Home / Romansa / Jerat Ambisi Penguasa Kejam / Cinta Pada Pandangan Pertama

Share

Cinta Pada Pandangan Pertama

Author: Si Nicegirl
last update Last Updated: 2025-03-17 13:21:35

Setahun yang lalu

Halwa dan Tita duduk di barisan kursi terdepan, mereka terpisah dari teman-teman satu fakultasnya, untuk memudahkan prosesi wisuda, karena mereka termasuk wisudawan berprestasi.

Tepat pukul delapan, rektor dan jajaran rektorat masuk dan duduk di tempat yang sudah disiapkan untuk mereka.

Setelah semua rektor dan jajarannya sudah menempati posisi mereka masing-masing, pemimpin paduan suara keluar dari barisannya, disusul dengan suara MC yang meminta seluruh peserta untuk menyanyikan lagu kebangsaan secara bersama-sama.

Hingga akhirnya nama-nama wisudawan yang berprestasi dari tiap fakultas, dipanggil satu persatu untuk naik ke atas panggung, untuk menerima ijasah langsung dari rektor.

Tempat duduk mereka yang berada di barisan terdepan dekat panggung, membantu prosesi berjalan sangat cepat dan mulus, hingga akhirnya MC menyebut nama Halwa.

"Aira Halwatuzahra!" 

"Semangat!" seru Tita sambil meremas tangan Halwa sebelum ia berdiri dan naik ke atas panggung.

Dengan arahan petugas, Halwa menuju rektor yang diapit dua petugas perempuan, satu sebagai pembawa baki berisi ijasah, satu lagi bertugas untuk memberikan ijasah itu kepada sang rektor.

Halwa tersenyum lebar saat rektor memindahkan kuncirnya, lalu menyerahkan ijasahnya dan menjabat tangan Halwa sambil tersenyum,

"Selamat, Nak. Semoga sukses dengan IPK tinggimu itu." ucapnya

"Terima kasih, Pak!" sahut Halwa, lalu mereka berpose sebentar di depan kamera, sebelum Halwa kembali ke tempat duduknya semula.

"Congrats, Dear. Untuk IPK tertinggi di fakultasmu!" seru Tita sambil memeluk Halwa, mereka pun berpelukan sambil lompat-lompat kecil saking senangnya karena berhasil menjadi mahasiswa berprestasi.

"Kamu juga, Ta. Nilaimu tertinggi juga di fakultasmu," balas Halwa.

"Ya, tapi IPKmu lebih tinggi dari aku."

"Karena fakultasku lebih mudah pelajarannya dari fakultasmu Ta," ujar Halwa merendah. Ia tidak boleh menyombongkan diri, itulah yang selalu ditanamkan orang tuanya.

"Mana ada fakultas yang lebih mudah dari kedokteran, Wa. Kamu ada-ada saja," rajuk Tita dan merekapun tertawa.

"By the way, nanti malam ikut aku yaa. Kita rayakan kelulusan kita ini di Kafe milik temanku," ajak Tita penuh semangat.

"Hmmm, aku harus izin sama orang tuaku terlebih dahulu.Nanti aku kabari yaa..."

"Izin apa Aira?" tanya papa Halwa yang sudah berada di sampingnya bersama dengan mamanya.

Mereka selalu memanggil Halwa dengan Aira, panggilan kesayangan mereka. Kecuali saat mereka sedang mengeluh, baru mereka memanggilnya Halwa.

"Om, Tante," sapa Tita sambil mencium punggung tangan mama dan papa Halwa.

"Selamat yaa untuk kalian," ucap mama Halwa sambil merangkul pundak Halwa dan mengecup pipinya, lalu lanjut mengecup kening Tita.

"Dan di mana orang tuamu, Ta?" tanyanya.

"Mami dan Papi tadi sudah pulang duluan, Tan. Karena ada urusan penting katanya." jawab Tita.

"Oh, ya sudah kalau begitu. Jadi kenapa tadi Aira butuh izin dari Om dan Tante?"

"Aku mau mengajak Halwa merayakan wisuda kami di Kafe salah satu temanku, Tan. Boleh yaa..."

"Bagaimana, Pa?" tanya mama Halwa pada suaminya.

"Hmm, boleh. Asal pulangnya jangan malam-malam yaa, paling lama jam sebelas Halwa sudah harus sampai rumah."

"Siap, Om. Nanti Tita yang antar dan jemput Halwa yaa."

Dan sesuai dengan janjinya, sore harinya sekitar pukul lima sore Tita menjemput Halwa tepat waktu, setelah berpamitan pada kedua orang tuanya, mereka pun jalan menuju Kafe di area Selatan Jakarta.

Kafe itu terletak di tengah hutan kota, dan mereka memilih area rooftop, tempat matahari terbenam terlihat indah di antara gedung-gedung bertingkat.

"Hai semuanya," sapa Tita pada teman-temannya, yang kesemuanya berasal dari negara Eropa, kecuali pria itu, pria yang sedang menatap Tita dengan senyumnya yang memikat itu.

Reflek Halwa memegang dadanya, tepatnya di atas jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat dan tubuhnya mulai berkeringat.

Otak dan tubuhnya melepas hormon dopamin, adrenalin, serotonin, estrogen dan juga testosteron sekaligus, yang mengalir ke dalam darah dan menyebabkan jantungnya berdebar dengan lebih cepat dan kuat.

"Nah, ini dia salah satu bintang pesta kita hari ini!" seru pria itu sambil berdiri dan menghampiri Tita.

"Apa kabar, Sweetie?" tanyanya sambil mencium pipi kanan dan kiri Tita.

"Baik Sayang," jawab Tita sambil bergelayutan manja pada Edzhar, sebelum akhirnya baru teringat ada Halwa di sebelahnya.

"Eh iya, kenalkan ini sahabatku, Halwa... Halwa ini Edzhar, pacarku!" 

Pria itu beralih menatap Halwa lalu mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan dirinya, "Edzhar."

Seketika otak Halwa terasa membeku, ia tidak dapat berkata-kata, rasa percaya dirinya seolah lenyap entah ke mana.

Ia mengerjapkan kedua matanya saat bahu Tita menyenggol bahunya, "Wa!" 

"Eh, iya. Aku Halwa," balas Halwa sambil menjabat tangan Edzhar, yang langsung mengirimkan gelenyar-gelenyar halus dari telapak tangannya ke seluruh tubuhnya.

"Apa kau hanya mengenalkan Edzhar saja pada wanita cantik itu?" celetuk temannya yang lain, dan Tita langsung memutar kedua bola matanya.

"Ok baiklah. Perkenalkan semuanya, wanita ini adalah sahabat baikku. Namanya Aira Halwatuzahra, kalian bisa panggil dia Halwa. Apa ada di antara kalian yang sedang tidak enak badan? Kalian bisa berkonsultasi gratis dengannya, mumpung surat izin prakteknya belum keluar!" seru Tita.

"Apaan sih, Ta." keluh Halwa sambil menyenggol kembali bahu Tita.

Sahabatnya itu hanya menyeringai lebar, lalu mulai memperkenalkan satu-persatu teman-temannya yang hadir.

"Yang di ujung bangku itu namanya Aaron, dan wanita di sebelahnya adalah sekretarisnya, Lea." 

Halwa melihat ke arah pria yang terlihat menyeramkan itu, tampan tapi terlalu dingin untuk selera Halwa, lalu mengikuti gerakan tangan Tita ke pria satunya lagi,

"Pria di sebelah Aaron namanya Ethan, dan wanitanya ... Astaga Than, kamu ganti pacar lagi?" tanya Tita dongkol, sementara Ethan hanya menyeringai lebar.

Tita kembali melanjutkan, "Pria di sebelah wanitanya Ethan bernama Levin dengan pacarnya Beth, dan yang duduk menyendiri di sebelah sana adalah Victor."

Tita mendekatkan wajahnya ke telinga Halwa, "Dia seorang introvert." lanjutnya.

"Bule semua? Apa kamu tidak punya teman warga lokal?" tanya Halwa dan Tita hanya mengangkat bahunya,

"Aku lebih suka bergaul dengan mereka. Kamu tahu? Mereka semua adalah pewaris dari perusahaan raksasa!"  jawab Tita.

"Hmmm.." hanya itu saja tanggapan Halwa, ia paling tidak suka kalau status dan kesuksesan seseorang dijadikan tolak ukur pertemanan.

"Ayo duduk, Sweetie. Aku punya kejutan untukmu!" seru Edzhar sambil merangkul pinggang Tita dan membawanya ke sofa kosong di lingkaran mereka itu, hanya tersisa satu sofa di sebelah Victor.

Setelah mendesah pelan, Halwa bergegas dan duduk di sofa itu.

"Bunga paling indah," gumam Victor, lebih ke dirinya sendiri, tapi Halwa dapat mendengarnya.

"Apa?" tanya Halwa.

Victor mengalihkan perhatiannya dari gelas yang sedang ia pegang ke Halwa,

"Namamu itu, Halwatuzahra. Yang berarti bunga paling indah." jawabnya, lalu menyesap kembali minumannya.

"Ya, kamu benar," sahut Halwa sambil menyeringai lebar.

Lalu Halwa kembali melihat ke arah pria itu, Edzhar. Yang sudah menjadi pusat perhatiannya sejak pertama kali melihatnya, yang kini sedang memadu kasih dengan Tita, dan yaa ia merasa cemburu. Untuk pertama kalinya dalam pertemanannya, ia cemburu pada sahabatnya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kosong

    Turki, negara transkontinental, satu negara seribu rasa. Negara yang penuh dengan kekontrasan, tempat bertemunya tradisi Timur dan Barat, dimana pemandangan reruntuhan dan bangunan kuno bersanding dengan dunia modern, serta kehidupan sekuler dan religius yang berjalan berdampingan. Negara yang ingin sekali Halwa kunjungi, itu makanya ia tidak menolak saat Tita mengajaknya ke negara ini, untuk merayakan ulang tahun kekasihnya, Edzhar. Kini, nyaris tiga bulan Halwa berada di negara ini, dan sekarang adalah malam terakhirnya di negara ini.Halwa menatap ke luar jendela kamarnya, menatap nanar ke pemandangan kota Istanbul ini, yang pamornya tak kalah impresif dibandingkan dengan ibu kota Turi, Ankara. Satu-satunya kota di dunia yang berada di dua benua. Hanya dengan menaiki kapal ferry, kita sudah bisa berpindah dari Benua Asia ke Benua Eropa."Kamu sudah siap?" tanya Victor.Halwa balik badan menghadap pria yang sudah menyelamatkannya itu, "Ya," jawabnya, lalu melangkah mundur saat Vic

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Depresi

    Halwa sudah membayangkan kalau pertemuannya dengan kedua orang tuanya akan mengharu biru. Tapi ternyata lebih dari itu.Kini Halwa terduduk di lantai, dengan kepalanya yang ia rebahkan di atas pangkuan mamanya, dengan papanya yang duduk di sebelahnya, yang tangan tuanya kini sedang mengusap lembut kepala Halwa.Segala kepahitan dan penderitaan hidupnya selama tiga bulan ini, Halwa curahkan semuanya kepada kedua orang tuanya itu, sambil sesengukan ia menceritakan semuanya, tidak ada satupun yang ia sembunyikan."Aku sudah hancur sekarang, Ma, Pa. Pria itu sudah menghancurkan masa depanku," isak Halwa, airmatanya masih terus membasahi celana pajang mamanya.Orang tua mana yang tidak akan bersedih mendengar nasib malang yang menimpa putrinya, tidak terkecuali dengan mama dan papanya Halwa.Halwa dapat merasakan tetesan air mata mamanya yang jatuh ke kepala Halwa, tapi Halwa tetap bergeming, ia tetap merebahkan kepalanya di atas pangkuan mama

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kenangan Yang Berbahaya

    "Kenapa aku harus ke Psikiater?" tanya Halwa keesokan harinya. Mama merangkul pundak Halwa, "Untuk membantumu supaya lebih cepat pulih dari trauma itu, Sayang. Dan bukan di sini, kamu akan memulai konsultasi saat sudah berada di Spanyol nanti," jawabnya. "Dimana Victor? Aku belum melihatnya pagi ini?" tanya Halwa. "Dia dan Papa sedang mengurus dokumen kepindahan kita. Beruntung kamu menemukan pria sebaik dia Aira," jawab mama sambil merapikan rambut Halwa, "Mau Mama kuncir?" tanyanya dan Halwa menganggukkan kepalanya. Kini ia tidak bisa mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi, bahkan hanya sekedar untuk mengikat rambutnya. Akibat dari tendangan keras di bahunya hingga menyebabkan tulang lengan atas bergeser dari soket bahunya. "Tunggu sebantar, Mama ambil sisir dan ikat rambut dulu," ujar mamanya sambil berdiri, lalu melangkah ke dalam kamar Halwa. Bosan hanya duduk-duduk saja sejak tadi, Halwa melangkahkan kakinya dengan pelan ke halaman rumahnya. Desanya ini berada d

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Jebakan

    Desa Albarracin, Spanyol. Salah satu desa terindah di dunia. Desa yang menyajikan panorama abad pertengahan yang sangat kental, rumah-rumah di desa ini rata-rata dibangun di atas bukit, dengan material-material yang ringan, begitu juga dengan rumah peristirahatan Victor ini. Dari jendela kamarnya Halwa dapat melihat ke sekeliling desa itu, dan ia merasa seperti tinggal di abad pertengahan, dengan banyaknya benteng batu yang menghiasi sudut kota, dan bukit-bukit tandus yang mengelilingi desa yang berada di wilayah tengah Aragon ini, meski demikian udaranya terasa sejuk. Di gang-gang sempit desa ini terdapat jalur-jalur yang berliku, yang mengarah ke menara-menara batu kuno, istana-istana dan juga kapel-kapel, serta situs bersejarah lainnya. "Kamu tidak istirahat, Aira?" tanya mama, "Tidurlah sebentar, kamu tidak tidur selama di pesawat." Halwa "Aku takut, Ma. Aku selalu merasa ketakutan saat akan beranjak tidur. Aku takut mimpi buruk lagi," jawab Halwa. "Besok Victor akan men

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Jangan Sakiti Mereka

    Dengan kedua telapak tangan bersandar pada kaca besar ruang kerjanya, Edzhar terlihat seperti sedang menikmati pemandangan ibu kota, yang dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat, dan kendaraan yang padat merayap. Tapi sebenarnya pikirannya sedang tersita pada sosok wanita yang ia cari-cari selama ini. Sudah satu bulan lebih anak buah Edzhar belum bisa menemukan keberadaannya, Halwa. Wanita yang sudah menyebabkan kekasihnya bunuh diri. Kedua matanya masih menyala-nyala dengan api dendam. Ia belum puas memberi pelajaran pada wanita itu, tapi seseorang telah berhasil mengeluarkannya dari dalam penjara. Edzhar selalu bertanya-tanya di dalam hatinya, siapa sosok yang sudah berani menantangnya itu? Dan sampai kini pun ia belum menemukan para pria yang sudah melecehkan kekasihnya itu. Semua yang terlibat di dalam insiden itu seperti menghilang di telan bumi, termasuk Halwa. "Sampai aku bisa menemukanmu, habis kau Halwa!!" geram Edzhar sambil mengepalkan kedua tangannya. Sesaat kemudian

    Last Updated : 2025-03-28
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Desakan Edzhar

    Pria yang dipanggil Yas langsung menyerahkan tabletnya pada Halwa, dan Halwa merasa nyawanya tercabut dari raganya saat itu juga, saat ia melihat tayangan video orang tuanya yang tengah disekap entah dimana.Halwa menjatuhkan tablet itu dan langsung mencengkram lengan Edzhar,"Jangan sakiti mereka, please! Aku saja. Sakiti aku saja jangan mereka," isaknya."Mulai saat ini, turuti keinginan saya!" tegas Edzhar sambil menepis tangan Halwa."Ya, Aku akan menuruti apapun maumu." "Ingat! Kalau kau sampai mencoba untuk bunuh diri lagi, orang tuamu juga akan segera menyusulmu! Kalau kau mencoba kabur dari saya lagi, saya akan memotong bagian tubuh orang tuamu itu setiap harinya sampai kau kembali! Mengerti?" ancam Edzhar dan dengan cepat Halwa menganggukkan kepalanya."Sekarang katakan padaku, bagaimana Victor bisa membantumu?" "A ... Aku tidak tahu. Terakhir aku ingat aku memutus nadiku sendiri di kamar mandi, dan aku terba

    Last Updated : 2025-03-29
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Serangan Panik

    "Jangan takut, Nona. Kami hanya akan merias wajahmu dan merapikan rambutmu," jawab salah satu dari mereka dengan lembut sambil mendudukkan Halwa di kursi meja riasnya. "Meriasku? Untuk apa?" Halwa melihat kedua wanita itu saling tatap dengan bingung dari cerminnya, sepertinya kedua wanita itupun tidak mengetahui apa tujuan dari pria iblis itu menyuruh mereka merias Halwa. 'Apa pria itu mau menjualku? Ya Tuhan! Aku takut sekali. Aku tidak bisa meminta bantuan pada siapapun, bahkan ponselpun aku tidak pegang, semua disita Edzhar.' desah Halwa dalam hati. Halwa membiarkan kedua wanita itu meriasnya, juga menata rambut panjangnya, protes pun akan percuma, karena sudah jelas kedua wanita itu pasti lebih takut pada Edzhar. Halwa menatap pantulan dirinya di cermin, ia bukanlah tipe wanita yang suka berhias diri, berbeda dengan sahabatnya Tita, yang selalu berhias dan berpakaian serba modis kemanapun wanita itu pergi

    Last Updated : 2025-03-29
  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Pernikahan Paksa

    "Pe ... Pernikahan? Ke ... Kenapa kamu menikahiku?" tanya Halwa tergagap."Seperti yang sudah saya bilang tadi, kau harus membayar kesalahanmu seumur hidupmu! Kalau seseorang bisa membebaskanmu dari penjara, maka tidak akan ada yang bisa membebaskanmu dari penjaraku! Dan saya akan pastikan, kau akan mendapatkan nerakamu di dalam pernikahan ini!" jawab Edzhar dengan nada dingin yang menusuk.'Ya Tuhan! Sampai kapan pria itu akan sadar, kalau bukan aku lah yang mengajak Tita ke kapal pesiar itu?' tanya Halwa dalam hati.Edzhar turun terlebih dahulu, dan Yas membukakan pintu untuk Halwa. Ingin rasanya Halwa melarikan diri dari sana, ia tidak mau menikahi monster itu. Tapi Halwa segera mengurungkan niatnya itu ketika teringat, kalau kedua orang tuanya masih berada di dalam genggaman pria itu.Pernikahannya sendiri berjalan cepat, dan Halwa tidak terlalu mengikuti prosesnya, ia masih shock dengan kenyataan, kalau mulai hari ini ia sudah menja

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Morning Sick

    "Bagaimana terapinya?" tanya Edzhar ketika Halwa sudah keluar dari ruang konseling."Berjalan dengan lancar, Tuan." jawab Halwa pelan. Terapinya tidak jauh berbeda dengan yang pernah ia jalani saat di Spanyol bersama dengan Victor, entah terapi ini akan berhasil atau tidak? Secara ia sekarang tinggal dengan sumber dari segala ketakutannya itu, Edzhar.Tapi pria itu kini sudah sedikit berubah, dia tidak terlihat bengis lagi seperti biasanya, kini Edzhar terlihat seperti saat pertama kali Halwa melihatnya, tampan dengan aura yang terlihat berbeda dari yang lainnya."Berhenti memanggilku Tuan lagi! Mulai sekarang kau bisa memanggil namaku saja," ujar Edzhar sambil mengulurkan lengannya ke Halwa.Halwa tahu, itu merupakan kode darinya agar Halwa merangkul lengannya itu. Takut pria itu marah kalau Halwa menolaknya, ia langsung melingkarkan lengannya di lengan Edzhar."Apa kau menginginkan makanan tertentu?" tanya Edzhar."Maksudmu ngidam? Tidak, aku tidak merasakannya," jawab Halwa, ia me

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Salca

    "Günaydın!" sapa Edzhar ketika Halwa baru saja membuka matanya, dan mendapati Edzhar yang berdiri di sampingnya.Seketika itu juga Halwa langsung duduk, "Maaf, aku kesiangan!" ucapnya. Ia takut Edzhar akan marah karenanya.Alih-alih marah, Edzhar malah tersenyum lembut. Pria itu benar-benar tersenyum padanya, 'Apakah aku sedang bermimpi?'"Kau tidak perlu terburu-buru bangun seperti tadi, bagaimana kalau perutmu kram lagi?" nada lembut di dalam suara Edzhar itu membuat Halwa mengerutkan keningnya."A ... Aku sudah tidak merasakan kram itu lagi."Sambil terus tersenyum, Edzhar duduk dipinggir tempat tidur, refleks Halwa beringsut mundur saat tangan Edzhar terarah ke wajahnya, dengan kedua bola matanya yang melebar ketakutan, membuat tangan pria itu terhenti di udara.'Wanita ini masih takut padaku, aku harus bersabar. Bagaimanapun juga aku yang menyebabkan dia trauma.'"Mandilah, Anne sudah menunggu kita di bawah!" seru Edzhar sebelum berdiri dan duduk di sofa santainya, ia mengulurk

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Penyesalan

    "Nona Halwa mengalami trauma berkepanjangan, yang biasa juga disebut dengan Post-Traumatic Stress Disorder atau PTSD," ujar psikiater itu."PTSD? Apa maksudnya?" tanya Edzhar."PTSD itu gangguan secara emosi berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, ketakutan, serta depresi akibat peristiwa traumatis yang dialami, yang biasanya telah terjadi selama lebih dari tiga puluh hari. Dalam hal ini, sepertinya Nona Halwa trauma terhadap berbagai peristiwa yang menakutkan di dalam hidupnya, yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan ini," jawab psikiater itu."Lalu apa yang akan kau lakukan untuk menghilangkan traumanya itu?""Saya akan melakukan terapi psikologis untuknya berupa manajemen ansietas, terapi kognitif, dan juga terapi exposure. Tapi yang jauh lebih penting dari itu adalah dukungan dari keluarganya, untuk mendampinginya melewati masa trauma ini, terutama dari anda sebagai suaminya.""Kapan prosesnya bisa di mulai?"Sesegera mungkin Nona Halwa harus melakukan psiko

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Apa Yang Harus Aku Lakukan?

    Edzhar duduk di sofa santainya, dengan kedua kaki yang saling tumpang tindih di atas meja. Jemari tangannya saling bertautan di atas perutnya yang rata, sementara kedua matanya menatap penuh wanita yang saat ini sedang tidur di atas tempat tidurnya.Sesekali Edzhar melihat kening Halwa yang mengernyit, seperti menahan sesuatu yang tengah menyiksanya. Mungkinkah wanita itu tengah bermimpi buruk?Mendapatkan luka sedalam itu, pasti sangat menyakitkan untuknya, dan entah kenapa ada reaksi primitif di dalam diri Edzhar saat pertama kali melihat bekas luka itu."Tuan, Nona Halwa terlibat pertengkaran lagi dengan Teman satu selnya!" lapor Yas, hampir setiap hari Yas melaporkan itu selama Halwa berada di dalam penjara.Saat itu Edzhar tidak mempedulikannya, ia menganggap itu hanyalah akting Halwa supaya ia merasa iba dan mengeluarkannya dari dalam penjara itu. Tapi alih-alih mengeluarkannya, Edzhar justru tetap menempatkan wanita itu di sel yang sama, dan tidak berniat sama sekali untuk memi

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   USG

    Siang harinya, Victor beserta yang lainnya pamit kembali ke Istanbul, sebelum melanjutkan kembali perjalanan mereka ke Jakarta. Kota yang sudah sangat Halwa rindukan itu, tempat ia menghabiskan hampir dari seluruh hidupnya di sana.Halwa tidak berani menatap Victor, selain takut membuat Edzhar murka, ia juga takut tidak akan bisa menahan dirinya untuk menghambur ke arah pria itu, lalu memohon padanya untuk menyelamatkan kembali dirinya dari neraka yang Edzhar ciptakan ini untuknya.Mereka melambaikan tangannya saat mobil yang mereka tumpangi bergerak keluar dari halaman rumah Anne. Dan Halwa seolah-olah merasa kehilangan sesuatu yang penting, yang tidak akan mungkin ia dapatkan kembali, dan itu membuat hatinya terasa sakit.Ia memang mencintai Edzhar. Ia tidak tahu kenapa ia masih saja mencintai Edzhar ketika pria itu telah berkali-kali membuatnya terluka, bahkan kenangan menyakitkan selama di dalam penjara saja belum hilang sepenuhnya dari dalam dirinya, mungkin inilah maksud dari ka

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Kau Adalah Milikku!

    "Kau boleh keluar sekarang! Dan jaga pintu itu dengan nyawamu!" perintah Edzhar pada Yas. Yas sedikit menundukkan kepalanya sebelum melangkah keluar kamar, lalu berjaga di depan pintu masuknya. Setelah mengunci pintu, Edzhar melangkahkan kakinya ke arah Halwa, yang tengah duduk di salah satu sofa sudutnya. Cahaya lampu kamarnya lumayan terang, hingga ia dapat melihat dengan jelas kedua mata Halwa yang membelalak ketakutan sejak ia memasuki kamar. "Apa kau sudah lupa dengan apa yang sudah pernah saya tegaskan?" tanya Edzhar dengan sikap dingin, dengan ekspresi wajah yang sama dinginnya. Halwa langsung beringsut di kursinya, "A ... Apa maksudmu?" tanyanya. Edzhar meletakkan kedua tangannya di sisi sofa, mengungkung Halwa di bawahnya, membuat wanita itu semakin terlihat ketakutan. "Saya dengan tegas sudah mengatakan untuk berpura-pura tidak mengenali Victor saat kau bertemu kembali dengannya! Tapi

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Provokasi

    "Ya, tapi aku ragu itu anakku. Bisa saja itu anak salah satu sipir penjara, Halwa sendiri yang mengakui itu padaku!"Jawabannya seperti menyiram minyak ke dalam api, karena amarah yang sejak tadi berusaha ditahan Victor, kini tidak bisa dibendung lagi.Sambil mengepalkan kedua tangannya, Victor langsung berderap ke arah Edzhar, dan baru akan kembali meninjunya kalau saja Ethan dan Levin tidak menahannya, dan mendudukkannya kembali di kursinya."Tahan dirimu, Vic! Apa kau mau meberikan Ed kepuasan dengan melihatmu kehilangan kendali diri seperti ini? Itu tujuan dia memprovokasimu!" bisik Ethan di telinga Victor."Kenapa tidak kalian biarkan saja dia meninjuku kembali? Kali ini aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja! Aku akan memastikannya meringkuk di balik jeruji besi walau hanya satu malam saja!" cibir Edzhar sambil tersenyum sinis."Aku tahu kau menekannya untuk bersedia menikah denganmu!" geram Victor."Tidak. Seperti

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Neraka Untuk Halwa

    "Edzhar, ada apa ini? Cepat jelaskan kenapa pembantu itu bisa menjadi istrimu? Kenapa kau menikah tanpa izin dari Anne terlebih dahulu?" cecar anne, tapi Edzhar masih terus mengabaikannya."Aku akan tetap membawa Aya dari sini!' tegas Victor."Silahkan bawa wanita itu, kalau memang wanita itu bersedia pergi denganmu!" balas Edzhar."Edzhar!" tegur anne lagi, kali ini ia baru mendapatkan perhatian dari putranya itu,"Apa makan malam sudah siap, Anne?" tanyanya dengan nada lembut."Sudah, sekarang lebih baik kita segera memulai makan malam ini, sambil kamu menjelaskan kenapa bisa kamu diam-diam sudah menikah?""Baiklah kalau begitu. Silahkan nikmati makan malam kalian!' seru Edzhar sambil melenggang pergi."Kamu mau ke mana?" tanya anne saat melihat putranya itu melangkah ke arah yang berlawanan dengan ruang makan.Edzhar menghentikan langkahnya, lalu balik badan ke arah anne sambil merentangkan kedua tangannya,

  • Jerat Ambisi Penguasa Kejam   Dia Istriku!

    Edzhar terus mengeluarkan sumpah serapahnya saat Victor memeluk Halwa, dan membisikkan kata-kata lembut di telinganya, "Ssttt! Tenanglah, Aya. Ini aku Victor," bujuknya sambil mengelus punggung Halwa. Halwa masih terlihat memberontak dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Victor, "Lepaskan aku! Tolong lepaskan aku," isaknya. Victor menangkup pipi Halwa, dan menatapnya dengan lembut, "Aya! Look, I'm here for you, no matter what! I'm here to protect you!" Perlahan kesadaran Halwa mulai kembali, awalnya ia mengira ini hanyalah mimpi, tidak mungkin kan Victor ada di sini? Di perkebunan Edzhar? Tapi suara lembut yang sangat dikenalnya itu mampu menyelusup masuk ke dalam dirinya, "Aya! Ini aku, Victor." Aya, hanya pria itu saja yang memanggilnya seperti itu. Dan kini Halwa sudah sepenuhnya sadar, meski tubuhnya teramat sangat letih, sebentar lagi ia pasti akan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status