Chae Ra yang sedang menyetir dengan kecepatan sedang sambil sesekali ikut bersenandung mendengar lagu favoritnya yang diputar.
Kliennya yang akan ia temui saat ini tinggal di sekitar kaki gunung Inwangsan, cukup jauh dari pusat kota Seoul. Membuatnya harus memakai pakaian lebih tebal untuk daerah dingin seperti di area kaki gunung.Tak menunggu waktu lama, Chae Ra sudah sampai di alamat yang ia tuju. Terlihat beberapa rumah tradisional yang masih di ditinggali beberapa keluarga, meskipun untuk zaman sekarang hal ini sudah terlalu kuno.Chae Ra pun turun dari mobil dengan pakaian musim dingin berwarna hitam senada dengan rok panjang, dan jas kulit yang menutup badan sampai betisnya. Ditambah lagi ia memakai sepatu boots tinggi yang membuat kakinya lebih jenjang. Rambut panjangnya terurai ke belakang tanpa menghalangi wajah cantiknyaPenampilannya saat ini lebih terlihat seperti model dibanding shaman atau dukun.“Kau yakin dia orangnya?” ucap seorang wanita tua sedang berbisik pada pria paruh baya di sampingnya“Tentu, dia itu shaman yang direkomendasikan dari kawanku,” jawab pria itu meyakinkan“Dia masih anak-anak! Dia tidak akan menipuku kan?”Baru saja pria itu ingin membalas ucapan wanita tua disampingnya, Chae Ra sudah memotong.“Tuan Kim Shin?” tanya Chae Ra yang sudah berada di hadapan sang pria tua“Ah? Iya! Itu saya! Saya yang menghubungi Anda,” ucap Paman Kim Shin“Senang bertemu denganmu.” Chae Ra tersenyum sambil mengangkat tangannya untuk bersalaman“Ah! Senang bertemu dengan Anda, Nona Chae.” Paman Kim Shin menjabat tangan dengan Chae RaChae Ra menarik tangannya, lalu menatap wanita tua yang ada di samping Kim Shin“Dia kakak perempuanku, Kim Ai Ra.” Paman Kim Shin memperkenalkan wanita tua itu“Wah, kita punya nama terakhir yang sama. Senang bertemu denganmu.”Chae Ra yang mengangkat tangannya lagi untuk bersalaman bersama bibi itu, tetapi dia masih terdiam menatap tangan Chae Ra. Ia masih menatap Chae Ra dengan penuh keraguan, sampai-sampai Paman Kim Shin menyenggol lengannya sedikit.“Ah… iya senang bertemu denganmu,” ucap sang bibi yang masih dengan senyuman canggung menjabat tangan Chae RaChae Ra yang sudah menyadari dari awal bahwa wanita tua di hadapannya ini meragukan kemampuannya. Namun ia tidak masalah dengan itu, sudah sering kali ia di ragukan dan tidak di percaya sebagai shaman hanya karena penampilannya yang modern.“Mari kita bicara di dalam,” ajak paman Kim Shin masuk ke dalam rumah tradisional itu.Chae Ra pun masuk lalu melepas sepatu dan jas kulitnya.DEG!!Baru saja satu kakinya melangkah masuk, ia sudah merasa tekanan yang sangat kuat. Pandangannya menjadi sedikit kabur dan detak jantungnya berdetak lebih kencang. Sensitivitasnya membuat semua indra yang ada pada dirinya lebih bisa merasakan dibanding orang lain pada umumnya.“Kami hanya bisa menyediakan teh hangat,” ucap Bibi sambil memberikan segelas teh hijau di hadapan Chae Ra“Tak apa, cuacanya juga sangat mendukung untuk segelas teh hijau yang hangat.” Chae Ra mengangkat segelas teh hangat itu, lalu menatap bayangannya pada air the. Ia meminumnya sedikitKedua orang tua itu menatap Chae Ra dengan bingung.“Baiklah, apa yang mengganggu kalian?” tanya Chae Ra to The point sambil meletakkan secangkir teh yang baru saja ia minumMatanya kembali menatap bayangannya pada air teh, tetapi tak ada bayangan wajahnya yang terpantul di dalam secangkir teh itu. Tidak ada reaksi yang Chae Ra berikan. Ia menyadari bahwa kedatangannya saat ini sangat tidak disukai dari sesuatu yang ada di rumah ini.“Sudah satu bulan ini kakakku bermimpi buruk dan mimpi buruk itu seperti cerita yang terus berlanjut, hingga kakakku merasa sangat terganggu.” Paman Kim Shin menjelaskan permasalahannya.“Masih ingat mimpinya?” tanya Chae Ra datarPaman Kim Shin menatap Kim Ai Ra, meminta kakaknya yang menjelaskan lebih rinci. Namun bibi ini masih terdiam dan menatap adiknya dengan tatapan keraguan. Ia masih ragu untuk menceritakan mimpinya pada gadis muda di hadapannya.Cukup lama Chae Ra melihat tingkah orang tua di hadapannya itu membuatnya menghela napas.“Hahh… kalau kalian masih ragu, kenapa kalian mengundangku datang ke sini? Lebih baik kalian pergi ke kuil dan rajin berdoa. Karena hanya kalian yang tersisa dan saling memiliki satu sama lain. Akan sangat mengganggu kalau masih ada keraguan di dalam hidup kalian,” ucap Chae Ra dengan panjang lebarMendengar itu sepasang saudara itu menatap Chae Ra kaget dan penuh tanya.“Bagai… bagaimana kau tahu kalau hanya kami yang tersisa di keluarga?” tanya Paman Kim Shin heran“Pandanganku dan pandangan kalian berbeda!” jawab Chae Ra kembali meneguk sedikit teh di hadapannya, dan tentu saja masih tak ada bayangan wajahnya di dalam secangkir teh ituIa kembali menatap jam tangannya menunjukkan waktu yang terus berjalan.“Makan malam nanti kau harus ikut duduk di meja makan!” Chae Ra kembali mengingat perkataan sang ibu sebelum dia berangkat ke rumah ini.“Kalau kalian masih ragu lebih baik aku pulang, ada hal yang harus ku lakukan dibanding meyakinkan kalian.” Chae Ra berdiri, lalu mengambil jas kulitnya yang tergantung di pojok ruangan.“Tunggu! Kami percaya padamu! Ku mohon, bantulah kami!” Paman Kim Shin yang ikut berdiri, mencegah kepergian Chae RaChae Ra yang mendengar itu kembali menghela napasnya, lalu kembali menggantungkan jasnya. Namun saat ia berbalik, Paman Kim Shin dan Bibi Ai Ra tiba-tiba menghilang. Suasana rumah itu menjadi lebih dingin dan sunyi.Chae Ra berjalan kembali ke tempat duduknya. Ia masih berdiri dan menunduk, lalu menatap secangkir teh hijau yang sudah ia minum tadi.Anehnya kali ini bayangan wajahnya sudah terpantul. Air teh yang di dalam cangkir itu tampak bergetar meskipun tak ada yang memegangnya. Cangkir itu masih berdiri tegak di atas meja.TAK! TAK! TAK! TAK! TAK!Chae Ra mengalihkan pandangannya dari cangkir teh itu menuju sumber suara langkah-langkah kaki yang sangat cepat. Suara itu terdengar di bagian belakang rumah, Chae Ra pun mengikuti suara langkah kaki itu tanpa ragu ataupun rasa takut.TAK! TAK! TAK! TAK! TAK!Semakin jelas suara langkah-langkah kaki itu dan semakin cepat ritme yang di dengar Chae Ra.TAK!Suara itu berhenti tepat saat Chae Ra berada di ruang keluarga.Suasana rumah itu juga masih sunyi dan dingin. Chae Ra pun menyadari bahwa ia sudah berada di dunia lain. Namun ia tidak terlihat panik atau takut. Ia hanya terus mengikuti instingnya.“Ada apa ini? Kau menuntunku ke titik tengah rumah ini?” tanya Chae Ra pada siapa pun yang berada di rumah ituNamun tak ada jawaban.Chae Ra memutuskan untuk merapatkan telapak tangannya lalu membacakan sebuah mantra. Ia menutup matanya, hingga menemukan kilas balik tentang apa yang terjadi pada semua gangguan ini.“TIDAK! JANGAN! ISTRIKU TIDAK SALAH! KAU BUNUH SAJA AKU!” teriak seorang pria yang masih terlihat muda sedang dikepung oleh beberapa pemuda dengan membawa senjata tajam dan tombakChae Ra melihat apa yang tengah terjadi pada beberapa pemuda itu. Pakaian mereka masih tradisional, Chae Ra pun mengerti dengan kilas balik yang ia dapatkan saat ini. Ia akan terus melihat apa yang terjadi untuk mendapat jawaban dari semua gangguan ini.“Istrimu sudah ada di tangan kami, begitu pula dengan adik iparmu yang sudah tak berdaya! Kau masih ingin menyembunyikannya dari kami!?” bentak salah satu satu mereka“Aku tidak menyembunyikan apapun! Aku bersumpah!” teriak pria itu dengan ketakutan“Kim Yong Il harus bertanggung jawab atas kehilangan benda itu, darah yang harus mengalir untuk membayar semua dosa dan keturunanmu nanti!”BUG!CRATTT!!!Pria itu memenggal leher orang yang tak berdaya, membuat Chae Ra menutup matanya saat wajahnya juga terkena cipratan darah.Bibi Kim Ai Ra dan Paman Kim Shin memperhatikan Chae Ra yang masih dengan posisinya berdiri di dekat gantungan jasnya. Telapak tangan yang menyatu sambil membaca mantra dengan mata tertutup.FYUUUUUSHHHH!Tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menembus dalam rumah, lampu yang awalnya bersinar dengan terang kini terlihat kedap kedip tak menentu.“Apa— apa yang terjadi?” Chae Ra tidak menggubrisnya. Ia masih bertahan di posisi itu, melihat kejadian-kejadian yang tidak dua orang itu ketahui. Dirinya adalah saksi pembunuhan sadis itu.“HA?!” teriak Chae Ra kaget dengan darah yang juga terciprat pada wajahnyaSuasana yang tiba-tiba sunyi. Lalu ia kembali menatap sekelompok itu. Semua Orang itu menatapnya dengan mata yang hampir keluar. Raut wajah yang penuh dengan dendam dan emosi“Kau?!” ucap pria itu yang masih memegang pedang di tangannya dengan darah segar yang masih melekat pada badan pedang itu.Ia berjalan mendekat ke arah Chae Ra seakan Chae Ra adalah musuh yang harus dimusnahka
Dari sanalah cerita Bibi Kim menangis sambil terisak. Disebutkan bahwa suaminya mengambil kalung berharga milik keluarganya, yang menentang hubungan mereka. Beberapa kali Bibi Kim melarangnya, tapi ia tetap tidak mau dengar.Chae Ra melihat raut wajah pria itu dari secangkir teh kini berubah dengan ekspresi sedih. Seakan-akan juga ikut merasakan kepedihan di hati sang istri.“Bibi… semua ini diluar kuasamu dan tentu di luar kuasaku juga. Takdir yang Tuhan berikan tidak bisa di tentang. Namun hubungan kalian bukanlah perlawanan takdir, melainkan perjuangan takdir,” ucap Chae Ra dengan lembutBibi kim masih menangis di dalam pelukan sang adik.“Hah… suamimu, dikuburkan di sini. Lebih baik kita makamkan dengan layak, sebelum matahari terbenam.” ucap Chae Ra memutuskan “Bagaimana bisa? Bagaimana caranya?” Tanya paman KimChae Ra berjalan keluar menuju ruang tamu untuk mengambil ponsel. Lalu menelpon seseorang untuk meminta bantuan“Halo? Bisa bantu aku? Tenang saja semuanya akan dibagi ra
Chae Ra dan rekannya sudah berganti pakaian dengan pakaian yang modern. Sebelumnya mereka memakai pakaian tradisional untuk melakukan upacara.“Ini untuk mu,” ucap bibi kim sambil memberikan amplop yang cukup tebal.“Bibi? Kurasa ini lebih,” ucap Chae Ra menerima amplop itu.“Tidak, itu bahkan tak sebanding dengan rasa terima kasihku pada kalian,” ucap bibi kim.“Kami menikah 40 tahun yang lalu, saat aku seusia mu menikah di umur 20 tahun memang terbilang sangat cepat. Tapi aku percaya laki-laki yang menjadi suami ku ini adalah pria yang sangat baik. Dan kami saling mencintai.” Ucap bibi Kim menceritakan masa lalunya, “ia selalu membuatku merasa senang, merasa nyaman saat didekatnya. Namun sayangnya keluarga kami menentang, maksudku keluargaku. Karena suamiku sudah hidup sendiri sejak ia kecil, membuat orang-orang dengan santainya merendahkan dan menginjak-injak nya. Keluargaku yang masih memegang erat status kasta tentu sangat menentang hubungan kami.” Chae Ra masih mendengar dengan
DRTTT… DRTT…Chae Ra terpaksa membuka matanya lalu mengambil ponselnya yang bergetar.[JU YEONG]Calling…“Ck… apalagi ini?” Gumam Chae Ra yang tak terima tidurnya diganggu“Hm?”“Kau belum bangun?” “Menurutmu?”“Hah… kau lupa agenda kita hari ini?”“Tidak ada panggilan atau mengusiran hari ini”“Kau pikir hidupmu hanya untuk pengusiran roh saja? Ayolah hidupmu masih panjang”“Langsung saja kua mau bicara apa denganku!!!”“Kau lupa kaya kita akan kencan? Dasar kau ini, bersiaplah tak perlu tampil cantik. Sebentar lagi akan ku jemput”TIT….Setelah panggilannya terputus, Chae Ra yang masih mengumpulkan nyawanya hanya memandang layar ponselnya dengan sinis....“Mau kemana?” Tanya ibu tanpa memutuskan matanya pada majalah yang ia baca“Kencan” jawab Chae Ra datarMendengar itu, ibu Chae Ra langsung memandang Chae Ra dengan datar lalu kembali membaca majalahnya“Pria bertato itu?” Tanya ibu memastikan“Iya” jawab Chae Ra sambil memakai sepatunya“Aku bingung dengan pemikiran mu” gumam