Jadi kisah tentang Ayana juga masih berlanjut. Meski bukan tokoh utama namun karena pernah terlibat dengan si aktor dan aktris, nama Ayana terus terseret. Hingga beberapa bab ke depan dan melanjutkan jalannya sendiri.Seperti pagi ini misalnya. Di balkon apartemennya yang bersinggungan dengan mentari pagi, hiruk-pikuk Jakarta tak pernah berubah. Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi. Dan bisingnya klakson sudah memekakkan rungunya. Sembari menunggu semburat orange kian meninggi, Ayana usapi perut buncitnya. Ah, sudah berapa lama, ya?“Kamu nggak mau mandi?” Rambe melingkarkan tangan kokohnya di atas lengan mungil Ayana. Menggetarkan gelenyar aneh yang akhir-akhir ini membuat Ayana kebingungan. Pasalnya, hormon miliknya tidak stabil. Kadang, jenis sentuhan model apa pun yang Rambe salurkan menjadi sangat sensasional di darah Ayana yang berdesir. Namun tak jarang membuatnya uring-uringan. Layaknya keinginan lebih untuk di sentuh tanpa mau berhenti.“Malas,” jawabnya singkat. Bibirnya m
Wajah Naomi yang semringah mendadak suram. Hilang tak berbekas begitu matanya bersinggungan dengan sosok papa dan mama tirinya. Terlebih ada bayi dua tahun dalam dekapan Ardika. Rasanya Naomi ingin menangis dan meluapkan segala amarahnya. Namun alih-alih mewujudkan apa yang ada dalam pikirannya, datar maksimal yang Naomi pilih untuk menutupi sakit di hatinya.Katanya: ‘bahagia itu kita yang ciptakan.’Pernah Naomi dengar kalimat itu lewat serial televisi. Entah apa judulnya, lupa adalah jalan paling tepat untuk dirinya sematkan.“Papa kangen Omi.” Bisikan Ardika lirih. Ada cekatan suara di tenggorokannya bersamaan dengan kedua kakinya yang bertumpu pada lantai dan air matanya meluruh sembari memeluk Naomi. “Kangen banget.” Dan Naomi memilih bungkam. Kedua tangannya terkepal di sisi kanan dan kiri. Tusukan jarum tak kasat mata sedang mengucurkan darah di jantungnya. Rasanya sakit namun juga bahagia. Rasanya pedih namun juga bersyukur. Setidaknya papanya tidak melupakan keberadaan diri
Dahulu, pertama kalinya Maharaja Askara jatuh cinta, itu menjadi sejarah dalam patah hatinya pertama kalinya pula. Menggilai Pulung Rinjani bukan sesuatu yang mudah ternyata. Di samping perempuan yang akan dirinya persunting sebentar lagi itu masuk dalam golongan kurang peka. Pulung juga amat menjaga sebuah hubungan. Percayanya begini; pertemanan yang sudah di campuri dengan perasaan, akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Bersama sebagai pasangan kekasih yang langgeng, mengenal satu sama lain dan mencintai satu sama lain. Atau kehilangan bersama karena satu pihaknya tidak menerima alasan apa pun dari pihak yang satunya. Dan Pulung adalah tipe orang yang mengambil kesempatan selagi itu masih ada.Jika di rasa kesempatan itu membuat sebuah hubungan yang di bangunnya akan renggang. Memilih tidak sebagai jawaban akan Pulung tegaskan. Namun jika tidak berdampak apa-apa—sekali pun mustahil—lebih baik seperti ini; berteman dan berbagi. Tanpa melibatkan hati. Pernah Maha dengungkan dalam ha
Tidak bisa berkata-kata menjadi tema di sore itu. Drama baru sedang tayang. Dan Ardika mulai goyah dengan pendiriannya. Antara Dante dan Naomi, tidak bisa dirinya pilih salah satu. Memilih Dante seperti melepaskan Naomi. Memilih Naomi sama halnya menyiapkan hati kehilangan istri dan putri keduanya. Sedang makna dari keduanya sama pentingnya bagi kehidupan Ardika. Kenapa memilih bisa serumit ini?Meski dalam hidup memiliki pilihan yang mutlak untuk di jatuhkan, bisakah jangan membuat Ardika menjadi pengecut ketiga kalinya?Ardika ingin keduanya, jika itu bisa. Ardika ingin Naomi bersamanya. Ardika juga ingin Dante dan Armani bersama dengan dirinya. Sama-sama menjalin kisah selayaknya keluarga pada umumnya. Membina rumah tangga yang sebenar-benarnya arti dari saling peduli dan memberi perhatian.Dante juga demikian. Bungkam menjadi satu-satunya jalan untuk dirinya lakukan. Saat ini, selain membiarkan Ardika bersama pikirannya yang carut-marut, ada banyak rencana tersusun untuk segera di
Terkadang dan ada kalanya kita salah dalam mengambil tindakan. Seperti seseorang yang menyatakan perasaannya kepada orang yang di sukainya: kamu orang yang kukenal. Kamu orang yang kucintai diam-diam. Kamu harapan bagiku yang takkan pernah kulepaskan. Mengungkapkan bukan berarti menginginkan sebuah keterikatan hubungan. Kecuali jika Tuhan memang sudah berkehendak. Hati sekeras apa pun akan mencair dengan sendirinya. Ini murni tentang mereka yang mempunyai keberanian untuk mengambil kesempatan dan menanggung risikonya.Normalnya, kupu-kupu yang mengitari perut akan beterbangan mendengar pernyataan cinta ini. Namun alih-alih bahagia, kita justru salah mengambil langkah untuk memulai. Sama halnya dengan memulai. Karena tidak semua orang bisa langsung memutuskan. Ada yang secara spontan mengangguk namun menyesal di kemudian hari. Ada yang sekadar penasaran dan sesudahnya selesai. Kembali lagi; Tuhan Maha Mengetahui dan membolak-balikkan hati. Kita hanya bisa mengikuti arusnya. Tanpa membu
Ayana pikir, hatinya sudah tidak terbuka lagi. Hanya mati cukup dan berhenti di Ardika Aksara saja. Namun sejak Rambe datang dan menawarkan kesembuhan bagi lukanya … di situ Ayana berpikir bahwa tidak buruk untuk mencintai lagi. Rambe nyatanya meringankan beban-beban terpendam yang ada di hatinya secara perlahan. Dan Rambe memberikan bukan sekadar janji saja untuk bisa melaju dengan tungkai yang lebih ringan.Ya, benar. Ayana pernah berada di satu titik di mana terasa amat sulit membuka fase baru. Dalam benaknya tercanang bahwa Ardika saja sudah cukup. Bahwa dengan melihat Naomi dari jarak jauh sudah cukup membuat hatinya berbunga. Namun sifat alamiah manusia tidak demikian. Karena pada akhirnya Ayana menyerah pada kondisinya. Yang sangat ingin kembali memiliki, ternyata tidak Tuhan izinkan. Yang sangat ingin merengkuh tubuh mungil Naomi pun tidak bisa dilakukan karena putrinya sudah memiliki idola lainnya. Dan dari rentetan itu semua, ikhlas, hanya itu yang mampu Ayana lakukan.Ketak
"Berhenti mengejar apa yang bukan untukmu. Maka Tuhan akan mendatangkan apa yang paling baik untukmu. Pernah mendengar kalimat itu?” Maha terkekeh begitu Friska—teman kuliahnya dulu menggeleng. Netra mata Maha berpendar ke penjuru ruangan restoran melihat Pulung yang fokus berbincang pada asisten Friska untuk katering pernikahannya pekan depan. “Lo terlalu nyatu sama kehidupan Amerika sampai lupa ada kabar booming apa di negara sendiri.” Friska memberengut mendengar cibiran Maha.Lelaki itu hanya sedang jujur tapi Friska yang terlampau galau mengambil hati perkataannya. Dan kuaran tawa kencang benar-benar Maha ledakkan. “Ini negara berfollowers dengan kode +62. Galau sudah nggak zaman di sini. Adanya, lo balas dengan selingkuh lah.” Friska melotot. Benar-benar saran Maha tidak masuk akal. “Hei! Jangan jadi bodoh. Lo tuh kenapa menggantungkan harapan di tempat yang nggak bisa lo gapai? Lo nggak capek? Lo nggak lelah? Tidur lo nyenyak? Yakin? Kok mata lo bengkak.” Aduh super duper ce
“Kamu suka melebih-lebihkan,” kata Pulung. Usai berpamitan dengan Friska dan men-deal-kan pesanannya untuk tanggal dan waktu yang telah di tentukan. “Aku maunya yang biasa saja. Sederhana. Tapi kamu selalu bertindak di bagian yang enggak terduga.”Hm, bagaimana Maha jelaskan, ya?Karena sederhana baginya ternyata berbeda pandang dengan Pulung. Yang entah seperti apa selayaknya sederhana bagi calon istrinya itu. Tapi membuang uang jutaan rupiah yang biasa Maha dapatkan dalam hitungan menit, itu bukan perkara sulit. Tabungannya takkan terkuras, sahamnya takkan anjlok dan menghamburkan sedikit demi menyenangkan Pulung itu suatu kewajiban yang harus Maha tepati. Janjinya pernah terucap demikian.“Kamu marah?” Pulung berdecak. Oke, Maha paham kenapa sampai begitu. Rumit, ya berurusan dengan perempuan. Padahal Maha tahu, para perempuan hanya ingin di turuti saja apa yang sudah menjadi keinginannya. “Aku mikirnya pasti kejauhan. Soalnya tiap cewek bilang ‘nggak apa-apa’ itu artinya ada yang