Tak ada satu pun yang bisa menyalahi takdir hidup seseorang, semua sudah diatur oleh-Nya.Pov ReyhanAku berangkat terpisah dengan Nadhine, berat rasanya berangkat terpisah dengan istri manisku. Meski jujur tadi malam mimpiku sedikit aneh, didalam mimpiku Nadhine hanya diam dan melambaikan tangan seperti tidak mengenaliku. Kuucap istigfar berkali-kali bahwa itu hanya bunga tidur.Hari ini ada meeting di perusahaan Ayah, untuk pertama kalinya sebagai pewaris Hermanto aku mulai bekerja. Berat rasanya hanya berpisah dengan Nadhine. Terhitung sepuluh hari kami menikah, tentunya kami masih sedang dimabuk cinta. Nadhine adalah anugerah terindah yang kumiliki.Setelah rapat selesai aku langsung ke rumah sakit. Tak ingin terlalu lama berjauhan dengan
Masih Pov Reihan"Nad, gak mungkin, ini pasti hanya mimpi ...""Gak mungkin, ini tidak mungkin ..." aku meracau tidak jelas, penyesalan ini merasukiku.Aku berlari menuju lokasi kecelakaan yang sudah dibatasi garis polisi, rasa penasaranku mengalahkan semuanya."Pak jangan mendekat, sudah ada garis polisinya." Aku tidak peduli. Ini tak mungkin, pasti ada yang salah."Dimana korban kecelakaannya, Pak?""Sudah dilarikan ke rumah sakit nyawanya tidak dapat diselamatkan."Segera kutelpon Dokter Nida menanyakan apa korban kecelakaan ke rumah sakit."Apa ada korban kecelakaan dibawa ke rumah sakit kita, Nid?" tanyaku."Tidak ada, Han. Aku menonton di televisi sepertinya dibawa ke rumah sakit 'Bima Sakti' yang lebih dekat dengan lokasi kecelakaan." Deg, maksudnya apa? Ini seperti tidak masuk akal, darimana mereka tahu itu Nadhine."Baik, Nid. Aku berangkat
Aku bangun dalam keadaan banyak alat ditubuhku. Kepala pusing dan terasa jantungku berdebar-debar. Entah berapa lama kutidur. Ada seorang wanita paruh baya didekatku. Entah siapa beliau aku tidak mengenalinya sama sekali."Alhamdulillah, Nak. Kamu sadar," ucap wanita itu."Aku dimana?" tanyaku."Ini klinik 'Kasih Bunda', Nak. Kamu sudah tertidur sangat lama." Maksudnya? Aku sama sekali tidak ingat apa-apa. Memori dikepalaku seolah hilang seketika."Aku tidak mengerti maksud ibu.""Kamu kecelakaan, Nak. Kebetulan supir taksi adalah anak semata wayang saya. Ketika kalian di rumah sakit tak ada sanak keluargamu, jadi aku yang menjadi walimu." Aku diam, meski aku sendiri bingung.
***Kami sampai di lokasi perkampungan yang cukup asri. Rumah asri dan lumayan mewah itu sangat terlihat nyaman. Meski di pedesaan rumah milik Bu ratih sangat modern. Sepertinya Bu Ratih di sini terbilang kaya raya di kampungnya."Anak saya yang sebagai supir taksi tidak mau diatur, dia lebih memilih untuk menjadi supir taksi. Harusnya hari itu kami bertemu setelah sekian lama kami berpisah. Namun, takdir kami hanya sampai disitu, ketika Nak Annisa diselamatkan ada ponsel anak saya yang tertinggal, dari itu perjumpaan kita dimulai." Sepertinya banyak luka di hati Bu Ratih, air matanya terus mengalir menceritakan kronologi hingga kami bertemu.Bu Ratih ternyata seorang janda, dia tinggal sendiri di rumah yang terbilang besar ini."Ibu tinggal sendiri disini?" tanyaku yang mulai basa basi."Iya, Nak. Ada yang datang bersih-bersih dan masak-masak ke rumah. Nak Annisa istirahat total, ya. Biar pulih dulu." Aku hanya mengangguk, ba
Apa aku kenal denganmu di kehidupan yang dulu?***"Siapa kamu yang berani sekali melakukan cardiopulmonary resuscitation?!" Laki-laki itu berteriak dan spontan mata kami beradu.Dia maju dan mengambil alih, dibukanya kancing baju bapak yang mengalami sesak nafas itu. Aku hanya diam, entah mengapa berada di dekatnya jantungku berdebar-debar.Dengan cekatan dia melakukan CPR gerakan tangannya sangat lihai sekali. Dia sekilas memandangku, desiran di dada ini membuatku seperti orang jatuh cinta."Apa aku kenal denganmu di kehidupan yang dulu," ucapku yang terus membatin di dalam hati.Cukup lama aku melihatnya membantu warga yang sedang tergolek lemah, tak berselang
****Malamnya aku terus berfikir tidak mungkin seperti ini selamanya, aku harus berbaur dengan keadaan agar hidupku lebih berwarna. Kulihat Bu Ratih sedang menonton layar televisi sedang duduk bersantai ria."Bu, kegiatan apa yang bisa kulakukan disini?""Maksudnya, Nak?" tanya Bu Ratih."Aku ingin hidup sebagai Annisa, Bu. Kumohon jangan larang aku untuk hidup seperti biasa," ucapku yang penuh serius."Tapi, Nak ...." Bu Ratih terlihat ragu."Aku bisa bekerja di perkebunan ibu, justru jika aku hanya berdiam diri tidak akan mengubah keadaan. Enam bulan aku seperti dipenjara di sini." Bu Ratih terlihat diam, seperti berfikir."Aku mohon kali ini ibu menerima saranku.""Baiklah, bantu Ibu menjaga di perkebunan. Namun, tugas Nak Annisa mengecek kehadiran karyawan dan mengobati jika ada yang sakit. Tapi, identitasmu sebagai dokter usahakan tidak diketahui orang asing, nanti jika ada pek
Aku berharap kita memiliki hubungan di masa lalu.***"Maaf anda siapa?" tanyaku, dia terlihat canggung."Maaf aku salah orang," jawabnya singkat. Cukup lama kami saling pandang, desiran ini jangan ditanya. Tanganku langsung dilepasnya."Mas, ini ayam goreng yang diminta. Pesannya banyak sekali." Perasaan tadi kami samaan antri kenapa dia lebih cepat mendapat giliran.Dengan cepat laki-laki itu mengambil satu bungkusan dan langsung memberikanku."Ambillah ...." Tanpa banyak kata dia langsung menaruh ditanganku."Itu siapa, Mas?"
"Aku Annisa, Rei." Lama dia menatapku, seperti mengenaliku. Aku berharap pernah bertemu dia di kehidupanku yang dulu."Premannya sudah hilang, terima kasih," ucapku, tapi dia masih tetap diam, justru aku yang canggung."Aku duluan ...." Dia terus menatapku, jujur aku tak ingin momen ini berakhir, seperti kerinduan yang menusuk di kalbu ini. Merasakan cinta yang entah kapan pernah kurasakan. Tak ingin larut dengan perasaan ini ingin segera kutinggalkan dia yang masih terus menatapku. Namun, secepat kilat tanganku dicekal olehnya."Diam sebentar ...." ucapannya terputus entah perasaan apa ini. Fix, ini jatuh cinta. Apa semudah itu aku jatuh cinta dengan orang lain? Mengapa laki-laki ini mampu menguasai hatiku seperti sudah lama diisi olehnya.