DRTTT… DRTT…
Chae Ra terpaksa membuka matanya lalu mengambil ponselnya yang bergetar.[JU YEONG]Calling…“Ck… apalagi ini?” Gumam Chae Ra yang tak terima tidurnya diganggu“Hm?”“Kau belum bangun?”“Menurutmu?”“Hah… kau lupa agenda kita hari ini?”“Tidak ada panggilan atau mengusiran hari ini”“Kau pikir hidupmu hanya untuk pengusiran roh saja? Ayolah hidupmu masih panjang”“Langsung saja kua mau bicara apa denganku!!!”“Kau lupa kaya kita akan kencan? Dasar kau ini, bersiaplah tak perlu tampil cantik. Sebentar lagi akan ku jemput”TIT….Setelah panggilannya terputus, Chae Ra yang masih mengumpulkan nyawanya hanya memandang layar ponselnya dengan sinis....“Mau kemana?” Tanya ibu tanpa memutuskan matanya pada majalah yang ia baca“Kencan” jawab Chae Ra datarMendengar itu, ibu Chae Ra langsung memandang Chae Ra dengan datar lalu kembali membaca majalahnya“Pria bertato itu?” Tanya ibu memastikan“Iya” jawab Chae Ra sambil memakai sepatunya“Aku bingung dengan pemikiran mu” gumam ibu“Kalau begitu tak usah di pikirkan” jawab Chae Ra dengan datar lalu berdiri dari sofa“Aku pergi” pamitnya lalu melangkah keluarIbu Chae Ra kembali mengangkat pandangannya melihat sang anak berjalan keluar.“Anak itu” geram sang ibu“Sudah ku bilang tak perlu tampil cantik. Apakah ini resiko punya kekasih yang cantik? Pokoknya aku harus berada di sampingmu setiap saat” ucap Ju Yeong yang terpesona melihat Chae Ra“Tidak perlu memujiku” ucap Chae Ra“Kenapa? Aku kan berbicara fakta” ucap Ju Yeong sambil membuka pintu mobil untuk sang kekasih“Kenapa kau banyak bicara saat hanya bersama ku?” Tanya Chae Ra sudah duduk di dalam mobil“Karena kau guru ku” jawab pria itu lalu menyalakan mobil“Terserah”..“Tas ini cocok untuk mu” puji seorang gadis saat berpapasan dengan Chae Ra“Hm? Terima kasih” jawab Chae Ra“Kau membelinya di toko Herme?” Tanyanya“Sebenarnya kekasihku yang membe—““Ya aku membelikannya saat berkunjung ke paris” potong Ju Yeong yang tiba-tiba berada di samping Chae Ra“Wah, kalian sangat romantis. Aku bisa merasakan Aura yang kuat pada diri kalian. Kalau begitu silahkan bersenang-senang” pamit gadis itu“Sudah ku bilang ini terlalu mahal” bisik Chae Ra“Sudah ku bilang ini cocok untuk mu” bisik Ju Yeong“Terserah”DRTT… DRTT…Ponsel Ju Yeong bergetar[BIKSU YUU]Calling…“Hm?” Mereka saling memandang, lalu Chae Ra mengisyaratkan untuk segera mengangkat panggilan itu“Biksu yuu? Ada apa menelponku?” Tanya Ju Yeong“Ju Yeong-ah aku mendapat laporan bahwa terdapat satu keluarga tengah berada dalam masalah, mereka mengalami gangguan yang ku rasa dari gangguan roh”“Gangguan roh?” Tanya Ju Yeong memastikan sambil menatap Chae Ra yang juga ikut menyimak“Iya, mereka baru saja pindah dari Busan dan punya 5 anak perempuan, aku ingin meminta tolong agar kau datang dan memastikan bahwa laporan itu benar atau tidak”“Untuk memastikan kurasa bisa-bisa saja” jawab Ju Yeong“Baiklah, rumah mereka berada di daerah Gannam. Untuk kontak merekam dan lebih jelasnya akan ku kirim lewat pesan”“Baiklah, kapan aku bisa datang?” Tanya Ju Yeong“Besok atau secepat yang kau bisa”“Baiklah, nanti akan ku kabari” pamit Ju Yeong“Terima kasih”TIT…“Aku ikut” ucap Chae Ra“Tidak” ucap Ju Yeong“Apa maksudmu? Berani melarang ku?”“Aku bukannya melarangmu, ini hanya kunjungan biasa, jadi kau tak perlu repot-repot ikut datang. Lagi pula kau baru saja menginap kembali di rumahmu setelah sekian lama kau menjauh” jelas Ju Yeong“Tapi memastikan keadaan juga tugasku. Keluargaku juga tak peduli dengan apa yang kulakukan” balas Chae Ra“Jeon Chae Ra” panggil Ju Yeong dengan tegas“Kenapa? Kau lupa kalau kita harus melakukan semuanya berdua? Aku bahkan rela memanggilmu untuk melakukan ritual hanya karena aku merasa bahwa ada yang kurang saat diriku melakukannya sendiri. Lalu sekarang kau sudah tidak membutuhkan ku lagi?” Ucap Chae Ra panjang lebar“Bukan begitu, sampai kapan pun aku masih membutuhkan mu. Tapi saat ini keluargamu pasti membutuhkan anak perempuan bungsunya yang selama ini sibuk mengusir roh jahat” ucap Ju Yeong dengan lembutMendengar itu Chae Ra menundukkan kepalanya. Sadar dengan apa yang Ju Yeong ucapkan. Selama ini ia sudah terlalu jauh dari keluarganya. Memutuskan untuk tinggal bersama sang nenek membuatnya merasa cukup jauh dari sang ayah, ibu dan kakaknya. Meskipun mereka menentang pilihan Chae Ra yang menjadi Shaman di usianya yang masih sangat muda. Bagaimana pun juga ikatan darah mereka juga masih kuat.“Kalau ada apa-apa, segera panggil aku” ucap Chae Ra yang masih menunduk“Aku berjanji” ucap Ju Yeong mengangkat kepala Chae Ra lalu mengelus pipinya dengan lembut.Chae Ra yang sedang menyetir dengan kecepatan sedang sambil sesekali ikut bersenandung mendengar lagu favoritnya yang diputar. Kliennya yang akan ia temui saat ini tinggal di sekitar kaki gunung Inwangsan, cukup jauh dari pusat kota Seoul. Membuatnya harus memakai pakaian lebih tebal untuk daerah dingin seperti di area kaki gunung.Tak menunggu waktu lama, Chae Ra sudah sampai di alamat yang ia tuju. Terlihat beberapa rumah tradisional yang masih di ditinggali beberapa keluarga, meskipun untuk zaman sekarang hal ini sudah terlalu kuno.Chae Ra pun turun dari mobil dengan pakaian musim dingin berwarna hitam senada dengan rok panjang, dan jas kulit yang menutup badan sampai betisnya. Ditambah lagi ia memakai sepatu boots tinggi yang membuat kakinya lebih jenjang. Rambut panjangnya terurai ke belakang tanpa menghalangi wajah cantiknyaPenampilannya saat ini lebih terlihat seperti model dibanding shaman atau dukun.“Kau yakin dia orangnya?” ucap seorang wanita tua sedang berbisik pada pr
Bibi Kim Ai Ra dan Paman Kim Shin memperhatikan Chae Ra yang masih dengan posisinya berdiri di dekat gantungan jasnya. Telapak tangan yang menyatu sambil membaca mantra dengan mata tertutup.FYUUUUUSHHHH!Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menembus dalam rumah, lampu yang awalnya bersinar dengan terang kini terlihat kedap kedip tak menentu.“Apa— apa yang terjadi?” Chae Ra tidak menggubrisnya. Ia masih bertahan di posisi itu, melihat kejadian-kejadian yang tidak dua orang itu ketahui. Dirinya adalah saksi pembunuhan sadis itu.“HA?!” teriak Chae Ra kaget dengan darah yang juga terciprat pada wajahnyaSuasana yang tiba-tiba sunyi. Lalu ia kembali menatap sekelompok itu. Semua Orang itu menatapnya dengan mata yang hampir keluar. Raut wajah yang penuh dengan dendam dan emosi“Kau?!” ucap pria itu yang masih memegang pedang di tangannya dengan darah segar yang masih melekat pada badan pedang itu.Ia berjalan mendekat ke arah Chae Ra seakan Chae Ra adalah musuh yang harus dimusnahka
Dari sanalah cerita Bibi Kim menangis sambil terisak. Disebutkan bahwa suaminya mengambil kalung berharga milik keluarganya, yang menentang hubungan mereka. Beberapa kali Bibi Kim melarangnya, tapi ia tetap tidak mau dengar.Chae Ra melihat raut wajah pria itu dari secangkir teh kini berubah dengan ekspresi sedih. Seakan-akan juga ikut merasakan kepedihan di hati sang istri.“Bibi… semua ini diluar kuasamu dan tentu di luar kuasaku juga. Takdir yang Tuhan berikan tidak bisa di tentang. Namun hubungan kalian bukanlah perlawanan takdir, melainkan perjuangan takdir,” ucap Chae Ra dengan lembutBibi kim masih menangis di dalam pelukan sang adik.“Hah… suamimu, dikuburkan di sini. Lebih baik kita makamkan dengan layak, sebelum matahari terbenam.” ucap Chae Ra memutuskan “Bagaimana bisa? Bagaimana caranya?” Tanya paman KimChae Ra berjalan keluar menuju ruang tamu untuk mengambil ponsel. Lalu menelpon seseorang untuk meminta bantuan“Halo? Bisa bantu aku? Tenang saja semuanya akan dibagi ra
Chae Ra dan rekannya sudah berganti pakaian dengan pakaian yang modern. Sebelumnya mereka memakai pakaian tradisional untuk melakukan upacara.“Ini untuk mu,” ucap bibi kim sambil memberikan amplop yang cukup tebal.“Bibi? Kurasa ini lebih,” ucap Chae Ra menerima amplop itu.“Tidak, itu bahkan tak sebanding dengan rasa terima kasihku pada kalian,” ucap bibi kim.“Kami menikah 40 tahun yang lalu, saat aku seusia mu menikah di umur 20 tahun memang terbilang sangat cepat. Tapi aku percaya laki-laki yang menjadi suami ku ini adalah pria yang sangat baik. Dan kami saling mencintai.” Ucap bibi Kim menceritakan masa lalunya, “ia selalu membuatku merasa senang, merasa nyaman saat didekatnya. Namun sayangnya keluarga kami menentang, maksudku keluargaku. Karena suamiku sudah hidup sendiri sejak ia kecil, membuat orang-orang dengan santainya merendahkan dan menginjak-injak nya. Keluargaku yang masih memegang erat status kasta tentu sangat menentang hubungan kami.” Chae Ra masih mendengar dengan