Kata-katanya begini:‘Dia yang tidak menghubungimu bukan karena alasan kesibukannya. Melainkan memang dia tidak menginginkanmu. Garis bawahi untuk kalimat ini adalah menghubungimu. Cetak tebal bila perlu. Jadi, konsep cinta yang sesungguhnya bukan membuat hati ini resah melainkan tidak adanya kerumitan dari kedua belah pihak. Cinta—kalau sadar—artinya bisa saling memperjuangkan bukan malah salah satunya yang meminta.‘Dia menghubungimu bukan semata keinginannya sendiri. Melainkan kamu yang memintanya. Pun sama halnya dengan dia yang tidak memberimu apapun karena tidak takut kehilanganmu. Begitukah sikap seorang yang mencinta diri kita? Maka dari itu berhentilah. Jangan lagi mencari alasan sekadar untuk mendengar suaranya atau mencari tahu keadaannya. Kamu akan dinilai terlalu bodoh alih-alih menganggap dia yang jahat. Tidak begitu cinta. Kamu harus sadar tanpa perlu mengeraskan hati.’Dante harus di pukul dengan ucapan-ucapan pedas untuk menyeret kewarasannya ke tepian. Karena Ardika
I LOVE YOUBeberapa hari ini Ardika hanya beraktivitas di dalam apartemennya. Alih-alih menyibukkan diri dengan pekerjaan kantornya yang menggunung dan sudah dirinya atasi di ruang kerjanya. Hasilnya belum memadai untuk bisa membuatnya move on.Ya. Ardika menjadi sadboy dadakan dengan label gamon (gagal move on). Karena ternyata, setelah di raba lagi hatinya lebih dalam, dua tahun bersama Dante bukan berarti membawa serta nama perempuan yang telah memberinya satu putri cantik untuk menggeser nama Pulung dari sana. Yang ada justru bertahta paling tinggi. Paling mendalam dan Ardika serukan delapan huruf berlafal I LOVE YOU keras-keras. Sampai hatinya sesak dan penuh, baru Ardika akan terjatuh tidur.Hujan di luar sana belum mau berpisah dari bumi. Selain memasuki musim penghujan yang menjadi latar belakang menuju akhir tahun. Bersamaan dengan itu kehidupan Ardika yang ‘baik-baik saja’ pun akan segera lebur.Jari-jari Ardika menyentuh tuts-tuts piano dengan ogah-ogahan. Dentingannya terd
Maha sudah mengurus Dante. Terbilang benar dan tidaknya yang penting perempuan itu sudah tidak mengganggu dirinya perihal rencana. Dan di penghujung hari yang senggang ini, Maha habiskan waktunya dengan menemani Bara bermain puzzle.Bocah lelaki itu anteng. Sesekali mulutnya mencecap bekas ganyeman biskuit favoritnya. Dan Maha bertugas menyodorkan ketika di rasa mulut mungilnya mencari-cari.“Kamu lucu banget, deh.” Seru Maha mengungkapkan ketertarikannya pada pipi gembul Bara yang mendukung keuwuan wajahnya.“Ucu.” Ulang Bara sambil terus fokus menata susunan yang tak rapi. Menempel di sembarang tempat yang tidak lagi berbentuk seperti contoh. Pasti bagi Bara asal sudah dirinya tempel setelahnya akan di rusak dan kembali menyusun. Buang-buang waktu, memang. Namanya juga bocil, kan?Sebagai orangtua, yang bisa Maha lakukan hanya membimbing dan mengawasi. Mengarahkan baginya tidak masuk ke dalam tatanan. Karena jika otak anak bisa berkembang dengan lebih baik maka itu suatu kemajuan ya
Tidak banyak yang bisa Pulung lakukan selain terdiam. Mulutnya menganga dengan ponsel yang masih menempel di telinga kanannya. Sedang suara di seberang sana terdengar menghela napas. Justru jantung Pulung dugun-dugunnya tidak karuan. Ini masalahnya bukan pada apa yang dirinya dengar. Tapi cara Maharaja yang melamarnya tergolong unik. Jika semua lelaki akan melakukan hal seromantis mungkin guna membuat pasangannya tersipu bahkan tersanjung. Maha mengenyampingkan acara ribet itu dengan langsung menghubungi melalui sambungan nirkabel.Pulung, kudu ottoke?Maha sedang ningkah dan itu meresahkan. Pulung yang sudah biasa sendiri di tawari menuju halalnya sebuah ikatan membisu secara estetik. Sampai ingin duduk saja kedua kakinya gemetar. Lebay banget, kan?Masalahnya … Pulung yang ceria. Pulung yang diam-diam menangis. Sejak hari di mana ia elukan harapan, menjadi hari di mana kelelahan terus menderanya. Jadi untuk yang baru saja masuk ke dalam rungunya, Pulung menyangkal habis-habisan. Ke
Maha yang kesal maksimal. Ingin melakukan aksi akrobatik jika bisa. Tapi Pulung terlalu acuh dengan ekspresi mukanya yang alih-alih garang justru gemoy—bahasa gaulnya sekarang begitu. Sekarang siapa coba yang tidak kesal kalau di sandingkan dengan berbagai jenis trauma masa lalunya. Kalau gagal di yang terdahulu apakah menjudge kegagalan di masa yang sekarang wajib dilakukan? Agaknya Maha tersinggung berat dengan itu. Baiknya jika Pulung menolak saja. Tapi hati Maha yang bakal menye-menye semisal itu sampai terjadi.Duhhh! Sat! Urusan dengan hati kok seribet ini. Aturan Maha yang human anti ribet langsung saja ngegas tanpa peduli Pulung akan suka atau tidak.“Kamu tahu?” Menahan langkahan Pulung yang setelah terdiam lama berharap Maha mau mengerti keputusannya. “Kenangan bahagia tiap orang berbeda-beda. Kenangan yang berharga akan aku artikan sebagai awal dalam aku mengambil langkah. Bagiku, itu kenangan di mana aku bisa mengucapkan ‘papa’ kala memanggil beliau. Tapi bagi papa, kenan
Ayana merasakan gejolak pada perutnya. Pagi-pagi sekali sebelum matahari menyapa bumi. Bolak-balik kamar mandi menjadi aktivitasnya. Sayangnya, tak ada satupun yang keluar dari mulutnya kecuali cairan bening pahit. Dan usai dengan kondisi lemahnya, tak banyak yang Ayana lakukan selain membaringkan tubuh lemasnya. Tulang-tulangnya serasa terlolosi. Sekadar duduk menerima air putih dari Rambe, harus ada penyangga di belakang tubuhnya.“Kamu isi kali.” Rambe bukan bermaksud hendak menyinggung. Menduga-duga saja karena yang dirinya lihat pada tumpukan pembalut di lemari Ayana masih utuh.“Belum tanggalnya,” jawab Ayana. Tapi sudah lewat dua hari. Dan tidak ada yang menyadari itu. “Ini murni masuk angin. Aku kemarin kehujanan.”Aura gelap di wajah Rambe langsung terlukis. Padahal sinar mentari sangat terang benderang. Tapi Rambe mengeluarkan sensitifitasnya. Aigoo. Membuat Ayana berdecak saja. “Ada sesuatu yang mau kamu makan?” Meski demikian, Rambe tetaplah Rambe yang sangat perhatian te
Karena cerita ini tidak melulu fokus dengan kisah Ayana dan Rambe yang hanya pelengkap semata. Maka kita akan lengser ke jajaran lainnya yang masih kelabu. Akan kita kulik secara perlahan. Satu per satu. Bab per bab karena semuanya memiliki andil bagian masing-masing.Ya gitu. Kalau Ayana dan Rambe sudah mulai keliatan bucin-bucinnya. Maka Ardika sedang galau-galaunya. Gimana nggak galau kalau status duda buat ketiga kalinya bakal di sabet? Ini nih semisal ada ajang MTV Awards dan ada nominasi Duda terbanyak sepanjang tahun, tolong masukkan nama Ardika Aksara ke dalamnya.Lelaki berperawakan tinggi dengan khas rambut berantakan itu sungguh nggak punya tandingan. Label ‘Ampun Bang Jago’ sangat cocok melekat pada dirinya. Karena … ya Ardika itu magnet bagi para perempuan. Jadi nggak heran banyak yang nunggu buat di gilir masuk ke daftar bininya. Nggak peduli duda juga asal kaya dan mapan mah hayuk saja.Tapi kini ada yang berbeda dengan paras tampannya. Setelah kemarin cek-cok adu mulut
"Tumben nenek datang.”Eta mulut punya Maharaja memang nggak pernah punya rem! Sama orangtua saja mengajukan tanya yang selalu punya dua alasan: menjenguk kalau nggak kangen berarti sedang menaruhkan firasatnya apakah sang anak baik-baik saja atau tidak. Tapi memang dasarnya Maha itu selengekan, ya rasakan saja pukulan di punggungnya oleh sang nenek. Terbilang cukup keras. Karena Aira yang bertugas mengantarkan masuk ke dalam ruangan atasannya sembari membawakan barang bawaannya meringis ngilu.“Aigoo nenek!” Dumel Maha mengusapi punggungnya yang menjadi sasaran empuk amarah. “Nenek kalau kangen cuma perlu telepon Maha dan Maha datang ke sana.”Ya?Ini betul-betul Maharaja Askara bos besar perusahaan di mana Aira menumpukan kehidupannya, kan? Bukan jelmaan atau jelema kajajaden, kan? Aduh Aira yang baper maksimal ini. Maha dengan panggilannya yang manja begitu terasa menggelitik hatinya.“Nenek ke sini ngasih aku chicken,” bisik Maha terlampau pelan. Tubuhnya duduk di samping nenek ya