Langsung Ardika peluk. Masuk ke dalam dekapannya. Menyatu dengan tubuhnya. Tidak peduli pekikan maupun protesan yang akan terlontar setelah ini. Bahkan jika ingin mengomel, akan Ardika dengarkan. Satu jam, satu hari bahkan satu minggu. Akan Ardika lakukan. Indera penciumannya menyerap banyak-banyak kuaran parfum lembut yang menusuk masuk. Sangat anggun terekam dalam otak Ardika. Memorinya penuh dengan harum tubuh yang teramat Ardika rindukan. Pertanyaannya: sudah berapa lama?Bertambah durasi waktunya, bertambah pula pelukan Ardika yang mengerat. Bisa di samakan dengan ular yang melilit korbannya. Yang tidak ada perlawanan. Justru balasan yang sama kuatnya. Ada tangis yang terdengar di rungunya. Ada basah yang merembes di kemejanya. Abaikan saja. Ini sesi penting. Ardika sedang menikmatinya.Sekarang Ardika tahu jawabannya. Bahwa inilah yang dirinya cari selama ini. Bahwa sebesar inilah cinta yang semestinya Ardika tunjukkan. Dan inilah kebenaran di mana hatinya terpeluk dengan cinta
Pertama-tama, harus bagaimana Maha bertindak? Harus dari mana Maha memulai?Sedang Pulung terlihat sangat anteng adem ayem, Maha yang belingsatan sendiri. Napasnya memburu. Jakunnya naik turun. Keringat dingin bercucuran keluar dari pori-porinya. Yang menjadi masalah adalah … ayolah! Jangan bikin Maha malu cuma karena adegan di dalam video. Yang mana, Maha itu cowok normal. Pasti terangsang birahinya melihat adegan demi adegan yang tersaji.Kecupan-kecupan basah yang dua pasangan itu lakukan menghempaskan Maha pada daratan untuk sadar. Namun otaknya mengawang di nirwana. Seolah hanya dengan melihat mereka melakukannya, Maha pun ingin ikut andil di dalamnya. Tidak adilnya hanyalah, dirinya harus menahan mati-matian tapi Pulung tenang maksimal.Kok bisa?Itu yang Maha misuhkan dalam hati. Kenapa bisa Pulung sesantai itu bahkan tidak ada ekspresi wajah jijik apalagi ingin muntah. Oh, Maha baru ingat. Apa memang begitu damage janda—mantan janda? Pulung akan official dengan dirinya sebenta
Pulung bisa duduk berjam-jam hanya untuk melamun dan berpikir. Pulung bisa duduk diam dengan kepala yang rungsing dan hati yang kemrungsung (berisik). Pulung bisa melakukan apa saja untuk mengingat perjalanan hidupnya hanya dengan duduk diam. Sendiri, entah di tengah keramaian atau di kala sendiri. Dalam lingkup sunyi dan sepi. Semuanya tidak menjadi pengaruh. Semuanya bisa berdesakan ingin masuk. Menempati masing-masing bagian yang Pulung daftarkan dalam kenangannya.Baik maupun buruk, bisa Pulung terima. Tidak ingin mencecar apapun kondisinya yang telah Tuhan berikan. Tiap manusia memiliki porsi masing-masing untuk kehidupannya. Milik Pulung … mungkin itu buruk. Tapi tanpa sebuah ucapan syukur, keburukan itu akan terus menghantui. Milik Pulung … mungkin tidak seindah milik orang lain. Berbuat demikian—membandingkan milik kita dengan orang lain—tidak akan merubah keadaan. Hasilnya yang akan membuat kita terus terongrong ketidakpuasan alih-alih menuju perubahan.Bersyukur menjadi sang
Baraja dan Maha tertawa terpingkal-pingkal. Melihat satu adegan di mana Spongebob dan Patrick melakukan hal konyol. Di sertai kehadiran si gurita abu-abu—Squidward—yang selalu siap meledakkan lahar emosinya. Tawa keduanya tak kunjung surut. Terlebih ini hari minggu. Calon papa dan anak itu bisa bersantai seenak jidat. Tidak peduli pada geraman Pulung yang tertahan, perempuan yang sedang memasak di dapur itu hanya melirik-lirik terus sejak tadi.Bukan apa-apa. Pulung sudah pernah memperingati Maha untuk jangan membawa Bara menonton kartun itu. Meski bagus dan ada pesan moral yang bisa di petik, tetap saja, kejahilan si spon dan bintang laut merah jambu itu meresahkan.Jawaban Maha waktu itu begini: kadang aku bertingkah bodoh hanya karena ingin membuatmu tersenyum. Dan di sambung dengan: meskipun aku tahu senyummu bukan untuk aku.Kata Spongebob begitu. Yang demi kerang ajaib tuan Krabs, Pulung tidak peduli. Terpenting di sini, jangan bawa putranya menonton kartun macam itu. Titik. Pa
Ini hari libur. Tapi Pulung mendapat panggilan untuk datang ke sanggar. Katanya, ada beberapa anak yang meminta di ajarkan menari di hari-hari tertentu. Itu bukan jadwal milik Pulung. Lantaran guru yang biasa mengajar berhalangan hadir, Pulung yang di minta untuk menggantikan. Mau tidak mau karena ini sudah risiko dari tanggungjawabnya sejak awal, maka apa boleh buat selain menerima.Berangkat dalam keadaan yang masih terang benderang. Setelah dua hari dua malam di guyur hujan, di pukul dua siang ini langit sedikit menampilkan corak biru cerahnya. Udara sejuk yang sejak pagi tadi masih terasa dingin berganti sedikit menghangat.Maha yang mengantar nampak anteng di tempatnya. Baraja juga melakukan hal yang sama. Seolah keduanya sudah sepakat untuk kompak. Alunan musik terdengar dari saluran radio dalam mobil. Lagu-lagu terbaru dari penyanyi Indonesia yang sedang booming di putar. Request demi request yang di kirimkan lekas terlaksana. Dan lalu lalang di luar sana jelas berbeda dari har
Jadi kisah tentang Ayana juga masih berlanjut. Meski bukan tokoh utama namun karena pernah terlibat dengan si aktor dan aktris, nama Ayana terus terseret. Hingga beberapa bab ke depan dan melanjutkan jalannya sendiri.Seperti pagi ini misalnya. Di balkon apartemennya yang bersinggungan dengan mentari pagi, hiruk-pikuk Jakarta tak pernah berubah. Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi. Dan bisingnya klakson sudah memekakkan rungunya. Sembari menunggu semburat orange kian meninggi, Ayana usapi perut buncitnya. Ah, sudah berapa lama, ya?“Kamu nggak mau mandi?” Rambe melingkarkan tangan kokohnya di atas lengan mungil Ayana. Menggetarkan gelenyar aneh yang akhir-akhir ini membuat Ayana kebingungan. Pasalnya, hormon miliknya tidak stabil. Kadang, jenis sentuhan model apa pun yang Rambe salurkan menjadi sangat sensasional di darah Ayana yang berdesir. Namun tak jarang membuatnya uring-uringan. Layaknya keinginan lebih untuk di sentuh tanpa mau berhenti.“Malas,” jawabnya singkat. Bibirnya m
Wajah Naomi yang semringah mendadak suram. Hilang tak berbekas begitu matanya bersinggungan dengan sosok papa dan mama tirinya. Terlebih ada bayi dua tahun dalam dekapan Ardika. Rasanya Naomi ingin menangis dan meluapkan segala amarahnya. Namun alih-alih mewujudkan apa yang ada dalam pikirannya, datar maksimal yang Naomi pilih untuk menutupi sakit di hatinya.Katanya: ‘bahagia itu kita yang ciptakan.’Pernah Naomi dengar kalimat itu lewat serial televisi. Entah apa judulnya, lupa adalah jalan paling tepat untuk dirinya sematkan.“Papa kangen Omi.” Bisikan Ardika lirih. Ada cekatan suara di tenggorokannya bersamaan dengan kedua kakinya yang bertumpu pada lantai dan air matanya meluruh sembari memeluk Naomi. “Kangen banget.” Dan Naomi memilih bungkam. Kedua tangannya terkepal di sisi kanan dan kiri. Tusukan jarum tak kasat mata sedang mengucurkan darah di jantungnya. Rasanya sakit namun juga bahagia. Rasanya pedih namun juga bersyukur. Setidaknya papanya tidak melupakan keberadaan diri
Dahulu, pertama kalinya Maharaja Askara jatuh cinta, itu menjadi sejarah dalam patah hatinya pertama kalinya pula. Menggilai Pulung Rinjani bukan sesuatu yang mudah ternyata. Di samping perempuan yang akan dirinya persunting sebentar lagi itu masuk dalam golongan kurang peka. Pulung juga amat menjaga sebuah hubungan. Percayanya begini; pertemanan yang sudah di campuri dengan perasaan, akan ada dua kemungkinan yang terjadi. Bersama sebagai pasangan kekasih yang langgeng, mengenal satu sama lain dan mencintai satu sama lain. Atau kehilangan bersama karena satu pihaknya tidak menerima alasan apa pun dari pihak yang satunya. Dan Pulung adalah tipe orang yang mengambil kesempatan selagi itu masih ada.Jika di rasa kesempatan itu membuat sebuah hubungan yang di bangunnya akan renggang. Memilih tidak sebagai jawaban akan Pulung tegaskan. Namun jika tidak berdampak apa-apa—sekali pun mustahil—lebih baik seperti ini; berteman dan berbagi. Tanpa melibatkan hati. Pernah Maha dengungkan dalam ha