindar dari kejaran orang-orang yang membantai habis Klan mereka. Mereka berdua berlari tak tahu arah memasuki hutan yang sama sekali tak pernah mereka jamah, hanya demi bisa meloloskan diri dari para pembunuh yang berniat menghabisi seluruh Klan mereka. Apalagi mereka berdua satu-satunya lah yang tersisa dari Klan tersebut.
Salah satunya, anak laki-laki yang tubuhnya sedikit tinggi dari anak perempuan di depannya denhan jarak usia 3 tahun lebih tua dari anak perempuan yang menggandeng tangannya berusaha mengajaknya berlari cepat dengan anak perempuan itu yang mengarahkannya. Namun, sepertinya terlihat sendiri, anak laki-laki itu sudah merasa tak sanggup lagi untuk berlari kembali dalam keadaannya yang terluka parah seperti itu. Dia sampai berhenti sambil memegangi perutnya yang terluka akibat terkena serangan pedang dari pembunuh bayaran tersebut.Merasa saudara laki-lakinya terhenti. Yu Rong, gadis kecil itu seketika membalikkan tubuhnya melihat ke belakang saudaranya yang sudah tampak pucat sekali dan hampir kehilangan tenaga untuk berdiri sampai-sampai dia membungkuk seperti itu. "Kak, kita harus cepat, kakak kamu harus bisa menahannya."Dengan wajah penuh kekhawatiran dan rasa takut yang teramat besar ditambah lagi melihat luka yang parah diterima saudara lelakinya. Perasaan Yu Rong terasa campur aduk, ia takut, ia sedih, ia juga merasa tidak kuat lagi bila harus melihat saudaranya seperti ini sedangkan mereka masih dalam pengejaran para pembunuh bayaran.Suara Yu Jingmi sampai terdengar getir, "Rong 'er, aku sudah tidak bisa menahannya. Sudah tinggalkan aku saja, kamu pergilah, lari secepatnya dari sini.""Tidak, aku tidak akan melakukan itu." Yu Rong menolaknya, menggeleng-geleng.Jelas saja, sekarang ia hanya memiliki Yu Jingmi saudara. Sedangkan para saudaranya yang lainnya, Klan Yu, sudah habis ditangan para pembunuh bayaran yang kejam itu."Rong 'er, nasib Klan kita ada di tangan mu sekarang, hosh ... ka-kamu harus pergi dari sini." Sudah rasanya tidak kuat lagi, tubuhnya hampir limbung, Yu Rong sampai memeganginya untuk menahannya agar tetap bisa berdiri.Air mata Yu Rong sampai terjatuh. Ia tidak bisa harus meninggalkan saudara laki-laki-nya di sini sendirian. Ia tidak sanggup harus kehilangannya. Sudah cukup ia kehilangan orang tuanya dan seluruh Klan-nya. Sekarang jika Yu Jingmi pergi, bagaimana kehidupannya setelah ini? Siapa nanti yang akan selalu menjadi tumpuan hidupnya selain kedua orang tuanya yang sudah mati?"Kita pasti bisa selamat, kakak harus yakin kita bisa sama-sama selamat." Meski menangis, suara Yu Rong masih terdengar jelas, gadis itu berusaha keras meyakinkan Yu Jingmi.Yu Jingmi berusaha menatap Yu Rong dengan matanya yang terasa berat, sayup-sayup akan menutup. "Rong 'er, aku sudah tidak tahan lagi," katanya lirih dan kali pertamanya anak laki-laki itu mengatakan keluhannya, padahal biasanya sesakit apapun kondisi tubuh Yu Jingmi. Anak itu pasti akan memendam rasa sakitnya sendiri tanpa harus mengatakannya."Kakak harus bertahan!" tegasnya berusaha menguatkan Yu Jingmi. "Setidaknya demi aku," sambungnya lirih."Rong 'er ... dengarkan kakak, larilah, carilah bantuan lebih dahulu. Sementara itu biar kakak yang menghadang mereka di sini." Yu Jingmi berusaha menguatkan dirinya untuk berdiri tanpa bantuan Yu Rong, anak laki-laki itu mendorong sedikit tubuh Yu Rong agar menjauh darinya dan pergi meninggalkannya."Apa yang kakak lakukan? Kakak ingin menghadang mereka dengan tubuh kakak yang sudah melemah begini?" Yu Rong sedikit meninggikan suaranya merasa dibuat kesal dengan sikap berlebihan kakaknya yang paling Yu Rong benci. Yu Jingmi terlalu peduli dengan orang lain, bahkan lupa untuk memperdulikan dirinya sendiri dan sekarang Yu Jingmi berniat mengorbankan diri demi-nya.Air mata Yu Rong semakin terjatuh. Gadis kecil itu memeluk tubuh lemah Yu Jingmi yang sudah hampir tak bertenaga lagi. Tak peduli darah Yu Jingmi menempel mengotori bajunya. Yu Rong tetap memeluk saudara laki-lakinya itu yang biasanya Yu Rong akan memanggilnya kakak atau Jingmi Gege. "Jingmi Gege sudah berjanji menjaga Rong 'er. Jingmi Gege tidak berbohong 'kan?"Yu Rong ketakutan sekali. Tubuh Yu Jingmi melemas, keseimbangannya sudah tak tertahankan ditambah lagi Yu Rong tak bisa menahan berat tubuh Yu Jingmi yang lebih besar darinya sampai keduanya sama-sama terjatuh terduduk. Anak laki-laki yang lebih tua usianya dari Yu Rong gadis kecil itu terjatuh pingsan tak sadarkan diri dalam pelukan Yu Rong."Jingmi Gege ... " Yu Rong menepuk-nepuk wajah Yu Jingmi untuk menyadarkannya di tengah air mata Yu Rong yang semakin deras terjatuh sampai itu mengenai wajah Yu Jingmi yang begitu pucatnya. " ... bangun ... "Drap! Drap! Drap!Krusak! Krusuk!Krusak! Krusuk!Jantung Yu Rong menjadi berpacu panik, suara derap langkah kaki terdengar kian mendekat ke arahnya. Yu Rong sangat ketakutan, tubuhnya sampai tak terkendali, gemetaran. Sambil memeluk Yu Jingmi yang sudah tak sadarkan diri dan mata Yu Rong ikutan terpejam demi menghilangkan rasa takutnya yang sangat besar, apalagi kini ia sendirian.Yu Rong membatin, "Ibu, ayah, kakek, Tetua Klan ... aku takut.""Tuan! Apa yang ku katakan, aku benarkan? Perkataan ku itu selalu benar, dan kau salah, lihatlah kau pasti kesasar lagi!" emosi Xin Xin teruji kembali, batas kesabarannya sudah habis dengan tingkah laku Tuan-nya sendiri yang masih saja tidak mempercayainya malah yakin dengan dirinya sendiri yang masih buta arah.Pipi Xin Xin mengembang seperti bakpao sampai Shen Xiao menatapnya hampir meneteskan air liurnya."Kak Shen, kita sekarang ada di mana?" Lin Tian menggoyangkan tangan Shen Xiao menanyai pemuda itu yang asik menatap Xin Xin dengan matanya yang berbinar-binar penuh rasa semangat ingin melahapnya.Xin Xin membalikkan tubuhnya yang mengambang terbang dengan sayap biru indahnya sambil berceloteh, "Kau jangan tanya dia Lin Tian, jelas saja dia tidak ... " Xin Xin menghentikan bicaranya sejenak, alisnya dibuat naik sebelah melihat tatapan mata Shen Xiao yang menatapnya berbeda. " ... apa yang sedang kau pikirkan bajingan mesum?!" Spontan Xin Xin berteriak lantang dan di saat itu pula Shen Xiao tersentak kaget, langsung sadar.Bian Xiao sampai terbangun dari tidurnya dan meloncat dari kepala Shen Xiao tepat tertangkap cepat di tangan Lin Tian."Kau mengagetkanku Xin Xin!" teriak marah Shen Xiao sampai telinga Xin Xin dijewer keras olehnya.Xin Xin merintih kesakitan dan meminta ampun agar Shen Xiao melepaskannya. Shen Xiao semulanya tak ingin menuruti gadis Blue Phoenix itu, jika saja Shen Xiao tak mendengar suara lirih penuh permohonan dari seorang gadis dengan indra pendengarannya yang tajam, yang bisa mendengar suara sepelan apapun kecuali suara hati.Shen Xiao melepaskan jewerannya. Pemuda bertongkat bambu itu memilih melangkah mengikuti sumber suara.Namun Shen Xiao menghentikan langkahnya kembali. Lin Tian yang membawa Bian Xiao sambil ikutan berjalan mengikuti Shen Xiao menjadi mebarak Shen Xiao."Kak Shen, kenapa kau berhenti mendadak?"Shen Xiao tersenyum manis. Xin Xin yang terbang di samping Shen Xiao melihatnya menjadi mendesah pelan. Jangan perhatian senyumannya itu, yang jelas pasti akan ada sesuatu yang terjadi di balik senyumannya itu."Keluarlah," ujar Shen Xiao.Mendadak setalah Shen Xiao berujar tegas ada banyak orang yang datang dari segala sisi, mereka dibuat terkepung, sampai Lin Tian yang melihatnya merasa takut sendiri memilih mendekati Shen Xiao. Beda dengan Bian Xiao si bayi harimau itu, ia malah asik tidur nyaman di tangan Lin Tian."Kak Shen, siapa mereka?" tanya Lin Tian takut."Calon mayat."Bersambung ..."Xin Xin! Habisi mereka!" seru Shen Xiao menyuruh Xin Xin bergerak maju melawan para pembunuh bayaran yang mengepung mereka.Xin Xin mendengus, memutarkan bola matanya malas. "Kebiasaan." Sudah ia duga, Tuan-nya yang berotak licik ini pasti akan mempermainkannya lagi. Sekarang lihatlah, setelah memanggil para pembunuh yang bersembunyi itu dengan sendirinya, bukannya dia yang melawan, malahan melibatkan Xin Xin lagi-lagi. "Tuan tidak akan turun tangan selama ada bawahannya di sini, kau harus mengingatnya Xin Xin." Shen Xiao menunjukkan senyum simpul yang begitu mengesalkan sampai setiap kali Xin Xin melihatnya merasa muak sendiri. Wajahnya memang lumayan ditambah senyumannya itu, tapi kelakuannya itu selalu menutupinya. "Kak Shen, apa Xin Xin bisa melawan mereka?" Lin Tian bertanya ragu. Bocah lelaki itu sampai menarik lengan baju Shen Xiao merasa takut.Shen Xiao menoleh ke arahnya. "Kau lihat saja, dia itu pintar bermain api. Asal kamu tahu, tidak ada orang yang mampu memegang tang
"Ka-kakak, bangun ... aku takut."Shen Xiao mengusap matanya kemudian dia memijit pangkal hidungnya. Suara gadis itu muncul kembali, ia mendengarnya, sangat jelas dari indra pendengarannya yang sangat tajam.Apa yang dilakukan Shen Xiao itu membuat dua orang pembunuh bayaran yang memiliki senjata andalan panah menjadi berpikir bahwa pemuda itu tengah dalam kegelisahan, mereka menganggapnya, dia khawatir dan takut dengan gertakkan mereka. "Sudah kuduga, dia pasti hanya Tuan Muda sampah yang lemah," kata salah satu dari mereka. Melihat tingkah Shen Xiao, perasaannya menjadi yakin bahwa pemuda itu hanya pemuda cacat saja yang lemah.Satunya lagi menanggapi, "Kau benar, sepertinya dia berada di hutan ini juga karena keluarganya menginginkan dia mati saja. Mungkin, dia aib keluarga karena kecacatannya."Hanya seorang saja yang beranggapan berbeda. Dia mengabaikan para rekannya memilih memperhatikan pemuda itu begitu serius dengan kedua mata tajamnya. "Aku yakin ada sesuatu yang salah," pi
"Kau memungut anak kecil lagi?" Xin Xin memandang Shen Xiao hampir dibuat geleng-geleng kepala.Sudah menghilang ntah kemana sampai malam hari sudah terasa mencengkram di dalam hutan ini. Pemuda itu datang-datang membawa dua orang anak yang kiranya salah satunya seusia dengan Lin Tian, sebelas tahun. Dan satunya lagi sekitar tujuh-delapan tahun.Tapi, ada satu hal yang membuat Xin Xin dibuat menggeleng-geleng kepala ketika melihat Shen Xiao menggendong seorang anak laki-laki sedangkan Shen Xiao tampak membawa dirinya sendiri saja kesulitan dengan tongkatnya itu. "Shen Xiao-- ""Panggil aku Tuan Shen," tukas Shen Xiao mengatur panggilan Xin Xin dengan tegas. Xin Xin menganggukkan kepalanya, walaupun wajahnya terpasang tertekuk. Semulanya menatapnya menjadi mengalihkan wajah kembali ke depan yang terdapat api unggun, dibuat secara langsung oleh Lin Tian yang kini pemuda itu bersama Bian Xiao si bayi Harimau tengah tertidur beralas daun talas.Shen Xiao mengetahui Xin Xin pasti tengah m
Sang fajar sudah menyingsikan wujudnya. Sahut menyahut kicauan burung menyambut kedatangannya. Sesegar udaranya, sesosok pemuda yang kini disibukkan berburu di hutan dengan menjadikan anak-anak umpannya, begitu sangat semangat sekali membuat para anak-anak menjebak hewan masuk ke dalam perangkapnya.Dia hanya menangkring di atas pohon dan hanya mengarahkan anak-anak untuk berlari demi lolos dari kejaran Hewan Buas yang ingin diperangkapnya. Tapi Xin Xin kebanyakan yang membantu anak-anak lolos dari kejaran Hewan Buas tersebut. Shen Xiao lebih banyak mengaturnya saja, sedangkan dia santai di atas pohon memandangi mereka dari bawah. Xin Xin memandangnya begitu sinis, dia bisa membawa anak-anak bersama mereka, tapi tidak bisa menjaga anak-anak dengan baik dan akhirnya Xin Xin juga yang turun tangan.Xin Xin melesat terbang ke arahnya sambil berteriak memanggilnya, "Tuan Shen!""Pelankan suara mu, kau bisa membuat sekawanan Serigala Darah muncul di sekitaran sini." Shen Xiao memperingatin
"Ayo anak-anak manis, makanlah." Mereka bertiga melihat kepedulian Shen Xiao merasa heran. Setelah memasakkan sup daging dari peralatan masak yang ntah darimana asalnya begitu terlihat lengkap, seperti langsuny diambil dari dapur restoran, Shen Xiao menyajikan sup itu ke mangkuk dan memberikannya kepada mereka bertiga dengan hati-hati. Shen Xiao turut makan seperti mereka juga, dia duduk bersila di antara mereka dan menikmati makanan itu bersama-sama dengan tenang dan begitu fokus pada makanannya. Ada yang aneh, ketiga anak itu memikirkannya. Sampai suara Lin Tian terdengar di tengah makan mereka. "Kak Shen, di mana Xin Xin?" tanya Lin Tian, menyadari tak adanya gadis Blue Phoenix itu di sini sejak tadi, bahkan ketika makan, Xin Xin tak ikutan hadir menikmati makanan yang dibuat Shen Xiao dari hasil buruan mereka dan Xin Xin turut andil membantu mereka bahkan dia juga mengajari mereka bertiga cara menguliti kulit para Hewan Buas tersebut. Karena bermacam-macam Hewan yang mereka ta
Suara berisik dari luar membuatnya terbangun. Semulanya ia tertidur sangat pulas dengan tidak tahu malunya berada di tempat orang. Tempat tinggal kerabat pedagang yang memberikanya tumpangan. Namun kini juga memberikanya kamar untuk ditinggali untuk sementara waktu. Sangat menguntungkan, tak perlu lagi ia susah payah mencari penginapan di kota. "Kakak! Kau tahu kan bagaimana situasi kota ini? Kau seharusnya tidak asal membawa orang asing ke sini! Kau ingatkan waktu lalu apa yang terjadi dari tindakan baik mu itu?!" Shen Xiao melihat keluar, sedikit ia membuka pintunya untuk melihat siapa yang berdebat di luar. "Li Mei, pemuda itu dalam keadaan buruk, dia bahkan tidak bisa bicara karena keadaannya sekarang. Li Mei, keluarga kita tidak pernah membiarkan orang lain yang tengah terluka begitu saja. Adikku dengarkanlah kakak mu kali ini saja," mohon pria berbadan gempal menyatuhkan kedua tangannya pada seorang gadis yang dilihat dengan kedua mata hitam pekat Shen Xiao. Gadis yang seperti
Kedua netra hitam tajam Shen Xiao menyapu pandang pada sekitaran kota dari atas atap rumah warga. Shen Xiao tengah berdiri sambil memegang sebuah tongkat kebanggaannya melihat dari atas suasana kota yang begitu sangat ramai, aman, damai dan tenang. Seperti tak ada sesuatu yang mencurigakan di dalam kota ini, tapi anehnya membuat gadis yang ditemuinya saat siang hari tadi menyuruhnya untuk segera pergi.Karena penasaran akan sesuatu yang dikatakan gadis itu, Shen Xiao memutuskan untuk mencari tahunya sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi di kota ini?"Ibu! Ibu! Lihat ada bunga api!" Seruan seorang gadis kecil yang terdengar sangat jelas meski ributnya suara warga kota sambil jarinya menunjuk pada langit di atasnya seketika membuat Shen Xiao serta para warga kota lainnya mendongakkan matanya. Bunga api di malam hari, memang indah sekali. Sebenarnya apa ada festival di kota ini sampai ada bunga api segala? Shen Xiao memikirkan itu. "Sudah lama sekali aku tidak melihat bunga api di langi
Bruk!"Sial!" Shen Xiao mengumpat dalam hatinya. Setiba keluar dari cermin pemindahan. Pria yang membawanya itu asal mendorongnya dengan tak berperasaan 'nya sampai membuatnya jatuh tersungkur di lantai dan itu tak ia sangka tepat di bawah kaki seorang wanita berpenampilan seksi begitu cukup terbuka pakaian yang dikenakannya, sampai tampak kaki mulus dan jenjangnya itu dari posisinya yang cukup menguntungkan untuk melihatnya.Shen Xiao tidak se-m*sum itu, matanya memilih mengarah ke lain arah setelah tanpa sengaja melihatnya. "Kau membawa bajingan mana lagi, Tuan Zhang?" Wanita itu bersuara, suaranya sangat lembut dan terdengar sangat menggoda.Wanita pemilik tato pedang bersilang yang di tengah-tengahnya terdapat gambar mawar merah yang letak nya sendiri berada di dadanya yang cukup terbuka membela dari kedua benda besar yang dimilikinya. Wanita berambut hitam tergerai panjang itu tengah duduk di kursi sambil menghisap tembakau.Karena biasa melihat kebiasaan wanita itu. Pria tersebu
Itu suatu hal yang gila. Shen Xiao menelisik pandang ke arah gadis yang berdiri di depan pintu masuk yang terus memasang ekspresi ramah dan hangatnya begitu menghayutkan siapapun yang akan melihatnya. Satu hal yang pasti, ia sangat cantik. Mengalihkan tatap ke arah Teng Fei, lantas Shen Xiao berbisik, "Kau yang benar saja Teng Fei. Aku tidak bisa menikah dengannya." "Kenapa? Kau tidak rugi juga, dia cantik dan kriteria istri idaman yang sempurna untuk dinikahi." "Bukan begitu masalahnya." Shen Xiao memijit pangkal hidungnya. "Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa menikahi gadis ataupun wanita lain." "Jadi kau sudah pernah menikah sebelumnya?" Teng Fei menanggapinya terperanjat kaget. "Bukan, hais~ aku belum pernah menikah. Tapi aku sudah memiliki sumpah dan perjanjian menikah dengan seorang gadis lain. Jika aku mengingkarinya, bukan hanya nyawaku yang terenggut, nyawa gadis atau wanita lain yang kunikahi akan terancam bahaya juga." "Kau membuatku takut." Membahas soal kematian,
Pembicaraan mereka terhenti tatkala terdengar suara pusaran air dari sungai di dekat mereka."Sepertinya ada sesuatu." Teng Fei mencoba mendekati untuk memeriksanya.Belum sempat melangkah lebih jauh Shen Xiao mengatakan perintah penuh peringatan tegas, "Jangan mendekatinya jika tidak ingin mati." Tan Wei menoleh, mencoba bertanya, "Itu sebenarnya apa yang terjadi?"Shen Xiao juga penasaran. Ia hanya memperkirakan, "Sungai ini tidak biasa, di dalamnya pasti ada sesuatu. Bisa jadi ada Demon Best di dalamnya.""Tuan, sepertinya kau benar," timpal Shen Long."Shen Long apa kamu sudah memeriksanya?" tanya Shen Xiao pada Hewan bersisik itu."Belum," geleng Shen Long. "Aku hanya percaya dengan perkataanmu Tuan."Shen Xiao menunjukkan pandangan datarnya. "Bukan itu jawaban yang seharusnya kudengar darimu.""Tuan! Shen Long akan memeriksanya!" ucapnya seketika saat melihat ketidaksenangan Shen Xiao padanya, Shen Long langsung saja mengepakkan sayap kecilnya, terbang ke arah sungai beraliran l
Sesuatu meluncur dari atas dalam waktu tak dapat diperkirakan hampir tepat mengenai Shen Xiao dan Teng Fei yang berada di bawahnya. BLAAAARR! Atas suara memekik Tan Wei yang menyuruh mereka menyingkir, keduanya dapat berhasil selamat dari sesuatu yang jatuh dari atas langit tersebut hingga menimbulkan suara hantaman yang sangat keras mengenai tanah. Shen Xiao hampir merasakan jantungnya terlepas setelah dua kali dikejutkan. Pemuda itu berada dalam posisi berdiri saling berdekatan dengan Teng Fei, karena di saat tadi, ia ditarik Teng Fei cepat menjauh bersama. "Itu apa?" Terdengar gumaman pelan Teng Fei penuh rasa penasaran terhadap sesuatu yang jatuh itu dari atas begitu sangat cepat hampir saja tak disadarinya. Karena rasa penasarannya yang terlalu besar. Teng Fei memutuskan mendekati tempat itu. Perlahan ia berjalan untuk melihat sesuatu yang masih tertutup kepulan debu. Ada kilatan cahaya biru terang yang mulai terlihat dari balik debu yang menutupi. Itu seperti petir. Dan ben
"Sudah beres 'kan?" ujar Shen Xiao pada Tan Wei sembari mengambil duduk di rerumputan dekat dengan para mayat bandit yang ia bunuh tadi."Kau tidak jijik duduk di situ?" Tan Wei menatapnya bergidik ngeri. "Para bandit yang kau bunuh rata-rata mati mengenaskan." Bibirnya berkedut, bulu kuduknya juga berdiri, terasa jelas bahwa ia sangat merinding melihat mayat-mayat bandit yang terbunuh oleh pemuda bertongkat bambu tersebut.Shen Xiao menggeleng. Lalu berkata, "Aku tidak bisa bersikap lembut seperti mu.""Tapi itu tidak manusiawi." Tan Wei baru pertama kali melihat hal yang seperti ini. Dan ia rasa, itu terlihat sangat tak pantas. "Aku kan sudah bilang, aku tidak lembut seperti mu," jelas Shen Xiao lagi dengan nada tegas dan mata terpasang dingin. Tan Wei mendengus gusar. Susah sekali berbicara dengan orang keras kepala sepertinya. Lebih baik ia menghampiri Teng Fei yang berdiri diam menatapi mayat-mayat bandit yang dibunuhnya bersama dua orang yang baru dikenalinya, siapa lagi jika b
Sreekk! "Nona Li Jia ... !" Chan Fan berteriak kaget. Li Jia baru menapak kaki ke tanah secara tiba-tiba diserang dalam gerakkan cepat tanpa aba-aba oleh An Ni, wanita kembaran An Na yang tadinya melawannya. Karena melihat sang saudarinya terjatuh melawan Li Jia langsung tak sadarkan diri, An Ni tak mengundur waktu memberi balasan ke Li Jia. Li Jia menangkisnya sedikit, namun itu tak menghindarinya terkena goresan cukup dalam di bagian lengan tangannya yang tak tertutup jirah perang. Sampai Chan Fan bergerak cepat melawan An Ni dengan teknik pedang ganda miliknya. "HIYAAATT! MATI KAU!" Sriinggs! Meski tampak kelelahan. An Ni masih bisa menahan serangan kuat Chan Fan. Sorot matanya bahkan masih terpancar tajam, begitu mengandung amarah yang besar terhadap mereka. Li Jia tak mengindahkan luka yang diterimanya. Ia masih peduli dengan lawannya, sebagai seorang pendekar pedang paling muda yang pernah memenangkan turnamen mewakili Sekte-nya. Tak ayal lagi, bila gadis cantik berwajah da
Trangg!"Berhati-hatilah." Li Jia menahan serangan yang yang hampir saja mengenai punggung Chan Fan."Nona Li juga." Keduanya saling menahan serangan yang terarah ke arah mereka dengan posisi saling membelakangi.Mereka berdua melawan wanita kembar yang memiliki senjata andalan pedang panjang yang terlihat lemir saat digunakan. Kedua wanita itu memiliki penampilan yang sangat mencolok dengan warna merah. Keduanya memiliki penampilan yang sama, dari atas kepala sampai ujung kaki. Yang membedakan mereka hanya tatanan ikatan rambut. An Na, yang rambutnya terikat miring ke kanan dan An Ni rambutnya terikat miring ke kiri.Menghentikan gerakkannya setelah secara cepat menangkis teknik pedang ganda Chan Fan. An Na berbicara kepada saudari perempuannya, "Saudariku ku, sekarang cukup seru. Kamu harus tunjukkan kepada mereka, seperti apa kerja sama itu." An Na menunjukkan seringaian lebar di hadapan Chan Fan. An Ni berhasil menghalau permainan pedang Li Jia, sejenak berhenti dan memundurkan l
Shen Xiao menjatuhkan pandangannya ke arah seorang bandit yang memegang bendera dengan lambang gagak hitam. Dari atas tempatnya berada, di benteng pertahanan kota bersama beberapa prajurit pertahanan di kota ini, yang tak pernah terlihat, namun kini terlihat di saat-saat genting bersama Zhang Cheng. Karena mereka merupakan prajurit terlatih Zhang Cheng yang akan digerakkan di saat seperti ini."Aku merasa pernah menemuinya," gumam Shen Xiao merasakan perasaan familiar dengan seseorang tersebut."Tuan Shen, jangan membunuh lagi." Shen Xiao menoleh ke samping tersadar dengan panggilan Xin Xin Hewan kontraknya sambil menarik pelan lengan bajunya sembari memberikan tatapan memohon di matanya."Huft ... aku tidak bisa jamin," ujar Shen Xiao menghembuskan pelan napasnya menyatakan keraguan di matanya.Xin Xin menyahutnya tegas, "Maka pergi dari sini, tetaplah berada di kediaman keluarga Li. Jangan berada di tempat yang akan memunculkan rasa haus darah mu kembali. Di sini bahaya untuk mu. Ak
"Sepertinya aku tidak bisa menahannya." Shen Xiao berkata pada Xin Xin lewat telepati dan saat ini matanya menunjukkan rasa canggung kepada gadis Phoenix itu.Xin Xin mendengus kesal. "Huh! Kebiasaan.""Apa dia sekuat itu?!""Ini tidak benar, dia pasti pimpinan bandit!""Matilah kita, sekarang kota kita akan hancur kembali."Li Jia yang tadinya begitu membela Shen Xiao menjadi menatapnya penuh keraguan. Apa benar Shen Xiao itu pimpinan bandit."Haiss~ aku sudah muak mendengarnya." Shen Xiao memegangi kepalanya dan satu tangannya memegangi tongkat bambunya yang sempat dipijak pria berjubah tadi, hingga ia spontan memukulnya. "Pimpinan banditlah, kakak buruklah, pendosalah. Apa saja kalian tuduhkan padaku. Sebenarnya mata dan otak kalian itu, kalian letak di mana sampai semudah itu menilai orang? Aku bukan seorang yang kalian kira seburuk itu, walaupun aku sadar, aku bukan orang yang baik. Sebenarnya, apa kalian tidak berpikir? Semua orang itu tidak ada yang murni berhati baik. Semuanya
"Nona Li Jia, apa yang dia lakukan di sini?""Tidak biasanya Nona Li Jia akan ikut campur. Apa dia memiliki hubungan sesuatu dengan laki-laki itu?""Aku dengar bahwa keluarga Li membawa orang asing lagi di keluarganya? Sepertinya benar dan dia pemuda asing itu."Bisikan para warga terdengar setelah keheningan tercipta. Dalam tiap langkah yang diambil gadis itu, membuat banyak pasang mata memandangnya dengan berbagai bisikan."Bisakah berhenti mulai sekarang? Tindakan yang Anda lakukan sudah cukup sampai di sini." Li Jia membuka suara kembali saat sudah berdiri di depan sosok berjubah putih dengan penutup tudung yang membuat wajahnya sampai sulit terlihat orang, kecuali jika berjarak dekat dengannya."Jangan ikut campur," ucapannya dingin.Li Jia berkata, "Mau sampai kapan? Tindakan Anda sudah cukup keterlaluan untuk saya tidak ikut campur.""Kembalilah pulang, di sini bukan tempat mu, Nona.""Saya warga kota ini, saya memiliki suara atas kota ini. Dan Anda ... siapa Anda?" Li Jia masih