Bab11Aku mengerutkan dahi melihat apa yang terjadi itu. Sepertinya ada sesuatu antara mereka yang sengaja disembunyikan."Sebaiknya kita pergi," ajak Mas Lana setelah dirasa tak perlu lagi ada yang dikhawatirkan.Mataku yang sejak tadi memperhatikan tiga orang itu seketika menoleh ke arah lelaki dewasa di depanku. "Tunggu dulu. Aku mau dengar apa yang mereka bicarakan.""Jangan suka mendengar apa yang bukan menjadi urusanmu. Lebih baik kamu bersiap karena setelah ini kedua orang tuaku akan datang ke rumahmu," ucap Mas Lana yang membuatku seketika tersentak. Ah iya, acara silaturahmi itu akan segera digelar. Sementara mereka bertiga sepertinya sedang membicarakan hal yang serius.Namun, mengingat apa yang dilakukan Mas Fandy dan Laila tadi membuatku merasa tak perlu lagi mencampuri urusan mereka. Biarlah seperti ini, buat apa mempertahankan laki-laki yang sudah tega mengkhianatiku disaat aku sedang berjuang menerima dampak
Bab12Setelah kepergian keluarga Mas Lana, ada yang terasa berbeda dalam diriku. Status baru, tentunya tak pernah terpikirkan akan secepat ini berubah.Antara luka dan bahagia, sungguh aku tak dapat berkata-kata merasai hatiku saat ini. Antara senang dan sedih, aku seperti berada di dalam sebuah taman yang ditumbuhi banyak kembang berduri. Cantik sekaligus mengerikan jika duri itu terkena badan.Takdir, tak pernah ada yang bisa menebaknya."Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah resmi jadi istri Nak Lana," ucap Ibu penuh binar haru di matanya. Urung masuk ke kamar, aku terpaksa duduk di samping Ibu."Apa kamu tahu kenapa Bapak minta hal seperti ini?" tanya Bapak dengan sorot mata yang tak dapat kuartikan. Tak biasanya pandangan Bapak seperti itu padaku.Enggan membalas tatapan Bapak, aku menunduk takut, teringat kembali apa yang terjadi padaku sebelum acara ini digelar."Katakan, Ran! Apa kamu tahu kenapa Bapak sampai s
Bab 13Seketika bibirku menganga tak percaya. Kabar itu, seperti sudah menyita semua kesadaranku. Bagaimana bisa kabar ini datang setelah aku resmi dinikahi Mas Lana? Meskipun hanya nikah siri tapi tetap saja status pernikahan itu sah di mata agama dan tak mungkin dibatalkan begitu saja."Sayang, batalkan acara itu, kita bisa menikah setelah ini," ucap Mas Fandy lagi yang seketika membuatku terisak.Kejadian semalam, membuat lidahku kelu untuk menjawab permintaan Mas Fandy. Ditambah lagi dengan melihat wajah Mas Fandy yang tampak bersemangat, membuat hatiku penuh dengan rasa bersalah."Kenapa kamu malah menangis? Oh aku tahu, apa karena kamu melihat kami civman kemarin? Jangan salah paham dulu, Sayang. Itu karena Mas dipaksa oleh Laila. Mas tak dapat mengelak. Laila mengancam Mas dan tak mengizinkan Mas pergi dari hadapannya." Raut penuh sesal tampak di wajah Mas Fandy. Ia lantas mengusap wajahnya kasar, seolah sedang menghilangkan bekas Lail
Bab 1"Maafkan aku. Aku harus menikah dengan Laila," ucap Mas Fandy dengan pandangan takut-takut."Menikah? Lalu aku? Apa maksudmu, Mas?" selaku tak terima. Hubungan ini sudah jalan lebih dari lima tahun tapi dengan teganya dia berkata begitu padaku setelah janji yang kerap ia katakan saat kami bersama."A—aku ... Aku tak punya pilihan lain. Aku tak bisa menolak permintaan bapaknya," balas Mas Fandy dengan tergagap. Raut penuh sesal tergambar jelas di wajahnya yang selalu kudamba."Mengapa tak bisa menolak?" sergahku penuh penekanan. "Ada satu hal yang membuatku terikat dengannya. Aku tak mungkin menyusahkanmu dengan menentang pernikahan itu. Percayalah, ini murni karena terpaksa, bukan karena hal lain." Mas Fandy menunduk, menyembunyikan wajahnya dari hadapanku."Katakan apa hal itu? Akan kubantu semampuku agar kita bisa tetap bersama," balasku penuh harap. Cinta ini sudah tumbuh subur dan bersemi dalam hati, tak mudah melupakannya begitu saja. "Tidak, Sayang. Aku cinta kamu, aku t
Bab 2Urung melanjutkan pembicaraan dengan Bapak, aku masuk ke kamar tanpa permisi sambil menahan kesal. Bagaimana bisa permintaanku untuk membantu Mas Fandy berujung pada keputusannya menerima lamaran Maulana, yang usianya selisih sepuluh tahun dariku?Apa tidak ada wanita seusia dia yang mau menerimanya sebagai pasangan? Mengapa harus aku?Ibu menyusul ke kamar setelah aku membanting badan di atas ranjang. Tidak pernah sedikitpun terlintas di kepala akan menikah dengan orang lain selain Mas Fandy. Sementara bayang senyum bahagia kami di atas pelaminan tiap hari sudah menari di pelupuk mata, mengingat Mas Fandy selalu membicarakan itu padaku."Nak," sapa Ibu sambil mengusap bahuku yang sedang bergetar karena tangis."Bapak jahat sekali, Bu. Menikah itu sekali seumur hidup, kenapa Rani harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak Rani cintai?" omelku berusaha mengutarakan apa yang sedang mengganjal dalam hati."Nak, Bapak dan Ibu itu lebih dulu makan asam garam kehidupan dari pa
Bab 3Dengan hati-hati Mas Fandy memboncengku menuju kafe tempat kami janjian. Laila, bukan gadis sembarangan sebab dia anak dari Tuan Tanah di kampung kami. Sedangkan aku, hanya anak seorang pensiunan guru yang hanya bekerja sebagai karyawan di butik tempat Ibu bekerja dulu.Mas Fandy juga demikian. Ia hanya sopir pribadi Pak Hartono yang sepertinya menjadi anak buah kesayangan bosnya itu.Rasanya sulit untuk kami mempertahankan hubungan ini mengingat mereka orang-orang yang berkuasa di kampung. Tapi, tidak ada salahnya kami berusaha. Bukankah diatas langit masih ada langit?"Waah, serasi sekali kalian," ucap Laila menyambut kedatangan kami. Senyum miring yang terukir di wajahnya itu menunjukkan keangkuhan dirinya.Perlahan aku menggandeng tangan Mas Fandy untuk mendekat. Meskipun aku tahu apa yang kulakukan ini bisa menambah murka hati Laila tapi aku tak peduli. Cinta kami suci dan utuh meskipun aku tak tahu akan bertahan seberapa lama lagi."Sebaiknya lepas pegangan tangan kamu itu
Bab 4"Astaghfirullah, sadar Sayang. Jangan punya pikiran seperti itu. Aku sayang dan cinta kamu itu tulus. Tak mungkin aku menodai cinta kita dengan hubungan haram itu.""Aku sudah tak tahu lagi harus bagaimana, Mas. Bapak begitu, sekarang Laila juga begitu, sementara aku ngga mau pisah sama kamu." Kutatap wajah laki-laki yang menjadi pemilik hati. Tak bisa kubayangkan jika aku harus melihatnya duduk di pelaminan bersama perempuan lain."Sayang, kamu percaya takdir kan? Jika kita tidak ditakdirkan bersatu sekarang, mungkin suatu saat nanti kita bisa bersama. Biarkan cinta mencari jalannya sendiri untuk mempersatukan kita. Kamu percaya sama Mas kan? Meskipun Mas menikahi Laila, tapi cinta Mas hanya buat kamu.""Mas yakin dengan jalan yang Mas ambil? Mas benar-benar akan menikahi Laila?" tanyaku dengan tatapan penuh buliran air."Yakin tak yakin, suka tak suka, mau tak mau Mas harus melakukannya sebab membayar hutang itu secara cash pun Mas tak mampu," balas Mas Fandy dengan tatapan da
Bab 5Selepas kepergian Mas Lana, aku segera masuk ke dalam kamar. Dadaku sudah tak sanggup lagi menahan rasa yang berkecamuk di hati.Betapa takdir tak berpihak pada kami yang saling mencintai. Betapa Tuhan tidak berkenan mempersatukan kami menjadi sepasang halal dan berlayar bersama menuju mahligai bahagia.[Aku sudah mengikuti perintahmu, Mas. Kita berjuang bersama dengan takdir kita masing-masing.] Sebuah pesan kukirim pada Mas Fandy. Akan tetapi, pesanku hanya dibaca dan dibiarkan tanpa balasan.Aku tahu, Mas Fandy pasti sama. Ia juga sedang sibuk menata hatinya yang juga sedang porak-poranda.[Bismillah ya, Sayang. Semoga Allah berkenan mempersatukan kita kelak.] Sebuah pesan balasan baru masuk setelah sekian lama layar itu diam tak menyala. Lihatlah, Tuhan. Lihat betapa kami sama-sama terluka karena takdir ini. Sungguh apakah tidak ada jalan lain agar kami tetap bersama?Bahuku bergetar hebat sebab tangis yang sudah terbendung. Sakit yang sesungguhnya adalah ketika kami sama