Nadia mengurus prosedur kepulangannya sendirian.Keluar dari rumah sakit, kepalanya terasa sedikit pusing ketika melihat mobil yang berlalu-lalang di jalan.Setelah berdiri diam untuk beberapa saat, Nadia mengeluarkan ponselnya untuk memesan Grab mobil.Pada saat yang sama, panggilan dari Wino tiba-tiba muncul di layar ponselnya.Nadia menjawab panggilan itu setelah menarik napas dalam-dalam."Ada apa?""Nad, kenapa kamu sama sekali nggak menghubungiku?" tanya Wino."Kan kamu yang blokir nomorku! Karena takut ada orang menemukanmu dengan memanfaatkanku. Sudah lupa?" jawab Nadia dengan ketus.Wino tertawa canggung lalu berkata, "Ayah lupa. Sudahlah, sekarang kamu di mana?"Sambil melirik ke rumah sakit, Nadia berkata, "Kembali ke kantor. Lembur!"Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, pasti ada banyak pekerjaan yang menumpuk."Oh. Upah lembur memang lebih banyak. Hal bagus. Nad, sekarang kamu ada uang?" tanya Wino.Mendengar itu, Nadia merasa geram. 'Apa dia nggak punya hal lain
Ratih kebetulan melihat Gio ketika keluar menyajikan makanan dan segera menyambutnya, "Tuan sudah pulang.""Akhir-akhir ini dia nggak makan?" tanya Gio sambil melonggarkan dasinya."Akhir-akhir ini, Nona Nadia bergadang. Selain itu, jam makannya juga nggak teratur. Berat badannya jadi turun banyak," jelas Ratih dengan cemas."Bergadang? Apa yang dia lakukan?" tanya Gio sambil melihat ke kamar mandi yang tertutup itu."Dia menggambar," ujar Ratih sambil menunjuk sketsa busana di atas meja yang belum sempat dibuang Nadia.Gio mengambil dan melihat sketsa tersebut.'Sketsa busana?'Gio termenung. Dia ingat tidak melihat ada informasi tentang Nadia bisa mendesain busana.'Kapan dia mulai belajar?'Ketika Nadia keluar dari kamar mandi, Gio masih melihat-lihat kertas sketsa itu.Ekspresi Nadia seketika berubah ketika menyadari Gio sedang melihat sketsanya. Dia bergegas mengambil kembali sketsa itu dari tangan Gio."Jangan lihat!""Kapan kamu belajar?" tanya Gio sambil menatap Nadia.Nadia ti
'Pakai seseksi itu, mau kamu perlihatkan kepada siapa?'Mendengar perintah Gio, Nadia terdiam sesaat.'Dulu aku selalu pakai seperti ini, kenapa sekarang nggak boleh?'Nadia malas berdebat dengan Gio, jadi mengikuti perintahnya. Sekarang, Nadia mengenakan gaun panjang putih dengan punggung terbuka berbentuk V.Melihat itu, raut wajah Gio menjadi makin masam.Yang paling memikat dari Nadia adalah punggungnya. Ramping dan mulus. Selain itu, kedua tulang belikatnya indah dan sempurna.Setiap kali melakukan hubungan intim dan melihat punggung Nadia, hasrat seksual Gio meningkat secara naluriah.Oleh karena itu, punggung itu hanya boleh ditunjukkan padanya. 'Keluar dengan pakaian seperti ini, kamu ingin merayu siapa?' pikir Gio dalam hati.Masih berwajah masam, Gio berjalan menuju deretan gaun lain.Setelah memilih-milih, dia mengambil gaun merah muda pastel yang lebih tertutup, tetapi tetap bisa menunjukkan kesempurnaan sosok Nadia.Setelah Nadia mengenakan gaun itu dan tidak ada bagian te
Setelah menerima kartu nama itu, Nadia berkata dengan murah hati, "Tuan Muda Gavin, terima kasih sudah membantuku. Aku permisi dulu."Gavin tidak bisa mengalihkan pandangannya sampai Nadia pergi.'Mirip ... mirip sekali ....""Kak Gavin!"Teriakan Alena yang tiba-tiba itu membuyarkan lamunan Gavin.Melihat Gavin masih menatap Nadia yang berjalan pergi itu, Alena langsung berkata dengan kesal, "Kak! Kenapa kamu menatap rubah betina itu!'Mendengar perkataan vulgar Alena, Gavin langsung mengernyit dan berkata, "Apa kamu masih terlihat seperti putri dari keluarga besar yang berpendidikan?""Kamu jatuh cinta dengan rubah betina itu, ya? Kenapa terus membelanya!"....Untuk menghindari masalah yang tidak perlu, Nadia memilih untuk kembali menemani Gio.Begitu Nadia duduk di samping, Gio menatap wajah pucatnya dan bertanya terheran, "Nggak enak badan?""Sedikit membosankan," jawab Nadia."Nanti kalau ada barang yang kamu suka bilang padaku," ujar Gio sambil kembali melihat ke depan.Dia tahu
Nadia menoleh ke arah suara itu. Terlihat Wino masuk dengan wajah merah karena mabuk.Melihat ada Nadia juga, Wino langsung tersenyum sambil berkata, "Ada Nadia juga di sini!"Karin memelototi Wino sambil berkata dengan ketus, "Ngapain kamu di sini? Keluar!"Nadia segera berdiri dan menenangkan ibunya, "Bu, jangan marah. Operasi Ibu baru selesai nggak lama, jadi nggak boleh marah."Wino mengerutkan bibirnya dan berkata, "Beri aku uang dan aku akan pergi."Nadia menoleh ke Wino dan berkata, "Ayah! Ibu masih dirawat di rumah sakit, gimana bisa memberimu uang?"Wino memelototi Nadia sambil berkata, "Ibumu bisa tidur nyaman di rumah sakit dengan uangmu. Gimana dengan Ayah? Rumah sudah nggak ada. Apa kalian nggak tahu aku tidur di jalanan!"Setelah mengatakan itu, Wino menyadari dia telah mengatakan hal yang salah dan segera tutup mulut.Akan tetapi, Nadia dan Karin sudah mendengar semuanya dengan jelas.Wajah Karin menjadi pucat. Sambil menunjuk Wino dia berteriak, "Kamu! Apa katamu? Apa y
Nadia masih ragu. Setelah berpikir sejenak, dia merasa tidak bisa membuka mulut.Nadia merasa tidak boleh menggunakan ibu dan anaknya sebagai alasan untuk meminta uang yang dijanjikan di kontrak itu.Nadia merasa dialah yang merupakan anak ibunya. Dia juga yang menginginkan anak di dalam kandungnya. Oleh karena itu, Nadia merasa tidak sepatutnya minta uang dari orang lain.Selain itu, Nadia juga tidak yakin Gio tidak akan curiga.Nadia membuat alasan yang tidak masuk akal, "Aku lupa mau bilang apa. Nanti kalau sudah ingat aku baru bilang."Selesai bicara, Nadia segera meninggalkan ruang kerja.Gio mengerutkan kening. Dari ekspresi Nadia, Gio tahu Nadia tidak lupa.Gio merenung sesaat, lalu menghubungi Yuda.....Keesokan harinya, Nadia bangun dan mendapati ada notifikasi pesan 4 miliar telah masuk ke rekeningnya.Ada juga pesan dari Yuda: "Bu Nadia, Tuan Gio sudah mengalihkan sebuah rumah atas namamu. Alamatnya ini ...."Melihat pesan itu, Nadia seketika tercengang.Dia tidak mengataka
Sena menoleh dan memelototi Yuvira sambil berkata, "Kamu bicara apa sih? Apa mulutmu nggak bisa diam sebentar?"Yuvira menatap Sena dengan jijik. Di matanya, Sena hanyalah orang yang tidak penting dan tidak perlu diladeni.Yuvira menghampiri Nadia. Sambil tersenyum manis dia berkata, "Karena lingkungan rumahku sebelumnya sangat buruk, Gio membelikanku sebuah rumah.""Nggak akan lama lagi aku pasti bisa jadian dengan Gio, 'kan?" tanya Yuvira dengan sengaja.Nadia tersenyum dan balik bertanya, "Jadi, kalian masih belum jadian?""Hahaha ...."Sena tertawa terbahak-bahak, sedangkan senyuman Yuvira sebelumnya menghilang."Cepat atau lambat aku akan jadian dengannya. Sedangkan kamu?" sindir Yuvira."Ya, dia juga membelikanku rumah," ujar Nadia dengan santai, lalu berbalik dan membuka pintu kamar.Senyuman Yuvira menghilang dalam sekejap dan tertegun di tempat.Sena tidak bisa berhenti tersenyum. Sambil menepuk bahu Yuvira, dia berkata, "Kamu terlihat seperti badut."Setelah Nadia dan Sena ma
Tanpa menunjukkan emosi, Nadia mengangkat tangannya dan mengetuk-ngetuk kaca.Para sekretaris di ruangan itu menoleh. Saat melihat Nadia, mereka langsung tutup mulut.Nadia masuk dan bertanya sambil tersenyum, "Kenapa pada berhenti? Seharusnya aku sebagai tokoh utama pembicaraan kalian ikut juga, 'kan?"Para sekretaris itu saling memandang dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.Sambil membawa dokumen di tangan, Nadia berjalan ke depan meja. Sorot matanya yang dingin itu mengamati mereka semua."Dari pada mengurus urusan orang lain, lebih urus pekerjaan kalian."Setelah mengatakan itu, Nadia meletakkan dokumennya di atas meja. "Bu Devi, kamu sebagai kepala sekretaris malah mengajak yang lain untuk bergosip. Silakan ke Divisi Keuangan untuk ambil gaji bulan ini dan pergi."Mendengar itu, mata Devi membelalak. Dia bangkit dari kursi dan berkata, "Kamu pecat aku hanya karena hal ini?""Karena ini?" Nadia terkekeh, lalu lanjut berkata, "Dokumen yang dikirim oleh Felma Konstruksi Gru