Chae Ra dan rekannya sudah berganti pakaian dengan pakaian yang modern. Sebelumnya mereka memakai pakaian tradisional untuk melakukan upacara.
“Ini untuk mu,” ucap bibi kim sambil memberikan amplop yang cukup tebal.“Bibi? Kurasa ini lebih,” ucap Chae Ra menerima amplop itu.“Tidak, itu bahkan tak sebanding dengan rasa terima kasihku pada kalian,” ucap bibi kim.“Kami menikah 40 tahun yang lalu, saat aku seusia mu menikah di umur 20 tahun memang terbilang sangat cepat. Tapi aku percaya laki-laki yang menjadi suami ku ini adalah pria yang sangat baik. Dan kami saling mencintai.” Ucap bibi Kim menceritakan masa lalunya, “ia selalu membuatku merasa senang, merasa nyaman saat didekatnya. Namun sayangnya keluarga kami menentang, maksudku keluargaku. Karena suamiku sudah hidup sendiri sejak ia kecil, membuat orang-orang dengan santainya merendahkan dan menginjak-injak nya. Keluargaku yang masih memegang erat status kasta tentu sangat menentang hubungan kami.”Chae Ra masih mendengar dengan serius apa yang diceritakan bibi Kim. Namun matanya tak henti hentinya menatap jam tangannya dan langit juga sudah mulai gelap. Mengingat perintah sang ibu beberapa waktu lalu saat ia di telepon.“Hingga kami membutuhkan untuk menikah secara diam-diam. Setelah kami menikah, kami berusaha menemui keluargaku, tentu saja kami menerima hinaan dan cacian, bahkan ayah ku yang pada saat itu marah besar hingga bersumpah bahwa ia tidak menganggapku lagi anak perempuannya. Rasanya sangat sakit mendengar hal itu. Tapi adik laki-lakiku adalah satu-sarunya orang yang mendukungku. Ia bahkan memberiku hadiah pernikahan, sepasang cincin dan kalung emas terlihat sangat cantik maka itu kami jadikan sebagai cincin pernikahan kami. Namun saat barang-barangku di keluarkan dengan paksa. Aku kehilangan kalung itu dan adikku yang mengetahui hilangnya kalung itu berusaha untuk mencarinya. Begitu juga dengan suami ku.” lanjutnya FLASHBACK...“Sayang… kurasa kalung itu tertinggal di kamarmu,” ucap suami bibi kim.“Benarkah? Kalau begitu akan ku ambilkan,” ucap paman kim.“Jangan, nanti ayah bisa marah besar padamu kalau ia tahu kau masih sering mengunjungiku,” cegah bibi kim.FLASHBACK END.Mengingat kejadian itu membuat air mata bibi kim kembali menetes. Chae Ra juga terlihat sedih saat merasakan kepedihan bibi kim yang mendalam.“Aku tidak tahu kenapa ini bisa terjadi. Suami ku memutuskan untuk menyelinap saat tengah malam masuk dalam rumahku, untuk mengambil kalung emas itu. Ia memang berhasil mengambilnya namun pengawal ayahku sudah menangkapnya saat suamiku baru saja sampai di rumah kami, mereka juga menculikku dan adikku agar menjauh dari suamiku. Saat itulah terakhir kali aku melihatnya,” ucap bibi kim penuh haru.“Aku tak menyangka selama ini aku berada di dekatnya…,” ia menarik napas, “sangat dekat… kini aku sudah merelakannya aku sudah mengiklaskannya,” ucapnya lagi berusaha tetap tegar dengan paman kim yang merangkulnya untuk menenangkan sang kakak.“Kalian berdua masih muda, nikmati masa muda kalian dengan baik. Kehidupan pernikahan tidak sepenuhnya buruk. Jika kau bersama dengan orang yang kau cintai, semuanya akan terasa ringan,” ucap bibi kim pada Chae Ra dan rekannya.Mendengar hal itu, mereka berdua merasa canggung dan tersenyum canggung.“Ah, terima kasih atas nasehatnya. Akan kami ingat setiap waktu,” ucap rekan Chae Ra dengan senyum manis.“Siapa namamu?” Tanya paman kim“Kwon Ju Yeong.” Jawab rekan Chae Ra.“Nama yang bagus, kau juga sangat tampan. Kalian berdua terlihat serasi,” puji paman kim.“Hahaha… paman bisa saja, kalau begitu kami pamit pulang, karena ini sudah malam kalian harus mimpi indah bukan?” Pamit Chae Ra dengan canggung.“Hahahaha… kau ini bisa saja, menginap lah untuk semalam. Akan kami sajikan daging bakar sebagai tanda terima kasih,” ucap bibi kim.“Terima kasih atas tawarannya bibi, tapi malam ini aku ada urusan. Jadi sepertinya harus segera pulang,” tolak Chae Ra dengan sopan.“Aigoo… kau anak yang cantik dan sopan dan juga punya keistimewaan. Di zaman seperti ini anak gadis seusiamu tidak akan pernah berminat untuk menjadi Shaman. Aku bangga padamu,” puji bibi kim pada Chae Ra.“Takdir yang membuatku memilih ini. Terima kasih bibi dan paman. Kalau begitu kami pamit dulu,” pamit Chae Ra di ikuti Ju Yeong.“Kau bawa mobil?” Tanya Ju Yeong pada Chae Ra.“Tentu saja.” Jawab Chae Ra menuju mobilnya.“Biasanya kita satu mobil,” ucap Ju Yeong merasa sedih.“Kenapa kau terlihat murung? Pulanglah, hanya beda mobil bukan berarti tidak akan bertemu,” ucap Chae Ra sambil masuk dan duduk di kursi sopir mobilnya.“Kau akan ke soul malam ini?” Tanya Ju Yeong yang berdiri di depan jendela mobil Chae Ra“Iya, ada makan malam penting katanya,” jawab Chae Ra malas.“Kalau begitu besok kita kencan,” ucap Ju Yeong dengan semangat.“Ha? Aku belum menjawab iya atau tidak,” ucap Chae Ra tidak terima.“Memangnya aku bertanya padamu? Aku bilang besok kita kencan. Itu artinya sudah mutlak dan tidak bisa di tolerir lagi.” Ucap Ju Yeong.“Terserah, kau memang suka memerintah.” Ucap Chae Ra lalu menaikkan kaca mobilnya....“Dimana anak itu? Seharusnya kita sudah makan malam sekarang dan anak itu masih belum menunjukkan batang hidungnya,” omel ibu Chae Ra“Tenanglah, jalanan pasti sangat macet,” ucap sang suami menenangkan.“Bagaimana aku bisa tenang?! Kalau anak perempuanmu satu-satunya memilih untuk kehidupan yang lebih rumit dan dibanding menjalani kehidupan seperti anak gadis pada umumnya?!!” Ucap sang ibu emosi.“Apanya yang rumit?” Tanya Chae Ra tiba-tiba sudah ada di dalam ruangan.“Chae Ra? Aku merindukan mu.” Jeon Ji Song sang kakak menyambut dengan hangat sang adik.Chae Ra dengan Wajah datar memutuskan untuk duduk tanpa mengeluarkan suara satu kata pun. Ia duduk berhadapan dengan sang ibu di meja makan panjang yang hanya di isi oleh empat orang ini.“Bagaimana hari mu?” Tanya sang ayah pada sang putra.“Sangat baik, penelitianku akan segera rampung. Jadi sudah mau menyelesaikan tugas akhir,” jawab Ji Song.“Itu hal yang bagus, semangat!!” Ucap sang ayah.“Kalau anak cantik ku? Bagaimana harimu?” Tanya sang ayah pada Chae Ra.“Hari ku juga baik. Pagi-pagi pergi beribadah di kuil, lalu membantu nenek memasak sarapan, lalu berolahgara, selanjutnya makan siang. Lalu membantu bibi kim yang selalu di hantui dengan kepergian suaminya.” Jawab Chae Ra dengan santai sambil menyuapkan makanannya.“Bibi itu selalu dihantui dengan kepergian suaminya? Itu sangat menyedihkan. Tapi karena Chae Ra yang membatu itu sudah sangat baik. Semoga ia bisa melanjutkan kehidupannya dengan bahagia,” ucap ayah mengapresiasi sang putri.“Apanya yang baik? Itu terdengar tak masuk akal,” ucap ibu yang terlihat tak senang, “Chae Ra-ah, ibu menginginkan kau menjadi dokter agar kau bisa hidup dengan normal. Ibu bahkan tak habis pikir saat kau memilih jalan hidupmu seperti ini”“Justru aku yang masih tak habis pikir kenapa ibu masih ingin mengatur kehidupanku. Aku menikmati apa yang ku pilih,” jawab Chae Ra tetap dengan pendiriannya.“Maksud ibu—““Ekhheem… dari pada membuat meja makan ini jadi panas, lebih baik kita tak perlu membicarakan hal itu lagi,” ucap ayah memotong ucapan ibu.“Chae Ra-ah, kau terlihat lebih dewasa, dulu kau masih bisa ku gendong sekarang pasti sudah berat,” ucap Ji Song sambil bergurau.“Anak gadis ku sudah dewasa, tunggu dulu ya.” Ucap sang ayah yang tiba-tiba pergi.Chae Ra terlihat kebingungan“Selamat ulang tahun putri ku,” ucap ayah yang tiba-tiba datang kembali sambil membawa kue ulang tahun di kedua tangan nya.“Aku, aku ulang tahun?” Tanya Chae ha yang masih bingung. Ia lupa bahwa 28 November adakah hari ulang tahun nya.“Ya ampun, kau bahkan lupa ulang tahunmu sendiri? Untung kita masih mengingatnya. Ayo tiup lilinnya,” ucap Ji Song.Sedangkan ibu hanya duduk menatap sang putri di hadapannya yang sedang tertawa senang dengan ayah dan kakaknya.Bagaimanapun juga ia tetap menyayangi sang putri. Meskipun ia menentang pilihan hidupnya.“Menginaplah malam ini. Nenek juga sudah tahu kok,” Ucap Ji Song.“Kenapa nenek tidak diajak?” Tanya Chae Ra.“Nenek menolak. Dan menyuruh mu agar lebih dekat dengan kami.” jawab Ji Song dengan nada tegas.“Baiklah,” ucap Chae Ra menuju kamarnya yang berada di lantai dua.DRTTT… DRTT…Chae Ra terpaksa membuka matanya lalu mengambil ponselnya yang bergetar.[JU YEONG]Calling…“Ck… apalagi ini?” Gumam Chae Ra yang tak terima tidurnya diganggu“Hm?”“Kau belum bangun?” “Menurutmu?”“Hah… kau lupa agenda kita hari ini?”“Tidak ada panggilan atau mengusiran hari ini”“Kau pikir hidupmu hanya untuk pengusiran roh saja? Ayolah hidupmu masih panjang”“Langsung saja kua mau bicara apa denganku!!!”“Kau lupa kaya kita akan kencan? Dasar kau ini, bersiaplah tak perlu tampil cantik. Sebentar lagi akan ku jemput”TIT….Setelah panggilannya terputus, Chae Ra yang masih mengumpulkan nyawanya hanya memandang layar ponselnya dengan sinis....“Mau kemana?” Tanya ibu tanpa memutuskan matanya pada majalah yang ia baca“Kencan” jawab Chae Ra datarMendengar itu, ibu Chae Ra langsung memandang Chae Ra dengan datar lalu kembali membaca majalahnya“Pria bertato itu?” Tanya ibu memastikan“Iya” jawab Chae Ra sambil memakai sepatunya“Aku bingung dengan pemikiran mu” gumam
Chae Ra yang sedang menyetir dengan kecepatan sedang sambil sesekali ikut bersenandung mendengar lagu favoritnya yang diputar. Kliennya yang akan ia temui saat ini tinggal di sekitar kaki gunung Inwangsan, cukup jauh dari pusat kota Seoul. Membuatnya harus memakai pakaian lebih tebal untuk daerah dingin seperti di area kaki gunung.Tak menunggu waktu lama, Chae Ra sudah sampai di alamat yang ia tuju. Terlihat beberapa rumah tradisional yang masih di ditinggali beberapa keluarga, meskipun untuk zaman sekarang hal ini sudah terlalu kuno.Chae Ra pun turun dari mobil dengan pakaian musim dingin berwarna hitam senada dengan rok panjang, dan jas kulit yang menutup badan sampai betisnya. Ditambah lagi ia memakai sepatu boots tinggi yang membuat kakinya lebih jenjang. Rambut panjangnya terurai ke belakang tanpa menghalangi wajah cantiknyaPenampilannya saat ini lebih terlihat seperti model dibanding shaman atau dukun.“Kau yakin dia orangnya?” ucap seorang wanita tua sedang berbisik pada pr
Bibi Kim Ai Ra dan Paman Kim Shin memperhatikan Chae Ra yang masih dengan posisinya berdiri di dekat gantungan jasnya. Telapak tangan yang menyatu sambil membaca mantra dengan mata tertutup.FYUUUUUSHHHH!Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menembus dalam rumah, lampu yang awalnya bersinar dengan terang kini terlihat kedap kedip tak menentu.“Apa— apa yang terjadi?” Chae Ra tidak menggubrisnya. Ia masih bertahan di posisi itu, melihat kejadian-kejadian yang tidak dua orang itu ketahui. Dirinya adalah saksi pembunuhan sadis itu.“HA?!” teriak Chae Ra kaget dengan darah yang juga terciprat pada wajahnyaSuasana yang tiba-tiba sunyi. Lalu ia kembali menatap sekelompok itu. Semua Orang itu menatapnya dengan mata yang hampir keluar. Raut wajah yang penuh dengan dendam dan emosi“Kau?!” ucap pria itu yang masih memegang pedang di tangannya dengan darah segar yang masih melekat pada badan pedang itu.Ia berjalan mendekat ke arah Chae Ra seakan Chae Ra adalah musuh yang harus dimusnahka
Dari sanalah cerita Bibi Kim menangis sambil terisak. Disebutkan bahwa suaminya mengambil kalung berharga milik keluarganya, yang menentang hubungan mereka. Beberapa kali Bibi Kim melarangnya, tapi ia tetap tidak mau dengar.Chae Ra melihat raut wajah pria itu dari secangkir teh kini berubah dengan ekspresi sedih. Seakan-akan juga ikut merasakan kepedihan di hati sang istri.“Bibi… semua ini diluar kuasamu dan tentu di luar kuasaku juga. Takdir yang Tuhan berikan tidak bisa di tentang. Namun hubungan kalian bukanlah perlawanan takdir, melainkan perjuangan takdir,” ucap Chae Ra dengan lembutBibi kim masih menangis di dalam pelukan sang adik.“Hah… suamimu, dikuburkan di sini. Lebih baik kita makamkan dengan layak, sebelum matahari terbenam.” ucap Chae Ra memutuskan “Bagaimana bisa? Bagaimana caranya?” Tanya paman KimChae Ra berjalan keluar menuju ruang tamu untuk mengambil ponsel. Lalu menelpon seseorang untuk meminta bantuan“Halo? Bisa bantu aku? Tenang saja semuanya akan dibagi ra