SAAT PAGI TIBA, suasana di apartemen masih belum membaik. Airi tahu, sisa ketegangan dari pertengkaran tadi malam takkan hilang begitu saja. Dia hanya mencoba berharap, meskipun harapan tersebut sia-sia. Kazuki tak mengatakan sepatah kata pun ketika mereka berpapasan. Dia bahkan menolak sarapan dan pamit berangkat sekolah lebih awal dari biasa.
Airi agak lega ketika mendapati anak itu masih mau berpamitan padanya.
“Jangan lupa untuk tetap sarapan di sana!” seru Airi saat Kazuki telah berjalan di lorong apartemen.
Seruan itu tentu saja tak dihiraukan. Airi tak dapat menahan embusan napas lelah. Dia sendiri tak berselera makan, tetapi memaksakan diri untuk menghabiskan sepotong sandwich. Orang-orang kantor kelihatan cukup terheran ketika mendapati Airi datang lebih awal dari biasa. Airi tak menjelaskan apa pun. Dia hanya menyapa mereka seperti hari-hari sebelumnya, kemudian bergegas ke kantornya sendiri.
Ketika jam makan siang tiba, dia memberi
SEJAK DULU HINGGA sekarang, Airi belum pernah memberi tahu identitas ayah kandung Kazuki pada siapa pun. Baik itu pada Ethan maupun Shizune. Mereka berdua adalah orang terdekatnya, sosok yang sudah dia anggap sebagai keluarga. Meskipun begitu, dia tetap tak memberi tahu mereka apa pun tentang Kei. Ethan pernah mencecarnya tentang topik ini. Namun, Airi tetap bungkam. Seolah mendapatkan konsekuensi atas tindakan itu, sekarang Airi dilanda rasa dilema karena dia tak punya pilihan selain menyimpan sendiri masalah Mei Hasegawa. Jam kerjanya masih seperti biasa. Di kantor juga tak ada urusan darurat. Airi seharusnya tak merasa selesu ini. Kondisinya bahkan sempat membuat Yugao khawatir sampai dia ditawari minuman herbal. “Simpanlah untuk persediaanmu sendiri, Yugao. Kaulah yang lebih sering kelihatan kurang tidur,” jawab Airi sore tadi. Dia sudah bergegas dari kantor, hendak menyudahi jam kerjanya. “Aku sudah ada janji sehingga harus pulang lebih awal. Tolong inga
SATU MINGGU SEHARUSNYA sudah cukup untuk menutup beberapa luka sayat yang tertoreh di tubuhnya. Selama ini, dia selalu cepat pulih dari sakit maupun luka yang dihasilkan benda tajam. Kasus yang satu ini seharusnya sama. Akan tetapi, rasa perih menyengat yang masih bernaung di tiap sisi perutnya, setelah seminggu berlalu, menandakan ketahanan tubuhnya yang menurun. Kei memang berhasil menyelesaikan The Escape, tapi dia juga mendapatkan oleh-oleh merepotkan. Menutup pintu apartemen dan memasukkan sandi pengunci, Kei tak repot-repot menyempatkan diri kembali ke kamar ketika dia melepas jas dan mulai membuka kancing kemejanya satu per satu. Dikarenakan luka yang dikira telah mengering, tiga hari lalu dia sudah berhenti menutup luka sayatan itu dengan kain kasa. Dia benar-benar tak mengira bahwa luka sayat tersebut cukup dalam sampai bisa kembali terbuka dan membuatnya berdarah hingga menodai kemeja. Jika bukan karena warna gelap kemeja itu, orang-orang yang meli
“JADI, MASIH TAK ingin menjelaskan apa pun?” Kepalanya serasa berdentum-dentum, bersamaan dengan rasa tak menyenangkan yang kembali hadir dari dalam perut. Airi tak mengindahkan pertanyaan Ethan yang sedang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Dia buru-buru menggapai gagang keran, memutarnya cepat agar aliran air kembali menyala. Mual di perutnya sangat menjadi. Dia menunduk di atas wastafel, mencoba meredakan mual itu. Sudah sangat lama sejak dia merasakan hung over. Airi lupa, hung over bisa sangat merepotkan seperti ini. “Meneleponku dengan tiba-tiba meski aku sedang sangat sibuk,” tutur Ethan di belakang sana. “Hanya untuk menyeretmu kembali ke apartemen karena kau bahkan tak mampu berjalan lurus.” Matanya mengamati sosok pirang yang masih sibuk meredakan efek samping minuman keras. “Aku juga harus menginap untuk mencegah Kazuki melihat kekacauanmu. Setelah melakukan semua itu, kau masih tetap diam?” Airi terbatuk. Dia mengangkat
“MAAF KARENA KAU jadi menyetir mobil, padahal seharusnya aku yang memberimu tumpangan.” Nada sesal seseorang di sampingnya dibalas senyuman sopan oleh Airi. Saat itu, kebetulan lampu lalu lintas tengah menyala merah. Airi menyempatkan diri untuk menoleh, melihat Yui Shigaki yang masih kelihatan bersalah. “Tak masalah, Yui-chan. Ucapan ayahmu benar, lebih baik kau mendapatkan lisensi menyetir dulu daripada harus berurusan dengan polisi,” balas Airi. Dia kembali menjalankan mobil setelah lampu lalu lintas berganti warna hijau. “Lagian, seharusnya aku yang menyediakan kendaraan, bukan malah menimpakannya padamu.” “Eh, kau masih belum mendapatkan dealer mobil?” tanya putri bungsu atasan Airi itu dengan heran. Rambut cokelat pudarnya tertiup oleh angin malam. “Tepatnya, temanku yang masih belum mendapatkannya.” Airi memutar setir, berbelok melalui jalan raya di kawasan mewah. “Apakah temanmu ini bernama Ethan Nishida?” tanya Yui tiba-tiba.
TUJUAN AIRI BERTEMU Hiroki adalah untuk memberi tahu jerat masalah Hasegawa yang merongrongnya, bukan untuk mendengar kabar buruk Hiroki yang disebabkan oleh salah satu sumber masalahnya. Seperti yang telah dijanjikan, Hiroki menjemput Airi di kantor pada jam makan siang. Mencoba mengikuti saran dari Ethan, Airi juga sudah berniat untuk membuka topik mengenai Kei. Niatan tersebut hilang setelah dia melihat Hiroki yang tampak lebih lesu dari biasa. Hiroki memang melemparkan senyum, tapi bukan senyum lelah itu yang ingin Airi lihat. “Hei, kau baik-baik saja?” Adalah kalimat pertama yang meluncur dari bibir Airi. Hiroki tentu saja mengangguk. Reaksinya amat berkebalikan dengan asumsi di benak Airi. “Kau sedang sakit?” Airi mencoba memastikan. “Ah, tidak, aku hanya kelelahan,” jelas Hiroki. Dia kembali mengulas senyuman. “Mau makan di tempat yang agak berbeda? Kelihatannya kau juga butuh udara segar.” Airi menerima tawaran Hiroki dan
SORE ITU, KEI sengaja mengatur ulang jadwalnya agar dapat menemui Felix dan Akaba untuk mendengar perkembangan penyelidikan kasus pembunuhan Detektif Yamashiro. Pelabuhan Tokyo adalah tempat pertemuan mereka. Lokasi ini dipilih atas dasar permintaan Felix. Katanya, dia sedang ada pekerjaan di sana dan akan terlalu merepotkan jika harus pergi menemui Kei. Permintaan ini disetujui karena lokasi tersebut dapat meminimalisasi adanya kebocoran informasi. Untuk kembali memastikan keamanan, Kei juga sudah memeriksa bahwa tak ada seorang pun yang mengekorinya selama perjalanan kemari. Embusan angin pantai segera menerpa begitu Kei menjejakkan kaki di atas dermaga. Jalanan berlapis kayu yang menjorok ke arah pantai terbentang cukup panjang. Silau cahaya matahari sangat terasa di tempat ini. Kei perlu menyipit agar dapat melihat dengan jelas lokasi keberadaan Felix. Lelaki itu sengaja merepotkan Kei dengan berdiri di ujung dermaga, seolah memaksa Kei berjalan
KEI HANYA MEMBUTUHKAN pesan yang disampaikan oleh Koshi Takahiro melalui Akaba, bukan pesan mengenai Mei yang telah menemui Airi. Gerak jemari yang tengah mengetikkan alamat pertemuan tiba-tiba terhenti begitu mendengar pertanyaan dari anak buah Felix. Kei mengerling dari ponsel, meminta Akaba mengulang pernyataan. Reaksi tersebut sedikit tak disangka oleh si pemuda berambut panjang. Nada suaranya menjadi ragu ketika kembali mengulang ucapan, berusaha menjelaskan. “Eh, waktu itu aku sempat menggantikan Saki untuk memantau Ishihara-san,” awal Akaba. “Dia memang berangkat kerja seperti biasa. Tapi, khusus di hari itu, dia pulang kantor lebih awal, jadi aku terus mengikutinya untuk memastikan tak ada masalah apa pun.” Akaba sedikit berdeham untuk menutupi rasa gugup. “Dia, uhm, pergi ke restoran tradisional untuk menemui seseorang yang ternyata adalah ibumu, Kei-san. Ketika keluar dari sana, Ishihara-san kelihatan marah … jadi, aku penasaran, apakah dia
TAK ADA GUNANYA mengelak. Airi tahu, untuk dapat keluar dari benang runyam ini, dia harus menguraikan permasalahan mereka satu per satu, termasuk mengenai kebenaran atas keberadaan Kazuki. Mata menatap nanar kertas-kertas dalam genggaman. Dari semua informasi yang ada, bukti tes DNA adalah satu-satunya hal yang paling jauh dari perkiraan. Airi merasa tak lagi mempunyai privasi. Apa saja yang dapat dilakukan orang-orang ini? Mulut mengatup. Airi menahan embusan napas. Dia benar-benar lelah. Dengan nada pelan, dia bergumam, “Aa. Kau benar,” pada Kei. Jawabannya teramat kasual, tanpa beban, seolah dia memang sedang mengutarakan fakta yang tak begitu berarti. Respons sang lelaki bergulir kaku di telinganya. Kei terdengar marah dan geram. Airi tak perlu melihat untuk tahu kondisi itu. “Kapan?” tanya Kei. “Kapan kau mengandung?” Airi menatap ke luar, mulai mengerti pada arah pembicaraan mereka. “Dia la
EMBUSAN ANGIN SALJU tampak membekukan. Tumpukan es telah menutupi sebagian besar tanah lapang. Airi sedang memikirkan nasib tumbuhan di dalam rumah kaca yang dilihatnya ketika seseorang datang, membawakan seduhan teh panas untuk mereka berdua. "Teh hijau adalah favoritku. Kuharap kau menikmatinya juga." Mei Hasegawa tersenyum dan duduk di seberang Airi. Dia memperbaiki baju hangatnya, menyilangkan kaki, dan mulai menyesap minuman panas itu. Airi menghirup segar aroma teh. "Sebenarnya bukan favorit. Saya hanya sering mengonsumsinya saja." Airi sedikit mencicip, merasakan hangat yang memanja indra perasa. "Sering mengonsumsi akan membuatmu terbiasa," ujar Mei sambil melengkungkan senyum. "Ah, aku lupa mem
SEJAK MEREKA MENJALIN hubungan serius, Kei belum pernah semarah ini. Airi bisa menanganinya dengan mudah kalau mereka hanya dihalangi kesalahpahaman, bukan dihalangi oleh keputusan sepihak yang dibuatnya.Sikap diam Kei nyatanya jauh mengkhawatirkan dibandingkan dengan sikap tegasnya yang biasa. Karena kondisi ini, Airi bahkan mengubah rencana menginapnya dan Yugao. Dia tak menghabiskan waktu di penginapan kantor, tapi langsung melakukan check in ulang begitu urusan kerjanya di hari kedua selesai.Pesan balasan dari Lucy, sang kawan baik, datang. Dia tampak tak masalah pada penundaan pertemuan mereka. Airi mengembuskan napas lega. Dia meletakkan tas tangan begitu saja di atas nakas. Kemudian berbaring di atas ranjang. Kedua mata menutup rapat, membayangkan guyuran hujan salju
KESEHARIAN AIRI HINGGA akhir tahun berlangsung jauh lebih normal dari yang dia duga. Menjalin hubungan dengan Kei nyatanya tidak begitu menjungkirbalikkan hidupnya. Sejak tereksposnya hubungan mereka, dia memang jadi lebih sering dihubungi wartawan majalah. Pada awalnya, mereka memang hanya memeras informasi mengenai Airi Ishihara yang merupakan kekasih Kei Hasegawa. Dia hanya dikenal sebagai kekasih seorang pengusaha kaya, bukan seorang wanita dengan karier dan pencapaiannya sendiri. Akan tetapi, selang beberapa waktu, orang-orang mulai menyadari kalau Airi bukan sekadar wanita pendamping saja. Mereka mulai menyoroti nama Airi, dia yang berhasil meniti karier dari seorang asisten produsen hingga menjadi pemimpin sebuah industri perfilman. Eksposur yang demikian jelas-jelas menguntungkan. Airi tidak merasa terganggu lagi. Dia juga mendapatkan lebi
AIRI TAK BEGITU terkejut ketika mendengar berita kerja sama Hasena dengan Huang Industrial Group. Selama ini, dia mengira kegagalan relasi pribadi Kei dan Jia akan berimplikasi besar terhadap status kerja sama perusahaan mereka. Setelah lebih mengenal Kei, Airi pun mengerti. Kei takkan menyia-nyiakan kesempatan besar itu hanya karena masalah pribadi. Dia telah memastikan Huang bergantung padanya, membuat mereka mau tidak mau mempertahankan relasi yang telah terjalin. Strategi bisnis pria itu … Airi cukup mengaguminya. Namun, di saat yang sama dia masih sering diliputi tanya. Bagaimana kalau suatu hari nanti pria itu mengambil keputusan ekstrem yang menurut Airi tak dapat dibenarkan? Cahaya pagi di musim semi menyadarkan Airi dari lamunan. Dia menghabiskan cokelat panasnya dan segera beranjak ke dalam apartemen. Seperti yang pernah dibicarakan dengan Kei
ENTAH BERAPA TAHUN Kei menantikan momen ini tiba, momen ketika paman congkaknya terlihat marah dan menderita berkat kekalahan yang menimpa. Persis seperti prediksinya, proses persidangan berjalan lancar seperti yang dia harapkan. Rodo Hasegawa terjerat pasal berlipat, pasal mengenai penggelapan dan pencucian dana serta pasal tentang percobaan pembunuhan. Kejahatan kerah putih yang dilakukan Rodo tidaklah sedikit. Seluruh kecurangannya di bidang finansial cukup menggunung. Kei sudah merasa cukup dengan tuntutan itu. Uluran tangan Airi benar-benar memberatkan tuntutan yang menjerat Rodo. Konsekuensi tindakan rencana pembunuhan memang mendapatkan hukuman yang cukup berat. Oleh karena itu, rencana hukuman penjara yang awalnya berselang lima belas tahun, kini menjadi maksimal tiga puluh tahun. Dari hasil ketukan palu, hukuman Rodo ditetapkan menjadi du
“PROSES ITU TAKKAN mudah, tapi semuanya akan berjalan lancar.” Adalah kalimat Kei yang sempat Airi ragukan.Selama kurun waktu sebulan ini, terdapat banyak hal yang terjadi. Airi merasa kewalahan dan terburu-buru, sulit untuk tenang, seolah dia sedang dituntut untuk berlari secepatnya selagi melepaskan diri dari jerat di belakang sana. Dikenal menjadi pasangan Kei Hasegawa tidaklah mudah. Menjadi penuntut hukum seseorang dari keluarga Hasegawa tidaklah enteng. Airi masih dihantui oleh ledakan besar yang hampir merenggut nyawanya. Dia masih sering terbangun di tengah malam, tersentak hebat karena peristiwa tersebut masih mengejarnya hingga ke alam mimpi.Airi telah melalui banyak kesulitan sepanjang hidupnya. Akan tetapi, sekarang adalah salah satu masa yang membuatnya lelah. Pemberitaan di berbagai media elektronik, bisikan gosip d
SEPERTI PERKIRAAN KEI, sidang pertama Rodo Hasegawa memang dilaksanakan satu minggu kemudian. Airi sempat mendengar beritanya kemarin. Pagi tadi, Kei juga sempat menghubunginya, memberitahukan mengenai dia yang akan hadir di persidangan. Proses peradilan itu bersifat terbuka sehingga masyarakat umum diperbolehkan datang, asal tidak mengganggu proses peradilan. Airi akan mencoba datang juga kalau saja dia tidak mempunyai agenda tersendiri.“Catatan rapat tadi sudah saya back-up pada akun perusahaan, Ishihara-san. Apakah ada yang perlu saya agendakan lagi untuk hari ini?” ujar Mayumi, sekretaris sementara Airi.Kolega kerja mereka sudah meninggalkan ruang pertemuan. Airi pun menoleh pada Mayumi yang telah selesai berberes.
PENAHANAN RODO HASEGAWA memudahkan polisi melakukan pengusutan lebih lanjut. Mereka bekerja sama dengan detektif swasta yang dipekerjakan oleh pengacara penuntut utama. Tak hanya Rodo dan Seizu, nama Toshiki Furuma juga sudah ikut terseret. Salah satu anggota dewan paling berpengaruh itu sudah mendapatkan surat panggilan dari polisi sejak tiga hari lalu. Dari beberapa tahun terakhir, baru kali ini kepolisian pusat menangani kasus yang melibatkan tiga orang besar sekaligus. Pemberitaan kasus pun jadi semakin marak diperbincangkan. “Rodo adalah anak angkat kakekku. Dia tidak sedarah dengan paman ataupun ayah,” jelas Kei. Pintu geser kaca di dekat dapur tampak sedikit terbuka, menampakkan sinar matahari pagi yang masih terasa hangat. Tata letak rumah milik sang lelaki memang jauh lebih lenggang dan terbuka. Mereka dapat melihat keberadaan taman belakang melalui pintu geser yang ada di sana. Airi baru selesai memasukkan es batu ke dalam wadah berisi minuman rasa
AIRI TIDAK INGAT kapan dia terlelap. Matanya tertutup begitu saja setelah mendaratkan diri di atas ranjang. Dia sudah sangat mengantuk sejak selesai berendam. Ketika mengerjap, dia tak tahu sudah jam berapa. Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Sampai kemudian dia merasakan erat rangkulan di belakangnya, juga hangat ciuman yang menjatuhi perpotongan lehernya.Airi sempat lupa kalau dia sedang tinggal di apartemen sang kekasih. Harum maskulin menggelitik hidung. Airi menoleh, menatap dalam remang cahaya kamar.“Aku ketiduran,” ungkap Airi, terdengar parau. “Maaf, tak sempat menunggumu.”Kei hanya membalas dalam gumaman. Dia tak mengatakan apa pun ketika kembali mengeratkan pelukan. Kecupan panas itu lagi-lagi hadir pada lekuk leher Airi, terus hingga rahang dan belakang telinga. Airi kontan meremang.“Ada apa?” tanya Airi, bernada rendah.“Kenapa kau tidak tidur di kamarku?” gumam Kei, sedikit tere