ayu tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh istrinya. Lelaki itu milih pergi. "Aku cuma ngasih izin untuk memberi dia minum teh manis doang. Jangan berikan makanan dan juga jangan belikan obat!" Ucap lelaki itu sambil berlalu begitu saja. Entah mau pergi ke mana. Sementara Melly melanjutkan aktivitasnya. Dia mengintip suaminya sebentar dan setelah mematikan suaminya tidak ada, perlahan dia mengambil roti yang dia sembunyikan. Walau bagaimanapun Herman tetaplah manusia yang memiliki hak untuk hidup. Perlahan wanita itu mendekat ke arah Herman."Mas, maafkan suami aku ya. Sekarang kamu coba buka mulutmu pelan-pelan, ini aku buatkan teh manis."Herman hanya diam sambil memejamkan matanya, air mata laki-laki itu mengalir entah apa yang dia rasakan. Sementara Melly perlahan menyuapkan teh manis yang tadi dia buat. Namun, begitu masuk justru dimuntahkan lagi oleh Herman."Jika aku mati, tolong kuburkan aku. Jangan biarkan aku terlantar," ucap Herman pelan. "Mas, kamu nggak akan mati.
Gimana, Mas, masih sempit kan?" "Iya, beda sama yang di rumah," jawab pria itu sambil tersenyum. "Ouh jelas dong."Pria itu tersenyum, istri barunya ini sungguh berbeda. Dia cantik dan energik. Selalu memberikan kejutan yang membuat dia merasa puas. Beda dengan istrinya yang di rumah yang hanya menyuguhkan itu-itu saja. Sebagai lelaki dia ingin yang berbeda. Apalagi sekarang ini dia bukan lagi karyawan biasa, gajinya bahkan lebih dari cukup untuk menghidupi dua istri. Dia bosan setiap kali harus menahan keinginannya untuk bercinta karena istri pertamanya sering sakit-sakitan semenjak hamil anak kedua mereka. Di usia Herman yang sekarang ini dia sedang di Fase sedang ingin bercinta hingga jika keinginannya tidak tersalurkan itu membuat masalah yang besar baginya. Lagi pula Herman yakin Mona tak akan bisa melawan karena selama ini dia hanyalah wanita yang penurut dan lemah yang selalu menggantungkan hidup padanya. Apa yang bisa dilakukan oleh wanita lemah seperti itu?_______"Aku man
Herman memperhatikan Mona yang sedang sibuk menyiapkan makanan."Kamu duduk aja, Mas! Kasihan Melky sendirian," ucap Mona tanpa beban. "Kamu gak marah?"tanya Herman bingung."Kenapa harus marah? Kalau memang itu yang kamu inginkan ya sudah, aku bisa apa," jawab wanita itu."Ya biasanya kan perempuan akan marah kalau suaminya pulang dengan bawa istri muda?" Herman menatap istrinya, dia berharap Mona akan marah dan mengamuk. Nyatanya wanita itu justru tersenyum."Anggap saja aku beda dari mereka," jawabnya datar.'Duh kok gini,' batin Herman yang semakin tak mengerti dengan sikap Mona."Oya. Aku mau tanya sesuatu sama kamu."Mona yang hendak memasukkan ikan ke dalam wajan seketika menoleh. "Mau nanya apa?""Kemarin aku melihat..""Mas!" Belum sempat Herman bertanya. Suara Melly sudah menggelegar memanggil."Itu istri kedua Kamu memanggil, cepat ke sana! Takutnya dia marah," ucap wanita itu lembut. Herman terpaku sejenak, ini sungguh di luar dugaan. Dia berharap Mona akan menangis da
Herman membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang dia lihat. Bagaimana bisa ada di situ? "Mas!" Melly berteriak," cepat kamu buang ulat itu!" Herman hanya menoleh istri mudanya sebentar, dia sendiri ngeri melihat binatang kecil yang banyak bulunya itu sehingga dia memutuskan untuk memanggil salah satu dari pembantunya untuk membuangnya. "Pantas kita gatal-gatal," geram Melly. Kondisi mereka mengenaskan. Wajahnya pucat, lemas dan juga badannya bentol-bentol. Mereka tidak berhenti menggaruk."Aku juga bingung, bagaimana bisa ulat bulu masuk ke kamar ini. Padahal kamar ini kan selalu dibersihkan," ucap Herman. Tiba-tiba Melly teringat sesuatu," Ini pasti ulah istri kamu Mas, kurang ajar!" "Jangan nuduh sembarangan tanpa bukti, nanti kamu bisa dituntut pencemaran nama baik," jawab Herman. "Halah," bantah Melly yang kemudian berjalan menuju ke arah pintu.________"Hai nenek lampir!" teriak Melly yang membuat Mona yang saat itu sedang memasak nasi goreng seketika menoleh. Ikutk
Melly yang kesal melangkah menuju ke kamar untuk menemui suaminya. Saat itu Herman baru saja mandi dan berganti pakaian. Badannya masih gatal dan perih. Rencananya dia akan pergi ke klinik. "Mas! Istri tua kamu itu menyebalkan banget sih, masa dia samakan aku sama ulat bulu," ucap Melly kesal. Wajah wanita itu cemberut. "Kok bisa?""Iya katanya aku sama aja sama ulat bulu karena telah merebut kamu dari dia. Yang datang itu kan kamu Mas, kamu yang merayu aku bukan aku yang merayu kamu, kok enak aja dia bilang aku ini gatal sama kamu."Herman yang satu hendak menyisir rambut seketika menghentikan aktivitasnya. "Bukannya kamu duluan yang chat aku. Kamu pura-pura sakit perut padahal enggak, kamu ngajak aku masuk ke kosan kamu, terus kita anu-anu deh." Herman tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. "Ih kok ke situ pula. Kamu jangan lupa mas, awalnya kamu yang menggodaku. Kamu kok yang chat aku duluan," kata Melly gak terima. "Aku chat kamu itu karena nawarin minyak wangi. Kamu k
Bab 5 Pelakor Mati KutuHerman yang hendak beristirahat karena badannya masih gatal dan perih. Akhirnya harus pergi ke kantor karena ada telepon penting dari kantor yang mengabarkan bahwa ada masalah di kantornya. "Kamu harus segera datang di kantor ada masalah penting di sini. Kalau kamu nggak datang bos akan pecat kamu!" itulah yang dikatakan manager sekaligus teman dekatnya. Sehingga mau tak mau dia harus pergi ke kantor sekarang juga.Sementara Melly yang mendapatkan izin untuk pergi. Apalagi dengan membawa kartu ATM milik suaminya. Tidak melepaskan kesempatan itu. Segera dia menelpon teman-temannya untuk bertemu di mall."Hai gank kalian ada di mana ini?" tanya Melly dengan menggunakan telp grup. Melly memiliki grup yang isinya adalah sahabatnya yang jumlahnya sekitar tiga sampai empat orang "Gue lagi nabung," jawab salah seorang temannya. Nabung adalah istilah untuk BAB."Ah Jir banget sih Lo. Jorok,"jawab Melly isambil ngakak. "Ya kan gue jujur. Daripada gue bilang pergi ke
Bab 6Herman masih ingat Mona yang dijemput lelaki yang memakai mobil mewah tadi. Dia terus bertanya di dalam hati, siapa lelaki itu? Apa hubungannya dengan istrinya? Mungkinkah istrinya selingkuh dan anak dalam kandungannya itu adalah anak lelaki itu? Apa ini yang membuat Mona enggan disentuh semenjak hamil? Herman benar -benar pusing."Harusnya Mona yang galau, harusnya dia yang resah karena aku khianati. Tapi kenapa jadi kebalik begini?" Herman menyugar rambutnya. Bahkan, kopi yang ada di depannya pun kini sudah mulai dingin. Asap yang tadi mengepul perlahan-lahan telah menguap di udara. Pria itu asik memikirkan Mona."Lo kenapa?" Sebuah suara mengagetkan Herman, membuat laki-laki itu hampir saja melompat. "Ngagetin aja sih lo," protesnya kesal pada lelaki jangkung yang baru saja datang. "Lagian lo melamun aja, tadi malam gak dapat jatah ya?" Ledek pria itu sambil ngakak lalu kemudian duduk di dekat Herman. "Istri gue lagi hamil," gumamnya lirih," tapi istri kedua gue ada."Uh
Bab 7 Karma Kedua 'Aku Pamit, Mas.'Itulah tulisan di kertas yang terletak di atas meja yang membuat kepala Herman tiba-tiba pusing. Kemana istrinya? Herman segera bangkit dan melihat lemari bajunya, benar saja yang tersisa hanyalah gantungan baju saja. Sementara baju-baju milik Mona telah kosong. "Gea," gumam Herman menyebut anak pertamanya. Lalu berlari kecil menuju kamar anak perempuannya. Sama, di almari anaknya pun bajunya kosong yang tersisa hanyalah gantungan baju."Kemana mereka, apakah Mona ikut lelaki kaya tadi. Tapi, Siapa laki-laki itu kenapa membawa Mona dan anakku pergi? Apa hubungannya dengan Mona?" lirih Herman. Berbagai macam pikiran buruk melintas di kepalanya. "Argh," dia berteriak frustasi," kenapa jadi begini!" lanjutnya. Dia tak menduga kalau masalahnya akan serumit ini.Pria itu berusaha menghubungi Mona tetapi ponselnya tidak aktif. Namun, Dia tidak menyerah Dia segera menghubungi teman-teman Mona yang dulu sering datang ke rumahnya dan juga teman-teman Gea
ayu tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh istrinya. Lelaki itu milih pergi. "Aku cuma ngasih izin untuk memberi dia minum teh manis doang. Jangan berikan makanan dan juga jangan belikan obat!" Ucap lelaki itu sambil berlalu begitu saja. Entah mau pergi ke mana. Sementara Melly melanjutkan aktivitasnya. Dia mengintip suaminya sebentar dan setelah mematikan suaminya tidak ada, perlahan dia mengambil roti yang dia sembunyikan. Walau bagaimanapun Herman tetaplah manusia yang memiliki hak untuk hidup. Perlahan wanita itu mendekat ke arah Herman."Mas, maafkan suami aku ya. Sekarang kamu coba buka mulutmu pelan-pelan, ini aku buatkan teh manis."Herman hanya diam sambil memejamkan matanya, air mata laki-laki itu mengalir entah apa yang dia rasakan. Sementara Melly perlahan menyuapkan teh manis yang tadi dia buat. Namun, begitu masuk justru dimuntahkan lagi oleh Herman."Jika aku mati, tolong kuburkan aku. Jangan biarkan aku terlantar," ucap Herman pelan. "Mas, kamu nggak akan mati.
Mell. Tolong bawa aku ke dokter. Aku sudah gak tahan," ucap Herman pelan. Semalaman dia muntah. Tubuhnya lemah dan wajahnya kian pucat. Namun, ketika meminta bantuan Bayu untuk menolong. Bukannya menolong lelaki itu justru sibuk memvideo Herman. Entah kenapa Melly merasa kasihan. Sisi kemanusiaan wanita itu sepertinya masih berfungsi dengan baik. Wanita itu perlahan mendekat ke arah Herman. Dia memegang dahi Herman yang panas dan berkeringat. Tubuhnya gemetar bahkan bibirnya juga. "Kamu mau minum, Mas?" tanya Melly.Herman hanya menatap Melly. Entah apa yang ada di batin laki-laki itu. Mungkin seribu penyesalan yang tak bertepi, mengingat segala dosa yang dia lakukan. Dulu, jangankan sampai sakit separah ini. Melihat Herman bersin saja , Mona langsung sigap membelikan obat. Merawat dan tak membiarkan laki-laki itu bekerja.Melly yang merasa kasihan pergi ke dapur. Dia berpikir mungkin dengan memberikan segelas teh manis, itu akan membantu memberikan kekuatan kepada Herman. Setelah
"Kelak jika anak kamu dewasa dia juga akan mengerti kenapa kamu melakukan akukan ini. Yang jahat bukan kamu tetapi dia. Kamu telah banyak berkorban untuk dia tapi dia justru menghianati kamu dan juga memanfaatkan kebaikan hati. Jangan sampai kamu jatuh ke lubang yang sama."Setelah berpikir tentang apa yang dikatakan oleh Mahendra akhirnya Mona pun mengambil keputusan "Baiklah, kalau begitu aku akan terus melanjutkan tentang gugatan ceraiku. Tapi tolong Kamu cari tahu bagaimana keadaannya, Kalau memang dia sakit aku akan bantu dia. Ini bukan karena aku masih cinta atau apa, bicara soal cinta aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Sekarang aku pikirkan adalah anak-anakku karena boleh bagaimanapun dia adalah Ayah dari anak-anakku."Mahendra menggangguk baginya yang terpenting adalah Mona tidak kembali kepada Herman."Om Herman, Om Herman." Herman membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara Gea dari arah belakang. Lelaki itu tersenyum pada anak kecil yang kini berjalan menuju ke arahn
Aku gak setuju!" Tegas Mahendra setelah Mona menyatakan keinginannya untuk membatalkan gugatan cerainya. "Walau bagaimanapun dia adalah Ayah dari anak-anakku. Kami boleh berpisah tapi dia tidak, Aku tidak mau jika nanti aku di cap jahat oleh anak-anakku. Di saat ayahnya sakit dan sekarat seperti itu justru aku menggugat cerai dia.Mona menarik napas, rasa cintanya kepada Herman sudah habis tanpa sisa. Iya bahkan sudah lupa bagaimana dia mencintai Herman dulu. Tapi, satu yang dia ingat Herman adalah ayah dan kedua anak nya. "Mona! Kamu jangan lupa. Herman adalah pria yang tidak bisa dipercaya. Bisa saja dia berbohong hanya untuk mengambil keuntungan pribadi. Jika dia berani korupsi dan memakai uang perusahaan untuk kesenangan pribadinya tentu dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan uang apabila dalam keadaan jatuh seperti ini." Mahendra memegang kedua pundak Mona. Walau bagaimanapun pria itu tidak akan rela jika Mona sampai terjatuh kepelukan suaminya kembali. "Kamu jangan sam
Hah?" Melly seperti hendak lompat kegirangan ternyata sangat mudah mencari uang. Hanya memanfaatkan suami tidak percaya lalu membuat video seolah suaminya sekarat dia telah mendapatkan uang yang dia inginkan. "Wah. Bagus sekali. Tuh kan Mas ide aku bagus. Dengan begini kamu nggak usah sesal lagi untuk ngojek. Karena kita sudah dapat uang."Herman yang mendengar hal itu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Dia tidak menyangka kalau istrinya akan segila itu."Mel. Aku makin pusing dan badanku semakin meriang. Kalau kamu nggak mau bawa aku klinik tolong berikan aku obat," mohon Herman. Wajah laki-laki Itu tampak pucat. "Iya, iya. Bawel banget sih. Sakit begitu aja mengeluh," omel Melly.Dia bermaksud keluar untuk membeli obat tetapi tangannya segera dicekal oleh Bayu."Ada apa sih Mas? Dia minta obat warung. Nggak papa lah Lagian juga harganya nggak bisa berapa kalau buat warung paling juga rp1000"Bayu Anton Bagaskara, berdecak kesal melihat tingkah istrinya. "Kamu itu kenapa sih b
Melly menangis sesenggukan. Air matanya tidak tertahan lagi, terus mengalir bagaikan anak sungai yang deras. Air mata itu mengalir membasahi pipi lalu kemudian sampai ke leher. Wanita itu bahkan sampai mengeluarkan ingus. Sungguh, keadaan Melly memilukan bagi orang yang melihatnya. "Beginilah keadaan suami saya. Hu, hu. Dia sakit sudah lama, tiap bulan harus cuci darah. Kakinya cacat. Sementara kami tidak punya BPJS. Dulu waktu sehat kami tidak punya pikiran untuk mengurusnya," dia menarik napas lalu kembali berkata dengan napas tersengal," mak-maka-nya. Kali-kalian jangan lupa urus BPJS. Biar gak susah seperti kita."Wanita itu mengeluarkan ingusnya. Nafasnya sampai tersengal. "Sekarang saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Suami saya harus cuci darah tiap Minggu. Sementara kami tidak memiliki biaya. Jika tidak mau cuci darah maka entah apa yang akan terjadi pada suami saya." Lagi wanita itu menangis sejadinya. Dia memeluk Herman yang berbaring di depannya dalam keadaan menggigil s
Kamu memang pintar. Ada sajakah kamu." Anton tersenyum sambil mencubit hidung istrinya. "Makanya segala sesuatu tuh dengerin dulu. Jangan asal marah-marah aja. Nanti kalau berhasil kan kita yang untung."Pria itu melingkarkan lengannya di pundak sang istri lalu menciumnya. Dia sungguh bangga dengan ide cemerlang sang istri. _Di tempat lain Mona tampak sedang berada di tempat perbelanjaan. Hari ini semua barang kebutuhannya telah habis hingga akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke mall guna membeli barang-barang kebutuhannya. "Gea, kamu mau beli apa nak?" tanya Mona pada Putri pertamanya. "Gea mau dibelikan buku ma sama boneka.""Ya sudah nanti kita beli ya. Sekarang mama mau belikan baju buat adik dulu."Gea mengangguk. Gadis kecil itu sebenarnya tidak terlalu rewel semenjak memiliki adik. Dia juga lebih dewasa, sikap manjanya yang dulu selalu dia tunjukkan saat masih bersama dengan papanya sekarang seperti telah hilang. Bahkan terkadang Mona merasa heran dengan perubahan sikap G
Baiklah, Ayo masuk!"Melly meminta Herman untuk masuk. Namun diam-diam wanita itu tersenyum menyeringai di belakang Herman. "Tunggu ya, Aku punya rencana untuk kamu!""Kamu tidur di ruang tengah aja, soalnya kalau Mas Anton pulang nanti dia ribut kalau lihat kamu," ucap Melly tanpa rasa bersalah."Anton?" Herman menatap istrinya. "Bukannya nama suami kamu Bayu, jangan bilang kalau kamu sudah pindah ke laki-laki lain lagi?" Herman menatap istrinya dengan penuh tanya. "Nama suamiku itu memang Bayu. Tapi nama lengkapnya Anton Bayu Bagaskara. Kadang memang aku menyebutnya sebagai mas Anton tapi sama orangnya," jawab Melly.Herman menggangguk. Sekarang ini tubuhnya terlalu lemah jadi dia tidak ingin berdebat dengan istrinya. "Kamu tidur aja di situ digelar karpet."Anton menoleh kepada sang istri. "Lantai itu kan dingin. Emangnya kamu nggak punya kasur, aku masih sakit loh."lelaki itu memelas karena memang saat ini kondisinya sedang tidak fit. "Nggak ada. Kasur. Di dalam kamar ada. T
Mira sedikit terkejut. Memang semenjak Herman jatuh bangkrut hidupnya betul-betul sulit. Dia bahkan pernah satu hari tidak makan dan Dina hampir saja berhenti kuliah. Saat itu dia belum memiliki usaha jualan yang lancar sehingga dia pun mau melayani preman itu asalkan mendapatkan uang. Nyatanya Setelah dia sering melayani Dirga. Usahanya lancar. Tak ada lagi para preman yang mengganggunya. "Kamu ini apa-apaan. Dirga itu kan sudah punya istri, masa iya kamu mau ibu kamu jadi pelakor,"jawab Mira."Apa bedanya Bu. Sekarang juga kan ibu sudah jadi pelakor, hanya belum kelihatan aja. Kalau Ibu menikah dengan Dirga, kehidupan Ibu akan lebih terjamin karena Dirga itu pimpinan para pengemis dan juga para pengamen jalanan Bu. Mereka itu semua setor uang Bank Dirga, bisa dibayangkan kalau Ibu menikah dengan dia."Dina tersenyum kepada ibunya. "Ah sudahlah, kamu nggak usah menghayal yang bukan-bukan. Sekarang yang terpenting adalah kamu sekolah yang bener, biar cepat lulus lalu bisa mencari pe