Apa yang ditakutkan Nadia benar-benar terjadi.Dia buru-buru melepaskan diri dari gendongan Sam.Saat kakinya menyentuh tanah, Nadia kembali meringis kesakitan.Dia menengadah dan berkata kepada Sam, "Dokter Sam, tolong jaga ibuku, ya."Sam mengangguk dan melihat Nadia pergi dengan tertatih-tatih.Setelah sosok Nadia berangsur-angsur menjauh, pandangan Sam berpindah ke mobil Maybach di depan pintu rumah sakit.Nadia tiba di samping mobil dan Yuda membantu membukakan pintu untuknya.Seketika, hawa dingin yang menakutkan langsung melanda keluar."Masuk!" seru Gio dengan geram.Nadia menurutinya dan masuk ke dalam mobil dengan gugup.Begitu masuk, Gio langsung meraih dagu Nadia. Dia memaksa Nadia menatap langsung ke matanya.Gio sangat marah sampai menggertakkan gigi, lalu berteriak, "Nadia, apa semua perkataanku kamu anggap angin lewat?"Nadia yang terlihat pucat itu mencoba menjelaskan, "Gio, bukan begitu. Apa yang kamu lihat tadi ....""Apa? Nadia, aku hanya percaya pada apa yang kulih
Yuvira mengikuti pandangan Gio. Begitu melihat Nadia, sorot matanya menunjukkan niat jahat.Detik berikutnya, dia berdiri sambil tersenyum dan berkata, "Bu Nadia, sini cepat duduk makan."Dia berbicara seakan-akan Nadia adalah tamu di rumah ini.Nadia mengetahui niat Yuvira dan mengabaikannya. Dia duduk di hadapan mereka berdua dan makan dengan tenang.Yuvira menatap Gio dengan sedih dan berkata, "Gio, apa Bu Nadia nggak suka aku ada di sini?""Nggak usah pedulikan dia," ujar Gio sambil menarik Yuvira untuk duduk kembali.Yuvira mengangguk patuh. Setelah makan beberapa suap, dia berkata, "Bu Nadia, aku kejadian waktu itu aku nggak menyalahkanmu. Aku yang nggak hati-hati sampai terjatuh."Sembari berbicara, matanya mulai memerah, "Jadi, kamu jangan marah padaku lagi, ya?"Perkataan yang keluar dari mulut Yuvira itu membuat Nadia merasa mual.Kalau bukan karena dia menahan rasa mualnya, Nadia mungkin langsung memuntahkannya."Aku nggak berhati kecil seperti seseorang," sindir Nadia.Begi
"Nadia, kamu bilang apa?" tanya Gio yang terlihat kebingunganSuara Nadia barusan sangat pelan sehingga Gio tidak mendengar jelas apa yang dikatakan Nadia.Bibir Nadia semakin pucat. Saat dia hendak berbicara lagi, Yuda yang menggenggam ponsel masuk dengan tergesa-gesa."Tuan Gio! Ada panggilan darurat!""Nanti baru aku angkat!"Gio keluar dari vila sambil menggendong Nadia dan menuju mobil."Ini panggilan dari sana," ujar Yuda dengan cemas.Mendengar ini, langkah kaki Gio langsung berhenti.Setelah berpikir sejenak, dia mengernyit dan menempatkan Nadia ke kursi belakang mobil, lalu berkata, "Yuda akan mengantarmu ke rumah sakit. Nanti aku akan susul ke sana."Setelah mengatakan itu, Gio mengambil ponsel dari Yuda dan mendengar panggilan tersebut.Nadia menarik pakaian Gio dengan seluruh kekuatan yang tersisa dan berkata, "Jangan pergi ... kumohon ...."Namun, tangisan seorang wanita terdengar dari ujung ponsel itu."Gio, kamu di mana? Aku takut sekali, cepat kemari, cepat!"Ekspresi G
Nadia mengurus prosedur kepulangannya sendirian.Keluar dari rumah sakit, kepalanya terasa sedikit pusing ketika melihat mobil yang berlalu-lalang di jalan.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, Nadia mengeluarkan ponselnya untuk memesan Grab mobil.Pada saat yang sama, panggilan dari Wino tiba-tiba muncul di layar ponselnya.Nadia menjawab panggilan itu setelah menarik napas dalam-dalam."Ada apa?""Nad, kenapa kamu sama sekali nggak menghubungiku?" tanya Wino."Kan kamu yang blokir nomorku! Karena takut ada orang menemukanmu dengan memanfaatkanku. Sudah lupa?" jawab Nadia dengan ketus.Wino tertawa canggung lalu berkata, "Ayah lupa. Sudahlah, sekarang kamu di mana?"Sambil melirik ke rumah sakit, Nadia berkata, "Kembali ke kantor. Lembur!"Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, pasti ada banyak pekerjaan yang menumpuk."Oh. Upah lembur memang lebih banyak. Hal bagus. Nad, sekarang kamu ada uang?" tanya Wino.Mendengar itu, Nadia merasa geram. 'Apa dia nggak punya hal lain
Ratih kebetulan melihat Gio ketika keluar menyajikan makanan dan segera menyambutnya, "Tuan sudah pulang.""Akhir-akhir ini dia nggak makan?" tanya Gio sambil melonggarkan dasinya."Akhir-akhir ini, Nona Nadia bergadang. Selain itu, jam makannya juga nggak teratur. Berat badannya jadi turun banyak," jelas Ratih dengan cemas."Bergadang? Apa yang dia lakukan?" tanya Gio sambil melihat ke kamar mandi yang tertutup itu."Dia menggambar," ujar Ratih sambil menunjuk sketsa busana di atas meja yang belum sempat dibuang Nadia.Gio mengambil dan melihat sketsa tersebut.'Sketsa busana?'Gio termenung. Dia ingat tidak melihat ada informasi tentang Nadia bisa mendesain busana.'Kapan dia mulai belajar?'Ketika Nadia keluar dari kamar mandi, Gio masih melihat-lihat kertas sketsa itu.Ekspresi Nadia seketika berubah ketika menyadari Gio sedang melihat sketsanya. Dia bergegas mengambil kembali sketsa itu dari tangan Gio."Jangan lihat!""Kapan kamu belajar?" tanya Gio sambil menatap Nadia.Nadia ti
'Pakai seseksi itu, mau kamu perlihatkan kepada siapa?'Mendengar perintah Gio, Nadia terdiam sesaat.'Dulu aku selalu pakai seperti ini, kenapa sekarang nggak boleh?'Nadia malas berdebat dengan Gio, jadi mengikuti perintahnya. Sekarang, Nadia mengenakan gaun panjang putih dengan punggung terbuka berbentuk V.Melihat itu, raut wajah Gio menjadi makin masam.Yang paling memikat dari Nadia adalah punggungnya. Ramping dan mulus. Selain itu, kedua tulang belikatnya indah dan sempurna.Setiap kali melakukan hubungan intim dan melihat punggung Nadia, hasrat seksual Gio meningkat secara naluriah.Oleh karena itu, punggung itu hanya boleh ditunjukkan padanya. 'Keluar dengan pakaian seperti ini, kamu ingin merayu siapa?' pikir Gio dalam hati.Masih berwajah masam, Gio berjalan menuju deretan gaun lain.Setelah memilih-milih, dia mengambil gaun merah muda pastel yang lebih tertutup, tetapi tetap bisa menunjukkan kesempurnaan sosok Nadia.Setelah Nadia mengenakan gaun itu dan tidak ada bagian te
Setelah menerima kartu nama itu, Nadia berkata dengan murah hati, "Tuan Muda Gavin, terima kasih sudah membantuku. Aku permisi dulu."Gavin tidak bisa mengalihkan pandangannya sampai Nadia pergi.'Mirip ... mirip sekali ....""Kak Gavin!"Teriakan Alena yang tiba-tiba itu membuyarkan lamunan Gavin.Melihat Gavin masih menatap Nadia yang berjalan pergi itu, Alena langsung berkata dengan kesal, "Kak! Kenapa kamu menatap rubah betina itu!'Mendengar perkataan vulgar Alena, Gavin langsung mengernyit dan berkata, "Apa kamu masih terlihat seperti putri dari keluarga besar yang berpendidikan?""Kamu jatuh cinta dengan rubah betina itu, ya? Kenapa terus membelanya!"....Untuk menghindari masalah yang tidak perlu, Nadia memilih untuk kembali menemani Gio.Begitu Nadia duduk di samping, Gio menatap wajah pucatnya dan bertanya terheran, "Nggak enak badan?""Sedikit membosankan," jawab Nadia."Nanti kalau ada barang yang kamu suka bilang padaku," ujar Gio sambil kembali melihat ke depan.Dia tahu
Nadia menoleh ke arah suara itu. Terlihat Wino masuk dengan wajah merah karena mabuk.Melihat ada Nadia juga, Wino langsung tersenyum sambil berkata, "Ada Nadia juga di sini!"Karin memelototi Wino sambil berkata dengan ketus, "Ngapain kamu di sini? Keluar!"Nadia segera berdiri dan menenangkan ibunya, "Bu, jangan marah. Operasi Ibu baru selesai nggak lama, jadi nggak boleh marah."Wino mengerutkan bibirnya dan berkata, "Beri aku uang dan aku akan pergi."Nadia menoleh ke Wino dan berkata, "Ayah! Ibu masih dirawat di rumah sakit, gimana bisa memberimu uang?"Wino memelototi Nadia sambil berkata, "Ibumu bisa tidur nyaman di rumah sakit dengan uangmu. Gimana dengan Ayah? Rumah sudah nggak ada. Apa kalian nggak tahu aku tidur di jalanan!"Setelah mengatakan itu, Wino menyadari dia telah mengatakan hal yang salah dan segera tutup mulut.Akan tetapi, Nadia dan Karin sudah mendengar semuanya dengan jelas.Wajah Karin menjadi pucat. Sambil menunjuk Wino dia berteriak, "Kamu! Apa katamu? Apa y