"Bu Yuvira, aku sudah menyelesaikan apa yang kamu minta. Uangnya ...."Yuvira: "Kerja bagus. Aku kirim 20 juta dulu. Hari Senin, saat masuk kerja, aku akan memberimu instruksi lain."Setelah menerima 20 juta, sekretaris magang itu melirik ke toko perlengkapan bayi yang jauh itu.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Yuvira pada Nadia, dia tidak punya pilihan selain menuruti perintah Yuvira demi biaya pengobatan neneknya.....Nadia tidak menganggur selama dua hari ini.Dia memperbagus detail rancangannya, memoles konsep rancangannya dan pergi melihat rumah bersama Sena.Dia dan Sena telah mendiskusikan masalah membeli rumah dengan cermat.Setelah pulang dari studinya di luar, Nadia masih perlu tempat untuk tinggal.Dia akan tinggal bersama tiga orang anak, jadi luas rumahnya harus direncanakan dengan matang.Rumahnya tidak boleh terlalu kecil, tetapi jika terlalu besar Nadia tidak mampu membelinya.Nadia yang duduk di kursi penumpang depan, memandang dengan cemas ke rumah-rum
Nadia tidak berkata apa-apa dan hanya menonton sandiwara Yuvira.Baru setelah Gio menghampirinya, Nadia menatap Gio dan berkata, "Aku boleh naik ke atas?""Atau perlu persetujuan dari nyonya rumah ini?"Kata-kata Nadia membuat Gio mengerutkan kening."Apa kamu harus berbicara seperti itu?" balas Gio.Mendengar itu, ekspresi Yuvira langsung memucat.Bagaimana mungkin Yuvira tidak mengerti maksud Gio?'Kenapa Gio malah mempermalukan aku di depan Nadia?''Selain itu, apa yang wanita jalang ini lakukan di sini?'Nadia merasa sangat senang ketika melihat ekspresi Yuvira diam-diam berubah itu.Nadia memandang pria berwajah tampan itu dan berkata, "Aku hanya bercanda, kalau begitu aku naik dan ambil barangku dulu."Setelah mengatakan itu, Nadia berjalan menuju tangga.Baru dua langkah, Nadia tiba-tiba terjatuh di tangga.Nadia refleks melindungi perutnya dengan tangan dan mengernyit, menahan rasa sakit di lututnya.Suara jatuh itu membuat Gio langsung menoleh. Raut wajahnya pun berubah ketika
Sepuluh menit setelah Nadia berbaring istirahat, Ratih mengetuk pintu dan masuk membawakannya makanan.Ratih tersenyum lebar ketika melihat Nadia. "Nona Nadia, akhirnya kamu kembali," ujarnya.Nadia berdiri, tersenyum kecil dan berkata, "Bibi Ratih, aku hanya datang ambil barang."Ratih meletakkan makanan di meja samping kasur dan mengeluh, "Seandainya Nona nggak pergi."Nadia terdiam, lalu bertanya, "Yuvira mempersulit Bibi?"Ratih tersenyum pahit dan tidak berkata apa-apa. Dia mengaduk sup jamur untuk mendinginkannya sebelum diberikan kepada Nadia."Nona, kamu terlihat makin kurus. Tinggallah di sini untuk beberapa saat, aku akan menjagamu sampai sehat," bujuk Ratih.Nadia mengambil sup jamur itu, terdiam sejenak, lalu berkata, "Bibi Ratih, beri tahu aku, apakah Yuvira menyulitkanmu?""Hal itu nggak bisa dihindari." Ratih menghela napas dan melanjutkan, "Tapi aku sering berpikir seandainya kamu bisa kembali ke sini."Nadia melahap sesendok sup jamur itu, menjilat bibirnya dan berkata
Setelah sarapan, Nadia kembali ke lantai dua.Saat dia hendak kembali ke kamar Gio, Yuvira keluar dari kamar dan menghampirinya. Sambil melirik ke perut Nadia, Yuvira berkata, "Sudah hampir empat bulan, 'kan?"Nadia memandangnya dengan waspada dan bertanya, "Apa yang ingin kamu katakan?"Yuvira tersenyum dan bertanya, "Kamu nggak pernah beri tahu Gio karena takut dia akan menyuruhmu menggugurkan anakmu.""Atau kamu sebenarnya diam-diam berhubungan dengan pria lain dan hamil anak pria itu?""Kamu pikir semua orang seperti kamu?" balas Nadia dengan sarkas.Ekspresi Yuvira membeku sesaat dan berkata, "Kalau begitu, kenapa kamu nggak beri tahu Gio?""Karena nggak akan seru, 'kan?" Nadia melangkah lebih dekat ke Yuvira, "Tenang saja, aku akan mengingatkanmu dari waktu ke waktu.""Melihatmu hidup tersiksa karena cemas dan takut, memasang wajah marah, membuatku senang.""Yuvira, sebaiknya kamu berdoa agar anak dalam perutmu adalah anak Gio.""Kalau nggak, nasibmu mungkin lebih buruk daripada
"Terima kasih tawarannya, Pak Gio. Kamu sebenarnya takut akan ribut dengan Yuvira ketika bertemu dengannya, 'kan?" tanya Nadia sambil tersenyum.Gio menyipitkan matanya dan menatap bibir merah Nadia sambil berkata, "Nadia, jangan paksa aku menutup mulutmu."Nadia terdiam.Dia sadar pria di depannya ini terlalu lihai, jadi sebaiknya dia tutup mulut.Setelah Gio keluar, Nadia menuju ke meja kerja yang dia gunakan sebelumnya.Saat menyentuh barang-barang yang dulu dia gunakan, Nadia teringat kembali kerja kerasnya selama tiga tahun di perusahaan ini.Sebelum Yuvira muncul, dia dengan naif berpikir bahwa dirinya akan menemani Gio untuk waktu yang lama.Sayang sekali, pemikirannya itu sungguh naif dan hancur berkeping-keping oleh kenyataan.Setelah menenangkan diri, Nadia keluar dan pergi ke ruang kantor sekretaris.Tepat Nadia sudah pergi menjauh, Yuvira muncul dari koridor.Sambil memegang kotak makan, Yuvira berdiri di depan pintu kantor Gio dan mengetuknya.Meskipun matanya tertuju pada
Setelah mengatakan itu, Nadia memalingkan muka dan keluar dari ruangan tanpa menunggu jawaban Gio.Membayangkan mereka berdua melakukan hubungan intim membuat Nadia merasa jijik.Oleh karena itu, mustahil bagi Nadia untuk bisa makan bersama Gio dengan tenang.Saat menanyakan soal makan malam kepada Gio, Nadia hanya ingin melihat reaksi Yuvira yang ingin menyerangnya tetapi tidak berani.Setelah keluar dari perusahaan, Nadia menarik napas dalam-dalam dan memaksakan dirinya untuk tenang.Nadia melihat jam tangan. 'Kalau pulang sekarang, seharusnya masih sempat.'Nadia kembali ke Pondok Asri dengan taksi dan Ratih segera keluar untuk menyambutnya.Setelah melihat Nadia, Ratih buru-buru memberitahunya, "Nona Nadia, Nona Yuvira sedang mandi. Aku lihat ponselnya ada di atas meja."Raut wajah Nadia menjadi serius dan berkata, "Oke, kamu cari cara untuk memperlambat dia."Kamar tamu yang ditempati Yuvira tidak ada kamar mandinya, jadi Nadia punya kesempatan untuk menyalin data dari kartu sim d
Melihat raut wajah Nadia mulai bersemangat, Gio bersandar di pintu dan bertanya, "Sudah merasa lebih baik?"Nadia hanya mengeluarkan suara "hmm" dengan datar.Gio berbalik ke samping sambil berkata, "Ayo pergi, aku akan membawamu ke suatu tempat."Nadia terheran-heran.'Ini sudah lewat jam sembilan malam, dia mau bawa aku ke mana?'....Distrik Utara, di pertengahan gunung.Mereka tiba setelah dua jam perjalanan dan Nadia sudah lama tertidur di kursi belakang mobil.Gio memarkir mobil dan memandang Nadia yang meringkuk di kursi belakang, sorot matanya sedikit melembut.'Saat tidur, dia nggak terlihat dingin dan jutek.'Ada beberapa helai rambut menutupi wajah Nadia. Melihat itu, Gio perlahan mengulurkan tangannya untuk menyisir helai rambut itu ke samping.Saat bersentuhan dengan wajah Nadia, Gio sedikit terkejut.Ada rasa lembap di ujung jarinya."Bu ... jangan pergi. Aku akan mendengarkan Ibu .... Aku nggak akan menjadi wanita simpan lagi, jangan pergi ...."Mendengar gumaman Nadia,
Mendengarkan perkataan Gio, hati Nadia seperti tertusuk sedikit demi sedikit.Nadia memejamkan matanya dan ekspresinya terlihat pasrah.'Apa Gio akan percaya kalau aku jelaskan?'"Katakan!" teriak Gio dengan tiba-tiba.Nadia menatapnya dengan wajah datar dan bertanya, "Gio, apa kamu akan percaya dengan perkataanku? Kalau nggak percaya, aku jelaskan pun nggak akan ada artinya!""Aku nggak ingin mendengarmu mengatakan ini! Aku hanya ingin kamu memberiku penjelasan sekarang!"Ujung mata Gio berangsur-angsur berubah menjadi merah. Kemarahan yang terpancar dari matanya itu seakan-akan bisa membakar Nadia sampai mati."Kalau sikapmu seperti ini, untuk apa aku menjelaskan lagi?" Setelah melemparkan kata-kata itu, Nadia menoleh ke luar jendela mobil.'Aku nggak mau menjelaskan!''Aku menjadi sekretarisnya selama tiga tahun. Kalau aku ingin mencuri dokumen rahasia, akan kulakukan sejak dulu!''Untuk apa menunggu sampai sekarang?'Gio membalikkan tubuh Nadia, memaksa Nadia untuk menghadapnya.Gi